NovelToon NovelToon

Shan Tand Dan Tahu Ajaib

Kutukan Sang Pendekar Nomer 1

Pertarungan antara dua hewan Raksasa hasil reinkarnasi itu berlangsung seru dan menggetarkan seluruh isi hutan Saloka!

Pohon-pohon besar bertumbangan seolah dilanda badai besar.. Sang Harimau besar kini hanya menggereng lemah, tubuhnya penuh luka. Di depannya Datuk pilih tanding zaman dulu yang kini bereinkarnasi jadi Gorilla Raksasa bermata merah menatap lawannya dengan pandangan mengintimidasi yang mengerikan, uap tipis mengepul dari bulu-bulu tebalnya. Dialah Bhanu Rekso!!

Namun detik berikutnya terjadi hal yang lebih menggemparkan!

Di antara cahaya bulan butiran tahu kecil berukuran nano melesat beterbangan di sekitar dua hewan Raksasa itu, kemudian semakin lama mulai menyerap kekuatan dari sari tanaman dan semakin banyak butiran tahu tercipta hingga suasana sekitar menjadi penuh warna putih seperti salju lalu berputaran dengan cepat membentuk pusaran angin laksana badai menerjang ke arah tubuh Gorilla Bhanu rekso yang tidak tahu bahwa itulah serangan yang sangat kuat dari satu-satunya Reinkarnasi berwujud Tahu dari tokoh besar di Zamannya ! Dialah Pendekar Nomor satu Bhaskara Jagad !!

Kemudian pusaran angin besar berupa butiran putih tahu seperti salju itu berputaran seperti angin topan mengelilingi Tubuh Gorilla Raksasa dan mengangkat tubuhnya dengan mudah, yang sang gorilla raksasa tak berkutik dan ketakutan.. Gerengannya keras.. Lalu tubuh itu ikut berputaran ke atas..🌪🌪🌪

"gila! kekuatan apa ini?" tubuhnya bergetar.seluruh tulangnya serasa dilepas dari sambungannya. kejadian itu begitu cepat dan hebat!

Butiran tahu itu terus menyerap kekuatan alam, menyatu dengan sari-sari tanaman, dan terus bertambah—hingga akhirnya, semua butiran itu menyatu, membentuk wajah besar di langit malam, wajah berwibawa, Wajah Bhaskara!! dan mengeluarkan suara menggelegar di seluruh penjuru hutan!

"Bhanu Rekso!! kau berani melukai muridku! rasakan ini!! heaaaa..!!! "

Kemudian wajah itu berubah lagi menjadi sebuah kepalan tangan yang sangat besar seukuran dua kali tubuh Bhanu Rekso dan menghajar tubuh gorilla itu tanpa ampun, suara bergemuruh seperti geledek memekakkan telinga ketika kepalan tangan tanpa ampun meninju, meremas lalu menghempaskan tubuh Gorilla dengan kuat !!

“BUUMM!!!” 💥

berkali-kali Kepalan itu menghantam tubuh Bhanu Rekso dari atas seperti palu godam yang menghancurkan gunung! Bhanu Rekso bahkan tak memiliki sedikitpun celah bahkan untuk bernafas melawan kekuatan Bhaskara yang kini menjadi Tahu!

Blaaarrr!!! 🗯

Getaran besar menyebar, pohon-pohon tumbang, tanah retak! Suara dentuman itu menggema seperti halilintar. Tubuh Bhanu terpental keras, menghantam tiga pohon raksasa di belakangnya hingga hancur berantakan. Beberapa tulang iganya patah, membuatnya akan kesusahan bertarung lagi..

Begitu hebatnya Bhaskara meskipun dalam bentuk Tahu putih!!

*****

tapi sebentar, sebelum lanjut kita akan berkenalan dulu dengan awal mula Bagaimana bisa ada tokoh besar malah bereinkarnasi menjadi Tahu Putih?

Yuk simak..

Reinkarnasi Absurd

Siapa yang tak kenal Bhaskara Jagat, atau lebih dikenal sebagai Bhaskara Jliteng—pendekar nomor satu yang paling ditakuti di dunia persilatan?

Kesaktiannya berada jauh di atas para legenda Pendekar di Zamannya. Mungkin karena sudah tak menemukan lawan sepadan, ia kerap melakukan hal-hal di luar nalar, bahkan sampai membuat para dewa naik pitam.

Salah satu ulah gilanya, Bhaskara menciptakan aturan baru dalam dunia persilatan. Ia mengganti tingkatan para pendekar dengan istilah tahu. Jika seseorang masih pemula, ia disebut Tahu Satu, dan seterusnya. Sementara itu, Bhaskara sendiri menobatkan dirinya sebagai Dewa Tahu.

Betapa sombongnya!

Namun, bukan itu masalahnya...

Bhaskara bukan hanya kuat, tetapi juga mata keranjang. Ia berani menggoda istri para dewa—sebuah tindakan yang bahkan bagi pendekar sesakti dirinya adalah sebuah kebodohan. Murka, para dewa pun menjatuhkan hukuman berat padanya: reinkarnasi!

Namun, sebelum dikirim ke dunia baru, Bhaskara diberikan kesempatan untuk memilih bentuk kehidupannya yang berikutnya.

> "Apa yang kau inginkan dalam kehidupan selanjutnya?" tanya Dewa Hakim dengan suara menggelegar.

Bhaskara berpikir. Seumur hidupnya, ia sering ditolak wanita karena kulitnya hitam legam meskipun wajahnya menarik.

Ia merasa ini adalah kesempatan emas untuk mengubah nasib. Tanpa ragu, ia menjawab,

> "Aku ingin punya kulit putih, mulus, dan jadi rebutan para wanita!"

Dewa Hakim menyeringai.

> "Baiklah. Permintaanmu terkabul!"

CLING!

Cahaya menyilaukan menyelimuti tubuh Bhaskara.

Lalu...

Ia terbangun di tengah suara riuh.

Tubuhnya diraba-raba oleh banyak wanita!

Dan lebih buruknya lagi... ia tak mengenakan sehelai benang pun!

> "Wah, putih sekali...!"

"Yang ini sangat halus dan lembut..."

Suara perempuan-perempuan itu terdengar penuh kekaguman.

Tangan-tangan mereka terus meraba-raba tubuhnya. Dari nada suara mereka, Bhaskara bisa merasakan sesuatu yang luar biasa: para wanita ini memperebutkannya!

Impian Bhaskara akhirnya terkabul!

Kini, ia benar-benar jadi rebutan para wanita!

Bhaskara nyaris tertawa terbahak-bahak. Ini surga! Tubuhnya yang dulu kasar dan hitam legam kini halus, lembut, dan begitu diidamkan banyak perempuan. Ia bisa merasakan sentuhan-sentuhan penuh kasih sayang itu.

Namun, ada sesuatu yang aneh…

Ketika ia mencoba menggeliat menikmati momen indah ini, tubuhnya tidak bisa bergerak!

Jantungnya berdegup kencang. Dengan perlahan, ia membuka matanya.

Pemandangan pertama yang ia lihat adalah… para wanita bertubuh besar mengelilinginya.

Dan lebih buruknya lagi… ia berada di tengah pasar!

Bhaskara mulai panik.

Apa-apaan ini? Kenapa ia di sini? Kenapa tubuhnya terasa aneh? Kenapa ia tidak bisa bergerak bebas seperti biasa?

Ia mencoba mengangkat tangannya, namun tak bisa?!

Dan saat itulah, ia menyadari kenyataan pahitnya.

> Ia sudah bereinkarnasi... menjadi...

TAHU PUTIH.

Dunia Bhaskara seakan runtuh.

> "T-Tidak mungkin...! Ini... ini tidak masuk akal!"

Ia ingin berteriak. Ia ingin memprotes nasib sial ini.

Namun, mulutnya hanya berupa sobekan tipis.

Tak ada suara yang keluar.

Yang lebih buruk lagi, seorang ibu paruh baya sebut saja namanya Bu Tarsum dengan tatapan penuh nafsu (nafsu belanja, tentu saja) menggenggam tubuhnya erat.

> "Ini dia! Tahu paling putih dan lembut! Pas untuk lauk makan malam!"

Bhaskara merasakan kengerian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

> “T-Tunggu! Jangan bilang aku akan... AKU AKAN BERAKHIR DIMASAK?!”

Bhaskara masih tak percaya.

Ia, pendekar nomor satu dunia persilatan, kini hanya sepotong tahu putih!

Dulu, namanya disegani. Para pendekar berlutut di hadapannya, lawan-lawannya bergetar ketakutan, dan wanita-wanita terpikat—setidaknya itulah yang ia pikirkan. Namun sekarang?

Ia ada di genggaman seorang ibu paruh baya, siap masuk ke kantong belanja!

> "T-Tidak! Ini mimpi, kan?! Aku tidak mungkin berakhir seperti ini!"

Tapi tidak peduli sekeras apa pun ia mencoba bergerak, tubuhnya tetap kaku dan kenyal.

Dari sudut pandangnya, Bhaskara melihat tumpukan tahu putih lain berjejer di atas meja kayu yang mulai lapuk. Beberapa di antaranya masih utuh, beberapa sudah dipotong kecil-kecil.

> "D-Dewa Hakim! Kita bisa bicara baik-baik, kan? Aku pikir aku bakal jadi manusia tampan, bukan jadi bahan lauk!"

Namun, tak ada jawaban.

Yang ada hanya suara si Bu Tarsum yang semakin bersemangat.

> "Bu Tarmi! Tahu ini masih segar, ya? Lihat, putih, kenyal, halus... Pasti enak digoreng!"

Bhaskara merinding. Kenyal? Enak digoreng?!

Sial! Aku harus keluar dari sini!

Tapi bagaimana?

Ia tak punya tangan, tak punya kaki. Bahkan ilmu silat tertingginya pun tak berguna jika tubuhnya hanya seonggok tahu!

Doom!

Sebuah suara berat menggema di dalam kepalanya.

> [Sistem Reinkarnasi Dewa Tahu Aktif]

Selamat datang, Bhaskara Jliteng!

Anda telah bereinkarnasi sebagai "Tahu Putih Ilahi".

Kemampuan khusus: "Absorpsi Nutrisi", "Loncat Kenyal", dan "Komunikasi dengan Makhluk Non-Manusia".

> "Hah?! Apa-apaan ini? Aku punya sistem?!"

Bhaskara hampir tertawa kalau saja ia punya mulut yang bisa terbuka.

Ini adalah keajaiban!

Masih ada harapan!

> "Oke, oke, mari kita lihat kemampuan yang kupunya..."

Tapi sebelum sempat berpikir lebih jauh—

BLUGH!

Tubuhnya dilemparkan ke dalam keranjang belanja bersama tahu-tahu lainnya.

"S-Sial! Aku harus segera keluar dari sini sebelum berakhir di penggorengan!"

 

Bhaskara merasa tubuhnya terguncang hebat saat si ibu paruh baya berjalan menuju rumahnya.

> "Oke, tetap tenang... Aku punya kemampuan! Mari kita coba satu-satu!"

Ia memeriksa daftar kemampuannya:

Absorpsi Nutrisi – Mampu menyerap elemen di sekitar untuk memperkuat diri.

Loncat Kenyal – Kemampuan melompat tinggi dengan elastisitas tahu.

Komunikasi dengan Makhluk Non-Manusia – Bisa berbicara dengan hewan dan benda hidup lainnya.

> "Nomor tiga tidak berguna sekarang. Tapi nomor dua... mungkin bisa kupakai!"

Bhaskara memfokuskan energinya, merasakan seluruh getaran di tubuhnya yang lembut.

> [Aktivasi "Loncat Kenyal"]

BWOING!

Tubuhnya melenting dari keranjang belanja!

Si ibu Tarsum terkejut.

> "Hah?! Tahu ini...bisa melompat?!"

Bhaskara melayang di udara, merasa bebas untuk pertama kalinya sejak bereinkarnasi.

Tapi masalahnya...

Ia tak bisa mengontrol arah loncatannya!

PLUK!

Ia jatuh tepat ke dalam sebuah keranjang sayur.

> "Sial... ini semakin kacau."

Syarat Kembali Menjadi Manusia

> Dunia ini kejam bagi tahu yang ingin hidup lama.

Bhaskara baru menyadari fakta itu setelah hampir dijadikan lauk dalam waktu kurang dari satu jam sejak bereinkarnasi.

Sekarang, ia teronggok di antara tumpukan sayuran busuk, tubuhnya dingin dan lembek. Ia tidak tahu bagaimana caranya bertahan. Tubuh manusianya dulu kebal dari racun, pedang, bahkan serangan tenaga dalam. Tapi kini, sedikit saja tangan manusia menyentuhnya, ia bisa berakhir di penggorengan.

Ia menghela napas—atau setidaknya mencoba, meskipun kini ia tak punya paru-paru.

> "Dewa-dewa ini benar-benar keterlaluan...!"

Tiba-tiba—

DING!

Dunia Seakan membeku.

Sebuah cahaya keemasan menyelimuti tubuhnya, dan suara megah bergema di dalam kepalanya.

> [Pesan dari Para Dewa]

"Bhaskara Jliteng, kau telah menerima hukuman reinkarnasi sebagai tahu putih."

"Namun, para dewa memberimu satu kesempatan untuk kembali menjadi manusia."

"Syaratnya: Kau harus mencari seorang pendamping manusia, membimbingnya dalam kehidupan, serta melakukan kebaikan bersama dengannya."

"Saat kau telah menjadi guru sejati bagi pendampingmu, kau akan mendapatkan kembali wujud manusiamu."

Bhaskara membeku.

> "Pendamping manusia? Guru sejati?"

Apa ini? Kenapa kesannya seperti tugas seorang pertapa suci?

> "Hei, Dewa! Aku ini pendekar, bukan biksu!"

Tapi suara itu tidak menjawab.

Cahaya perlahan memudar, dan dunia kembali bergerak seperti biasa.

Bhaskara menghela napas berat.

> "Baiklah... Jadi aku bisa kembali jadi manusia, tapi harus mencari murid dulu?"

Ia mengalihkan pandangannya ke sekeliling. Pasar masih ramai, orang-orang berlalu-lalang, sibuk dengan urusan masing-masing.

Di antara kerumunan, matanya tertuju pada seorang anak laki-laki kurus yang tengah mengais sisa makanan di dekat tumpukan sampah.

> "Tunggu..."

Sebuah ide gila muncul di kepalanya.

> "Jangan bilang aku harus mulai dari anak itu?"

Pertemuan dengan Shan tand

Bhaskara Jagat, pendekar besar yang dulu disegani di dunia persilatan, kini hanyalah sepotong tahu putih yang terdampar di sudut pasar. Nggak ada murid, nggak ada penghormatan, dan yang lebih parah—nggak ada ilmu sakti yang bisa menolongnya keluar dari penderitaan ini.

"Gila... kenapa aku jadi begini?!" batinnya penuh penyesalan. "Seumur hidup, aku cuma mengejar kekuatan dan kesenangan. Aku nggak pernah berbuat baik... Ini karma bagiku?"

Perlahan, dia mulai merenung. Hidupnya dulu penuh kebanggaan, tapi sekarang? Nihil. Sekarang dia bukan siapa-siapa dan nggak bisa apa-apa.

Lagi berpikir, tiba-tiba tubuhnya terasa aneh... seperti ada yang menggelitik.

Awalnya pelan.

Lalu makin banyak.

Lalu... GATAL LUAR BIASA!

Bhaskara tersentak. Gila! dia dikerubutin semut!!? Dia ingin kabur, tapi tubuh tahunya cuma bisa bergetar lemah.

"SIAL! SEMUT!"

Dia langsung panik, berusaha menggeliat, berguling-guling nggak jelas di tanah, membuat debu beterbangan.

"WOY, AKU BUKAN MAKANAN! JANGAN GIGIT AKU!"

Tapi semut-semut nggak peduli. Yang mereka lihat cuma sepotong tahu empuk nan lezat.

Saat hampir putus asa, tiba-tiba sebuah tangan menangkapnya.

"Hah? Ada tahu jatuh di sini? Kok bisa?" suara seorang pemuda terdengar heran.

Bhaskara mendongak dan melihat seorang pemuda berambut acak-acakan, memakai jubah sederhana, dengan tatapan sedikit malas tapi tajam. Pemuda itu menatap tahu di tangannya, mengendus sedikit, lalu tersenyum.

"Masih bersih! wah rejeki..Lumayan bisa buat lauk!"

Bhaskara langsung panik.

"TIDAKKK!! AKU NGGAK MAU DIMAKAN!!"

Tapi tentu saja, suaranya nggak bisa didengar manusia biasa.

Pemuda itu, Shan-Tand, menyelipkan Bhaskara ke dalam kantong kain belanjaannya. Si tahu cuma bisa pasrah, tanpa tahu kalau ini adalah awal dari perjalanan gokil yang bakal mengubah nasib mereka berdua...

Dan tanpa sadar, Shan-Tand baru saja menemukan calon guru silatnya... dalam bentuk tahu putih!

Shan-Tand menatap tahu putih di tangannya dengan alis berkerut. “Aneh, ada tahu di tempat yang nggak biasa… Jangan-jangan ini juga bukan tahu biasa…”

Bhaskara yang mendengar itu langsung merasa ada harapan. Ini dia! Mungkin bocah ini akan sadar kalau aku bukan tahu sembarangan! Reinkarnasi istimewa! Kesempatan emas!

Tapi harapan itu langsung hancur berkeping-keping.

“Kalau ini bukan tahu biasa, berarti… aku harus memakannya dengan cara yang tidak biasa!”

Bhaskara langsung panik. Hah?! Apa maksudnya?! Jangan bilang—!

Shan-Tand menyeringai, memandangi tahu putih itu seolah sedang menilai mangsa yang siap disantap. Ia mencubit sedikit tahu dan memasukkannya ke mulutnya.

Bhaskara ingin berteriak, tapi suaranya tertahan di tenggorokan. Aku dimakan! Aku beneran dimakan!

Shan-Tand mengunyah perlahan, lalu kepalanya miring. “Hmmm… Rasanya aneh. Nggak kayak tahu yang biasa emak beli di pasar…” Matanya berbinar. “Berarti… harus digoreng dulu!”

Bhaskara membeku.

Lalu…

“TI-DDAAAAAKKKKK!!!”

Teriakan pilu menggema di seluruh ruangan.

Shan-Tand melompat dari kursi, jantungnya hampir copot. Ia menoleh ke kanan dan kiri, mencari sumber suara, tapi tidak ada siapa-siapa.

“Siapa itu?! Jangan main-main, keluar kamu !”

Bhaskara tersentak. Oh, iya… Aku kan tahu!

“A-aku di sini!”

Shan-Tand melirik tangannya. Tatapannya bertemu dengan tahu putih yang masih ia pegang.

“…Jangan bilang…” Ia menatap tahu itu dengan ngeri. “Yang barusan teriak… itu kamu?!”

Bhaskara menelan ludah. “I-iya… Aku, si tahu… Bhaskara.”

Sunyi.

Shan-Tand dan tahu itu saling menatap dalam hening yang canggung.

Kemudian…

“AAAAAAAAAAAHHHH!!”

Shan-Tand melempar tahu ke udara, berlari ke pojok ruangan sambil gemetaran. “Tahu ngomong! TAHU BISA NGOMONG!!”

Bhaskara, yang sekarang sedang melayang dalam gerakan slow-motion, hanya bisa pasrah. Sial, nasibku malah makin nggak jelas…!

---

Shan-Tand memandang tahu yang terlempar ke udara dalam gerakan slow-motion. Seakan dunia melambat, matanya membulat penuh horor.

Tahu itu terbang… berputar… lalu…

Pluk!

Mendarat sempurna di atas kepala seekor kucing oren yang sedang lewat.

Kucing itu berhenti. Matanya menyipit penuh kecurigaan. Ia mendongak, lalu dengan gerakan refleks—

HAP!

Mulutnya terbuka, mencoba menggigit tahu Bhaskara!

“TIIIIDDDAAAAKK!!” Bhaskara menjerit panik.

Kucing oren itu terkejut, badannya langsung meloncat ke belakang, bulunya berdiri semua. Mata bulatnya menatap tahu itu dengan ngeri, lalu—tanpa aba-aba—langsung kabur secepat kilat ke luar rumah.

Shan-Tand, yang masih syok, melihat tahu itu jatuh ke lantai dengan mulus.

Ia mengucek matanya. “Ini aku lagi mimpi atau gimana, sih?”

Tahu Bhaskara menghela napas lega, meski tanpa paru-paru. “Nyaris aja…”

Shan-Tand menatapnya dengan wajah bingung bercampur takut. Perlahan, ia mendekat dan menjentikkan tahu itu dengan satu jari. Tok! Tok! Tok!

Bhaskara berkedut. “Hei! Aku tahu, bukan gendang!”

Shan-Tand melompat mundur lagi. “haah, kamu beneran bisa ngomong?! Jangan-jangan… kamu jin yang dikutuk jadi tahu? Atau alien? Atau… arwah penasaran dari tahu yang nggak laku di warung?!”

Bhaskara berusaha menahan emosi. “Aku bukan jin, bukan alien, apalagi tahu gagal jualan! Aku ini pendekar sakti yang bereinkarnasi jadi tahu! Namaku Bhaskara Jagat!”

Shan-Tand menatapnya lama. Matanya menyipit. “Pendekar sakti? Halah, bohong. Mana ada pendekar sakti berubah jadi tahu?”

Bhaskara langsung ingin menangis. “Gimana sih, aku udah bilang, ini hukuman dari dewa! Aku sakti, tahu nggak?!”

Shan-Tand mengelus dagunya. “Tahu yang sakti… Berarti, kamu bisa jurus-jurus gitu?”

Bhaskara langsung terdiam.

Iya juga ya… Aku kan sekarang cuma tahu…

“Ehm…” Bhaskara berdeham. “Dulu aku sakti. Sekarang, ya… begini.”

Shan-Tand cengar-cengir. “Hah, dasar tahu palsu! Kamu kayaknya bukan pendekar, tapi tahu sok tau!”

Bhaskara mendidih. Kalau dia masih punya tubuh manusia, pasti sekarang sudah mengepalkan tinjunya.

Bocah ini kurang ajar juga…

Shan-Tand memungut tahu itu dan memandangnya dengan ekspresi aneh. “Ya udah, kalau kamu beneran pendekar sakti, tunjukin sesuatu dong.”

Bhaskara terdiam, berpikir keras.

Lalu, tiba-tiba, tubuh tahunya… BERGETAR!

Shan-Tand terkejut. “Wah! Wah! Kamu kesurupan?!”

Bhaskara berusaha berkonsentrasi, dan dengan segenap tenaganya…

Plop!

Ia berhasil…

Melompat setinggi dua senti dari tangan Shan-Tand.

Shan-Tand menatap tahu itu tanpa ekspresi.

Bhaskara tersenyum bangga. “Lihat! Aku bisa melompat sendiri! Ini udah prestasi luar biasa buat tahu sepertiku!”

Shan-Tand masih diam.

Sepuluh detik berlalu.

Lima belas detik.

Dua puluh detik.

Lalu Shan-Tand berseru, “CILUK BAHAHAHAHAHA!!!”

Bhaskara terdiam. “…Kenapa ketawa?!”

Shan-Tand memegangi perutnya. “Kamu pendekar sakti? Ya ampun, ini kocak banget! Lompatan dua senti? Wah, aku sampai takut nih! Jangan-jangan kamu bisa salto juga! Hahaha!”

Bhaskara ingin menangis lagi.

Beginilah nasib pendekar sakti yang bereinkarnasi jadi tahu… Sungguh pilu…

---

Bhaskara termenung. Tunggu dulu… Bocah ini bisa mendengar suaraku? Jangan-jangan…

Ia menatap Shan-Tand yang masih syok. Apa mungkin karena dia sudah memakanku sedikit? Wah, kalau begitu aku punya harapan! Aku bisa bicara! Aku bisa menyelamatkan diri dari minyak panas!

Shan-Tand masih terpaku. "Tunggu, tunggu. Aku pasti lagi ngigo. Tahu nggak mungkin bisa ngomong… Iya, pasti efek kelaparan!"

Bhaskara segera memanfaatkan momen itu. "AKU SERIUS! AKU BENERAN TAHU YANG BISA BICARA! JANGAN GORENG AKU, ANAK MUDA!"

Shan-Tand mengerjap beberapa kali, menatap tahu di piringnya dengan waspada. "Jangan-jangan… Ini tahu jelmaan siluman? Atau… atau… aku kesambet?"

Bhaskara ingin membanting dirinya sendiri—kalau saja tahu bisa membanting diri. "Bukan, tolol! Aku ini Bhaskara Jagat, pendekar sakti yang bereinkarnasi jadi tahu!"

Shan-Tand masih setengah percaya. "Hah? Pendekar sakti? Jadi… dulu kamu manusia?"

"IYA!"

Shan-Tand menggaruk kepalanya. "Terus, kenapa bisa jadi tahu?"

Bhaskara menghela napas panjang. "Itu… cerita panjang."

Shan-Tand menatap tahu di hadapannya. Semakin ia mencoba mencerna situasi, semakin tidak masuk akal. Tapi… bukankah dia memang sudah merasakan ada yang aneh sejak awal? Lagipula, tahu ini memang rasanya beda dari tahu biasa…

Dengan hati-hati, ia mengambil tahu itu dan mendekatkannya ke wajahnya sendiri.

"Jadi… kamu beneran bukan tahu biasa?"

"YA AMPUN, BERAPA KALI HARUS KUKATAKAN, IYA! Aku ini pendekar sakti yang dihukum reinkarnasi jadi tahu! Tolonglah, aku nggak mau masuk ke dalam minyak panas!"

Shan-Tand terdiam beberapa detik. Lalu, dengan wajah serius, ia berkata, "Jadi… kalau aku makan kamu sampai habis, aku bisa dapet ilmu silat sakti, gitu?"

"AAAAARGHHH, DASAR BOCAH NGGAK TAU DIUNTUNG!!! BUKAN GITUU..!!! "

Ya ampun.. Bhaskara merasa stress.. tapi y rasanya aneh ada tahu bjsa stress.. lalu dia tertawa sendiri...

Begitulah awal Shan tand dan Tahu ajaib saling bertemu..

Kultivasi Tahu

Keluarga Shan-Tand

Di sebuah rumah sederhana di tepi desa, aroma ikan bakar samar-samar tercium dari dapur. Malam itu, Shan-Tand duduk di depan rumah, menatap bintang-bintang dengan ekspresi penuh pikiran.

Di tangannya, tahu Bhaskara bergetar halus. “Hei, bocah. Jadi, kapan kamu bakal bantu aku kembali jadi manusia?”

Shan-Tand menghela napas. “Bantu gimana? Aku aja nggak ngerti kenapa kamu bisa jadi tahu.”

Bhaskara mendesah. “Yah, minimal jangan dimakan dulu.”

“Belum tentu juga sih,” kata Shan-Tand santai. “Kalau kamu nggak bisa ngapa-ngapain, mungkin aku goreng aja biar nggak sia-sia.”

“TIDAAAKK!!”

Belum sempat Bhaskara protes lebih lanjut, terdengar suara dari dalam rumah.

“Shan-Tand! Makan dulu, Nak!”

Shan-Tand berdiri. “Ayo, aku kenalin kamu ke keluarga aku.”

Bhaskara langsung tegang. “Tunggu, serius nih? Jangan-jangan keluargamu aneh juga?”

Shan-Tand nyengir. “Liat aja nanti.”

Mereka masuk ke dalam rumah, dan di meja kayu sederhana sudah ada seorang perempuan paruh baya dengan wajah lelah tapi penuh kasih sayang—Keram Biel, emak Shan-Tand. Ia sedang menyajikan ikan bakar yang baru matang, sementara seorang pria bertubuh kekar dengan kumis tebal—DIPA RUTomo, bapaknya—sedang menuangkan air ke cangkirnya.

Shan-Tand duduk dengan santai. “Mak, Bapak, aku nemu tahu ajaib.”

Keram Biel memandang anaknya dengan ekspresi skeptis. “Tahu ajaib?”

Dipa Rutomo si Bapak menyesap airnya. “Tahu itu bisa nyuci piring sendiri?”

Shan-Tand tertawa. “Nggak, tahu ini bisa ngomong!”

Hening.

Si Emak dan Bapaknya saling berpandangan.

Bhaskara, yang sejak tadi gemetar di tangan Shan-Tand, langsung panik. Kalau mereka tahu aku bisa ngomong, bisa-bisa mereka anggap aku makhluk aneh!

Bapaknya berdehem. “Shan-Tand… kamu lapar, Nak?”

Shan-Tand mengerutkan dahi. “Ya, jelas lah.”

Bapaknya mengangguk. “Nah, itu mungkin efek kelaparan. Udah, makan dulu.”

Shan-Tand cemberut. “Beneran, Pak! Ini tahu bisa ngomong!”

Emaknya menepuk dahi. “Anakku makin aneh aja…”

Shan-Tand langsung mendekatkan tahu Bhaskara ke wajah emaknya. “Coba aja dengerin baik-baik. Pasti Mak bisa denger dia ngomong.”

Bhaskara ketakutan. Ia harus berpikir cepat.

Tiba-tiba, Bapaknya menyahut. “Kalau tahu itu bisa ngomong, suruh dia baca doa makan dulu.”

Emaknya mendelik. “Pak! Jangan bercanda! Ini pasti anak kita ngarang-ngarang lagi!”

Shan-Tand berseru, “Aku serius, Mak! Tahu ini hidup!”

Bapaknya menghela napas, lalu menatap anaknya dengan ekspresi tegas. “Shan-Tand, kalau kamu nggak makan dengan benar, bisa-bisa kamu mulai lihat benda lain juga ngomong. Besok-besok jangan-jangan sendal jepit kita bakal cerita soal kehidupan di luar rumah.”

Emaknya tertawa terkikik. “Iya, nanti dia bilang panci kita bisa nyanyi.”

Shan-Tand mendesah. “Aduh… ya udah, kalau kalian nggak percaya.”

Bhaskara langsung lega. Untung mereka nggak denger…

Emaknya kemudian menyodorkan sepiring nasi. “Udah, makan dulu. Jangan kebanyakan ngayal.”

Shan-Tand mengambil piringnya, lalu menatap tahu Bhaskara dengan tatapan penuh arti.

Bhaskara gemetar. Jangan bilang dia mau makan aku sekarang?!

Shan-Tand menyeringai.

Bhaskara menjerit dalam hati. AKU HARUS KABUUURR!!

*****

Setelah menyadari bahwa hanya Shan-Tand yang bisa mendengar suaranya, Bhaskara akhirnya menerima kenyataan dan berkata, "Cuma kamu yang bisa berbicara denganku, jadi berhentilah memberitahu orang lain tentang kita. Daripada kamu dianggap gila oleh semua orang, lebih baik diam. Aku akan mulai menurunkan ilmu kesaktianku padamu, maka bersiaplah."

Shan-Tand melotot, "Lebih gila mana, aku yang bisa ngobrol sama tahu atau ada tahu bisa ngomong dan ngakunya pendekar nomor satu?"

Keduanya saling pandang dan tiba-tiba tertawa geli sendiri. Namun, meskipun terdengar absurd, Shan-Tand tetap mencoba mengikuti petunjuk dasar-dasar kesaktian yang diajarkan oleh si tahu.

"Baiklah, aku akan mengajarkanmu teknik pernapasan pertama," kata Bhaskara dengan penuh wibawa.

Shan-Tand duduk bersila, mencoba fokus.

"Teknik ini adalah rahasia para pendekar yang sudah aku modifikasi agar sesuai dengan tubuh manusia modern sepertimu. Namanya… Teknik Pernapasan Kultivasi Tahu!" Bhaskara mengumumkan dengan suara penuh semangat.

Shan-Tand menahan tawa, "Kultivasi… tahu? Ini serius?"

"Jangan meremehkan! Teknik ini sudah aku sempurnakan setelah ribuan tahun!" Bhaskara mendengus. "Sekarang, tarik napas perlahan… tahan… rasakan energi tahu mengalir di tubuhmu…"

Shan-Tand mencoba mengikuti instruksi Bhaskara. Namun, baru beberapa detik, perutnya berbunyi keras.

"Uh… kayaknya energinya malah turun ke perut, tahu… Aku lapar!"

Bhaskara hampir pingsan mendengar itu. "Bocah! Ini kultivasi tenaga dalam, bukan teknik mempercepat rasa lapar!"

*****

Shan-Tand dan Keajaiban Kultivasi Tahu

Sejak kecil, Shan-Tand selalu menjadi sasaran empuk anak-anak nakal di desanya. Mereka sering meremehkannya karena tubuhnya kurus dan lemah. Tak jarang, ia dipukuli hanya karena hal sepele.

Namun, hari ini berbeda.

Saat Shan-Tand berjalan pulang setelah membantu ibunya di pasar, ia dihadang oleh sekelompok bocah iseng yang biasa merundungnya. Pimpinan mereka, Hardjo, menatap Shan-Tand dengan senyum mengejek.

“Wah, si anak nelayan pulang dari pasar! pasti kita bakal dapat ikan asin gratis, ya?” Hardjo tertawa, diikuti teman-temannya.

Shan-Tand diam saja, mengingat wejangan Bhaskara. Tapi sayangnya, diamnya justru dianggap sebagai tanda ketakutan.

“Kalau begitu, aku kasih tanda biar kau ingat siapa yang berkuasa di sini!” Hardjo mengangkat tangannya, siap meninju.

Duk!

Bukannya Shan-Tand yang terhuyung, justru Hardjo yang tiba-tiba berteriak kesakitan!

“Aduh! Tanganku!” Hardjo mundur sambil mengusap kepalan tangannya yang merah membengkak.

Shan-Tand menatapnya dengan bingung. Ia bahkan tidak merasa apa-apa.

Anak-anak lain melongo, tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Biasanya, sekali pukulan saja sudah cukup untuk membuat Shan-Tand jatuh tersungkur. Tapi sekarang? Bukannya terluka, Shan-Tand malah berdiri tegak seolah tidak merasakan apapun.

Bhaskara tertawa dalam pikirannya. Hahaha! Itu baru permulaan! Kulitmu mungkin terlihat biasa, tapi berkat kultivasi tahu, tubuhmu telah menyerap kelembutan sekaligus ketahanan tahu putih yang sempurna!

Hardjo yang merasa dipermalukan mencoba sekali lagi. Kali ini, ia menendang perut Shan-Tand dengan sekuat tenaga.

buk!!!

“AARGH! ADUH!”

Hardjo kembali meringis. Kakinya terasa seperti menendang sesuatu yang aneh—bukan keras seperti batu, tapi juga tidak lunak seperti daging biasa.

Shan-Tand masih berdiri tegak, matanya terbelalak. Apa ini benar-benar karena kultivasi tahu?

Teman-teman Hardjo mulai mundur. Mereka berpikir Shan-Tand telah belajar ilmu sihir atau semacamnya.

“Hardjo, sudahlah! Ayo pergi!” Salah satu anak menarik Hardjo yang masih kesakitan.

Hardjo hanya bisa menatap Shan-Tand dengan ngeri sebelum lari terbirit-birit bersama gengnya.

Shan-Tand menghela napas, lalu tersenyum. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia tidak perlu lari dari mereka.

Bhaskara berdehem. “Itu baru langkah awal, muridku. Dengan latihan yang lebih serius, kau bisa melakukan lebih dari sekadar bertahan.”

Shan-Tand mengepalkan tangannya. Baiklah! Aku akan berlatih lebih keras!

Namun, ada satu hal lain yang telah ia persiapkan.

Selama ini, ia merasa kasihan melihat gurunya, si tahu Bhaskara, yang selalu tergeletak di piring atau mangkuk seadanya. Maka, ia mencari cara agar gurunya bisa tinggal dengan lebih layak.

Akhirnya, ia menemukan sebuah labu tuak kosong yang cukup besar. Ia membersihkannya, mengisinya dengan sedikit air sesuai petunjuk Bhaskara, dan membuat lubang kecil agar tahu itu bisa masuk dan keluar dengan mudah.

“Aku sudah membuatkan tempat khusus untukmu, Guru!” kata Shan-Tand sambil menunjukkan labu itu.

Bhaskara, yang kini tinggal di dalam labu tuak, merasa nyaman. Ia mengangguk puas. “Bagus, muridku. Dengan ini, aku bisa ikut ke mana pun kau pergi tanpa khawatir kering atau hancur. Kau memang murid yang perhatian.”

Shan-Tand tersenyum. Sekarang aku punya guru sakti... dalam labu tuak!

Latihan pun berlanjut!

Dan petualangan seru pun dimulai!

*****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!