NovelToon NovelToon

Teror Dunia Alam Ghoib

BAB 01

Di sebuah tempat, ada segerombol anak - anak muda memakai seragam mencolok yang sedang berdiri mengantri untuk masuk ke dalam bus, terlihat raut bahagia dan riang beberapa dari mereka dan ada yang hanya tersenyum biasa saja menyaksikan kekonyolan teman nya.

"Ayo semuanya masuk!"

Ucap seorang gadis bernama Qween sambil melambaikan tangan mengajak semua anggotanya masuk ke dalam bus.

Senyum mereka kian merekah, mereka segera menaiki bus satu persatu sambil saling bercanda dan saling dorong kecil.

Tiba - tiba, salah satu teman laki - laki mereka menyerobot kursi duduk bus dan duduk di sebelah teman perempuan nya, akhir nya Qween berjalan mendekat lalu menegur teman laki - lakinya itu.

"Pindah lu, Jun! Cewek-cewek duduk di depan, lu cowok jadi duduk di kursi belakang!" Tutur Qween pada teman pria nya sambil menunjuk ke arah kursi belakang.

"Dih , jangan gitu dong.. Gue juga kan pengen duduk di sebelah pasangan main gue," Ujar pemuda tadi, yang bernama Arjuna sambil memainkan alisnya naik turun.

"Gak boleh!" Ucap Quinn ketus.

Qween lantas mengajak teman perempuan nya yang bernama Bhagawati untuk duduk di kursi bagian dalam dekat jendela, dan Qween duduk di sampingnya, menjaga teman nya agar tak di ganggu teman lelakinya.

"Ketua, tendang dia kalo rese." Ujar Qween pada ketua kelompok mereka, Arin.

"Junnn, pindah."

Ketika ketua sudah berucap, mau tidak mau Arjuna pun pergi dengan kesal ke arah kursi bagian paling belakang, dia tak punya pilihan sebab kursi bus yang lain sudah terisi penuh dengan penumpang lain.

"Gak asik lu ah!" Keluh Arjuna, tapi Qween hanya tersenyum kilas saja.

Bahkan teman - teman mereka yang lain juga hanya terkekeh menertawakan Arjuna yang gagal duduk di sebelah Baghawati.

"Gagal lagi ni, Yee.." Ledek salah satu teman mereka, Fahri.

"Brisik lu Ri!" Ujar Arjun sambil manyun.

Pagi itu mereka sudah berada di sebuah terminal bus yang ada di daerah yogjakarta, karena sebuah tugas kampus mereka akan melakukan perjalanan yang cukup melelahkan ke sebuah desa terpencil yang bernama Desa Menoreh Kulon yang terletak di pedalaman yogjakarta.

Mereka rela melakukan perjalanan yang jauh dan melelahkan itu demi mendapatkan pemandangan yang bagus dan tempat yang tepat untuk pembuatan film. Mereka adalah sekelompok mahasiswa dari kejurusan Fakultas Seni Media Rekam, di kampus Institut Seni Idonesia (ISI).

Untuk tugas akhir semester mereka di tuntut untuk membuat sebuah film dokumenter yang menampilkan tempat bersejarah yang masih asri. Dan mereka memutuskan untuk memilih desa Menoreh Kulon progo yang terletak di tengah hutan dan di sana juga terdapat curuk yang indah.

"Udah semua ya? Gak ada yang ketinggalan kan?" Tanya Arin.

"Gak ada, cuss lah jalan." Ujar Fahri dan teman nya mengangguk.

"Bentar, tak doa dulu." Tiba - tiba salah satu teman mereka berdiri.

Dia terlihat memejamkan matanya sambil mulut nya berkomat kamit membaca doa, dia adalah orang yang selalu taat dengan adat kejawen sehingga dia di juluki, si paling primbon.

"Aman kan, Bas?" Tanya Qween.

"Aman, wes ayok jalan." Ujar pria muda yang di panggil Bas, alias Baskoro.

Setelah pintu bus di tutup, suara bising di luar seakan terasa sunyi. Pagi itu terminal memang terlihat sangat ramai, Bus-bus besar sudah terjejer dengan pintu terbuka lebar siap mengantarkan para penumpangnya, ada yang datang dan ada yang pergi seakan ke bisingan itu tak akan pernah berhenti.

"Yeeee, akhir nya jalan juga kita.." Ujar salah satu teman mereka lagi.

Di dalam bus pakaian mereka terlihat paling mencolok dan seragam, Mereka sengaja memilih pakaian yang paling terang dan mencolok agar tak ada yang hilang di tempat yang begitu ramai. Walaupun sudah dewasa namun banyak dari mereka yang susah di atur.

Ketua kelompok mereka sengaja memilih baju warna kuning bunga gambas yang sangat terang, dan ia juga mendesain tulisan di bagian punggung dengan tulisan Universitas ISI agar mudah menemukan mereka.

Satu regu beranggotakan delapan orang, Ada Arin sebagai ketua kelompok sekaligus sutradara dalam pembuatan filem mereka, Baghawati si gadis cantik yang lemah lembut, Arjuna si tampan idola kampus, Fahri si paling usil, Valo si paling penakut, Baskoro si paling primbon, Daffa, si pria dingin yang misterius, dan Qween..

"Semoga perjalanan kita lancar, kita juga pulang dengan selamat, Aamiin!" Teriak Arin si ketua.

"AAMIIN." Ucap yang lain nya serempak.

Perjalanan pun di mulai, semua duduk tenang di kursi masing masing. Dan kebetulan, Qween duduk di sebelah Daffa, si cowok pendiam yang sangat jarang senyum.

Qween sendiri jarang berinteraksi dengan Daffa, sehingga mereka hanya akan bicara saat penting saja.

"Qween, perjalanan kita berapa lama?" Tanya Baghawati.

"Gak tau ya, rute jalan di sini gue gak ngerti, apalagi kalo macet." Sahut Qween.

"Iya juga.." Gumam Baghawati.

"Dah lu tidur aja kalo ngantuk." Ujar Qween dan Baghawati mengangguk.

Dan ya.. mereka semua tidur di dalam bus itu, hanya Qween saja yang tidak tidur dan terus bermain ponsel sambil mendengarkan musik, dan kebetulan Daffa juga ternyata tidak tidur.

"Lu nggak tidur?"

Bagai petir menyambar di siang bolong, Qween terkejut mendengar Daffa bertanya padanya.

"Gue?" Tanya Qween menunjuk dirinya.

"Hm." Sahut Dafa.

"Nggak ngantuk, lah lu sendiri?" Tanya Qeeen balik.

Tanpa bicara apapun lagi Daffa menunjukan tablet di tangan nya yang penuh dengan tulisan, sekali lihat saja Qween tau kalau Daffa sedang menulis naskah.

"Oke, lanjutin.." Ujar Qween dan kembali menatap layar ponsel nya lagi.

Perjalanan yang mereka tempuh sebenarnya hanya beberapa jam saja, namun karena jalanan jelek dan berlubang, bus terasa seperti berjalan lambat dan membuat waktu terasa sangat panjang. Bus semakin lama semakin sepi, banyak penumpang yang sudah turun di perhentian sebelumnya, meninggalkan hanya beberapa orang di dalam bus.

Queen, yang sebelumnya asik memejamkan mata dan mendengarkan musik, tiba-tiba merasa bus berguncang keras karena menginjak lubang besar. Headset yang ada di telinganya pun terjatuh dan menggelinding ke belakang, membuat Queen harus berusaha meraihnya tanpa beranjak dari tempat duduknya.

Saat ia menatap ke belakang, ia melihat beberapa penumpang yang duduk di paling belakang. Mereka memiliki wajah pucat dan pakaian yang lusuh, membuat Queen merasa tidak nyaman. Namun, yang membuatnya merasa aneh adalah mata mereka yang menatap tajam ke arahnya, tanpa ekspresi sedikit pun.

'Ini orang pada ngapain ngeliatin gue gitu amat.' Batin Qween.

Mata mereka menjorok ke dalam, dengan lingkar panda di sekelilingnya, menambah kesan ngeri. Queen berusaha memalingkan wajah, namun ia melihat sekeliling dan menyadari bahwa semua temannya tertidur pulas, kecuali Daffa yang masih terjaga.

Daffa juga memperhatikan gerak gerik Qween yang sedikit aneh, karena penasaran, ia menepuk pundak Queen..

"Ngapain, lu?" Daffa bertanya, membuat Queen kaget dan segera mengambil headset yang terjatuh.

"Kaget gue." Ujar Qween sambil masih sedikit melirik ke arah belakang.

"Kenapa si?" Tanya Daffa, dia makin penasaran.

"Lu liat penumpang paling belakang? Mereka ngeliatin gue aneh banget." Queen berbisik, sambil menatap ke belakang lagi.

Daffa lalu ikut menatap ke belakang, namun anehnya, penumpang di paling belakang semua tidur lelap, tanpa ada tanda-tanda bahwa mereka sedang menatap Queen sebelumnya. Hal itu membuat Queen merasa semakin aneh, pasalnya jelas-jelas tadi mereka sedang menatapnya.

"Mana?" Tanya Daffa dengan bingung.

"Lah kok, tadi mereka.." Qween sendiri bingung sekarang.

"Ngelindur kali lu, makanya doa." Ujar Daffa dan kembali sibuk sendiri.

Queen menggelengkan kepala, ia berfikir mungkin itu semua hanya halusinasi nya saja. Queen merasa semakin tidak nyaman, dan ia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa ada sesuatu yang tidak beres di dalam bus itu.

'Gue gak ngelindur kok, padahal jelas - jelas tadi mereka melotot ngeliatin gue.' Batin Qween.

Dia bahkan kembali menoleh kebelakang untuk memastikan sekali lagi, tapi memang tidak ada yang menatap nya.

                 ●●●●

BERSAMBUNG..

BAB 02

Rombongan itu masih berdiri di titik yang sama saat mereka di turunkan, tapi salah satu dari mereka sepertinya mengalami mabuk perjalanan, karena setelah turun wajah nya pucat bahkan muntah - muntah.

"Hoeekk!!"

"Hoeek!!!"

"Lu mabok, Wat?" Tanya Qween, dan membantu memijat tengkuk teman nya, Bahgawati.

Baghawati tidak menjawab, hanya menundukkan kepala dengan mata yang berair. Queen segera merapatkan jaket sweater yang Wati kenakan, lalu mengusap-usap pundak Wati dengan gerakan yang lembut untuk membuatnya merasa hangat.

"Kenapa si cantik?" Tanya Arjuna.

"Mabuk perjalanan kayak nya." Sahut Qween, sambil masih memijat tengkuk Wati.

"Akhirnya sampe juga, tapi emang jalan nya rusak parah sihh, gak heran Wati mabuk. Gue aja pusing ini.." Ujar Valo dengan nada yang santai, sambil menatap kesekitar.

Namun, ekspresi wajahnya berubah menjadi kaget dan takut ketika ia melihat seluruh pemandangan di sekitar nya.

"Eh, buset... Napa serem banget ni tempat, mana sepi banget lagi." gerutu Valo dengan merinding.

Matahari mulai bersembunyi di balik bukit, meninggalkan langit yang berwarna jingga dan ungu. Udara mulai terasa dingin dan sepi, hanya suara jangkrik yang terdengar di kejauhan.

"Yuk jalan, keburu makin gelap." Ajak Arin.

"Wati masih lemes gini, Rin." Ujar Qween.

"Nggak apa - apa, aku udah baikan kok." Ujar Wati, sambil mengusap air matanya.

"Yakin, lu?" Tanya Qween, dan Wati mengangguk.

"Yuk cari tempat istirahat, jangan di sini." Ujar Valo, karena dia ngeri. Padahal yang lain biasa saja.

Mereka pun mulai mengangkat kembali tas mereka dan hendak akan memulai kembali perjalanan mereka, tetapi tiba-tiba Baskoro teriak menghentikan mereka semua.

"Semuanya, stop!" teriaknya dengan suara yang keras.

Semua orang pum menatap ke arah Baskoro dengan heran, tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

"Lu ngagetin aja si, Bas!? Ada apaan??" Tanya Fahri dengan nada sedikit kesal.

"Jangan-jangan lu takut hantu, Bas?" tambah Fahri dengan senyum yang nakal.

Baskoro tidak terganggu dengan ejekan Fahri, ia tetap serius. Matanya melihat kesana kemari seolah melihat sesuatu.

"Jangan jalan dulu guys, sek dulu iki udah surup, udah mau maghrib." Ujar Baskoro dengan suara yang pelan.

"Kata orang tua dulu, kalau waktu menjelang malam itu banyak lelembut berkeliaran. Kita tunggu sebentar lagi aja, ya?" tambahnya dengan mata yang serius.

Semua menatap Baskoro dengan rasa penasaran, beberapa di antaranya mulai merasa takut.

"Bener tuh apa yang Baskoro bilang, kita tunggu sebentar lagi aja, ya?" Ujar Valo, semakin takut dia.

"Aku dengar dari orang tua, kalau waktu menjelang malam itu banyak setan yang berkeliaran. Kita harus berhati-hati, kalo nggak ntar kita bisa di bawa ke alam goib." Ujar Baskoro.

"HUSS! Sembarangan lu, mau magrib nih!" Ujar Valo.

Tiba - tiba Fahri berjalan menghampiri Baskoro, sambil merangkul pundak Baskoro dia bilang..

"Ya elah... pada penakut banget si kalian, mana ada setan? mana! Mana coba, gak ada ya setan - setanan." Ucap Fahri dengan nada yang mengejek.

Fahri memang tak pernah mau percaya dengan takhayul seperti itu, ia meyakini jika di dunia ini tak ada yang namanya setan. Selain tukang usil Fahri juga sangat keras kepala tak mau mendengarkan ucapan siapapun, Arin yang berdiri di belakangnya, menggelengkan kepala dengan frustrasi.

"Udah-udah jangan pada ribut!" Ujar Arin dengan suara yang tegas, sambil mengangkat tangan untuk menenangkan suasana.

Fahri tidak peduli dengan peringatan Arin, dia tetap saja pententang - petenteng sambil terus berkata..

"Apaan setan, bullshit itu mah. Takhayul, akal - akalan orang jaman dulu aja itu mah." Ujar Fahri.

"Kalau kita gak jalan, emang kalian mau nunggu di sini sampe kapan? Makin malem bukan nya makin bahaya? Liat noh, sekeliling kita bangunan tua dan hutan, gue sih lebih ngeri di makan macan atau di bunuh begal." Ujar Fahri lagi.

Melihat teman - teman nya tidak bergeming, akhir nya Fahri memutar matanya kesal dan kembali duduk. Valo yang penakut sudah menempel pada Arin si ketua, padahal Arin perempuan.

Daffa yang semula diam berjalan menghampiri Qween yang masih membantu Wati yang mabuk perjalanan, Wati masih mual - mual dan lemas meski sudah meminum obat dan memakai minyak angin.

"Dia oke?" Tanya Daffa pada Qween, tapi Queen menggelengkan kepala.

"Gak tau ni, tiba-tiba Wati panas gini kayak orang meriang." Sahut Qween, masih memijat tengkuk Wati.

"Abis kelar adzan, kita jalan." Ujar Baskoro.

Semua sepakat, setelah adzan maghrib baru mereka akan melanjutkan perjalanan mereka. Sambil menunggu, ada dari mereka mencoba memfoto sekitar, ada juga yang duduk saja.

Sampai tak lama adzan maghrib pun berkumandang dan selesai.. mereka menunggu jam sholat selesai dan akhir nya Baskoro berdiri.

"Bismillah yuk guys, kita jalan. Inget ya, kita berjumlah delapan orang. Karena kita masih jauh dari tempat nginap, setiap lima belas langkah kita ngitung sesuai anggota." Ujar Baskoro.

"Maksud lu?" Tanya Qween.

"Arin, dia ketua jadi dia paling depan. Kedua Wati deh, dia lemes harus di papah, selanjutnya ketiga sampe lapan." Ujar Baskoro.

"Gue terakhir deh, kagak caya gue mah sama setan. Dah kalian depan gue, biar gue paling belakang." Ujar Fahri, masih menantang.

"Oke kalo gitu, kalo sampe ada yang bilang sembilan.. jangan lari apalagi nengok, karena itu mereka." Ujar Baskoro, dengan nada serius.

"Cih, ayok lah buru!" Ujar Fahri.

Daffa lantas meletakkan tasnya di membantu Qween memapah Baghawati, ia meletakkan tangan Wati di pundaknya dan membantunya berdiri. Queen berdiri di belakang mereka, membantu membawakan barang-barang Wati.

Baskoro yang membantu Daffa dengan membawakan barang milik Daffa. Queen yang berjalan di belakang Daffa dan Wati, tidak bisa tidak menaikan sudut bibirnya.

'Ternyata Daffa baik juga. Wait, jangan - jangan dia suka sama Wati.' Batin Qween sambil senyum.

Memang benar, siapa juga yang tidak suka dengan gadis secantik dan elegan Wati, gadis yang menjadi bunga sekolah. Queen melihat sekeliling dengan seksama, ia merasa bulu kuduknya berdiri dan merinding.

Tempat itu sangat gelap, hanya ada beberapa lampu toko yang sudah tutup yang memberikan cahaya remang-remang.

Terminal yang mereka singgahi itu terletak di depan pasar, namun pasar itu tidak begitu besar. Hanya ada beberapa kedai dan toko yang terlihat sudah tua dan tak terawat. Tempat itu terlihat lebih seram jika malam hari, sekeliling pasar bukan pemukiman melainkan kuburan tua yang terlihat terbengkalai.

Makam yang berjejer di sepanjang jalan menambah ngeri tempat itu. Queen merasa seperti ada yang mengawasi mereka dari balik makam-makam itu. Ia melihat ke sekeliling, tetapi tidak ada apa-apa. Hanya keheningan dan kegelapan yang menyelimuti tempat itu.

Baskoro yang berdiri di belakang Valo tiba-tiba berhenti dan menoleh kesana kemari.

"Apa kalian dengar itu?" tanyanya dengan suara yang pelan.

Queen dan Daffa berhenti juga, mereka menatap ke sekeliling dengan rasa penasaran.

"Suara apa? Nggak ada suara apa - apa, kok. Jangan nakutin gitu dong.." Sahut Valo.

Baskoro memperhatikan sekitar , ia segera menyusul Daffa dan Queen. Yang lain sudah menunggu di depan toko tua dengan teras yang tak begitu lebar. Mereka meletakkan tas dan barang-barang lainnya di sana sambil menunggu mobil jemputan mereka.

Arjuna segera menghampiri Wati yang tengah di papah Daffa.

"Awas-awas lu, gue aja yang papah si cantik." Arjuna hendak mengambil alih Wati. Namun usahanya di gagalkan Queen.

"Mau apa lu?" Queen menepis tangan Arjuna.

"Gue mau bantuin Wati lah, liat dia lemes gitu." Ujar Arjuna, dan Queen melotot ke arahnya

"Gak perlu, dasar kadal lu... mau cari kesempatan dalam kesempitan!" Ucap Qween.

"Lu pelit banget sih Queen, lagian Daffa boleh bantuin Wati kenapa aku nggak coba!?" Protes Arjuna.

"Ya beda lah, Daffa gak punya niat jelek kayak lu... dia kan gak play boy kayak lu." Ujar Queen.

Queen sangat melindungi Wati, ia merasa bertanggung jawab atas Wati. Karena dia Wati harus ikut mereka dalam perjalanan kali ini. Queen memang sengaja meminta Wati untuk menjadi pemeran utama di film nya karena parasnya yang cantik dan anggun.

Wati juga merupakan idola kampus dan memiliki banyak pengikut di akun media sosial nya. Wati merupakan mahasiswi semester 5 , dia juga berbeda jurusan dengan mereka semua dan merupakan junior mereka. Itulah sebabnya Queen sangat melindunginya dari Arjuna si kadal buntung.

"Lu belom baikan, Wat?" Tanya Arin.

Wati hanya menggeleng dalam dekapan Daffa, ia menutup mulutnya merasa mual.

"Apa lu biasa begini kalau perjalanan jauh?" Tanya Arin lagi.

"Gak kok kak, gak tau juga napa tiba-tiba aku begini. " Sahut Wati.

Fahri datang dengan jaket di tangannya, ia lalu meletakkannya di punggung Wati dengan pelan.

"Mending suruh dia duduk dulu deh, kasian dia pucet banget. "

Perlahan Daffa membantunya duduk di lantai, Valo mengambilkan kardus bekas yang ada di sana untuk alas duduk.

"Ini bagaimana sih! kenapa mobil yang menjemput kita belum sampe coba!!" Arin sudah mulai kesal.

"Siapa yang bertugas mencari kendaraan, sampai jam segini gak ada nongol keburu malem kita di sini. Mana tempatnya kayak gini lagi." Arin bersendekap dada tak sabar.

Valo tak berani berkutik, ia ikut duduk bersama Wati. Ia sangat takut ia memilih duduk di tengah-tengah. Matanya membelalak saat melihat ke arah dalam pasar seperti ada sekelibat orang tengah lewat namun sangat cepat, ia merasa merinding.

"Apa itu tadi." Suaranya lirih hampir tak terdengar.

BERSAMBUNG.....

BAB 03

Karena sangat penasaran Valo bangkit dari tempat duduknya. Matanya terus menatap ke arah pasar, letak pasar itu hanya di sebrang jalan dari tempat mereka . Ia bergegas menyebrang dan sampailah di depan pasar yang sepi dan terlihat tua.

Wati menyadari ada yang tak beres dengan Valo , ia segera menarik tangan Queen.

"Ada apa, Wat? " Queen menunduk ke arah Wati.

Wati menunjuk ke arah Valo, "Itu Valo ... gak tau dia mau kemana," Ucapnya.

"Dih katanya penakut tapi kok malah keluyuran." Ujar Queen. "Ya udah lu sini dulu biar gua yang susulin dia. "

Queen segera menyusul Valo. Sedang yang lain tak menyadari jika Valo sudah berada di sebrang jalan karena mereka tengah mendiskusikan masalah mobil jemputan dan yang lain asik memainkan ponsel mereka.

Mata Queen mengikuti Valo dari belakang, ia mendapati Valo sudah jauh berjalan masuk ke dalam pasar.

Sementara Valo masih saja mencari bayangan hitam tadi, matanya menatap ke kanan dan ke kiri dan hanya nampak kedai-kedai kosong terbengkalai.

Ia melihat sesosok orang tengah duduk jongkok di atas gerai daging, Valo tak bisa melihatnya dengan jelas karena orang itu membelakangi nya. Valo mendekat perlahan agar tak menimbulkan suara. Orang itu seperti sedang memakan sesuatu tangannya memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya dengan cepat seperti orang yang tengah kelaparan.

"Permisi... " Kata Valo lirih.

Sosok itu tiba-tiba berhenti, tiba-tiba berbalik dengan cepat dan melotot menatap Valo .

Akhhh!! " Valo berteriak dengan kencang.

Mata Valo melotot saat melihat sosok nenek tua yang sangat menyeramkan.Matanya yang menyala menatap tajam ke arahnya seakan tak menyukai keberadaannya.

Rambutnya yang putih dan kusut tergerai di sekitar wajahnya, Darah segar mengalir dari mulutnya yang menganga. Sedang tangannya tengah megang gumpalan daging segar.Sosok itu mengenakan kain putih yang sekarang menjadi merah karena percikan darah dari tangan dan mulutnya.

Valo terpaku dan jatuh terduduk, tubuhnya bergetar karena sangat ketakutan. Teriakan Valo seakan menggema ke seluruh penjuru tempat itu membuat semua kaget.

"Valo! " Teriak Queen sambil berlari ke arah Valo.

Yang lain pun kaget mendengar teriakan itu. Terlebih mendengar Queen meneriakkan nama Valo.Sontak Daffa, Arjuna , Arin Dan Fahri menyusul Queen.

"Baskoro lu temenin Wati bentar ya!" Teriak Arin sambil berlari .

Baskoro mengangguk.

Saat mereka sampai di tempat Valo, mereka melihat Valo sedang terduduk, ia membenamkan wajahnya di antara kedua lututnya. Tubuhnya bergetar menahan rasa takut.

Queen menepuk pundak Valo. " Ada apa an, sial bikin orang jantungan! "

Valo masih tak berani mengangkat kepalanya, ia hanya menunjuk ke arah gerai yang ada di depannya.

"I... itu! ad...ada setan! " Ucapnya terbata-bata.

Queen dan yang lain segera melihat ke arah tangan Valo namun tak ada apapun di sana, hanya ada gerai kosong.

"Apa an, kagak ada apa-apa itu. " Sahut Queen lagi.

"Lagian ngapain sih lu, di sini! " Tanya Arin sedikit kesal.

Valo perlahan mengangkat kepalanya, matanya menyipit saat melihat ke gerai itu. Namun ia kaget sosok yang di lihatnya benar-benar tidak ada. Bahkan darah segar yang berceceran di gerai itu pun tidak ada. Valo mengusap-usap matanya sekali lagi namun tetap tidak ada.

Valo menunjuk ke arah gerai, "Di sana... di sana tadi ada sosok nenek tua lagi makan daging mentah! serem banget. "

Sekali lagi mereka menatap ke arah yang di tunjuk Valo, namun mereka memang tak melihat apapun.

"Jangan ngaco lu! udah ayo balik. Halusinasi lu aja itu! Udah jelas-jejas kagak ada siapa-siapa! "Ketus Fahri. " Kebanyakan nonton film horor ni anak. " Fahri berjalan terlebih dulu.

"Udah-udah, ayo balik! lagian gua udah bilang tadi jangan berpencar, nah lu malah kelayapan di mari! " Omel Arin, ia menatap Valo dengan heran.

"Tapi sumpah, tadi itu ada! " Ia mencoba menjelaskan lagi.

Yang lain tak percaya dan berjalan lebih dulu.Daffa segera meraih tangan Valo dan membantunya berdiri. "Udah , ayo balik. Kasian Wati ama Baskoro nungguin kita. "

Mata Valo menyisir lagi ke tempat gerai yang tadi, namun memang tak ada siapapun selain mereka di tempat ini , Valo menelan salivanya ia merasa ngeri.

"Apa hanya perasaanku saja , ya? " Ucapnya lirih.

Mereka segera kembali ke tempat Baskoro dan wati sambil ngedumel. Valo yang masih ketakutan mendekap lengan Daffa dengan erat, sesekali Daffa menepis merasa geli. Queen yang berjalan di samping Valo menepuk pundaknya memberikan isyarat bahwa semua baik-baik saja.

Tak lama, dua mobil yang menjemput mereka tiba, seorang laki-laki paruh baya dengan umur sekitar 40-an turun dari dalam mobil. Senyum merekah di wajahnya, terlihat sangat bersahaja dan ramah. Badannya yang tinggi dan tegap membuatnya terlihat gagah di usia tersebut.

Queen dan yang lain segera berdiri menghampirinya, Daffa berjalan di belakang Wati memastikan dia baik-baik saja. Sesekali ia memegang keningnya memastikan demam Wati tidak semakin parah.

Baskoro menghampiri sopir itu, "Kenapa lama sekali, pak?" Tanyanya, sambil berjabatan tangan dengan hangat.

"Sepurane yo... Tadi mobilnya tiba-tiba macet di tengah jalan,jadi agak lama jemputnya," Jawab Pak Parno dengan senyum yang ramah.

"Oh... nggeh-nggeh, mboten nopo-nopo,"

"Ayo semua, kenalkan ini pak Parno yang akan mengantar kita ke desa Menoreh," kata Baskoro sambil memperkenalkan Pak Parno kepada yang lain.

Mereka segera mendekat dan bersalaman sambil mengenalkan diri mereka dengan ramah.

"Yo wes ayo pada masuk, nanti keburu malam."Ajak Pak Parno .

Sekali lagi Arin memegang kening Wati, "Beneran lu udah gak apa-apa?" Sambil memperbaiki jaket yang Wati kenakan dengan penuh perhatian.

Wati mengangguk pelan. "Queen jaga dia baek-baek, tanggung jawab lu itu," kata Arin dengan nada yang serius.

"Siap...!"

Queen, Baghawati, Arjuna, dan Fahri naik mobil satunya, sedangkan yang lain ikut mobil Pak Parno. Arjuna duduk di antara Queen dan Wati, sedangkan Fahri duduk di depan dengan sopir. Sepanjang perjalanan, mereka bersenda gurau dan tertawa.

Fahri mengeluarkan ponsel dan merekam di sepanjang perjalanan, "Emangnya keliatan, dasar aneh," Celetuk Queen.

Namun Fahri malah mengarahkan kamera ponselnya ke arah Queen. "Kelihatan lah, malah jelas banget."

Queen menghalangi sorot kamera menggunakan tangannya, "Jangan rese lu... gua bogem baru rasa lu!"

Arjuna dan Wati hanya tertawa melihat kelakuan mereka berdua.Tiba-tiba, dari arah luar ada seorang wanita berlari kencang ke arah mobilnya, menempel pada kaca mobil di sebelah Wati membuat Wati menjerit histeris.

"Awas, Balek-balek! Mengko koe biso mati!" Teriak wanita berpakaian lusuh serta rambutnya yang acak-acakan.

"Ajeng! Ajeng!"

Ia mengejar mobil mereka, karena jalanan yang berlobang dan berbatu hingga membuat mobil tak bisa melaju dengan kencang.Wati memeluk Arjuna dengan erat, ia masih teriak histeris karena kaget.

Tak lama wanita itu hilang di kegelapan malam, "Sudah... orang itu sudah pergi Wati, lu gak papa ,kan?" Tanya Arjuna, ia mengusap pundak Wati dengan lembut.

"Anjing! Bikin kaget aja. Lu gak papa ,Wat?" Tanya Fahri memastikan, suaranya yang keras membuat Wati tersenyum lemah.

"Apa an sih... rese banget. Siapa sih itu tadi ,pak?" Tanya Fahri pada sopir yang juga ikut kaget.

Ia menggeleng sambil berkonsentrasi menyetir, "Saya juga gak tau siapa wanita itu, padahal saya sering lewat sini tapi gak pernah liat wanita itu. Tapi kayaknya dia orang gila den. "

"Terus apa arti ucapannya tadi, pak?" Tanya Queen dengan penasaran, matanya yang tajam menatap sopir dengan harapan mendapatkan jawaban yang jelas.

"Aduh, saya juga kurang paham non, soalnya gak terlalu jelas. Takut saya nanti salah ngomong," Ia mengusap-usap tengkuknya dengan gugup, sepertinya ia tidak ingin membuat kesalahan.

"Tadi yang terakhir kayak manggil Ajeng, Ajeng... ya gak sih," Kata Fahri dengan nada yang penasaran.

"Iya, siapa itu?" Sahut Queen, matanya yang tajam menatap mereka dengan harapan mendapatkan jawaban.

"Ajeng itu nama mbah buyut gue..." Sahut Wati, suaranya yang lembut membuat mereka bertiga melotot ke arah Wati dengan tak percaya.

"Serius lo... beneran itu nama mbah buyut lo! Kok bisa kebetulan gini ya!" Ujar Arjuna . Ia menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

...****************...

BERSAMBUNG....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!