Pangeran Han Yan tergesa-gesa, menunggangi kuda yang berlari dengan cepat meski berada di pusat keramaian. Ketika kudanya semakin dekat dengan gerbang istana, para penjaga yang mengenali sosok Pangeran bergegas membuka gerbang lebar. Pangeran Han Yan hanya berhenti ketika dia akan memasuki kawan bebas kendaran. Dia turun, dan menitipkan kuda pada penjaga yang bertugas. Kakinya terus melangkah masuk ke dalam istana, melewati beberapa anak tangga dan bangunan lalu berbelok dari bangunan pengadilan kearah istana Raja.
Tidak ada orang yang berani menghentikannya, Pangeran masuk ke dalam dengan bebas. Saat dia berada di depan pintu kamar Raja, Pangeran Han Yan berhenti. Jin Ran yang berdiri di sana menatapnya lalu meunduk sopan. Pangeran mungkin merasa berkuasa di depan banyak orang, tapi Jin Ran jelas berbeda. Pria berbau darah yang berkeliling dengan mata yang tajam, dia pun tahu batas. “Yang Mulia, Pangeran Han Yan datang mengunjungi anda!” sahutnya dari luar kamar.
Mereka berdua bisa mendengar balasan Raja dari dalam. Pangeran yang mendapatkan lampu hijau bergegas masuk lalu berlutut membuat Raja terkesiap. “Apa yang pangeran lakukan!” Ucap Raja dengan nada keras.
Suara lantang terdengar sampai keluar mendatangkan rasa penasaran kasim dan para pelayan, dia terlihat goyah dan memandang Jin Ran sekilas. Sedang Jin Ran tetap diam tanpa menunjukkan mimik berarti. Bahkan jika pangeran Han Yan mendekati Raja dengan niat jahat, dia bukanlah ancaman. Jin Ran merancang semua tempat aman untuk Raja.
Di dalam Pangeran Han Yan masih berlutut. “Saya hanya akan bangun jika Yang Mulia Raja mengizinkan saya menjatuhkan keluarga Bai!” katanya penuh keyakinan dan mata memancarkan kilauan tajam.
“Kau tahu betapa berbahaya itu?” Tanya Raja.
“Saya sudah menyiapkan semuanya Yang Mulia, anda hanya perlu mendukung.” Yakin.
Meski keyakinan Pangeran Han Yan menembus dinding istana, dia tidak bisa memberikan izin dengan mudah. Bahkan ayahnya tunduk pada keluarga Bai. Jika adiknya salah langkah, bukan hanya dirinya yang menjadi korban. Raja memandang wajah Pangeran yang penuh keyakinan dan kepercayaan diri.
“Bagaimana kau akan menjatuhkan mereka?” Tanya Raja pada akhirnya dia penasaran.
Pangeran mulai menceritakan sebuah buku yang dia temui ketika melakukan perjalanan. Buku itu di tulis oleh Jenderal Bai An. Buku berjudul angin dari perbatasan, terlihat seperti buku biasa yang bercerita tentang kehidupan orang-orang di perbatasan, tetapi pangeran mendapati buku itu penuh dengan kata yang ambigu dan hasutan. Pangeran menemui banyak sarjana sastra membahas buku tersebut. Beragam kalimat yang keluar, salah satu yang paling di rasa masuk akal adalah pendapat seorang sastra dari desa singgah.
Kalimat dalam buku itu dianggap menghina Raja dan Kerajaan Han. Salah satu kalimat yang bermasalah adalah ‘Perbatasan mulai di selimuti beku, tebal dan bersih. Di dalam benteng yang kokoh ada yang sakit, ada yang berlari dengan perut kosong. Nasib terkadang memang membahagiakan, kadang juga menyedihkan. Kita yang kuat ini termaksud apa? Bertanyalah pada dirimu dan kenali dia dengan baik. Lalu ketenangan itu mulai datang meski tidak semua harus dimengerti, termaksud orang-orang yang jauh.’
Baris pertama, dianggap sebagai sanjungan untuk keluarga Bai yang kuat, bersih dan pekerja keras. Meski mereka di kenal kaku karena lebih lama tinggal di perbatasan yang keras dari pada hidup nyaman di ibu kota. Baris kedua, benteng yang kokoh adalah kerajaan Han dan kata selanjutnya mengisyaratkan bahwa kerajaan Han jauh dari kata makmur dan sejahtera. Baris berikutnya tentang kekuatan keluarga Bai dan rasa percaya diri bahwa mereka lebih mengetahui kondisi rakyat dari pada Raja itu sendiri. Juga diartikan sebagai penghinaan kepada Keluarga kerajaan. Dalam buku itu terdapat kalimat-kalimat yang membuat orang berpikir bahwa keluarga Bai lebih baik dari pada keluarga Kerajaan. Bahkan judul buku saja dianggap bermasalah.
Raja mendengar lebih lanjut tentang kalimat yang terdapat pada buku angin dari perbatasan, beserta analisis setiap kata dari para sastrawan negara Han. Dia menghela nafas panjang dan berat. Raja menghentikan Pangeran ketika ingin melanjutkan kalimatnya. “Tidak kompeten! Kau ingin menjatuhkan keluarga Bai hanya dengan sebuah buku?”
Pangeran tersenyum. “Tentu saja tidak, Yang Mulia,” menyerahkan dokumen yang akan memberatkan Jenderal beserta keluarganya.
“Dokumen itu berisi surat-surat Jenderal Bai An kepada para Jenderal di perbatasan lain dan beberapa catatan korupsi keluarga Bai.” bertambah percaya diri.
Raja memeriksa satu persatu dokumen yang diberikan oleh Pengeran Han Yan. Sesuatu yang belum terjadi di era mana pun. Keluarga Bai yang terkenal setia, pada akhirnya akan jatuh di masa jabatannya. Jika dia setuju membawa masalah ini sampai ke jalur hukum, maka pengorbanan paman nya tidak sia-sia. Raja sudah menunggu masa kejatuhan keluarga Bai sejak lama.
"Kau sudah memeriksa stempel keluarga Bai?" Tanya lagi Raja. Dia sempat ragu lalu mengusap kertas itu dengan hati-hati. Matanya menyipit sesaat sebelum dia kembali melihat Pangeran.
Pangeran Han Yan yakin dan mengangguk mantap. "Mereka pasti akan jatuh!" Keyakinan yang penuh alasan.
Hadiah yang turun dari langit, ureka! Pangeran Han Yan tidak menyangka akan menemukan bukti mudah dengan sekantong uang kecil. Semua berkat keahlian nya, dia memuji diri sampai di batas yang paling tinggi.
Tidak ada jalan mundur atau jalan memutar bagi Keluarga Bai, mereka terjebak dalam lingkaran barisan sakit hati. Dalam hati pangeran yang menggebu-gebu menyakini semuanya telah usai, tapi bagi Raja ini baru permulaan. Mereka tenggelam dalam pusaran air keruh di tepi sungai.
"Pergilah, siapkan semua buktimu lalu tarik mereka turun satu persatu!" Perintah Raja kepada Pangeran.
Tentu saja, semua yang dia lalui hanya perlu kata persetujuan, itulah yang paling dia nantikan. Pangeran tersenyum, senyum yang membuat bulu kuduk merinding. Raja ikut tersenyum kecil, menarik sudut bibir sebelah naik ke atas, menyaksikan pangeran yang mendapatkan hadiah besar. Senyum yang penuh makna itu, perlu diteliti lebih lanjut. Seseorang perlu melihatnya lebih detail. Kemana arahnya dan bagaimana dia berakhir nantinya.
"Saya pamit Yang Mulia, penantian anda tidak sia-sia." Kata Pangeran ketika berada di ambang pintu yang terbuka.
Setelah tertutup sempurna, Raja melihat Jin Ran. "Menurutmu, pangeran orang seperti apa?" Tanya Raja.
Jin Ran tahu pernyataan Raja seperti jebakan. Jika dia mengatakan bahwa pangeran orang yang baik tentu dia berbohong pada dirinya sendiri dan Raja tahu. Tapi, jika dia mengatakan sebaliknya, akan di anggap penghinaan terhadap keluarga kerajaan. Dia diam sebelum menjawab, akhirnya memilih jujur meski lehernya di ambang putus.
"Saya tidak berani Yang Mulia. Pangeran merupakan keluarga kerajaan, adik Raja. Tapi, jika boleh jujur, pangeran memang berbeda dari pangeran yang lain." Jawab Jin Ran berhati-hati.
Raja mengangguk itu benar. Berbeda dari segi perilaku, juga──dari semua adiknya, pangeran Han Yan memang terlahir berbeda. Hanya dia seorang yang tidak di berkahi oleh langit dengan tanda keberuntungan. Ketika semua anak Raja terdahulu lahir kedunia, langit memberikan tanda yang baik, hanya Han Yang yang lahir disertai bencana di mana-mana. Karena itu, dia sedikit tidak disukai. Beruntung ibunya adalah selir kesayangan Permaisuri Raja. Jadi tidak ada yang berani mengejek atau pun merundung terang-terangan.
"Maksudmu, aku harus berhati-hati dengannya?" Lagi, Raja bertanya.
Jin Ran terkejut, dia menunduk.
"Semakin dekat dia padaku, semakin dekat keberhasilan rencanaku!" Kata Raja melihat Jin Ran yang tertunduk.
────୨ৎ────
Istana yang megah, makanan berlimpah dan pelayan yang siaga. Kehidupan layak adalah mimpi semua wanita di zaman ini. Seorang wanita duduk di depan cermin, memandang wajah anggun. Pelayan di kedua sisinya lihai memoles wajah dengan bahan-bahan alami berwarna-warni dan yang lainnya, sibuk merangkai rambut dengan perhiasan-perhiasan emas, lengkap dan mahal. Pakaian yang dia pakai selalu baru, lembut dan berkilau. Kemanapun di berjalan semua orang menunduk sopan dan ramah. Posisi yang diidam-idamkan banyak wanita. Tapi, wanita yang sedang melihat cermin itu berwajah datar, tidak tersenyum, tidak bahagia, tapi juga tidak mengeluh. Dia hanya diam, sampai proses selesai.
Diamnya bukan karena marah tapi pikiran wanita itu sedang kalut, memikirkan keluarga yang jauh berada di barak. Setelah mendengar berita angin tentang Jenderal saat mengunjungi istana Selir Janda Liu, menjadi khawatir. Berita angin terus menyebar hingga seorang pelayan tempat cuci leluasa bergosip tentang dirinya dan keluarganya. Permaisuri terkenal baik, dia jarang mencampuri urusan istana dalam, apalagi menghukum para pelayan. Tapi kali ini rasanya ada yang mengganjal, akhirnya dia memberi hukuman dengan cambukan rotan di betis, tidak keras, tidak lembut. Itu pelajaran.
Dari belakang, seseorang wanita berpakaian Dayang berbicara dengan lembut kepada Permaisuri. "Yang Mulia, apa saya perlu memanggil tabib istana?" Dayang itu bernama Dayang Utama Lan, merupakan kepala Pelayan di istana Róngyù.
Wanita yang di panggil dengan panggilan kehormatan itu menggelengkan kepalanya pelan. Dia menutup matanya sekilas lalu mengangkat tangannya, Ahyun sigap memegang tangan Permaisuri dan menuntun keluar dari istana menuju istana Janda Selir Kerajaan Liu. Aturan, tidak! Suatu ajaran yang tidak boleh di lupakan──menghormati orang yang lebih tua, sesekali mengunjunginya dan mengajaknya berbicara. Salah satu hal yang selalu dia lakukan sebagai ibu negara Kerajaan Han.
Meski hatinya tidak tenang, dia tetap bersikeras menemui Janda Selir Kerajaan Liu. Mungkin dengan melakukan banyak hal, pikiran-pikiran negatif akan lenyap. Langkahnya ringan, di temani banyak dayang berjejer di belakang. Saat bertemu dengan selir-selir Raja atau orang-orang yang bekerja di istana, mereka menunduk sembari menyapa sopan. Permaisuri membalas dengan mengangguk lalu tersenyum kecil.
Berbicara tentang selir-selir Raja yang berjumlah 6 orang dari berbagai latar belakang, mereka semua tinggal di istana Timur. Istana Timur, diperuntukkan untuk para Selir Raja yang belum diberikan pernikahan resmi. Jika kelak Raja memberikan gelar, maka tempat tinggal mereka juga akan berganti. Bisa di katakan bahwa mereka tidak punya kuasa apapun. Meski begitu, masih banyak yang tidak mengetahui aturan dan melakukan pelanggaran untuk mencari perhatian Raja.
Permaisuri juga mendengar bahwa salah satu dari mereka berbohong soal kehamilan. Berpikir sangat keras, bagaimana mungkin? Pada akhirnya, selir itu dinyatakan mengalami depresi. Penyebabnya tidak lain karena keluarga yang terus menekan agar dia memiliki seorang anak laki-laki dari Raja. Tekanan itu membesar, sehingga menimbulkan delusi yang parah. Dalam Harem, anak laki-laki bisa meningkatkan status dia dan keluarga. Tapi apalah daya, Raja tidak pernah mengunjunginya. Tidak, bukan hanya dia tapi semua selir. Permaisuri Raja merasa simpati terhadap wanita itu. Walaupun tidak pernah merasakan tekanan yang sama, dia tahu betul beratnya hidup di dalam istana, apalagi tidak memiliki kekuatan yang cukup.
Keluarga Permaisuri terpandang dan terhormat, dengan banyak privilege tidak juga membuat Raja luluh. Rasa simpati yang dia berikan kepada selir itupun menjadi asap hitam. Mereka semua sama, tidak pernah bisa membuat Raja datang dengan mudah. Peraturan Harem yang ketat mengharuskan semua wanita Raja berperilaku terhormat. Jika Permaisuri hanya melihat satu sisi saja, maka semua wanita di dalam Harem bisa terkena hukuman. Sebisa mungkin, dia menahan diri untuk tidak ikut campur. Permaisuri berusaha memahami perasaan tergesa-gesa itu. Walaupun pada akhirnya mereka akan mendapatkan hukuman dari Janda Selir Kerajaan Liu.
"Yang Mulia Permaisuri!" Ucap seseorang dari belakang.
Permaisuri berbalik dan menemukan Lord Xuhuan berdiri bersama pengawal pribadinya.
"Yang Mulia Lord Xuhuan, anda juga mengunjungi Janda Selir Liu?" Sopan Permaisuri.
Lord Xuhuan tersenyum. "Bagaimana kabar anda Yang Mulia? Sudah lama sejak saya melihat anda keluar dari istana Róngyù."
Permaisuri tersenyum kecil. "Seperti yang anda lihat, semua baik-baik saja." Balasnya ramah.
Pria itu mengangguk pelan. "Tabib Long terampil, anda bisa memberitahunya jika memerlukan pemeriksaan kesehatan."
Meski tidak menunjukkan ekspresi di depan keduanya, para Dayang itu saling lirik dalam posisi kepala tertunduk. Permaisuri sempat melirik mereka lalu tersenyum sopan kepada Lord Xuhuan. "Saya mendengar kehebatan Murid Tabib Lu. Tapi anda tidak perlu khawatir, Tabib istana sangat terampil." Jawaban Permaisuri membuat Lord Xuhuan menaikkan sudut bibirnya sebelah, lalu mengangguk.
"Tentu mereka terampil." Kata Lord Xuhuan.
Permaisuri menarik kelapanya menunduk sedikit. "Saya tidak mengganggu perjalanan anda."
Sebelum Lord Xuhuan pergi, sekilas matanya melirik rombongan Permaisuri. Dia menjadi perbincangan lagi. Meski tidak terang-terangan.
Dayang Lan mempersilakan Permaisuri Raja berjalan. Dari sana, mereka bisa melihat atap bangunan istana Janda Kerajaan Selir Liu. Saat mereka mendekat, Permaisuri bisa mendengar para pekerja yang sedang sibuk di depan pintu istana Janda Selir Liu. Selama perjalanan singkat itu, Permaisuri memikirkan Pertemuan antara dirinya dan Lord Xuhuan, selalu menjadi pembicaraan hangat. Dia berusaha tidak memperdulikan pandang orang, berusaha untuk bersikap bisa saja. Namun, sekali lagi, apa daya indranya masih berfungsi dengan baik.
Banyak sekali rumor tentang mereka berdua yang tersebar di dalam istana. Yang mengkhawatirkan Permaisuri bukan dirinya tapi status tinggi Lord Xuhuan. Pria itu adalah Paman Kerajaan, penasihat Raja, seorang bangsawan keturunan Raja yang diberikan gelar terhormat bisa terkena imbas dari rumor tidak berdasar.
"Aku baru saja akan menemuimu!" Sahut Janda Selir Liu menghampiri Permaisuri Bai.
Permaisuri Bai tersenyum. "Udaranya sangat dingin Yang Mulia, anda bisa terkena flu," Permaisuri memanggil Dayang Janda Selir Liu. Dia mengambil tangan Janda Selir Liu lalu membawanya ke dalam istana.
Janda Selir Liu tertawa kecil menanggapi omelan kecil Permaisuri. "Lord Xuhuan membawa oleh-oleh dari gunung Kun. Aku baru saja memindahkannya ke dalam Pot," Sembari menunjuk tanaman dengan bunga-bunga berwarna merah menyala. "Itu sangat cantik, kau bisa menanamnya di halaman istana Róngyù."
Permaisuri Bai lagi-lagi hanya bisa tersenyum, tidak bisa menolak. "Terima kasih Yang Mulia." Ucapnya.
Semua orang di istana pasti mengetahui bahwa bunga itu pemberian dari Lord Xuhuan, jika Permaisuri mengambilnya dan menanam bunga di halaman istana Róngyù, semua orang melihat dan membicarakannya. Satu sisi, dia tidak bisa menolak pemberian Janda Selir Liu.
Mereka duduk saling berdampingan. Janda Selir Liu memberikan piring berisi kue bulan yang baru dia buat. "Cobalah, Yang Mulia Raja sangat menyukainya." Kata dia bangga.
Permaisuri Bai mengambil satu potong kue bulan berwarna ungu lalu mencobanya sedikit demi sedikit. Ekspektasinya selalu tinggi, kue buatan Janda Selir Liu selalu enak.
Mengangguk lalu tersenyum. "Selalu enak."
Yang Mulia Raja orang yang pemilih, jika dia menyukai makanan tersebut, maka makanan itu pastilah enak. Permaisuri Bai mendengar dari bagian dapur istana, selalu ada koki yang di pecat karena tidak memenuhi standar lidah Raja.
"Bersiaplah malam ini, aku meminta Raja datang ke istana Permaisuri." Kata Selir Liu membuat Permaisuri Bai tersedak.
Mengatur nafasnya setelah meneguk air putih. Apa yang baru saja dia dengar?
Bai Mengyan memeriksa pendengarannya. "Anda meminta Yang Mulia Raja datang ke istanaku?"
Janda Selir Liu mengangguk. "Benar, Yang Mulia Raja setuju, dia bilang akan menemui Permaisuri."
Tidak Mungkin!!
────୨ৎ────
Pie in the sky.
Bagi Permaisuri, itu mustahil. Tidak mengharapkan apapun lebih baik dari pada berakhir terluka. Terlebih, Permaisuri tidak begitu tertarik dengan siapa Raja menghabiskan malamnya. Setidaknya, beberapa tahun sejak dia masuk ke istana. Dia mungkin lupa, atau memang sengaja di lupakan. Toh, berpura-pura hilang ingatan tidak baik. Titik terendah bagi seorang istri, tidak lagi perdulikan kepada siapa kasih sayang itu akan berlabuh.
Kepada siapapun, dengan siapapun dan bagaimanapun, pada akhirnya akan kembali kepadanya. Jika──dia bisa mempertahankan posisinya sebagai Permaisuri. Garis-garis sudah jelas, begitupun dengan para wanita yang telah mengabdikan dirinya sebagai Wanita Raja. Konsekuensi dari pilihan itu selalu menunggu.
Entah bagaimana dia memberitahu Ibu Janda Selir Liu agar tidak mengharapkan perubahan besar pada pria yang sudah menyelesaikan pembangunan tembok tinggi nan kokoh. Kecuali, tembok itu diruntuhkan oleh alat berat yang bisa mengaksesnya. Percuma, Tiba-tiba, Permaisuri penasaran dari mana datangnya kepercayaan itu. Ketika Raja mengatakan akan datang lalu dia percaya?
"Yang Mulia, saya boleh mengajukan pertanyaan?" Kata Permaisuri. Dia tidak mencoba percaya, hanya saja rasa penasaran begitu kuat. Rasanya sangat tidak pas.
Janda Selir Liu mengangguk.
"Semua orang membicarakannya, keluarga Bai akan runtuh di tangan Yang Mulia Raja. Lalu, dari mana datangnya kepercayaan itu?"
Beberapa rumor tercipta karena percikan-percikan api kecil. Percikan api kecil itu membesar lalu tertiup angin menimbulkan asap tebal dibarengi dengan api yang berkobar hebat. Terbakar!
"Insting seorang ibu!" Jawabnya santai dan yakin.
Permaisuri tidak bisa menyela lagi. Seorang ibu? Tidak bisa memposisikan diri. Dia melihat bayang wajannya pada air di dalam cangkir, memikirkan motif Raja yang menyetujui permintaan itu. Sampai air menjadi dingin, dia belum menemukan alasan yang cocok kecuali untuk menjatuhkan keluarganya, mencari informasi penting melalui dirinya.
Janda Selir Liu terlihat penasaran dengan ekspresi Permaisuri Bai. Dia menatap dalam, berharap menemukan jawaban tanpa bertanya secara langsung. Menurutnya, Permaisuri Bai orang yang jujur, baik didepan orang lain maupun kepada dirinya sendiri. Tipe yang tidak perduli pandang orang lain. Apapun yang menurutnya baik, maka dia teguh tanpa takut di cela. Ada alasan di balik pengangkatannya sebagai Permaisuri, tapi Raja tidak mengetahuinya, sebab dia masih menyimpan kebencian yang mendalam.
Janda Selir Liu mengingat, mulanya berawal dari Putra Mahkota terdahulu, kakak Lord Xuhuan. Seorang guru yang menurunkan kebencian pada muridnya. Bukan maksud membenci Putra Mahkota tapi pikiran yang tidak baik tanpa mencari tahu kebenaran terlebih dahulu adalah sikap yang seharusnya tidak dimiliki seorang pemimpin. Padahal dia memilih kapasitas menyelidiki, tapi tidak dipergunakan dengan baik, malah meracuni pikiran seorang Pemimpin masa depan.
Dia yakin kesalahpahaman itu menyebabkan impact yang tidak main-main. Bukan hanya sebagai seorang pemimpin tapi sebagai seorang suami. Terbukti, hari ini. Seorang istri yang terbiasa tidak bertanya kapan suaminya akan mengunjungi kediamannya. Bukankah sebagai seorang ibu dan keluarga kerajaan yang mementingkan kemakmuran dan masa depan Kerajaan, harus bertindak? Raja adalah Raja, dan dia harus memiliki keturunan.
"Permaisuri!" Panggil Janda Selir Liu.
Permaisuri Bai mengangkat wajahnya. Tidak bisa menebak arah tujuan panggilan itu.
"Jika suatu saat Raja menjadi penyebab hancurnya keluargamu, apa yang akan kau lakukan?"
Pernyataan itu menciutkan hatinya. Perihal keluarga, hal paling tidak bisa dia bayangkan secara negatif. Dia mencoba bersikap santai. "Keluarga Bai selalu setia, selalu berjalan pada kebenaran. Jika sesuatu yang baik seperti itu menjadi beban Raja sehingga dia akan menghancurkannya maka dia seharusnya bukan Raja."
Kalimat yang ambigu bagi pendengaran Janda Selir Liu. Ada dua tafsir yang tersusun dalam otaknya. 'Dia seharusnya bukan Raja' adalah orang itu bukan Raja. 'Dia seharusnya bukan Raja' adalah Raja tidak harus menjadi Raja, artinya dia tidak pantas menjadi Raja. Lalu, yang manakah yang di maksud? Janda Selir Liu tidak bertanya lebih lanjut untuk memperjelas, walapun dia penasaran kemana arah jawaban atas pertanyaannya.
"Aku ingin mengajakmu melihat bunga di taman, seharusnya mereka sudah selesai. Ayo!" Ucap Janda Selir Liu.
Permaisuri Bai bangkit mengikuti Janda Selir Liu. Benar, para pekerja itu sudah selesai. Taman Istana Huāxiān terlihat berbeda, jauh lebih ramai di bandingkan sebelumnya. Keduanya duduk di kursi terbuat dari batu, tidak berbicara, hanya menikmati keindahan dan keharuman bunga.
Tidak berapa lama sejak mereka menikmati keindahan bunga di taman, datang seorang dayang dari istana dalam Harem menginformasikan adanya keributan yang terjadi di istana Timur. Janda Selir Liu menggeleng pelan, lalu dia melihat Permaisuri yang tampak santai sembari tersenyum kecil.
"Apa yang mereka ributkan!?" Tanya Permaisuri Bai.
Dayang itu menunduk seraya menjelaskan. "Mereka──" bingung menjelaskan secara detail.
"Tidak aap-apa, kau bisa bicara." Lagi, kata Permaisuri menenangkannya.
Dayang itu masih ragu tapi tetap menyampaikan informasi lengkap kepada kedua orang di depannya. "Mereka ingin melakukan protes atas keputusan Yang Mulia Janda Selir Liu perihal kunjungan Raja ke istana Róngyù."
Bukannya marah, Permaisuri menarik sudut bibirnya ke atas lalu menganggukkan kepala ringan. Melihat itu dayang dari istana dalam Harem heran. Nampaknya, Permaisuri tidak terusik dengan kehadiran para Selir Raja. Setidaknya beri mereka hukuman, kata dayang itu dalam hati. Dia menganggap, Permaisuri terlalu baik kepada para wanita-wanita istana Timur sehingga selalu terjadi masalah di Harem.
"Apa kau ingin melihat mereka?" Tanya Janda Selir Liu.
Pemikirannya sama dengan dayang tadi. Permaisuri terlalu santai menanggapi protes yang di layangkan wanita-wanita harem.
"Dayang utama istana Harem pasti sudah memikirkan hukuman yang berat. Yang Mulia, jika kita turun tangan──saya yakin mereka akan berakhir di penjara,"
Mereka setuju, tapi──
"Mereka hanya wanita yang berharap mendapatkan kasih sayang Raja, tidak perlu sampai melukai satu sama lain. Toh, protes hanya protes, tidak seperti mereka bisa mengubah keputusan Yang Mulia Janda Selir Liu." Permaisuri berusaha bijak melihat posisi para wanita istana timur.
Janda Selir Liu setuju dengan perkataan Permaisuri. "Permaisuri benar, tapi mereka melakukan protes terhadap keputusanku. Sebaiknya kita melihat keadaan, sehingga mereka bisa melakukan protes langsung di depanku."
Mau tidak mau, Permaisuri Bai mengikuti Janda Selir Liu pergi ke istana timur.
────୨ৎ────
Ramai, selir Raja berdebat di depan gerbang istana Timur. Mereka saling melempar cacian dan menarik satu sama lain. Para dayang dari istana masing-masing terpecah, ada yang ikut bergulat membela tuannya, ada juga yang tidak ingin ikut campur, memilih menarik diri──berdiri agak jauh dari kerumunan. Wanita-wanita itu tidak memikirkan konsekuensi yang akan di tanggung, mereka terlalu sibuk dengan urusan emosi sehingga buta.
Kasim yang tidak sengaja berada di tempat berlari memberitahukan masalah yang terjadi kepala Dayang urusan istana Harem. Tidak sampai 15 menit, teriakan Dayang urusan Istana Harem membuat mereka berhenti. Kondisi mereka sangat kacau. Baju yang terlihat indah, kini tidak beratur bentuknya. Belum lagi hiasan wajah dan kepala yang sudah tersingkap.
Dari jauh seorang wanita paruh baya berteriak melihat kegaduhan yang terhadi di istana dalam. "Kalian pikir ini pasar!? Apa yang kalian lakukan!"
Kaget! Salah satu dari 6 Selir berbicara. "Dayang utama, mereka membuat keributan terlebih dahulu. Wanita bermarga Shen itu berteriak menjelek-jelekkan Permaisuri. Mereka tidak terima Raja akan mengunjungi kediaman Permaisuri dan berniat menemui Janda Selir Kerajaan Liu meminta keadilan."
Wanita bermarga Shen itu melotot marah pada selir Song. "Kau jangan memfitnah! Jelas-jelas kau yang melakukan semua itu. Dayang utama, aku hanya melerai mereka." Bantahnya.
"Kalian ingin menghancurkan istana timur!?" Suara dari belakang membuat semua orang menoleh.
Mata membelalak.
Dayang utama dari istana harem menunduk sopan. "Yang Mulia Janda Selir Liu, Yang Mulia Permaisuri!"
Dengan cepat mereka menunduk bahkan para dayang berlutut.
────୨ৎ────
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!