Namaku Putri usiaku 16 tahun. Aku putus sekolah karna ekonomi orang tua ku yang pas-pasan.
"Ada seorang pria yang akan datang melamar mu sore ini" kata mama sembari mencuci piring.
"Tapi ma aku belum siap untuk menikah" sahutku pada mama.
"Di usia mu yang sudah 16 tahun apa lagi tak bersekolah, kamu harus segera menikah" seolah mama mendesak ku namun aku benar-benar belum siap untuk menikah.
"Kenapa harus ma bukan kah usiaku masih terlalu dini?" sahut ku.
"Itu karna kamu sudah tak bersekolah, tetangga akan mengatakan kamu perawan tua yang tak laku" aku melotot mendengar tutur mamaku.
Sore hari setelah magrib seorang pira datang bersama pasutri yang mungkin itu adalah orang tuanya.
"Silahkan masuk, kami sudah menunggu iya kan pak" kata mama sembari tersenyum.
"Iya nak Alan, silahkan duduk" sahut bapak.
Keluarga dari tamu yang katanya datang ingin melamarku duduk dengan meletakan barang bawaan nya di meja.
"Putri...sini nak, sini duduk samping mama" panggil mama yang membuat tubuh ku panas dingin.
"Kenalkan ini nak Alan dia ini yang akan menjadi suami mu kelak" kata mama.
Aku menunduk, rasa nya aku tak ingin memandang pria yang akan menjadi calon suamiku itu.
"Nah ini karna sudah saling kenalan kita biar kan mereka untuk saling mengenal satu sama lain" kata mama yang di iya kan oleh bapak dan orang tua bang Alan.
Setelah mama, bapak dan orang tua bang Alan meninggalkan kami berdua. Keadaan menjadi hening. Aku hanya menunduk di hadapan bang Alan.
"Masih sekolah dik" tanya bang Alan memecah keheningan.
Aku menggeleng sembari tetap menunduk.
"Kenapa? Usia adik masih belia harus nya adik masih sekolah" sambung nya lagi.
"mama sama bapak nggak punya biaya bang" sahut ku lirih dengan kepala yang masih menunduk.
"Apa adik sudah tau status abang?" tanya nya, aku menjawab dengan menggeleng.
"Abang ini seorang duda punya anak satu kelas 3 SD" sambung nya , seketika aku mendongak. Dan untuk pertama kali nya aku melihat wajah nya. Ya ampuuun...ini kah pilihan mama bahkan aku tak merasa tertarik sama sekali pada nya.
Sekalipun status nya bukan duda, "oh Tuhan tolong hambamu ini" jeritku dalam hati.
Setelah lamaran selesai, cincin pengikat pun sudah di semat kan di jari manisku. Keluarga bang Alan pun pamit.
Bapak dan mama terlihat lega karna apa yang di inginkan mereka segera terlaksana.
"Putri..kamu harus nya bersyukur mendapatkan keluarga yang baik dan mapan" ucap mama dengan enteng tanpa perduli bagaimana perasaan ku.
Setelah malam lamaran itu, bang Alan sering berkunjung ke rumah, sebenar nya aku begitu risih hingga setiap kali bertemu aku selalu menyembunyikan wajah di balik rambutku.
Dan tanpa aku sadari, ternyata mama selalu mengawasi kami dari dalam rumah.
Di suatu pagi, aku kena omel oleh mama. "kalo di ajak ketemu sama Alan harus nya tak perlu kau tutup mukamu itu dengan rambut, apa rambut mu tak bisa di ikat?" cerocos mama.
Aku yang sedang mencuci baju rasa nya tak tahan berlama-lama mendengar ocehan mama. Segera aku selesaikan cucian ku dan pergi ke kamar.
"Heh Putri..mama lagi bicara malah main pergi gitu saja" teriak mama yang memekakan telingaku.
"Salah sendiri kerjaan nya ngomel mulu, untung bapak kerja coba kalo nggak udah kena keroyok aku" gerutuku dalam hati.
Ku sumpal telinga ku dengan handset ku putar lagu india kesukaan ku sedikit kencang sekiranya tak mendengar ocehan mama lagi.
Sore hari nya, bang Alan datang dengan membawa berbagai macam cemilan.
Aku yang merasa tak ada gairah untuk menemui nya, berpura-pura tidur dari sore, namun siapa sangka suara cempreng mama, membuat sandiwaraku bubar.
"Sana temui calon suami mu" sembari menggeret tanganku.
Dengan terpaksa aku melangkah menemui bang Alan dengan rambut yang sedikit awut-awutan, aku sengaja tak merapikan nya. Aku berharap lambat laun ia jengah melihatku yang tak pandai merawat diri.
"Eh adik baru bangun tidur?" tanya nya. Aku hanya mengangguk tanpa menatap nya, rasanya tak sampai hati aku menatap wajah pria itu, bukan nya aku menghina ciptaan Tuhan, tapi entah kenapa semakin aku paksa untuk menerima nya hatiku semakin menolak.
"Abang tak perlu sering ke sini lah" ucap ku kala itu.
"Lah kenapa, abang kan rindu dengan calon istri abang" sahut nya dengan PD nya.
Aku tak mampu menjawab lagi, keadaan kembali hening, ku tatap malam yang semakin gelap.
"Bang sudah malam, apa bang Alan nggak pulang? Aku sudah mengantuk" kataku mencari alasan.
"uuuu calon istri abang udah ngantuk ya?" sahut nya sembari mengacak rambut. Aku melotot, berani sekali dia menyentuh ku bahkan sebelum menikah.
Setelah bang Alan pulang. Aku berlari ke kamar mandi, segera ku guyur kepalaku dengan air aku merasa risih seolah tangan bang Alan selalu menempel di kepalaku.
"Kamu ngapain malam-malam gini mandi, keramas pula, jangan-jangan...kalian" kata mama yang segera ku potong.
"nggak usah mikir aneh-aneh deh ma, aku cuma ngerasa gerah aja" sahut ku sembari berjalan masuk kamar.
"Hari ini kamu hanya dapat sarapan saja ya Put..soal nya nanti Alan mau ajak kamu jalan mana tau ngajak makan juga, kan kalo kamu makan di rumah nanti kenyang duluan jadi sarapan pagi aja" kata mama.
"Ma...apa nggak bisa bang Alan itu ke sini satu bulan sekali gitu?" tanya ku yang mendapat tabokan di pundak dari mama.
"Apaan sih ma, sakit tau" seru ku sembari mengelus tangan ku yang terasa panas.
"Mangkan nya kalo ngomong itu di pikir dulu, emang nya Alan itu tukang kredit yang datang sebulan sekali?" kata mama dengan mata melotot.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kalo suka beri like dan komen kalian ya guys🙏
Sebulan sudah berlalu, tak sengaja aku mendengar mama sama bapak bicara.
"Bapak kecewa sama calon besan, dengan semau nya dia merebut pembeli bapak" kata bapak, pekerjaan bapak sejak dulu berdagang dengan hasil pas-pasan.
"Kok bisa gitu pak bukan nya dulu mereka nggak jualan di pasar?" tanya mama.
"Bapak juga nggak tau, mana jualan nya lebih banyak lagi...jelas lah bapak kalah" ucap bapak dengan kesal.
"Kalo begini terus bapak batal kan saja pertunangan Putri" aku yang mendengar ucapan bapak melompat kegirangan.
"Yes...kalo memang nggak jodoh biarpun di paksa nggak akan pernah bersatu" lirih ku sembari mencibir keputusan mama dan bapak.
Setelah keributan bapak dan calon mertuaku, bang Alan jarang datang ke rumah, aku merasa sedikit lega.
"Putri kalo kamu nggak bisa nerima Alan sebagai calon suami mu kamu boleh ambil keputusan untuk memutuskan dia" tutur mama, yang membuatku terbahak girang dalam hati, seolah baru terbebas dari penjara.
"Tapi tunggu Alan ke mari baru kalian bicara kan semuanya" imbuh mama.
Selang 3 hari bang Alan datang seperti biasa nya membawa banyak cemilan, seperti tak terjadi apa pun.
"Mau cari Putri ya?" tanya mama ketus. Bang Alan pun mengangguk.
"Putri temui Alan" seru mama sembari menenteng kantong kresek cemilan dari bang Alan.
"Silahkan duduk bang" kata ku mempersilahkan bang Alan duduk, namun aku sangat malas untuk membuatkan minum.
"Apa kabarmu dik" kata bang Alan.
"Aku baik bang, baik banget malah" sahut ku dengan semangat.
"Alhamdulillah kalo begitu abang senang mendengarnya" ucapnya sembari seperti malu-malu, eh malu-maluin deng.
"Bang aku mau ngomong" ucpku.
"Iya dik ngomong aja abang pasti dengar" sahut nya.
"Bukan cuma di dengar sih tapi harus di iyakan" ucapku dalam hati.
"Ngomong lah dik" ucap nya lagi karna menatapku malah terdiam.
"Oh iya..bang sebelum nya aku minta maaf, karna mungkin ini akan menyakiti abang" tutur ku.
"Apa itu dik, insya Allah abang bisa mengerti dengan permintaan adik" sahut nya sok nggak tau apa-apa.
"Bang aku minta kita sudahan saja" kataku to the poin.
"Maksud adik apa? Abang nggak ngerti" jawab nya dengan masih pura-pura bod*h.
"Aku mau batalin pertunangan kita bang" sahutku lagi. Sembari melepaskan cincin di jari manisku.
"Tapi dik kenapa tiba-tiba begini" ucapnya masih sok polos.
"Kami juga setuju kalo kalian itu putus saja" sahut mama yang muncul begitu mendengar perbincangan kami sudah pada pokok nya.
"Tapi apa salah saya bu..pak.." ucap nya masih dengan sopan.
"Halaaah nggak usah pura-pura, tanyakan saja sama orang tuamu, apa yang sudah mereka lakukan pada dagangan kami" seru bapak yang mulai meninggi.
"Begini saja pak...bu...kalo orang tua saya punya salah atas nama mereka saya meminta maaf pada bapak dan ibu, tapi demi Allah saya nggak tau apa pun yang terjadi" tutur bang Alan.
Sebenarnya kasihan sih tapi mau bagaimana lagi aku nggak bisa cinta walau di paksa.
"Sudah jangan pura-pura lagi, pokok nya kami nggak mau melanjutkan pertunangan ini" seru bapak yang di angguki mama dengan mantap.
"Baik lah pak baik lah bu...kalo memang itu keputusan kalian, mungkin saya dan adik putri nggak jodoh" ucap nya memelas.
"Ini bang aku kembalikan" kataku sembari menyerahkan kembali cincin yang pernah di sematkan di jari manisku.
"Tidak usah dik, adik pakai saja, anggap saja itu hadiah dari abang dan sebagai pengingat bahwa adik pernah mengenal abang" ucap nya yang membuat hatiku tersentuh , ah tapi kan aku nggak cinta untuk apa aku tersentuh, masa b*do lah.
"Kalo begitu saya pamit pak..bu.., oh ya dik suatu saat kalo adik menikah jangan lupa undang abang ya?" ucap nya yang membuatku melotot ke arah nya.
Setelah itu aku menatap punggung bang Alan hingga tak terlihat lagi di balik pintu.
Mama sama bapak melengos mereka meninggalkan aku sendiri yang baru saja merasa bahagia karna merasa sudah terbebas. "Tapi kok...tunggu dulu apa mama sama bapak marah pada ku?" batinku.
Beberapa hari berlalu bapak dan mama mendiamkan ku, bahkan aku di larang keras untuk keluar rumah.
"Apa salah ku kenapa mama sama bapak begitu plin-plan" ucapku dalam hati.
"Assalamualaikum bi..." suara seseorang yang aku kenal ia adalah kakak sepupu ku.
Ya mba Nia yang datang bersama suami nya yang mata keranjang.
"Wa'alaikum salam, eh Nia ada apa?" tanya mama, yang secara langsung menyambut kakak sepupuku karna aku di larang keluar , sudah kaya vampir aja aku di kurung di dalam rumah mateng juga enggak malah butek otak ku.
"Ah nggak ada apa-apa bi kami pingin main aja ke sini sekali-kali kami pingin nginap juga" kata mba Nia.
"what? Menginap? Suami nya itu pasti akan buat masalah" ucapku lirih.
"Boleh-boleh tapi ya itu kamar tamu yang kamu punya ukuran nya kecil" kata mama sedikit malu.
"Ah nggak papa bi yang penting bisa lah buat kami hany moon" ucap mba Nia tak tau malu.
"Oh ya bi di mana Putri kok sedari tadi aku nggak melihatnya" tanya mba Nia. Sedangkan mas Runi suami mba Nia celingak celinguk seperti mencari sesuatu.
"Aku di sini mba, ada apa mencariku" sapaku sembari melirik ke arah mas Runi, mata nya berkedip-kedip saat melihatku.
"Dih ni orang konslet apa ya?" tanyaku dalam hati.
"Ah nggak sih, mba nggak nyari kamu kok mba cuma nanyain doang emang harus ya kamu lantas muncul" tutur mba Nia.
"Si*lan nih orang dia pikir dia siapa? berani nya permalukan aku" ucap ku dalam hati.
"Ayo ayo masuk letak kan barang mu di kamar tamu, setiap hari bibi sudah bersihkan kok jadi aman dari debu" ucap mama dengan antusias nya.
Malam nya aku terbangun dari tidurku karna rasa ingin buang air yang mendesak.
Aku berjalan menuju kamar mandi yang berada di sebelah dapur. Dengan penerangan yang remang-remang, aku berjalan hati-hati.
Tiba-tiba seseorang membekap mulut ku.
"mmmm mmmm" rintihku.
"Ssstt ini aku Runi" oh ternyata si mata keranjang Runi.
"Apa maumu" tanya ku ketus.
"Put..mas rindu sama kamu, mas itu nggak bisa melupakan wajahmu sebenarnya mas nggak cinta sama Nia tapi apa boleh buat Nia istri mas" ucap nya tak tau malu.
Tanpa ia sadari mba Nia berdiri di belakang nya.
"Tega kamu mas..."
(BERSAMBUNG)
Pagi itu dengan santai aku keluar kamar, setelah mandi badanku terasa segar.
namun saat aku hendak ke dapur, eh aku lihat mama sama mba Nia menatapku tajam.
"Ada apa" tanyaku.
Mba Nia menghentakan kaki nya dan pergi begitu saja, aku pikir dia tak sengaja, tau nya sengaja dia menabrak bahu ku dengan kencang.
Aku menatap heran, kemudian aku tanya ke mama, "ada apa ma, mba Nia kenapa?" tanyaku.
"Itu lah kenapa mama suruh kamu cepat nikah karna mama nggak mau kamu ganggu rumah tangga mba Nia" seru mama sembari menunjuk-nunjuk wajah ku.
"Siapa yang ganggu ma?" tanya ku tak mengerti.
"Yang tadi malam itu apa?" ucap mama sambil melengos tak mau menatapku.
"Tadi malam apa? Itu mas Runi yang bersikap kur*ng ajar bukan aku yang menggodanya" jelasku ke mama.
"Mama nggak mau tau, pokok nya kamu harus segera menikah, atau kalo nggak kamu pergi dari rumah ini" ujar mama yang membuatku bingung.
"Lah ini kan tempat tinggalku dari kecil ma, kalo pergi aku harus pergi ke mana?" tanya ku.
"Ya sudah kalo kamu nggak mau pergi biar mama sama bapak mu yang pergi" kata mama sembari pergi meninggalkan ku dalam kebingungan.
"Bi kami pamit pulang saja, aku merasa nggak aman di sini" ku dengar dari dapur mba Nia pamit, seolah di sini aku yang salah.
"Maag ya Nia bibi nggak tau harus ngomong apa, emang si Putri susah di kasih tau" kata mama lirih yang masih bisa aku dengar.
Aku beranjak pergi ke kamar, aku terisak, biar bagaimana pun juga di usia ku yang masih belia aku butuh dukungan orang tua, tapi ini...bukan nya di dukung, aku malah selalu di pojokan atas semua masalah.
"Hu hu hu....kenapa mama nggak percaya padaku, sudah lah di kurung nggak boleh keluar rumah sekarang malah di tuduh yang bukan-bukan" lirih ku dalam tangis.
Seharian iti aku nggak keluar kamar, perutku rasanya lapar sih tapi aku males kalo harus berdebat lagi sama mama.
Beberapa hari berlalu, keadaan mulai membaik mama sudah nggak mengungkit tentang suami mba Nia, yah walau pun aku masih jadi vampir.
"Putri sore ini mama mau nyusul bapak mu ke pasar, nanti juga paman mu datang katanya mau menginap, berikan hidangan kepada paman mu" kata mama dengan suara masih tak nyaman di telinga ku.
"Iya ma" jawab ku singkat.
Mama berangkat ke pasar sesuai yang di katakan nya tak lama paman ku adik dari mama datang.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikum salam, masuk paman bapak sama mama belum pulang mungkin pulang nya malam" kata ku sembari mempersilahkan paman untuk duduk.
"Sebentar ya, Putri buatkan kopi dulu" kataku.
"Ah nggak usah repot-repot" kata paman.
"Nggak repot kok psman" ucapku sopan.
Jam 19:00 mama sama bapak baru pulang.
"Putri...ini tolong bawa barang dagangan yang nggak habis ke dapur" seru mama yang segera aku laksanakan.
Saat aku melirik pamanku aku merasa risih dengan pandangan mata paman, yang aneh dan tak biasa., aku segera berlalu karna tak ingin berlama-lama di depan paman.
"Gimana kabar mu Al..kok lama ndak ke sini" kata mama.
"Kabar ku baik kok mba, ini aku ke sini karna kangen sama keluarga mba" obrolan paman dan mama terdengar sampai di dapur.
"Buat kan kopi sama teh buat mama bapak dan paman mu" seru bapak yang tiba-tiba ada di belakangku.
Aku terjingkat kaget. Namun aku segera bangkit untuk membuatkan permintaan bapak tanpa bertanya lagi.
Setelah mengantarkan minuman aku segera masuk kamar karna sudah mengantuk. Jam juga sudah menunjukan pukul 20:45.
Aku tertidur pulas, namun aku merasa ada yang aneh dengan tubuh ku, tubuh ku seperti berat, seoalah ada sesuatu yang berat menindih ku.
Aku mengerjap, dan betapa terkejut nya aku, saat aku lihat paman sedang mendesah dengan gerakan nya yang menggesek-gesek cucak rowo nya di pinggulku, karna posisi tidurku saat itu miring.
Aku bangkit dan mendorong tubuh pamanku itu.
"Ssstt...jangan berisik nanti mama mu dengar" ucap nya, di luar kamar aku mendengar langkah. Mungkin itu mama. Tak lama langkah itu kembali ke kamar di mana mama dan bapak tidur.
Aku keluar, membuka pintu dengan pura-pura terisak, agar pamanku itu iba dan tak melakukan pelec*han lagi terhadapku.
"Eh mau ke mana" tanya nya.
"A..aku mau keluar paman" sahut ku.
"Tapi ingat jangan ngomong siapa-siapa termasuk mama dan bapak mu" kata paman mengintimidasiku.
Aku mengangguk dan segera berlari ke kamar tamu dan mengunci pintu dengan rapat, malam itu aku tak bisa lagi tidur.
"Putri..kamu tau ke mana paman mu" tanya mama saat pagi tiba.
Aku menggeleng.
"Tadi malam kamu tidur di mana?" tanya mama dengan nada ketus.
"A..aku tidur di kamar ma" sahutku.
"Jangan bohong kamu, tadi malam paman mu nggak ada di kamar tamu lalu pintu kamar mu kenapa di kunci" tanya mama yang mulai membuatku takut, pasti aku akan di tuduh lagi.
"Mama nggak mau ya kalo punya anak bej*t kaya kamu" ucap mama tiba-tiba seolah langsung mengatakan kalo aku berbuat yang tidak-tidak.
"Apa maksud mama" tanya ku.
"Kamu menggoda paman mu kan? Kamu bawa paman mu ke kamar mu" seru mama yang membuat hatiku sakit.
Aku menggeleng lalu masuk kembali ke kamar. Di setiap keributan sering kali bapak nggak ada di rumah karna harus berdagang. Sehingga bapak pun nggak tau kalo mama benar-benar keterlaluan.
Tapi walaupun tau aku yakin bapak nggak akan membelaku walau sedikit.
Aku menangis dan mengunci diri di dalam kamar tak tau harus apa, kalo terus melawan orang tua aku takut kuwalat.
Beberapa hari sudah aku di diamkan mama, mama nggak menegur atau sekedar mengajaku bicara, aku pun saat bersimpangan dengan mama menundukan kepala, karna aku takut menatap wajah mama yang penuh kemarahan selalu.
Setelah beberapa minggu menjadi vampir sekarang mama membolehkan ku untuk keluar rumah, tentu saja saat itu kulit ku terlihat putih bersih dan mulus, maklum lah kulit remaja kan memang kebanyakan mulus belum keriput, hehe..
"Putri...tolong ambilkan dompet mama di kamar" seru mama yang akan membeli sayur pada langganan nya.
Aku pun keluar dengan membawa dompet mama, aku keluar mengenakan baby dol tanpa lengan sehingga menampak kan kulit lenganku.
Tanpa aku sadari bapak tukang sayur itu mendekat dan mengelus lenganku, ya ampuuun...apa lagi ini tanya dalam hati sembari menjauh dan kembali masuk rumah.
...****************...
BERSAMBUNG
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!