17 tahun lalu.....
"Kakak, tunggu Cia!" Panggil seorang anak kecil yang menggendong tas kecil bergambar moana. Tasnya yang menempel di punggungnya itu sama sekali tidak menghalangi langkahnya yang berlari mengejar anak laki-laki yang dia panggil kakak.
Anak lelaki itu sama sekali tidak menoleh, seakan ia sangat malas sekali bertemu dengan gadis yang selalu menempel padanya.
"Kakak!"
Brukhh
"Auchh!" Gadis itu meringis saat ia tersandung dan wajahnya terhantam ke lantai.
"Cia! Kau tidak apa?" Tanya anak lelaki itu menghampiri gadis yang bernama Valencia, selain suka menempel padanya gadis ini juga merepotkan dengan banyak tingkah konyolnya.
"Tidak apa kak, lihat! Cia baik-baik saja!" Sahut Valencia dengan senyum manisnya.
Gadis imut dengan pipinya yang cubi, lalu rambutnya di ikat dua dengan banyak sekali printilannya. Oh ya! printilan itu tentu saja mommy nya yang paling semangat untuk meriasi anaknya.
Valencia adalah anak yang tangguh di usianya yang baru menginjak 5 tahun. Setelah 2 tahun lalu baru bertemu dengan sang daddy, gadis kecil itu kini memiliki keluarga yang lengkap.
Gadis yang selalu saja menunjukan sikap manisnya pada anak laki-laki di depannya. Karena menurutnya hanya Axel yang ia sukai setelah daddy nya. Ah! Anak sekecil ini saja sudah tau yang namanya tampan.
Ya! Benar sekali karena Axel adalah anak yang tampan dengan segala pesonanya. Kepalanya yang kecil dengan rambut yang di potong two block. Potongan rambut yang belah di tengah, tak ada kata cacat dalam perawakannya.
"Berhentilah mengikutiku! AKU BENCI ITU!" Axel menekankan dalam kata benci. Sepertinya anak laki-laki ini sudah sangat muak dengan tingkah menggemaskan dan merepotkannya Valencia.
"Tapi kak, Cia akan pergi. Apa kakak akan merindukan Cia?" Tanya Valencia tanpa menghiraukan ucapan Axel yang kejam tadi.
"Tidak! Jangan mimpi!" Axel handak berbalik, lalu tangan mungil Valencia memegang tangannya. Gadis itu menatap dengan tatapan puppy eyes, bahkan terlihat sekali bahwa anak itu sangat-sangat menyukai Axel.
"Kakak, aku akan kembali untuk mu! Tunggu aku sampai dewasa nanti ya! Aku hanya akan menikah dengan mu, janji! " Kata gadis kecil yang baru berusia 5 tahun dengan tas bergambar moana berwarna hijau.
"Pergilah! Jangan pernah kembali! Kau merepotkan!" Sarkas seorang anak laki-laki yang usianya baru saja menginjak 10 tahun.
Di tepis tangan itu lalu masuk kedalam kamarnya dengan membanting pintu sangat keras. Dia sudah tau bahwa Valencia akan pergi dan dia bahkan bersyukur akan hal itu. Jika Tidak ada gadis itu maka seribu masalah akan hilang saat itu juga.
Valencia yang melihat itu hanya tersenyum, dia seakan masih belum menyerah. Masih banyak hal yang akan dia lakukan saat dewasa nanti agar bisa kembali dan bersama dengan Axel.
Gadis mungil ini sangat berpendirian teguh, karena dia masih sangat yakin bahwa Axel memiliki perasaan yang sama dengannya. Valencia yang sering di sebut Cia ini tidak akan melepaskan orang pertama yang memberinya pundak saat itu.
Saat dirinya menangis merindukan daddynya dulu. Valencia dulu hanya tinggal bersama dengan mommy, oma, opa dan uncle nya. Sang daddy dulu pergi meninggalkan mereka karena perasaan bersalah dan menyembunyikan diri.
Di saat dirinya butuh kasih sayang daddy, Axel tanpa sengaja malah memasukan dirinya untuk menjadi sandaran anak itu. Meski awalnya itu hanya rasa belas kasihan. Sepertinya benar apa kata orang, jika peran ayah tidak ada di langkah anak perempuan nya maka ia akan mencari kenyamanan lain pada para pria.
Banyak orang bicara bahwa sandaran pertama anak perempuan haruslah sang ayah, agar nanti di saat dia bertemu dengan laki-laki yang salah dia bisa memilah. Bagaimana perlakuan laki-laki baik dan mana yang tidak.
Kehangatan keluarga dari Valencia memang tidak kurang hanya saja dia hanya membutuhkan sedikit kasih sayang daddy nya untuk memperlengkap.
Sekarang daddynya telah kembali dan ia mendapatkan kasih sayang itu dengan berlimpah. Dan hari ini adalah hari terakhir Valencia akan bertemu dengan Axel karena dirinya akan mengikuti sang daddy untuk ke luxembourg dan menetap disana.
Oma dan opa beserta dengan unclenya juga akan balik ke swis untuk pekerjaan mereka.
Langkah Valencia turun dan menghampiri keluarganya yang sudah selesai berpamitan.
Mereka akan berangkat sekarang ke bandara untuk lepas landas.
Dari lantai atas, terlihat Axel menatap jendela yang mengarah ke halaman depan. Dimana sebuah keluarga kecil masuk kedalam mobil dengan putri kecil mereka.
Senyum anak laki-laki itu terbit begitu saja.
"Yes! Masalahku hilang!" Serunya lalu melempar dirinya ke atas kasur dengan sangat senang. Anak itu juga berguling-guling saking senangnya.
Oh tidak! Apa ini sungguh kesenangan yang di inginkan Axel? Atau hanya sebuah kesepian yang tak terduga?
Mereka akan berpisah dengan sangat lama dan akan kembali bertemu mungkin saat sudah dewasa nanti. Bagaimana jika pertemuan mereka tak terduga? Apa masalah itu akan kembali hadir seperti kata Axel?
Takdir tak ada yang tau, apa Valencia akan masih memiliki perasaan yang sama setelah banyak hal yang terjadi di hidupnya? Ataukah dia akan menyerah setelah kejadian naas itu? Yang mana hatinya yang sedang terluka kembali lagi di toreh luka oleh Axel.
"Pembunuh! Gadis tidak tau malu!!! Dasar pembunuh!!" Ucapan kasar itu di lontarkan oleh seorang wanita paruh baya yang sedang menangis sesegukan.
Dia tersimpuh dengan air mata di pipinya. Rambutnya berantakan, badannya kotor dan dia tetap menunjuk seorang gadis SMA yang sedang terdiam membeku. Pikiran gadis itu kosong, bahkan matanya kini tengah hampa menatap wanita itu.
"Huuuuu_ Dasar pembunuh! Kau akan tau rasanya kehilangan saat kau mengalaminya sendiri!!! Huuuu_ pembunuh seperti mu tidak akan bisa di maafkan!" Teriaknya lagi tapi kali ini mencengkram kerah kemeja putih yang sedang di kenakannya.
Meski sudah di guncang dengan kasar, gadis itu masih terdiam. Air matanya menetes dengan rasa sakit yang teramat sangat di dalam hatinya.
Di sore hari yang sudah hendak beranjak malam, banyak orang sudah berkerumun dengan bisikan halus di setiap sudut. Kata demi kata masuk begitu saja ke genderang telinganya.
"Ck! Anak siapa ini? Berani sekali berbuat kejam begitu. Kasihan Sera!"
"Aku dengar gadis itu yang meminta sera melakukannya!"
"Aduh jahat sekali! Apa dia tidak pernah di ajari dengan benar di keluarganya? "
"Aku juga mendengar kalau anak ini adalah berandal di sekolah!"
"Astaga menjijikkan! Aku harap sekolah mengeluarkannya agar tidak membawa petaka!"
"Iya benar! Putriku juga bilang kalau banyak temannya di tindas oleh gadis ini."
"Dia dari keluarga kaya! Pantas saja dia bersikap arogan! "
"Sekaya apapun, pembunuh tetaplah pembunuh!"
Desas-desus itu terus terdengar mengelilingi telinganya. Tangisan wanita paruh baya itu juga terus terngiang. Namun selain semua itu, matanya juga menatap seorang gadis SMA yang tengah di gotong dengan tandu oleh petugas rumah sakit.
Gadis itu berlumuran darah dan tengah di masukan kedalam ambulans. Pukulan di tubuhnya tak lebih sakit dari perasaannya saat ini.
Seorang sepasang suami istri datang dan melerai wanita yang menangis itu. Agar tidak terus memukuli putri mereka. Banyak polisi juga yang sedang bertugas untuk menyusut kasus ini.
"Bu! Berhentilah memukul putriku! Kita belum tau apa yang terjadi!!" Ucap wanita yang baru datang itu dengan terus memaksa putrinya agar berada jauh dari ibu yang katanya korban.
"Apa?! Belum tau? Apa kalian akan membungkam ku? Dan membiarkan putriku mengalami ketidakadilan? Kau juga wanita tapi tidak bisa merasakan sakit wanita lain? Kau juga seorang ibu!!" Teriak wanita itu dengan memukul dadanya sendiri, melihatnya saja orang bisa tau sesakit apa dirinya saat ini.
"Kita akan adil, ini semua akan masuk jalur hukum! Jika memang putriku bersalah maka dia akan mendapatkan hukumannya!" Sahut seorang pria yang tak lain adalah ayah dari anak yang sedang menangis dalam diam itu.
"Kita tidak tau kalian akan benar-benar bersikap adil atau tidak! Kalian orang kaya! Mudah untuk menyuap orang dengan uang kalian!!! Huuuu_ putriku yang malang_"
Di balik pertengkaran ketiganya, seorang gadis yang tengah di teriaki itu sedang menatap sekeliling yang seakan menyumpahinya. Nafasnya mulai tidak teratur, bahkan dia terlihat kesulitan untuk bernafas.
Matanya menatap sekitar yang mana melihatnya dengan tatapan marah. Tangan gadis itu gemetar, tubuhnya tiba-tiba menggigil. Suara tidak bisa keluar dan dia benar-benar kehilangan oksigen.
"Pembunuh!!"
"Tidak!!" Teriak seorang gadis yang baru saja bangun dari tidur nya dengan nafasnya yang tersengal-sengal.
"Hah! Hah! Hah!_" Tangannya meraba nakas untuk mencari benda yang dia cari.
Brak!
"Cia!" Seru seorang wanita saat mendapati putrinya tengah tersengal-sengal seperti kehilangan seluruh oksigen. Dengan berlari dia menghampiri sang putri yang masih terlentang dan membantunya untuk duduk.
Tak lupa tangannya juga sudah meraih benda putih dengan kapsul di dalamnya. Dengan tangan gemetar wanita itu membantu putrinya meminum obat. Matanya sudah bergelinang cairan bening. Kenapa lagi? Kenapa ketakutan ini selalu menggangu kehidupan putrinya? Kenapa harus putrinya?
"Cia bernafaslah dengan pelan, kami disini cia..." Ucap seorang pria yang datang dengan segelas air hangat. Setelah meminum obatnya Valencia yang kerap di panggil Cia di keluarganya berangsur-angsur membaik.
Valencia meminum air itu hingga tandas, setelah itu dia memeluk mommy nya yang ada di sebelahnya.
"Mimpi buruk itu lagi? Besok kita ke psikiater ya.." Ucap mommy nya dengan terus mengelus lengan putrinya yang masih memeluknya erat.
Memang gadis itu tidak menangis atau merengek, tapi semuanya tau bahwa saat ini dia pasti sedang tidak baik-baik saja.
Tantri menatap suaminya yang juga menatap dirinya, pria itu mencium pucuk kepala istrinya dengan sayang. Seakan pria itu ingin berkata, putri kita akan sembuh tenang saja.
Ini sudah 4 tahun berlalu dan kenapa kenangan itu tidak meninggalkan putrinya? Kenapa putrinya tidak di biarkan untuk hidup tenang?
"Sekarang istirahat lah, mommy dan daddy akan menemani mu disini." Valencia hanya menurut tanpa menjawab lebih lanjut. Sepertinya matanya sudah terkantuk-kantuk karena pengaruh obat. Ini baru jam 2 dini hari, putri sulung mereka ini terjebak di mimpi itu lagi.
Dengan masih berada di dekapan Mom Tantri, Valencia memelui erat mommy nya. Bahkan tangan itu tak segan-segan mencengkram baju sang mommy agar tidak meninggalkannya.
Dad Kevin ikut terlentang di sebelah sang putri dengan mengelus kepala anak yang ada di dekapan istrinya. Putrinya yang malang, kejadiannya sudah berlalu tapi trauma yang di tinggalkannya masih tetap membekas sangat erat di ingatannya.
Mereka terlelap dalam diam, tak ada yang mempu bicara dan hanya menyimpan semuanya masing-masing.
"Mommy.... Cia takut... " Lirih Valencia di sela tidurnya. Tak ada yang mendengar karena semuanya sudah terlelap.
...****************...
Pagi telah datang menunjukan sinarnya, bahkan di pagi hari ini semuanya terlihat biasa saja. Seakan tidak ada kejadian apapun kemarin malam.
Di sebuah rumah mewah dengan interior yang sangat modern dan elegan. Terlihat seorang gadis SMA tengah turun dengan senandung indahnya.
Kakinya tengah ia ayun-ayunkan di sela nyanyiannya. Rambutnya dia gerai hingga pinggang. Dengan bantu pink yang dia kenakan menambah kesan cantik yang sempurna untuk anak seusianya.
"Selamat pagi mommy! Daddy! Apa ini? Apa princess cantik ini yang lebih dulu datang di bandingkan yang lain?" Serunya dengan ucapan percaya diri yang sangat tinggi.
Gadis cantik dengan kulitnya yang putih susu, ditambah gigi gingsul dan bibirnya yang kecil membuatnya menjadi wanita idaman para lelaki. Tak hanya itu, baru 1 tahun dirinya bersekolah sudah banyak lelaki yang patah hati di buatnya.
Dia adalah gadis yang aktif dan sangat populer di sekolah bahkan di sekolah lain. Bachra William, salah satu anak kembar yang di miliki oleh Kevin Wiliam dan Tantri.
Putrinya ini selain popularitas yang tinggi, dia juga adalah salah satu cheers leader yang sangat di hormati karena keahliannya. Jangan lupa juga keahliannya sebagai balet yang sudah terkenal di negera tersebut.
"Iya sayang, seperti biasa. Putri ku yang cantik ini adalah yang pertama tiba di meja makan." Sahut Tantri sembari menghidangkan sarapan.
Di ruang makan.
"Iya sayang, seperti biasa. Putri ku yang cantik ini adalah yang pertama tiba di meja makan." Sahut Tantri sembari menghidangkan sarapan.
"Iyaaa..... Tidak ada yang bisa mengalahkan sisi rajin ku disini." Kata Bachra dengan senyum bahagianya, bahkan dia segera duduk di kursi yang ada di tengah.
"Berhentilah bicara omong kosong, apa pagi-pagi begini meja makan ini harus di penuhi oleh suara mu? Bisa runtuh bangunan ini!" Gerutu seorang pria dengan perawakan yang atletis. Dia adalah kembaran dari Bachra, Bairav.
Putra bungsunya ini tidak kembar identik jadi mereka memiliki wajah yang tidak mirip. Bairav adalah atlet renang nasional yang sebentar lagi akan mengikuti perlombaan dengan negara lain. Dia sangat giat dalam mengejar mimpinya menjadi perenang go internasional. Tentu saja di suport dengan sangat baik oleh daddy dan mommy nya.
"Selamat pagi mommy ku sayang... " Ucapnya lalu mengecup pipi mommy sebelum duduk di sebelah sang mommy.
"Sudah daddy bilang untuk tidak mencium istriku bukan?" Kevin sudah hampir mengeluarkan tanduknya saat lagi-lagi putranya itu mengambil start.
"Daddy sudah tua, biarkan mommy pacaran denganku saja." Kata Bairav dengan memeluk mommy nya, tak lupa ia juga menjulurkan lidahnya mengejek.
"Kurang aja! Daddy ini-"
"Sudahlah, jangan berdebat lagi. Kita sedang ada di meja makan saat ini." Sela Tantri sebelum suaminya ini bicara blak-blakan dan tanpa filter.
"Walau sudah tua, daddy masih tetap tampan! Selamat pagi daddy ku.." Sapa Valencia yang baru saja datang dengan pakaian rapi. Sepertinya dia akan bersiap untuk ke kampus.
Tantri menatap putri sulungnya yang sedang menggeser bangku untuk dia duduk di sebelah daddynya. Wajah anaknya sangat ceria seakan tidak ada kejadian apapun kemarin malam.
Diantara ketiga anak-anaknya, Bachra adalah gadis yang tidak begitu memilih orang tuanya. Dia lebih percaya diri bahwa kedua orang tuanya lebih menyayanginya.
"Baiklah, sekarang bisa kita mulai makan?" Tanya Mommy Tantri dengan senyum teduhnya, semuanya mengangguk dan mereka mulai makan tanpa bicara.
Seperti apa yang menjadi prinsip Dad Kevin, mereka makan dengan fokus pada makanannya dan bicara nanti setelahnya.
"Cia, nanti setelah dari kampus kita ke dokter lagi ya?" Tantri bicara sembari merapikan meja makan yang sudah bersih. Di sana masih ada anak-anak dan dirinya saja karena suaminya sedang ke atas untuk mengambil dompet.
"Kakak sakit? Apa trauma itu belum sembuh?" Tanya Bachra dengan wajah khawatir, mereka memang sering bertengkar tapi tidak membuat ketiganya saling membenci.
"Tidak mommy hanya ingin kontrol rutin, kata dokter kakak bisa sembuh beberapa bulan lagi." Bohongnya, kedua anaknya akan khawatir jika dia berkata jujur.
"Mom, aku tidak ingin ke dokter. Aku sudah muak melihat wajah dokter itu!" Valencia menggeleng ngeri saat membayangkan pria tampan yang sudah menyematkan gelar dokter di namanya itu menyapanya dengan wajah yang selalu mengajaknya bertengkar.
Bagaimana tidak, pria itu selalu saja bicara tanpa ekspresi sedikit pun. Tidak ada senyum ramah selayaknya dokter lainnya. Bachra hanya tersenyum malu saat kakaknya bergidik ngeri. Dia sendiri malah kesemsem membayangkan wajah tampan dan menawan itu. Ya, meski tidak bisa di pungkiri kalau memang wajahnya selalu menampilkan wajah datarnya, tapi Bachra pasti akan terus merasa ingin di obati dokter itu.
"Ck ck ck, mom lihatlah kedua putri mommy yang aneh itu. Yang satunya ingin di obati dan satu lagi ingin kabur saat di obati." Ucap Bairav saat melihat kedua wajah kakaknya. Mom Tantri hanya tersenyum dengan kekehan di akhir.
"Kalau gitu mau ganti dokter saja? Kita bisa mencari dokter yang lain meski tidak sehebat dokter Hans." Tantri berucap begitu agar putrinya bisa tidur dengan nyenyak setiap malam. Tak ada lagi air mata ataupun keringat yang keluar karena trauma itu.
"Big no! Mom.... Cia sudah sembuh, berhentilah mencari dokter Hans atau dokter yang lainnya." Valencia merengek mengeluarkan jurus andalannya agar sang mommy berhenti memaksanya untuk berobat. Dia sudah sembuh dan saat ini sangat baik-baik saja.
Dad Kevin datang dengan diam, tidak ingin ikut campur ke dalam pembicaraan mereka. Bisa rumit jadinya harus memilih kedua orang yang dia cintai. Meskipun pada akhirnya ia akan memilih mengikuti keinginan istrinya, tapi ia tidak bisa menolak permintaan putrinya.
"Baiklah, kita bicarakan lagi nanti. Sekarang sudah waktunya kalian berangkat." Mom Tantri mengalah dan membiarkan anaknya ke sekolah terlebih dahulu.
"Siap mom!!" Ketiga anaknya menyahut bersamaan, oh sudahlah ketiga anaknya ini memang sangat kompak jika menghindar dari pembicaraan.
"Oh ya, mommy lupa mengatakan kalau aunty Zara akan datang minggu depan dengan anak-anaknya. Jadi pastikan kalau kalian akan ada di rumah sore harinya! Jangan sampai tak ada siapapun yang menyapa aunty, terutama kau Valencia." Kini gadis yang sedang di panggil namanya oleh sang mommy hanya mematung di tempatnya.
''Kali ini mommy tidak akan menolerir jika sampai kau datang dengan banyak alasan." Ancaman itu mampu membuat Valencia bergidik ngeri, mom Tantri akan mengomel layaknya membacakan sejarah jika sampai dia berulah lagi.
Bairav yang kebetulan memang paling depan, kini menatap kedua kakaknya. Bachra terlihat meringis saat mendengar nama aunty Zara karena jika wanita cantik itu datang maka akan datang juga 3 malaikat maut yang di sebuta anak olehnya.
Gadis itu memang sangat takut dengan putra sulung aunty Zara tapi kedua putranya yang lain tak kalah menyeramkan.
Berbeda dengan Bachra, Valencia si kakak pertama terlihat datar. Ekspresi yang selalu dia lihat beberapa tahun belakangan. Entahlah, apa yang membuat kakaknya yang sangat tergila-gila dengan Axel ini menjadi sangat menjauh.
Mereka berangkat dengan tenang, tak ada yang menolak ataupun mengiyakan karena bisa panjang urusan mereka jika sampai ada yang menjawab.
"Kak, apa kakak akan kabur dari rumah lagi seperti tahun lalu?" Tanya Bairav ingin memastikan, agar nanti dia bisa mencari alasan yang logis untuk menghindari amukan mommy nya.
"Kenapa kau bertanya? Kau tidak ingin kena semprot mommy lagi?" Yang menyahut bukanlah Valencia, melainkan Bachra. Gadis itu sudah memicingkan matanya untuk mencari kejujuran di wajah saudara kembarnya.
"Tentu saja! meski aku sangat mencintai mommy, tapi omelan mommy pedasnya melebihi level bon cabe!" Sahutnya dengan menyengir kuda terlebih lagi sang daddy memasang wajah datar menatapnya.Oh pria tua itu pasti akan protes karena dirinya yang menjelekan istrinya.
Hari ini seharusnya seperti biasa pak Robin yang mengantar tapi sepertinya daddy Kevin ingin mengantar ketiga anaknya untuk bersekolah. Dan satu lagi, kakaknya Valencia tidak membawa mobilnya. Hmm.... Dia mencium bau yang tidak sedap dengan dengan aura saat ini.
"Berhentilah berfikir hal yang lain BAIRAV WILLIAM! FOKUS SAJA DENGAN PERLOMBAAN RENANG MU!" Tiba-tiba ucapan daddynya itu membuat Bairav mengangguk cepat. Karena bisa dipastikan kalau daddynya sudah berucap begitu maka dia tidak di izinkan untuk mencari lebih lanjut. Karena apa yang membuat Bairav penasaran maka hal itu akan bisa ia temukan jawabannya.
Valencia yang duduk di depan tidak menyahut atau berniat menimpali pembicaraan itu karena dirinya sedang berfikir hal yang lain. Bachra hanya menggeleng, keluarganya ini memang aneh dan yang paling normal disini sepertinya hanya dia.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!