Ruang make up pengantin wanita.
Suasana hari ini begitu syahdu, seorang gadis cantik sedang menggenakan anting mengkilau yang panjang sambil memandang ke cermin besar, lengkap dengan kebaya putih yang mengiringi keindahan tubuh ramping dan seksinya.
Wanita itu bercermin melihat paras cantiknya. Ia menghela napas panjang, lalu tersenyum lebar ketika dia melihat bayangan pria tampan ada di cermin, dia sosok calon pendamping.
"Ish, kenapa kamu mengangetkan aku," ucap Jingga sambil mendongak kepalanya keatas.
"Sengaja aku datang keruangan make up calon mempelai wanitaku ini untuk melihat kecantikan kamu, sayang,"ucap Ruben sambil menunduk kearah bawah lalu mengecup mesra calon istrinya.
Ciuman yang memabukkan itu harus berhenti ketika para stylist datang keruangan tersebut dengan berdehem, di susul dengan adik Jingga yang juga ikut berdehem ria.
"Ehem! Ya ampun sudah pada nggak sabar banget ya buat malam pertama, tapi nggak waktu sekarang gini dong," cecar Melati.
"Ih, jangan ya dek! kurang sopan begitu sama kakak cantikmu ini," ujar Jingga dengan terkekeh.
Melati menatap tajam."Iya-iya deh! tapi sekarang kakak ipar harus pergi dulu dari sini. Ini ruang make up untuk mempelai wanita," usir Melati dengan mendorong punggung Ruben.
"Oke, adik ipar. Aku pamit ya," pamit Ruben sambil melangkah pergi.
****
Tiga puluh menit kemudian,
Ruben semakin ketar-ketir menunggu calon istrinya yang belum juga selesai didandani, hingga derap langkah kaki itu membuat Ruben tercengang seketika ketika melihat calon istrinya begitu mempesona dengan penampilan kebaya putih yang membalut tubuh rampingnya, menambah aura keanggunan yang begitu memikat sehingga mata Ruben membulat sempurna.
Sekejap mata suasana saat itu menjadi hening karena sosok calon pengantin sudah tiba dan Ijab kabul pun segera dimulai, setelah Jingga duduk disebelah Ruben diiringi oleh Melati yang menutupi kedua mempelai dengan kain putih diatas kepala kedua mempelai.
Dengan suara lembut itu, penghulu mulai melantunkan akad pernikahan dan Ruben pun segera menjabat tangan penghulu diatas meja, lalu penghulu itu mulai berkata-kata dan Ruben pun dengan lantang untuk menjawab.
"Saya terima nikah dan kawinnya jingga Purwati binti Handoko dengan emas seberat sepuluh gram dan seperangkat alat sholat, dibayar tunai," ucap Ruben dengan suara lantang.
"Bagaimana saksi?" tanya Penghulu dengan melirik kanan-kiri kepada kedua saksi.
"SAH!"
Tak banyak tamu yang diundang, tapi hanya saksi, penghulu, dan kedua mempelai pun mulai berdoa kepada yang mahakuasa meminta restu untuk pernikahan mereka yang hanya pernikahan sirih.
Setelah semua doa- doa yang dikumandangkan, Jingga dan Ruben pun mulai saling pandang, lalu Ruben membuka kotak kecil berisi cincin berlian yang saat ini disematkan kejemari lentik jingga, begitu juga dengan Jingga yang segera menyematkan cincin simbol cinta mereka kejemari manis Ruben.
Mereka saling lempar senyuman manis, Jingga pun segera menyalimi tangan Ruben yang kini sudah sah menjadi suami sirihnya.
Cinta yang tulus dari Ruben yang tak pernah pasang bulu, begitu juga dengan Jingga yang mencintai Ruben bukan dari segi materi, tapi juga ketulusan Ruben menerima dirinya yang sederhana dan apa adanya.
"Akhirnya, cinta kita berdua bisa dipersatukan oleh ikatan pernikahan ini juga meskipun pernikahan ini hanya sirih dan bukan secara resmi, tetapi aku berjanji akan bekerja keras untuk menaklukan hati mertua, supaya suatu hari kita berdua akan dipersatukan oleh ikatan pernikahan yang resmi," gumam Jingga dalam hatinya.
Jingga pun kembali mengingat rentetan peristiwa saat dirinya bertemu pertama kali dengan Ruben Karindra.
Flashback on
Panti Asuhan Rembulan Kasih.
Para anak yatim sedang berlari kian kemari untuk mengejar bola sepak yang mereka incar untuk ditendang kedalam gawang sedangkan Bu Seruni dan Pak Galih sedang duduk diteras halaman memperhatikan anak-anak panti, senyuman mereka mengembang ketika kendaraan beroda empat itu berhenti dihalaman mereka.
Seorang pria tampan mengayunkan kakinya turun dari mobil hitam yang mewah, membuka kaca mata hitamnya, lalu tersenyum lebar kearah kedua pengurus panti asuhan.
Tak lama kemudian, sang supir terkesiap membuka bagasi mobil, menurunkan sekantong besar paper bag berisi makanan dan perlengkapan alat tulis untuk dibagikan.
"Selamat datang dipanti asuhan Rembulan Kasih," ucap Bu Seruni sambil tersenyum hangat.
"Daddy saya donasi terbesar disini tidak bisa hadir, maka saya akan mewakilkan, perkenalan nama saya Ruben Karindra," ucap Ruben sambil mengulurkan tangannya.
"Senang bertemu dengan anak pak Bram," ucap Bu Seruni sambil melipat tangan dan mengulum senyum lagi.
"Saya juga senang melihat kamu disini, perkenalkan saya suami Bu Seruni nama saya Galih Handoko," ucap Galih sambil mengambil alih menjabat tangan Ruben.
"Kedatangan saya kesini untuk memberikan sebuah bantuan berupa perlengkapan alat tulis dan juga sekotak makanan untuk anak-anak disini serta sejumlah uang bulanan titipan dari Daddy saya," ucap Ruben sambil mengeluarkan amplop cokelat yang tebal.
"Terima kasih banyak, nak. Tolong sampaikan juga kepada pak Bram bahwa kami sangat berterima kasih atas sumbangan yang diberikan ini," ucap Bu Seruni.
Ketika mereka sedang berbincang panjang lebar, seorang wanita berparas sangat cantik lewat untuk berpamitan dengan kedua orang tua angkat yang selama ini membesarkannya.
"Bunda, Ayah, aku pamit dulu ya mengantarkan pesanan kue-kue basah ini," ucap Jingga sambil menyalimi kedua orangtua angkatnya.
"Ya, nak. Hati-hati dijalan ya. Jangan ngebut bawa motornya," ucap Bu Seruni.
"Ya, bunda," ucap Jingga sambil tersenyum.
Ruben yang menatap rupa gadis itu tanpa berkedip, sejak tadi mencuri pandang, matanya memperhatikan gadis cantik itu tanpa henti, ternyata dibuatnya terpesona pada pandangan pertama oleh paras cantiknya. Dia pun langsung menanyakan siapa gadis tersebut kepada Bu Seruni dan Pak Galih.
Sejak hari itu, Ruben sama sekali tak bisa berhenti memikirkan gadis cantik tersebut. Hampir setiap hari Ruben mencari alesan untuk datang ketempat panti tersebut, bahkan sering sekali Ruben menawarkan dirinya untuk mengantarkan Jingga berjualan keliling. Namun Jingga selalu menolak Ruben.
Hingga suatu hari Jingga diganggu oleh para preman yang tidak mau membayar kue-kue basah yang mereka makan.
"Bayar atau aku teriak," ucap Jingga.
"Coba saja teriak kalau berani, "ucap salah satu preman.
Jingga pun dengan lantang berteriak sangat kencang, namun tak ada satu pun yang berani untuk menopang Jingga kecuali Ruben yang selalu menjadi stalker untuk jingga
Ruben pun terkesiap membantai habis para preman dengan jurus-jurus sakti ilmu dari belajar bela diri karate, sehingga sekali tepuk, para preman tersebut lunglai ketanah yang berbatu.
Sejak saat itu, Ruben dan Jingga semakin dekat hingga mereka pun menjalin hubungan tanpa restu dari kedua orangtua Ruben yang menentang hubungan mereka.
Flashback off
TBC.
(To Be Continued)
Tinggalkan jejak kalian berupa like, vote, dan subscribe ya. Terima kasih.
Satu bulan kemudian,
...BREAKING NEWS...
...Pembunuhan sadis terjadi di kawasan Kalijati Tritunggal. Seorang ibu paruh baya pagi ini dinyatakan meninggal dunia akibat tertusuk pisau belati karena menolong seorang anak gadis muda yang di kejar oleh gerombolan para preman. Sampai saat ini pelaku pembunuhan belum bisa tertangkap karena kurangnya bukti....
"Nonton apa sih, Dad?" tanya Kiara sang anak sambil menjatuhkan diri di sofa.
"Oh, ini ada breaking news mengenai ibu yang menolong seorang anak muda sampai ibu itu meninggal dunia," ucap Bramantyo sambil menyeruput kopi hitam.
"Memang di kawasan mana, Dad?" tanya Kiara.
"Tadi sih di kawasan Kalijati Tritunggal," ucap Daddy Bramantyo.
"Loh, kawasan itu kan yang mau Mommy datangi juga untuk arisan bersama teman-teman sebaya-Nya," ucap Kiara.
"Masa sih? tadi Mommy nggak izin sama Daddy kalau mau arisan," ucap Daddy Bramantyo.
"Hmmm, mungkin Mommy lupa minta izin sama Daddy," ucap Kiara.
Bramantyo jadi semakin takut, jika istri kesayangannya benar-benar pergi ke kawasan tersebut. Namun Bramantyo hanya bisa mengelus dada sambil menggelengkan kepalanya. Dia berharap semua itu hanya praduganya saja.
Tiba-tiba saja,
Sekeping hati pria paruh baya itu hancur seketika, ketika ia menerima dering ponsel yang mengabari bahwa istrinya adalah korban dari salah satu pembunuhan berita tersebut.
Tubuhnya lunglai, jatuh terduduk ke lantai dingin seketika karena tidak mampu menerima kenyataan pahit yang baru saja dia dengarkan melalui ponsel pintarnya, secangkir kopinya pun ikut terlepas, menghantam lantai dan pecah berkeping-keping seperti hatinya.
"Daddy kenapa? siapa yang barusan mengirimi pesan," tanya Kiara dengan nada penuh kepanikan.
"I-ini nggak mungkin kemarin baru saja kita bersama kenapa semua ini harus terjadi," lirih Bramantyo.
"Ada apa sih sebenernya, Dad?" tanya Kiara yang semakin penasaran.
"Mo-mommy kamu ternyata yang ada di sana,"ucap Bramantyo dengan menatap layar ponsel.
"Aku nggak percaya semua berita ini." Kiara merebut ponsel pintar itu dengan mata membulat.
"Tadi barusan juga Daddy dapat kabar dari rumah sakit kalau Mommy kamu adalah korban pembunuhan yang ada di breaking news hari ini," ucap Daddy Bramantyo.
Sontak Kiara terperanjat dari sofa berwarna hitam itu, ia merasa dunianya sudah runtuh seketika mendengar informasi dari Daddy Bram bahwa Mommy Jesy kini sudah tewas.
"Dad, aku mau hubungi kakak dulu. Dia harus menyusul kita ke rumah sakit," ucap Kiara.
"Oke, Daddy tunggu kamu di mobil ya," ucap Bramantyo.
Beberapa menit kemudian,
Kiara dan Daddy Bramantyo sudah berada di perjalanan menuju rumah sakit. Terbesit dalam pikiran mereka masing-masing berupa sekeping kenangan indah bersama Mommy Jesy, di mana Mommy Jesy saat ini sedang menikmati hiruk-pikuk sebuah taman yang sangat indah dengan banyak bunga matahari yang menambah keasrian dalam taman tersebut.
"Mom, taman bunga ini sangat indah. Aku sudah sekali taman ini," ucap Kiara.
"Iya, mom juga sangat menyukai taman ini karena di taman ini ada bunga matahari yang Mommy sangat sukai," ucap Mom Jesy.
"Iya, Kiara juga suka bunga matahari," ucap Kiara.
"Kalian para wanita kenapa suka sekali dengan taman bunga?" tanya Daddy Bramantyo.
"Iya, begitulah Dad. Para wanita itu sangat sulit sekali untuk di mengerti, mereka itu selalu ingin yang indah di mata saja," ucap Ruben Karindra.
"Kenapa Kak Ben berbicara seperti itu? pasti lagi putus cinta lagi ya?" tanya Kiara
"Enak saja, aku ini tidak pernah patah hati hanya karena masalah percintaan," Pungkas Ruben.
"Sudah, kalian semua jangan ribut seperti ini. Mommy sangat tidak suka kalian itu ribut. Ingat kalian itu adik-kakak jadi kalian berdua ini harus saling menjaga satu sama lain serta mendukung," ucap Mom Jesy.
"Maaf, Mommy. Kami berdua janji tidak akan pernah lagi ribut," ucap Kiara.
Ingatan itu menjadi kilasan terindah yang kiara dapatkan seolah itu adalah pesan terakhir yang di sampaikan oleh Mom Jesy kepada putri bungsu yang Mom Jesy manjakan, berbeda dengan putranya yang mandiri dan tak ingin di manja.
Putra satu-satunya ini selalu bersikap dingin kepada sang Mommy karena Mom Jessy selalu bersikap yang tidak adil pada dirinya dan Kiara karena mom Jesi suka sekali membandingkan anak bungsu yang selalu menurutinya dari pada Ruben yang selalu saja sulit di atur dan menentang keinginan sang Mommy untuk menjodohkan dirinya dengan anak temannya.
Kilasan demi kilasan terlintas di sepanjang perjalanan mereka, harum biru merekah saat moment kebahagian berkumpul dengan keluarga, kini hilang di makan oleh waktu.
Hanya ada derai air mata di setiap kepingan kenangan bersama Mom Jesy bersama keluarganya.
Sesampainya Kiara dan Bramantyo.
Mereka melangkahkan kaki dengan cepat menuju ke arah ruangan jenazah yang masih tertutup oleh kain berbalut kafan berwarna putih.
"Mom, bangun! kenapa Mommy Jesy tega meninggalkan aku seorang diri seperti ini?" ucap Kiara dengan mengguncang kuat bahu jenazah.
"Sudah, nak! ikhlaskan saja Mommy! Dia sudah tenang disana," ucap Bramantyo berusaha menenangkan anaknya.
"Iya, Dad. Tapi kemana Kak Ruben? Kenapa dia belum datang juga?" tanya Kiara.
"Daddy tidak tahu, mungkin saja Kakak kamu itu sedang ada di perjalanan menuju ke sini, kita tunggu saja," ucap Daddy Bramantyo.
"Apa Kak Ruben masih membenci Mommy, Dad? dia sama sekali tidak terlihat batang hidungnya," ucap Kiara.
"Kamu itu harusnya berpikir positif tentang Kak Ruben. Dia pasti dalam perjalanan menuju ke sini," ucap Bramantyo.
"Kak Ruben pasti tidak akan datang, dia masih iri karena aku yang di sayang ma Mommy," ucap Kiara.
"Jaga bicara kamu, Kiara! Mommy kamu juga sayang juga sama Kak Ruben hanya saja Mommy kamu itu terlalu gengsi untuk bisa mengakuinya," ucap Bramantyo.
Tiba-tiba suara lain menyela dari arah belakang," Sudah, Dad. Jangan marahin Kiara seperti itu, dia benar aku iri padanya yang lebih di sayangin Mommy di bandingkan aku. Tapi aku tidak pernah membenci Mommy," ucap Ruben.
"Kak Ruben? sejak kapan Kakak di sini?" tanya Kiara.
Ruben menatap Kiara dengan sorotan mata elang."Sejak kamu membicarakan kakak terus.
Kiara pun menunduk, merasa sangat bersalah."Maaf kak, aku hanya bicara apa adanya saja."
Ruben menghela napas," Aku memang iri, mommy selalu memanjakan kamu, tapi bukan berarti aku membencinya."
Bramantyo menatap kedua anaknya dengan serius."Kiara, Ruben! tolong kalian hormati mendiang Mommy Jesi, jadi jangan ribut seperti itu!"
"Maafkan kami Dad, kami tidak akan ulangi lagi," serentak bibir mereka kelu.
TBC
(To Be Continued)
Tinggalkan jejak kalian berupa like, vote, dan subscribe ya. Terima kasih.
Pemakaman Lembayung Garden.
Langit meneteskan air mata yang jatuh kebumi, mengiringi kepergian Jesi Karindra yang menyesakkan dada bagi keluarga mereka.
Acara berkabung keluarga Kalindra sangat dramatis, semua yang hadir di sana memakai baju hitam lengkap dengan payung hitam, seolah langit pun menjadi saksi bisu atas kepergian Jesi yang mendadak.
Di depan nisan Almarhum Jesi, semua keluarga Kalindra berdiri tegak dalam balutan air mata yang mendalam.
Begitu juga dengan Jingga yang datang dan berdiri disamping Ruben. Namun Bram menarik lengan Jingga dengan kasar untuk berbicara empat mata sehingga jauh dari kerumunan.
"Anak miskin, ngapain kamu ada disini? Saya sudah berapa kali bilang kepada kamu untuk menjauhi Ruben. Kamu tidak selevel dengan keluarga kami. Pergi dan jangan pernah cari perhatian Ruben dengan cara seperti ini!" geram Bram sambil mendorong keras tubuh Jingga.
Ruben terkesiap menghampiri mereka dan menggelengkan kepala."Daddy ini kita lagi berkabung kenapa selalu kasar pada Jingga."
"Sudahlah, suruh gadis ini pergi dari sini. Daddy tidak mau melihatnya," ucap Bram.
Ruben pun akhirnya menarik lengan Jingga dengan lembut dan berbisik pada Jingga untuk mengerti kondisi keluarganya sehingga Jingga pun terpaksa menuruti keinginan Ruben untuk pergi dari sana.
*****
Setelah kepergian Jingga dari acara pemakaman tersebut. Acara kembali di teruskan dengan doa-doa yang dipanjatkan oleh pak ustad.
Kiara tak henti untuk menyeka air mata yang mengalir deras dipipinya." Aku tak pernah mengira kepergian mommy bisa secepat ini. Aku masih butuh mommy."
Ruben merangkul adiknya,"Kiara, masih ada Kakak yang akan selalu menjaga dan menemani kamu, jadi jangan pernah merasa sebatang kara seperti itu."
Kiara pun hanya bisa menundukkan kepalanya, menelan ludah, dan mencoba untuk menahan laju air mata yang mengalir deras."Iya, kak. Kiara tahu ..." suaranya bergetar hebat nyaris tenggelam dalam Isak tangisnya." Tapi kehilangan Mommy adalah hal yang paling menyakitkan untuk Kiara."
"Kakak mengerti apa yang kamu rasakan kakak dan Daddy juga rasakan bahwa kehilangan orang yang terkasih memang sangatlah berat, tapi kita harus ikhlaskan kepergian mommy suapaya mommy bisa tenang di alam sana," lirih Ruben.
"Iya, Kak."
Sementara mereka berpelukan erat, Bram merasa juga ikut sesak melihat istri yang dicintai bisa pergi begitu saja.
"Aku tak habis pikir lagi kenapa Jesi begitu bodoh dan ceroboh, dia lebih mementingkan menolong orang lain dibandingkan dirinya sendiri. Aku harus cari tahu siapa yang dia tolong. Aku akan buat dia menderita sama seperti aku menderita harus kehilangan istri sebaik kamu,"gumam Bram dalam hatinya.
Bram pun menjauh dari kerumunan untuk menghubungi anak buah.
"Apa kalian sudah berhasil menemukan siapa orang yang ditolong istri saya?" tanya Bram.
"Kami sudah menemukan dan kami akan kirim data diri gadis tersebut, " ucap anak buah.
"Bagus, segera kirim ke email saya dan saya akan transfer sejumlah uang yang banyak untuk penyelidikan kalian," ucap Bram
"Baik, bos. Terima kasih," ucap anak buah.
Penyelidik itu segera mengirimkan laporan data diri gadis yang ditolong oleh mendiang istrinya dan dengan gerakan cepat Bram membuka ponsel pintar itu dengan sekali usap.
Mata Bram membulat sempurna ketika dia melihat foto gadis yang bernama Jingga Purwati, lengkap dengan data diri yang menjelaskan bahwa dia gadis panti asuhan.
"Gadis miskin, kampungan ini rupanya yang membuat saya harus terpisah dari Jesi untuk selamanya, kurang ajar!! untung saja saya tak pernah menyetujui hubungan dia dengan Ruben, saya akan buat perhitungan nanti," gumam Bram sambil mengepalkan kedua tangannya.
Ruben dengan mata elang yang dari kejauhan memperhatikan gerak tubuh sang Daddy dan Ruben hanya bisa menggelengkan kepala dan berkata dalam hatinya," sepertinya Daddy sedang menahan amarah, tapi siapa orang yang yang barusan menghubungi Daddy. Apa ada kaitannya dengan kematian Mommy. Aku harus cari tahu."
**
Mansion Karindra.
Sudah hampir satu minggu kepergian Mom Jesi, tapi Bram tak pernah bisa lupa akan kemarahan dia pada gadis yang sudah membuat dia kehilangan sosok wanitanya.
Dengan rencana semula, Bram pun melaksanan sebuah acara pernikahan antara Ruben dengan Alisa.
"Daddy, Kenapa harus maksa aku menikah dengan Alisa? aku tidak mencintainya. Aku mencintai Jingga,
"Jingga tak pantas untuk kamu, dia dari kalangan yang tidak tahu asal-usul yang jelas. Terlebih lagi dia itu adalah penyebab kematian Mommy kamu!"
Ruben tercengang."Apa?!" tidak percaya dengan apa yang barusan dia dengar dari mulut sang Daddy.
"Iya, gadis miskin yang kamu cintai itu yang membuat kita semua merasakan kehilangan Mommy," ucap Bram.
"Daddy tahu darimana semua ini?" tanya Ruben.
"Daddy sudah selidiki semua latar belakang Jingga Purwati, sejak kamu memperkenalkan gadis miskin itu dalam keluarga besar kita, Daddy sudah punya firasat buruk tentang dia," ucap Bram.
Kiara yang tak sengaja lewat pun akhirnya mendengar itu semua dan mulai menghasut sang Kakak juga untuk menikah dengan Alisa.
"Kak, alangkah baiknya kakak memang harus berbakti kepada kedua orang tua. Terlebih lagi mendiang Mommy juga sudah menitipkan pesan bahwa Kakak harus menikah dengan Kak Alisa," ucap Kiara.
"Oke, Ruben akan ikuti semua keinginan kalian," ucap Ruben yang tak punya pilihan lain selain menerima tawaran mereka dan amanah sang mommy.
***
Dua hari kemudian,
Acara Pernikahan Ruben & Alisa di sebuah Hotel Graha.
Ruben dan Alisa sudah duduk manis dipelaminan, serasi dalam balutan busana mewah berwarna putih. Gaun Alisa menjuntai elegan, berhiaskan sebuah batu permata indah yang memancarkan lekuk tubuh seksinya, lengkap dengan dekorasi serba putih.
Semua para kolega dan tamu undangan yang begitu penting hadir di acara yang super megah dalam hotel tersebut.
Ketegangan dan rasa cemas terus mengalir deras untuk pengantin pria, Ruben terus menghapus peluh yang bercucuran dipelipisnya, bahkan Ruben sempat salah ucap nama, ketika sang penghulu sudah bersenandung ria dengan menjabat tangan kanan Ruben membuat pengantin wanita tersebut naik pitam.
"Siapa sih Jingga! kenapa Ruben selalu salah sebut namaku!" geram Alisa dalam hatinya.
Tak hanya Alisa yang naik pitam, namun Bram pun segera menghampiri Ruben yang tak jauh duduknya.
"Ruben, ingat wasiat almarhum Mommy kamu dan kalau kamu sekali lagi salah ucap seperti tadi, Daddy akan hapus kamu dari ahli waris keluarga Karindra, bahkan Daddy akan lempar kamu kejalanan," bisik Bram.
Ruben menelan ludah dan berkali-kali menghapus peluh kembali dengan sapu tangan berwarna merah," iya Daddy. Maafkan aku yang tak fokus."
Ijab kabul pun dimulai kembali, kini Ruben mulai membuka mata hazel, dan menarik napas panjang dari dalam hidung untuk menetralisir rasa ketegangan dalam hatinya.
Akhirnya dengan suara lantang dan tarikan napas yang berhembus, Ruben melaksanakan akad pernikahan.
"SAH."
'Maafkan aku Jingga, aku tak bisa menolak keinginan mereka. Tapi aku bersumpah tidak akan pernah untuk menyentuh dia karena wanita yang aku cintai itu hanya kamu seorang,'batin Ruben.
Semua orang yang hadir Mecoba untuk melemparkan senyum manis, tapi tidak dengan Ruben. Dia sejak tadi selalu saja gelisah karena sampai saat ini kekasih hatinya, yaitu jingga belum mengetahui pernikahan terpaksa ini.
Pikiran Ruben pun berkelana, dia takut jika Jingga tak bisa menerima dirinya yang kini sudah memiliki istri resmi yang sudah diakui oleh agama maupun hukum.
Hati Ruben tak akan sanggup untuk kehilangan wanita cantik yang sangat dicintainya. Ia akan berusaha keras untuk meyakini hati Jingga bahwa Ruben hanya akan selalu mencintai Jingga sampai seumur hidupnya. Dia tak akan pernah berpaling dari wanita manapun, kecuali maut memisahkan mereka.
TBC
(To be Continued)
Tinggalkan jejak berupa like, vote, dan komentar. Terima kasih
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!