Cinta Diantara Gas Dan Debu
1 - pertemuan yang tak terduga
(Malam itu, bulan bersinar terang di langit desa. Darel menuntun motornya yang mogok di jalan berbatu, jaket kulitnya penuh debu, dan wajahnya terlihat kesal. Ia tidak menyangka motornya akan mati di desa kecil yang bahkan sinyal pun sulit didapat.)
Darel
(Mengusap leher, mendengus kesal.)
Sial, kenapa mogok di tempat kayak gini?
(Dari kejauhan, seorang gadis desa berjalan mendekat. Ayra, gadis berusia 20 tahun, mengenakan dress sederhana dengan rambut panjang tergerai. Wajahnya polos tapi memiliki pesona alami. Ia menatap Darel dengan rasa ingin tahu.)
Ayra
(Berdiri di depan pagar rumahnya, melipat tangan di dada.)
Kakaknya orang kota, ya? Nyasar sampai ke desa ini?
Darel
(Mendongak, mengernyit melihat Ayra.)
Bukan nyasar. Motor gue mogok.
Ayra
(Menatap motor besar Darel dengan heran.) "Motor sebesar ini mogok di desa kecil kami? Wah, kasihan juga. Mau minta tolong Pak Basir? Dia satu-satunya montir di sini."
Darel
(Mencoba menyalakan motor, tapi tetap gagal.) "Bengkel masih buka?"
Ayra
(Tersenyum kecil, menggeleng.) "Udah tutup. Kalau Kakak mau, bisa nginap dulu di rumah Bu RT. Biasanya orang asing yang nyasar ke sini suka ditampung."
Darel
(Menatap Ayra sebentar, lalu mengulurkan tangan.) "Nama gue Darel."
Ayra
(Melihat tangan Darel sejenak, lalu tersenyum dan menjabat.) "Aku Ayra. Selamat datang di desa kami, Kak Darel."
(Ayra kemudian mengajak Darel ke rumahnya sebelum ke rumah Bu RT. Sesampainya di rumah, keluarganya terkejut melihat pria asing di depan pintu.)
keluarga ayra (Di dalam rumah Ayra, ruang tamu sederhana dengan aroma teh hangat tercium di udara.)
ibu ayra (ibu Lina)
(Menatap Darel dari ujung kepala sampai kaki, curiga.) "Ayra, siapa ini?"
Ayra
(Menaruh tangan di pinggang, santai.) "Ini Kak Darel, Bu. Motornya mogok. Aku cuma ngajak dia duduk sebentar biar nggak kedinginan di luar."
ibu ayra (ibu Lina)
(Menyipitkan mata, melihat jaket kulit dan tato di lengan Darel.) "Hmmm... orang kota, ya?"
Darel
(Tersenyum tipis, mencoba sopan.) "Iya, Bu. Saya nggak bermaksud bikin repot."
Ayah ayra (pak surya)
(Duduk di kursi kayu, menyesap kopi, lalu menatap Darel tajam.) "Kamu geng motor?"
Darel
(Tertawa kecil, sedikit terkejut.) "Kok Bapak bisa tahu?"
Ayah ayra (pak surya)
(Mengangkat alis.) "Dari jaket kulit sama tatonya. Saya dulu juga suka motor."
Ayra
(Kaget, menatap ayahnya.) "Hah?! Ayah pernah suka motor?"
Ayah ayra (pak surya)
(Tersenyum penuh arti, menyesap kopi lagi.) "Banyak hal yang kamu belum tahu, Nak."
(Darel menatap Pak Surya dengan rasa penasaran, sementara Bu Lina masih memandangi Darel dengan curiga.)
ibu ayra (ibu Lina)
(Berbisik pada Ayra.) "Jangan dekat-dekat sama anak geng motor. Ibu nggak suka."
Ayra
(Cemberut, berbisik balik.) "Bu, dia cuma numpang duduk sebentar, kok."
(Suasana sedikit canggung, sampai akhirnya Pak Surya berbicara lagi.)
Ayah ayra (pak surya)
(Menatap Darel.) "Kalau motormu mogok, kamu mau nginap di mana?"
Darel
(Mengangkat bahu.) "Kata Ayra, ada rumah Bu RT yang bisa nampung orang asing."
Ayah ayra (pak surya)
(Mengangguk.) "Betul. Tapi kalau kamu butuh tempat sementara, bisa tidur di bale-bale belakang rumah kami. Desa ini aman, nggak ada yang bakal ganggu."
Darel
(Sedikit terkejut, tapi tersenyum kecil.) "Terima kasih, Pak."
(Sementara itu, di kota, teman-teman Darel mulai menyadari kalau Darel menghilang.)
Teman-Teman Darel di Geng Motor "Black Thunder" (Adegan berpindah ke kota, di sebuah bengkel milik geng motor.)
Raka (Sahabat Darel, 29 tahun, mekanik handal)
Raka
(Memegang kunci pas, menatap layar HP.) "Darel masih nggak ada kabar? Tumben, biasanya kalau hilang pasti karena ngejar cewek."
Jodi (Anggota geng, 27 tahun, suka bercanda)
Jodi
(Tertawa.) "Jangan-jangan dia kena jebakan cinta di desa sana!"
Nando (Wakil pemimpin geng, 30 tahun, lebih serius)
Nando
(Menyeringai.) "Kalau dia sampai jatuh cinta sama anak desa, wah… bakal seru nih."
Raka
(Menggeleng sambil tertawa.) "Gue sih nggak nyangka. Darel yang bad boy bisa kejebak di desa."
Nando
(Menghela napas, serius.) "Kalau dia nggak balik dalam dua hari, kita cari dia."
(Mereka tak tahu, Darel bukan sekadar ‘nyasar’ ke desa, tapi sedang melarikan diri dari masa lalu yang memburunya. Dan di desa itu, ia akan menemukan sesuatu yang lebih berbahaya daripada geng saingannya—perasaan yang tidak pernah ia duga.)
2 - bayangan masa lalu
(Malam mulai larut di desa. Darel duduk di bale-bale belakang rumah Ayra, menatap langit yang dipenuhi bintang. Suara jangkrik dan angin malam mengisi keheningan. Ia menarik napas panjang, pikirannya masih sibuk dengan masalah yang ia tinggalkan di kota.)
(Sementara itu, Ayra keluar dari rumah dengan membawa segelas teh hangat. Ia melihat Darel yang termenung, lalu berjalan mendekat.)
Ayra
(Meletakkan teh di samping Darel.) "Kak Darel, masih belum tidur?"
Darel
(Melirik Ayra, lalu kembali menatap langit.) "Belum ngantuk. Di sini suasananya terlalu tenang."
Ayra
(Tertawa kecil, ikut duduk di samping Darel.) "Mungkin Kakak belum terbiasa. Biasanya dengar suara klakson dan bising kota, kan?"
Darel
(Tersenyum tipis.) "Bener banget. Gue terbiasa hidup di tengah kebisingan. Tapi kadang, tenang kayak gini juga nggak buruk."
Ayra
(Menyeruput tehnya, menatap Darel dengan rasa ingin tahu.) "Kak Darel, aku boleh tanya sesuatu?"
Darel
(Menyenderkan punggung ke tiang kayu, menatap Ayra.) "Tanya apa?"
Ayra
(Berhati-hati memilih kata-kata.) "Kenapa Kakak bisa sampai ke desa ini? Maksudku... apa Kakak memang sengaja datang, atau ada sesuatu yang Kakak hindari?"
(Darel terdiam. Matanya menatap kosong ke depan. Ayra bisa melihat ada sesuatu yang berat di dalam diri pria itu.)
Darel
(Menghela napas panjang.) "Gue... kabur."
Ayra
(Mengernyit.) "Kabur? Dari siapa?"
Darel
(Tertawa hambar.) "Dari hidup gue sendiri."
Ayra
(Terdiam sejenak, lalu berbicara hati-hati.) "Kalau kabur, berarti ada sesuatu yang Kakak hindari. Apa itu masalah yang besar?"
Darel
(Menghela napas, menatap Ayra dengan mata yang sulit dibaca.) "Ceritanya panjang, Ayra. Dan gue nggak yakin lo perlu tahu."
Ayra
(Tersenyum kecil.) "Aku nggak maksa, kok. Tapi kalau Kakak butuh tempat buat cerita, aku ada di sini."
(Sebelum Darel sempat membalas, suara gemuruh motor terdengar dari kejauhan. Dua motor besar melaju di jalanan desa, debu berterbangan. Ayra menoleh, sementara Darel langsung berdiri, wajahnya berubah serius.)
(Dua pria turun dari motor. Mereka berpenampilan kasar—salah satunya berambut gondrong dengan jaket kulit, yang lain bertubuh kekar dengan tato di leher. Mereka menatap Darel dengan mata tajam.)
Pria 1
(Menyeringai dingin.) "Darel! Lo pikir bisa kabur dari kita?"
Pria 2
(Tertawa kecil.) "Udah dua minggu lo ngilang, bos kita marah besar."
Ayra
(Bingung, berbisik.) "Kak Darel, mereka siapa?"
Darel
(Matanya tajam, suaranya dingin.) "Masalah lama gue."
Pria 1
(Melangkah maju, menatap Darel dengan tatapan mengancam.) "Bos ngasih lo waktu buat balikin barang itu, tapi lo malah ngilang. Kita capek nyari lo ke mana-mana."
Ayra
(Memandang Darel, bingung.) "Barang? Kak Darel, maksud mereka apa?"
Darel
(Tidak menjawab, tetap fokus pada kedua pria itu.) "Gue nggak punya barang itu lagi."
Pria 2
(Mendecak, menatap Ayra dengan tatapan licik.) "Manis juga. Pacar baru lo, Dar?"
Ayra
(Mundur selangkah, merasa tak nyaman.) "Jangan lihat aku kayak gitu."
Darel
(Matanya berubah tajam, suaranya dingin.) "Jangan bawa dia ke dalam urusan kita."
Pria 1
(Menyeringai.) "Kalau lo nggak mau dia kena masalah, mending lo ikut kita sekarang."
(Ayra menatap Darel dengan khawatir. Ia tidak tahu siapa pria-pria ini, tapi jelas mereka bukan orang baik. Darel mengepalkan tangan, pikirannya berputar cepat.)
(Sebelum ada yang bisa bergerak, tiba-tiba suara berat terdengar dari belakang.)
Ayah ayra (pak surya)
(Dengan nada tegas.) "Ada apa ini?"
(Semua menoleh. Pak Surya berdiri di depan pintu rumah dengan wajah serius, sementara Bu Lina berdiri di belakangnya dengan wajah cemas.)
Ayra
(Cepat-cepat menjelaskan.) "Mereka nyari Kak Darel, Yah."
Ayah ayra (pak surya)
(Menatap kedua pria itu dengan tajam.) "Desa ini bukan tempat buat orang yang suka bikin keributan."
Pria 1
(Tertawa kecil.) "Tenang, Pak Tua. Kami cuma jemput teman kami yang tersesat."
Darel
(Menghela napas, menatap kedua pria itu dengan tatapan penuh arti.) "Gue bakal balik, tapi bukan sekarang."
Pria 2
(Menatap Darel curiga, lalu tersenyum licik.) "Oke, sampai besok. Tapi kalau lo nggak balik, jangan salahin kita kalau tempat ini jadi berantakan."
(Setelah itu, kedua pria itu pergi, meninggalkan keheningan yang mencekam.)
Ayra
(Menatap Darel, suaranya pelan.) "Kak Darel... sebenarnya apa yang terjadi?"
Darel
(Menghela napas panjang, menatap Ayra dengan mata penuh beban.) "Gue harap lo nggak perlu tahu, Ayra. Karena kalau lo tahu... lo bakal ikut dalam bahaya."
(Ayra merasakan dadanya berdebar. Ia tahu, sejak pertemuan ini, hidupnya tak akan lagi sama.)
3 - Rahasia yang Tersembunyi
(Pagi di desa begitu tenang. Matahari mulai muncul di ufuk timur, sinar keemasannya menembus dedaunan, menciptakan suasana damai. Namun, bagi Darel, kedamaian itu terasa seperti ilusi.)
(Ia duduk di bale-bale belakang rumah Ayra, menatap jauh ke hamparan sawah. Pikirannya masih tertuju pada ancaman tadi malam.)
Darel
(Bicara pada diri sendiri, menghela napas panjang.) "Sial, mereka benar-benar nemuin gue di sini..."
(Langkah kaki terdengar dari belakang. Ayra muncul, membawa dua gelas teh hangat. Ia duduk di samping Darel, menyerahkan satu gelas padanya.)
Ayra
(Lembut.) "Kakak nggak tidur semalaman?"
Darel
(Menerima teh, menyesapnya sedikit.) "Kayaknya nggak bisa tidur nyenyak kalau ada yang nyari gue."
Ayra
(Menatap Darel penuh perhatian.) "Mereka... siapa, Kak? Dan barang apa yang mereka cari?"
(Darel terdiam. Matanya menerawang, seperti sedang menimbang apakah ia harus bercerita atau tidak.)
Darel
(Akhirnya berbicara, suaranya rendah.) "Gue dulu bagian dari geng motor di kota. Geng yang cukup ditakuti."
Ayra
(Menelan ludah, mendengarkan dengan saksama.) "Lalu?"
Darel
(Menatap Ayra, matanya serius.) "Suatu hari, bos gue nyuruh gue nganterin sesuatu. Sebuah paket yang katanya cuma dokumen biasa."
Ayra
(Bertanya hati-hati.) "Tapi ternyata?"
Darel
(Menghela napas, menatap langit.) "Itu bukan sekadar dokumen. Di dalamnya ada sesuatu yang berharga... mungkin terlalu berharga sampai ada yang mau membunuh buat mendapatkannya."
Ayra
(Terkejut.) "Apa isinya?"
Darel
(Menggeleng.) "Gue sendiri nggak pernah tahu. Gue cuma tahu kalau sejak gue gagal mengantarkan paket itu, hidup gue berubah. Gue dikejar-kejar, dan sekarang mereka ada di sini."
(Suasana menjadi hening. Angin sepoi-sepoi bertiup, menerbangkan beberapa helai rambut Ayra.)
Ayra
(Dengan suara pelan.) "Jadi... mereka akan terus nyari Kakak?"
Darel
(Mengangguk.) "Dan mungkin nggak cuma gue yang dalam bahaya. Mereka bisa aja nyakitin orang-orang di sekitar gue."
(Ayra merasakan bulu kuduknya meremang. Namun, alih-alih takut, ia justru merasa iba pada Darel.)
Ayra
(Tersenyum kecil, mencoba menguatkan.) "Kalau Kakak butuh bantuan, aku dan keluargaku ada di sini."
Darel
(Menatap Ayra, sedikit terkejut.) "Lo nggak takut?"
Ayra
(Tertawa kecil.) "Jujur, sedikit. Tapi Kakak terlihat seperti orang baik yang hanya terjebak dalam situasi buruk."
(Darel terdiam. Hatinya terasa hangat, sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan.)
[Di Kota - Geng Black Thunder]
(Sementara itu, di kota, Raka, Nando, dan Jodi sedang membahas Darel di sebuah bengkel milik geng mereka.)
Raka
(Menyesap kopinya, menatap Nando dengan serius.) "Jadi kita bakal ke desa itu?"
Nando
(Mengangguk.) "Darel dalam masalah. Gue yakin bos si brengsek itu nggak akan tinggal diam."
Jodi
(Mengelus dagunya, bergumam.) "Gue penasaran sih, gimana bisa Darel betah di desa? Biasanya dia nggak tahan sehari tanpa ke bar atau kebut-kebutan."
Raka
(Menyeringai.) "Mungkin ada sesuatu—atau seseorang—yang bikin dia tetap di sana."
(Nando mengangkat alis, lalu tersenyum kecil.)
Nando
"Kalau memang begitu, kita harus lebih cepat ke sana sebelum semuanya terlambat."
Di Desa - Kedekatan yang Mulai Terjalin
(Hari itu, Ayra menemani Darel berkeliling desa. Mereka berjalan melewati sawah, pasar kecil, dan sungai di tepi desa. Darel mulai merasa lebih nyaman, meskipun pikirannya masih dibayangi oleh ancaman.)
Ayra
(Melihat Darel yang tampak lebih rileks.) "Kakak kelihatan lebih tenang sekarang."
Darel
(Tersenyum tipis.) "Mungkin karena suasana di sini beda sama di kota. Nggak ada suara klakson, nggak ada orang yang teriak-teriak, dan yang paling penting..."
Ayra
(Miringkan kepala, penasaran.) "Apa?"
Darel
(Menatap Ayra dengan mata teduh.) "Ada lo di sini."
(Ayra terkejut, wajahnya memerah. Ia tidak menyangka Darel bisa mengatakannya dengan begitu santai.)
Ayra
(Berusaha menyembunyikan wajah merahnya.) "Halah, Kakak ini bisa aja."
Darel
(Tertawa kecil, merasa sedikit terhibur melihat reaksi Ayra.) "Serius. Gue udah lama nggak ngerasa setenang ini."
(Mereka berjalan berdampingan, menikmati angin sore yang sejuk. Namun, kebahagiaan kecil ini tidak bertahan lama.)
Ancaman yang Semakin Dekat
(Di tepi desa, dua pria yang tadi malam mendatangi Darel kini sedang berbicara dengan seseorang lewat telepon.)
Pria 1
(Dengan nada serius.) "Bos, dia masih di sini."
(Suara di ujung telepon terdengar berat dan penuh amarah.)
Boss
(Dingin.) "Kalau dia nggak balik sampai malam ini, buat dia menderita."
Pria 2
(Menyeringai, melirik rumah Ayra dari kejauhan.) "Gimana kalau kita kasih peringatan kecil?"
(Bos terdiam sebentar, lalu menjawab singkat.)
(Pria-pria itu saling tersenyum penuh arti. Mereka bersiap menjalankan perintah—dan kali ini, bukan hanya Darel yang akan jadi sasaran.)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!