NovelToon NovelToon

Connection Between Us

Bab 1

LUSI!!!!!

LUSI !!!!!!

Lusi terbangun dan melihat ibu yang terus memanggil namanya.

"Ibu!" jawabnya

"Lusi selamat. Lusi selamat!! Lusi, ayo keluar dari mobil"

Sesaat lalu, Lusi beserta keluarganya pulang dari mall. Dalam perjalanan pulang, mobil mereka melewati terowongan yang menghubungkan kota dan desa. Belum setengah perjalanan melewati terowongan, terasa getaran hebat yang mengguncang tanah.

Mobil-mobil, truk dan motor menghentikan kendaraan mereka. Mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Dan tak berapa lama, getaran dari dalam bumi terasa lagi. Kali ini lebih kencang daripada sebelumnya.

"Gempa bumi!!!" teriak beberapa orang.

Dalam keadaan setengah sadar, segera menyalakan mobil kembali. Lalu mempercepat laju mobilnya. Karena khawatir mereka berada di dalam terowongan saat gempa bumi terjadi. Dan tepat sebelum sampai di mulut terowongan.

Sebuah beton jatuh menimpa mobil mereka. Keempat anggota keluarga Lusi. Ayah, ibu, Lusi dan adiknya terkapar di dalam mobil. Tidak tahu disaat mereka pingsan, terowongan telah runtuh sebagian, mengubur beberapa kendaraan bersama manusia yang ada di dalamnya.

Lusi melihat ke kanan dan tidak menemukan adik laki-lakinya.

"Kak Lusi, ayo cepat keluar dari mobil!!" teriak adiknya yang berada diluar mobil. Berteriak kepadanya.

Ayah, ibu dan adiknya selamat. Lusi sangat bersyukur. Sekarang, dia menggerakkan tangannya yang lemah, melepas sabuk pengaman. Kemudian menyeret dirinya sendiri keluar dari mobil yang ringsek karena tertimpa beton.

"Untunglah semua selamat" kata ayah Lusi yang memeluknya ketika berhasil keluar dari mobil.

Lusi melihat ke belakang dan merasa ngeri pada pemandangan yang ada di depan matanya. Debu beton yang hancur bercampur dengan udara yang mengalir ke dalam terowongan. Membuatnya bisa melihat begitu parah akibat gempa bumi pada terowongan ini.

Keluarga Lusi memutuskan untuk segera menjauh dari terowongan yang runtuh sebagian ketika ...

Tiba-tiba, lutut dan kepala sebelah kirinya terasa seperti kesemutan. Lalu berubah menjadi sakit. Seperti dia mengalami luka di lutut dan kepalanya. Lusi segera memeriksa lutut dan kepala sebelah kirinya. Tidak ada luka disana. Tapi kenapa terasa sangat sakit?

"Ada apa?" tanya ibunya yang menyadari keanehan pada Lusi.

"Sakit, tapi tidak ada luka" jawab Lusi.

"Apa?"

Ayah, ibu dan adiknya tidak mengerti pada perkataan Lusi. Dia sendiri juga tidak mengerti kenapa bisa merasakan sakit disaat tubuhnya tidak luka.

Lalu ...

"Tolong ... "

Lusi menoleh lagi ke terowongan yang ambruk. Kali ini, dia mendengar jelas sekali permintaan tolong dari seorang pria. Tapi ketika dia menoleh, yang terlihat hanya beberapa orang terluka keluar dari terowongan. Sama sekali tidak terdengar teriakan meminta tolong.

Apa telinganya ada masalah? Lusi memukul-mukul telinganya, memastikan tidak mendengar bisikan itu lagi.

"Tolong aku ... "

Permintaan tolong itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas di kepala dan telinga Lusi.

"Ada apa?" tanya ayah Lusi yang berhasil menyelamatkan semua anggota keluarganya keluar dari terowongan.

"Ada orang yang meminta tolong" jawab Lusi.

Ayahnya menyapu mulut terowongan dengan beberapa puing yang jatuh ke jalan.

"Tidak ada teriakan minta tolong" kata ayahnya membuat Lusi merasa ragu dengan pendengarannya lagi.

"Tolong, kakiku ... "

Bisikan itu terdengar lagi. Kali ini begitu jelas terdengar dan Lusi dapat merasakan sakit di kakinya.

"Ada yang terluka" kata Lusi kemudian berlari ke arah terowongan.

"Lusi!!!!" teriak ibunya.

"Kak!! Kamu mau apa??" sambung adiknya.

Tapi Lusi tidak mempedulikan keduanya dan tetap berlari ke dalam terowongan. Pasti ada orang yang terluka dan meminta tolong padanya. Orang dengan kaki dan kepala yang sakit, tidak dapat keluar dari terowongan. Yang bisa orang itu lakukan hanya meminta tolong.

Dan anehnya, permintaan tolong itu terdengar oleh Lusi.

Dia melihat beberapa mobil yang berhenti di terowongan. Tidak mempedulikan keadaan terowongan yang belum stabil setelah gempa bumi, Lusi menjelajahi satu-persatu kendaraan. Memastikan kecurigaannya yang kuat.

Tapi tidak ada siapapun disana. Semua kendaraan dalam keadaan kosong karena ditinggal empunya menyelamatkan diri. Dan bisikan minta tolong itu tidak terdengar lagi di telinganya. Apa orang yang meminta tolong itu sudah berhasil selamat? Atau malah ...

Lusi tidak berani membayangkan apa yang terjadi pada orang itu karena keterlambatan pertolongannya. Merasa tidak dapat melakukan apa-apa, Lusi ingin kembali ke mulut terowongan.

Lalu

"Tolong, tolong aku ... Kumohon"

Bisikan permintaan tolong itu terdengar lagi di kepala dan telinga Lusi. Dia melihat satu demi satu kendaraan dan menemukan sebuah mobil berwarna hitam yang tak pernah dia temukan tadi. Lusi berlari dan melihat keadaan orang yang berada di tempat supir begitu mengenaskan.

Mobil itu tertimpa beton yang lebih besar dari mobil milik keluarganya.

"Apa Anda masih hidup?" tanya Lusi pada supir yang wajahnya penuh dengan darah.

Memberanikan diri, Lusi memeriksa detak jantung di leher orang itu dan tidak merasakan apapun.

Sudah meninggal, pikirnya. Berarti dia terlambat menolong. Seandainya saja Lusi mempercayai instingnya, maka orang itu pasti memiliki kesempatan untuk selamat.

"Tolong"

Terdengar lagi permintaan tolong. Tidak mungkin dari orang meninggal yang ada di depannya ini. Lusi memeriksa kursi penumpang belakang mobil dan menemukan seseorang yang masih bergerak.

"Anda masih hidup?" teriaknya.

"Tolong ... Kakiku"

Kali ini bukan bisikan yang terdengar di telinga dan kepala Lusi. Namun sebuah permintaan tolong sebenarnya yang terdengar.

Lusi berusaha membuka pintu mobil yang sedikit penyok. Dia tidak boleh membiarkan orang yang meminta tolong itu berakhir mengenaskan. Dengan sekuat tenaga, akhirnya Lusi berhasil membuka pintu dan meringsek masuk.

"Anda tidak apa-apa?" tanyanya pada pria yang ternyata sangat tampan. Wajahnya begitu tampan meski dengan beberapa sobekan luka kecil di dahi sebelah kiri.

"Kakiku!" rengek pria itu dengan memegang kaki sebelah kiri.

Lusi melihat kaki pria itu terjepit kursi di depannya. Dengan hati-hati, dia berhasil membantu pria itu keluar dari mobil.

"Kita harus keluar dari sini" katanya lalu membopong pria yang bisikan permintaan tolong ya terdengar di telinganya meski dari jarak jauh.

Hampir saja Lusi dan pria itu sampai di luar terowongan, tanah kembali berguncang. Kali ini tidak terlalu lama tapi dengan kekuatan yang lebih besar.

Serbuk debu mulai berjatuhan di tanah dan Lusi mempercepat langkah. Tapi dengan tambahan seorang pria yang ukuran tubuhnya jauh lebih besar darinya. Lusi hanya mampu melangkah perlahan.

"Lusi!!!" teriak ayahnya yang melihat Lusi dari kejauhan.

Sebelum Lusi sempat menjawab dan meminta tolong, mulut terowongan runtuh. Menyebabkan tubuh Lusi dan pria itu saling menumpuk dengan bibir yang bersentuhan. Mereka dalam posisi yang sama sampai beberapa menit kemudian, ayah Lusi datang menolong. Dan membawa putrinya pergi.

Sedangkan pria yang ditolong Lusi? Diselamatkan oleh orang lain dan dibawa ke rumah sakit.

Bab 2

"Lusi, bangun!"

"Lusi!!"

Lusi mendengar suara ibunya yang memohon dia untuk bangun. Tapi matanya begitu sulit terbuka. Tubuhnya juga seakan disuntik kakiku. Sama sekali tidak bisa digerakkan.

Satu jam kemudian, Lusi mulai dapat menggerakkan jari-jari tangannya. Kemudian kaki, lutut dan pinggang. Beberapa saat kemudian Lusi dapat menggerakkan semua anggota tubuhnya. Lalu secara sadar memukul sesuatu yang berada dekat di sekitarnya.

"Sial, apa ini?!!"

Ternyata Lusi memukul kepala adik yang tidur di ranjangnya. Anak itu melihat ke arah Lusi dan berlari keluar kamar

"Ayah!! Ibu!!! Kakak bangun!!"

Terdengar suara derap langkah mendekat dan Lusi dapat melihat ayah dan ibunya yang khawatir

"Akhirnya, kamu bangun juga" kata ibunya begitu bersyukur.

"Aku sudah bilang, dia tidak apa-apa" tambah ayahnya.

"Ayah yang paling panik! Terus bertanya pada dokter kakak kenapa. Padahal tidak luka sama sekali tapi belum sadar juga selama tiga hari" sahut adiknya tak mau kalah.

Tiga hari? Ternyata Lusi tidak sadar selama tiga hari setelah kejadian di terowongan itu.

"Apa semua baik-baik saja?" tanya Lusi dengan suara lemah.

"Baik. Tentu saja semua baik-baik saja. Kamu juga harusnya baik. Seandainya tidak kembali ke terowongan untuk menyelamatkan orang itu"

Menyelamatkan orang itu? Apa maksud ibu, pria tampan yang bisikan permintaan tolong ya terdengar hanya oleh Lusi? Pria tampan itu?

"Dia? Bagaimana?" tanya Lusi.

Ayah, ibu dan adiknya saling berpandangan lalu mengangkat pundak mereka bersamaan.

"Tidak tahu" jawab ketiganya.

Semoga saja pria tampan itu baik-baik saja, pikir Lusi. Meski dia tidak sempat bertanya nama pria itu, paling tidak mereka berhasil keluar dari terowongan dalam keadaan selamat.

Tiga hari kemudian, Lusi diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Dia berdiri bersama ibunya di depan rumah sakit untuk menunggu ayah yang mengambil mobil.

Kemudian beberapa mobil hitam mewah datang dan berhenti berjajar di depan lobi rumah sakit. Orang-orang dengan pakaian serba hitam keluar dari mobil tersebut kemudian kompak memberi hormat.

"Selamat telah sembuh Tuan Muda!" ucap mereka bersamaan.

Baru saja Lusi ingin melihat siapa yang diberi hormat oleh orang-orang berpakaian serba hitam itu, namun ...

"Lusi!!! Ayo pulang!!" ajak ayah yang berhasil membawa mobilnya ke depan rumah sakit.

Lusi dan ibunya tidak membuang waktu dan segera masuk ke dalam mobil yang terpaksa berhenti agak jauh. Tidak menunggu seorang pria yang keluar dari rumah sakit dalam keadaan hampir sembuh.

Ketika pulang, Lusi hanya bisa bersyukur karena keadaan rumahnya baik-baik saja meski ditempat oleh gempa bumi beberapa hari lalu. Berbeda dengan terowongan yang hampir runtuh itu.

Setelah sepenuhnya sembuh, Lusi kembali bersekolah seperti biasanya. Dia tidak pernah lagi mendengar bisikan seperti ketika di terowongan waktu itu.

Tapi di sebuah malam yang dingin. Ada sesuatu yang terjadi pada tubuh Lusi. Sesuatu yang bahkan dia sendiri sulit untuk menjelaskan.

Malam itu sama seperti malam-malam biasanya. Hanya udaranya sedikit lebih dingin karena hujan baru saja turun setelah matahari tenggelam.

Dalam tidurnya yang nyenyak, mendadak Lusi merasa seseorang menyentuh tubuhnya. Seakan sebuah tangan besar bergerak menyapu pipi, leher, tulang selangka dan terus bergerak ke bawah tubuhnya. Dan ketika sesuatu itu berada di sekitar bagian sensitif milik Lusi. Dia tersentak.

"Apa itu?" tanyanya dalam hati lalu melihat sekeliling.

Tidak ada apa-apa di kamarnya. Lalu kenapa dia merasakan hal seperti ini?

Saat Lusi ingin kembali tidur, ada sesuatu yang terjadi tepat di bagian bawah perutnya. Rasa menggelitik yang aneh disertai sesuatu seperti ... Masuk ke dalam tubuhnya. Berhasil membuat Lusi merasa ketakutan.

Dia berlari keluar kamar dan berteriak memanggil ibunya.

"Ibu!!!"

Syukurlah ibunya belum tidur karena sedang menonton film. Lusi segera meringkuk tepat di pelukan ibunya.

"Ada apa?" tanya ibunya bingung.

"Di kamarku ... Ada setan!!" ucap Lusi membuat ibunya heran.

"Apa?"

"Iya. Ada setan yang menggerayangiku" kata Lusi lagi dengan wajah ketakutan.

"Apa? Apa sih maksudnya?"

Lalu Lusi menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya sebelum berlari keluar dari kamar. Ibunya yang terkejut setelah mendengar penjelasan Lusi segera bergerak ke arah kamar putrinya. Berbekal sebuah bantal dan bacaan doa, ibunya membuka pintu kamar. Tapi tidak menemukan apapun di dalam kamar putrinya.

"Ada Bu?" tanya Lusi yang bersembunyi di belakang tubuh ibunya.

"Tidak ada apa-apa"

Lusi keluar dari persembunyian dan melihat kamarnya. Memang tidak apa-apa disana. Hanya kamarnya seperti biasa. Lalu ibunya berbalik, menggeret Lusi untuk duduk di atas ranjang dan memulai pembicaraan yang tak nyaman baginya.

"Kamu pasti sedang berada dalam tahap pubertas. Kamu sudah menerima pelajaran ini di sekolah?"

Pubertas? Tentu saja Lusi sangat mengerti tentang hal itu. Perubahan tubuh disaat seorang perempuan telah mencapai usia yang cukup. Ditandai dengan keluarnya darah dari bagian itu. Juga tumbuh payudara, berubah bentuk pinggul, munculnya beberapa rambut di ketiak dan bagian itu. Lusi sangat mengerti tentang pubertas. Tapi tidak pernah sekalipun dia mendapatkan penjelasan tentang apa yang baru saja dia alami malam ini.

"Apa benar kalau yang aku alami adalah bagian dari pubertas, Bu?" tanyanya ragu.

"Hemmm ... Iya" jawab ibunya tidak menghapus keraguan dalam diri Lusi. Lalu sebuah suara seperti pintu berderit muncul. Lusi dan ibunya melihat ke arah pintu kamar dan pecahlah tawa adik Lusi.

"Hahahahaha, ternyata kakak cabul. Perempuan tapi mimpi basah. Hahahahaha"

Mimpi basah?

Lusi melihat ke arah ibunya yang menutup mulut erat-erat.

Bukankah mimpi basah adalah ciri pubertas anak laki-laki? Kenapa dia yang merupakan perempuan mengalami mimpi basah? Atau ... Apa memang dia cabul?

Hi ... Membayangkan kata itu saja membuat Lusi jijik. Untuk menutupi rasa malu yang dirasakannya, Lusi mengejar adiknya yang bermulut besar itu. Memukul adik kurang ajar itu dengan bantal berkali-kali sampai akhirnya mereka berdua melihat sebuah adegan di televisi.

"Ahhh Ahhh ... Iya benar. Tetap disitu. Enak sekali. Ahhh ... Ahhh "

Keduanya masih menatap gambar bergerak yang tak senonoh itu sampai akhirnya televisi menjadi gelap.

Baik Lusi dan adiknya menoleh, melihat ibunya tertawa lalu pergi.

"Buahahahaha ... Ternyata perempuan di rumah ini cabul!!" kata adiknya tanpa filter.

Sedangkan Lusi, dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya mungkin memang cabul. Bukan karena faktor lingkungan yang mempengaruhi. Namun faktor genetik yang diturunkan langsung oleh ibunya.

Apa setelah menjadi dewasa nanti, dia akan menjadi seperti ibunya? Suka menonton film seperti itu.

"Tidak. Tidaaaaaaakkkk" teriaknya tidak ingin menerima kenyataan.

Lusi tidak tahu kalau apa yang dia alami berkaitan erat dengan seorang pria yang sedang melepas melakukan kesenangannya sebagai seorang pria untuk pertama kalinya di saat usianya tepat menginjak dua puluh lima tahun.

Bab 3

"Tuan Muda Sam, selamat ulang tahun!!"

Samuel West baru saja masuk ke dalam aula segera mendapatkan ucapan ulang tahun dari orang-orang berpengaruh di negeri ini. Dia tersenyum dan membalas ucapan itu dengan terima kasih. Sekaligus menancapkan tiang perkenalan pada semua pengusaha yang nantinya akan bekerja sama dengan perusahaan milik ayahnya. Techno West.

Ayah dan ibunya yang berada di tengah ruangan bangga menyambut putra mereka.

"Selamat ulang tahun sayang" ucap ibunya kemudian memeluk putra yang sekarang berusia dua puluh lima tahun itu.

"Karena Samuel telah hadir disini, silahkan dimulai pestanya!!" kata ayah Sam mempersilahkan semua orang yang hadir untuk menikmati pesta.

"Aku tidak membutuhkan pesta seperti ini" kata Sam membuat wajah ayah dan ibunya kesal untuk beberapa detik lalu kemudian melanjutkan senyum penuh kebanggaan.

"Kami menyediakan hadiah terbaik tahun ini" ucap ibunya lalu memberikan sebuah kartu kamar hotel.

"Apa ini?"

"Datang saja kesana dan cari tahu sendiri" jawab ibunya lalu memberikan segelas minuman pada putranya.

Samuel menghabiskan minumannya dalam satu teguk tanpa rasa curiga. Lalu dia pergi dari pesta untuk mencari hadiah yang disiapkan kedua orang tuanya.

"Apa Tuan besar menyiapkan sebuah hotel untuk Anda? Atau perusahaan lagi seperti tahun lalu? Bagaimana kalau mereka memberikan tanah yang sedang Anda incar di wilayah Utara?" cecar asisten yang selalu mendampingi Samuel sejak tahun lalu karena asisten sebelumnya.

Samuel berhenti melangkah dan merasa napasnya berat tiap kali mengingat peristiwa kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya tahun lalu. Dia beruntung diselamatkan dari mobil yang hancur karena tertimpa beton terowongan. Sedangkan asisten yang telah mendampinginya sejak masih remaja tidak seberuntung dirinya.

Tak terasa susah satu tahun sejak kejadian itu.

"Akan lebih baik kalau mereka memberiku waktu sendiri untuk beristirahat" jawabnya.

Karena sejak setahun lalu, kedua orang tua Sam tidak pernah melepas penjagaan pada dirinya. Begitu mengekang kebebasan yang seharusnya dimiliki seorang pemuda berusia dua puluh lima tahun seperti dirinya.

Samuel dan asistennya sampai di depan kamar hotel yang dituju. Dia memasukkan kartu itu dan segera saja mencium semerbak parfum yang berbeda-beda saat pintu terbuka.

"Selamat ulang tahun Tuan Muda Samuel!!" seru semua wanita yang ada dalam kamar hotel itu.

Sam terdiam kaku seperti patung sedangkan asistennya tersenyum penuh makna. Ternyata, hadiah yang disiapkan kedua orang tuanya adalah ... Wanita?

"Anda dapat beristirahat di kamar ini Tuan muda. Dan ada lima wanita yang siap membantu Anda melakukan hal itu. Selamat ulang tahun Tuan muda" kata asistennya lalu bersiap melarikan diri.

Sayangnya, tangan Samuel lebih cepat dalam menangkap kerah belakang asistennya sebelum dapat melarikan diri.

"Bawa mereka pergi!!" perintahnya dengan suara dalam juga mengerikan.

"Tapi Tuan dan Nyonya Besar sudah berusaha menyeleksi semua wanita ini untuk Anda"

"Kau pikir apa yang akan aku lakukan di dalam kamar ini?"

"Sudah saatnya Anda tumbuh lebih dewasa dari sebelumnya Tuan muda. Dengan bantuan lima wanita ini"

"Aku bukan pria murahan!!" ucap Sam penuh penekanan.

"Tapi Anda belum pernah sama sekali ... Emmmm. Tuan dan Nyonya besar sangat berharap Anda mengalami malam yang indah hari ini. Juga sebagai pembuktian kalau sebenarnya Anda ... Normal"

Normal?

Selama dua puluh lima tahun hidupnya, Sam memang tidak pernah dekat dengan wanita manapun. Tapi bukan berarti dia tidak normal. Dia hanya ingin pengalaman pertamanya menjadi sangat spesial. Baginya juga bagi wanita yang akan menerima dirinya nanti.

"Kau pikir aku tidak normal?" tanyanya kesal.

"Bukan saya. Tuan dan Nyonya besar begitu khawatir pada kehidupan percintaan Anda"

"Kalau begitu, kenapa tidak kau saja yang sibuk dengan kehidupan percintaan mu? Karena aku akan pulang!"

Samuel melemparkan kartu hotel pada asistennya dan melangkah pergi. Tidak mempedulikan wajah kecewa lima wanita yang ada di dalam juga kebingungan yang dirasakan oleh asistennya saat ini.

Di rumah, Samuel tenggelam dengan pekerjaan. Sejak tiga tahun lalu, Samuel masuk ke dalam jajaran direksi karena memiliki saham sebanyak 20 persen di Techno West. Jadi dia memegang tanggung jawab yang sama dengan direksi yang lain.

Setahun yang lalu Samuel juga membuka sebuah perusahaan pengolahan sampah di daerah Utara. Jadi seluruh waktunya didedikasikan pada pekerjaan.

Tidak ada waktu luang untuk memikirkan hal lain. Termasuk wanita dan cinta. Berbeda sekali dengan beberapa temannya yang berasal dari latar belakang hampir sama. Kebanyakan dari mereka bersenang-senang dengan uang orang tua. Bahkan ada yang sudah menikah dan bercerai sebanyak beberapa kali.

Pasti hal itulah yang membuat kedua orang tuanya khawatir. Sampai mengira dirinya tidak normal.

Tiba-tiba tercium bau bunga di hidung Samuel. Bau ini?

Sudah setahun ini, beberapa kali Samuel mendadak mencium bau bunga yang sama. Padahal dia tidak bersama siapapun. Alias sendirian di dalam ruangan.

Sempat dia berpikir sesuatu yang tidak masuk akal. Seperti kehadiran makhluk tak kasat mata yang ingin mengganggunya. Memaksa dia pergi ke seseorang yang dianggap bisa melihat sesuatu. Tapi tidak membawa hasil yang diharapkan.

Bau bunga itu tetap hadir, di saat dia sendirian. Di waktu yang tak pernah sama. Namun kali ini, dia mulai terbiasa. Tidak menganggap kehadiran bau bunga yang akrab di hidungnya ini mengganggu lagi.

Jam dinding tiba-tiba berbunyi. Mengingatkan Samuel kalau sekarang sudah terlalu malam. Dia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum tidur.

Ketika menerima terpaan air hangat dari atas kepalanya, tiba-tiba bau bunga itu muncul kembali.

Membuat Samuel merasa bergairah dan perlahan bagian tubuhnya yang menggantung itu naik. Saat telah mengeras sepenuhnya, Samuel mengambil sedikit sabun dan melakukan apa yang harus dilakukan oleh beberapa pria yang terpaksa memuaskan diri sendiri. Karena belum bisa berkomitmen pada sebuah hubungan seperti dirinya.

Disela-sela Samuel melakukannya, dia seakan bisa mendengar desahan wanita. Apa ini hanya ada di imajinasinya saja? Tapi kenapa suara desahan itu terdengar begitu dekat seakan dia sedang berada di sebuah ranjang bersama wanita itu. Menikmati penyatuan tubuh yang penuh dengan peluh namun membawa kegembiraan tak terbantahkan.

Dan saat mencapai puncak, bau bunga itu menghilang. Demikian juga suara desahan wanita yang didengarnya. Menyisakan rasa lelah di tangan kirinya.

Samuel kembali membersihkan diri dan bersiap untuk tidur. Malam ini, dia akan tidur dengan nyenyak sampai matahari menyambut.

Tidak peduli dengan kondisi orang tuanya dalam pesta ulang tahun yang ditinggalkannya. Juga keadaan asisten yang terpaksa menggiring lima wanita penuh kekecewaan keluar dari hotel.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!