Pungut Bayi [ Markhyuck ]
PB | 01
Kata orang, dapet anak itu anugerah.
Anugerah juga nggak? Kan sama-sama dapet? Ada buat di jaga dan di didik ya nggak? Yoi.
Nemu bayi terus di ambil termasuk dalam artian apa? Mungut? Pungut bayi? Bener kan kagak salah? Wkwk.
Sekarang cuaca lagi mendung, dan bisa di pastikan sebentar lagi akan turun hujan.
Mark, seorang siswa SMA kelas 12 yang sebentar lagi akan lulus 9 bulan kemudian. Haha.
Dirinya berjalan di sekitar taman yang sudah sepi. Sebenarnya ia baru saja pulang dari toko buku, membeli sebuah buku lalu pulang. Ia tak menggunakan kendaraan umum maupun pribadi, memilih berjalan menggunakan kedua kakinya yang masih sehat. Katanya sih itung-itung olahraga ringan.
Suasana masih sore tapi mendung membuat langit di kota itu menjadi abu-abu.
Mark itu tinggal di apartemen bareng temennya, yang sedari kecil selalu bersamanya hingga sekarang. Bahkan kemana-mana keseringan bareng, but kecualian untuk sekarang. Dia lagi sendiri ga ada temen buat nemenin. Wkwk.
Mark masih berjalan santai, tak menghiraukan cuaca yang lagi galau-galau nya. Bersenandung pelan, menikmati juga suaranya yang keren menurut dirinya sendiri.
Hingga tak lama langkahnya terhenti. Ia mendengar suara tapi bukan suara hantu, melainkan rengekan bayi.
Mark
"ga salah denger gue?" bingungnya.
Matanya melirik sekitar, mencari arah sumber suara.
Mark
"tapi kanan atau kiri? Suaranya kek gak jauh, jangan-jangan semak-semak samping gue lagi?" pikirnya.
Mark pun berjalan mendekati samping kirinya, dan ternyata benar. Ada seonggok bayi kecil di sebuah keranjang yang terbuat dari kayu. Di dalamnya berisi bayi yang beralaskan kain putih dengan baju si bayi yang berwarna biru hitam.
Mark
"lah, beneran bayi orang??"
Mark
"ini siapa yang buang? Kagak berperikebayian banget"
Mark
"mana keliatan kayak mau satu tahuan nih umurnya.." matanya menelisik tiap sudut dari si bayi.
Mark perlahan mengambil keranjang berisi buntelan bayi hidup itu, masih nangis sebenernya. Mark mau bawa dulu buat di taroh di kursi deket taman itu, takut kalo tetep di sana ntar dikira dia yang buang lagi. Apa kata netijen nanti?
Mark
"dek? Ga ada kata-kata terakhir gitu?"
Mark
"dari orang yang buang lo."
Mark
"gue gamau gledah lo dek, masih di tempat umum. Kan malu ntar dikira gue bapak lo melakukan tindakan kekerasan."
Orang di atas termasuk tingkah orang dongo. So jangan ditiru ya, di pahami aja.
"oek...oek.." tangis si bayi nambah kenceng. Padahal tadi pelan cuma nangis dikit, sekarang wow.
[ oek oek atau huwaaa? Aim jarang & hampir ga pernah denger suara bayi... Karena di tempat aing bayinya udah gede-gede semua. ]
Mark
"kok kenceng banget?" matanya melirik sekitar, dan beruntung cuma ada 1, 2 sampai 5 orang yang natep dia disana.
Mark
"gue bawa pulang aja apa ya? tapi apa kata tu bocah ntar kalau gue bawa buntelan hidup kayak gini?"
Mark
"ntar di kira anak gue sama selingkuhan gue lagi.. Berabe yang ada" pikir Mark yang sedikit merenung.
Setelah berpikir cukup pendek. Mark pun berakhir membawa si keranjang beserta bayi itu untuk dibawa pulang ke apartemen yang ia tempati.
setelah memasukkan pin sandi apartnya, ia pun langsung masuk lalu melepas sepatunya dan di letakkan di rak khusus.
Satu kata untuk Mark, terkejut.
Ya gimana enggak, orang yang ngomong nanyain itu ada di belakang dia.
Haechan
"alah gitu doang kok kaget" dengusnya, tapi setelah itu pandangannya jatuh ke keranjang yang di cincing Mark. Keranjang itu cukup besar dan membuatnya kepo.
Haechan
"gak bawa stok geranat kan lo?"
Mark
"mulut lo, lo kira gue tentara mau perang apa?"
Haechan
"ya kirain, lo kan anak ep ep. Siapa tau keracunan barang yang ada di game itu."
Mark
"sialan bener anak Johnny."
Haechan
"gue aduin Jaehyun lo"
Haechan
"udahlah. Apa itu"
Mark
"kepo bener jadi orang, pengen tau kah?"
Haechan
"ga usah banyak omong lo, demit banget jadi orang? Heran"
Mark
"malu bilang sayang."
Haechan
"udah anj¡ng, buka itu keranjang!"
Mark
"iya iya, lagian ini isinya cuma buntelan doang kok."
Haechan melirik sinis, lalu perlahan matanya membulat dan berkedip menunggu kain yang akan di bukan Mark.
Haechan
"bangsat! Mark Jung!!"
Mark
"iya Jung Haechan" cengirnya.
Haechan
"ah males banget gue sama lo"
Mark
"iya iya bercanda, sensi amat lo"
Mark langsung membukanya dan langsung membuat Haechan membulatkan matanya kembali, menutup mulutnya dengan tangan nya lalu beralih ke arah Mark.
Haechan
"bayi siapa cok? Nemu di mana sat?!"
Haechan
"jangan-jangan anak lo sama selingkuhan lo ya?!!" pekik nya sambil menunjuk, yang membuat Mark memejamkan matanya.
Mark
"astaga, kagak lah. Gue aja kaga pernah main anu-anu an"
Haechan memicingkan matanya, menelisik dari atas sampai bawah seolah tak percaya dengan apa yang di ucapkan.
Mark
"suer deh, lagian selingkuhan gue udah mati Chan."
Haechan
"anjer suram banget cok!"
Haechan
"huh, yaudah terus ini dapet darimana? Ga mungkin lo culik bayi kan?"
Mark
"seburuk apa sifat gue Chan, astogeh"
Haechan
"ya lo kan aneh orangnya"
Mark
"ini bayi, gue nemu di sekitaran taman. Karena gue kepo jadi gue samperin di semak-semak, pas gue liat malah ni buntelan yang nongol. Karena gue ada perikebayian ya gue pungut aja ni bayi, lumayan buat jadi mainan."
Haechan
"mainan gundulmu!" menoyor kepala Mark keras sehingga membuat si empu mengaduh kesakitan.
Mark
"1000 rius dah" ucapnya sambil memegang kepalanya.
Haechan
"tapi siapa yang tega buang ni anak anjir, lucu gini. Ga niat emang itu yang buat, pengen gue ajak sledingan rasanya."
Mark
"ajak aja, kalau lo tau sih.."
Mark
"ya kagak lah, gila aja gue tau. Orang baru mungut juga ini bayi."
Haechan
"tapi terus gimana ini? mau di apain bayinya? Ga mungkin di giveaway Mark, kan lo udah dapet."
Mark mendelik ke arah Haechan, apaan gipewey gipewey.
Mark
"kata orang anak itu anugerah tau Chan."
Haechan
"termasuk mungut bayi?"
Mark
"buset, terang-terangan."
Haechan
"ya kan lo yang mungut bego!"
Mark
"sok tau banget gue yang mungut." gumamnya yang masih dapat di dengar Haechan dengan jelas
Haechan
"terserah lo lah, pusing gue mau nikahin bapak lo aja."
Haechan
"bercanda hehe" cengirnya.
Haechan
"ya terus ini mau di apain bayinya?"
Mark
"buang Chan buang, di buang juga ga ada beban hidup"
Haechan
"banyak omong bener lo?!"
Mark
"iya iya aduh... Kita rawat aja lah, gimana?"
Haechan
"rawat? Rawat ni bayi?"
Mark
"ya iya, mau bayi mana lagi?"
Haechan
"tapi gue gatau caranya anjr!"
Mark
"sama, tapi tenang aja lah ntar liat Gugel"
Haechan
"nah sekarang mau di apain?"
Mark
"eh tapi lo tau ni bayi namanya siapa?"
Haechan
"enggak..." menggeleng pelan.
Mark
"coba gledah Chan keranjangnya, bayinya angkat dulu biar gue gendong."
Haechan
"Lo bisa emang?" memicingkan matanya menatap Mark.
Mark
"cuma gendong doang, kayak gendong buku bisa lah gue"
Haechan perlahan mengambil si bayi dari keranjang dengan hati-hati, ya ampun takut banget jatoh.. Dan setelah itu di berikan ke arah Mark yang sudah menunggu dengan senang hati.
Haechan
"hati-hati ya lo?!"
Haechan pun langsung memeriksa isi keranjang, hingga tak lama ia menemukan sebuah surat [aduh kayak di pilem pilem aja surat²an segala] mata Haechan berbinar melihat surat di tangannya, lalu kembali menggeledah dengan menarik kain putih yang menjadi alas keranjang.
Ga ada apa-apa sih, ternyata cuma dua pempes bayi ukuran kecil [s or l?] habis itu dia langsung bicara sama Mark yang udah nunggu sama si bayi yang sekarang udah tidur.
Haechan
"lah bayinya tidur?"
Mark
"ho'oh, lo lama sih, ketiduran kan si adek"
Haechan
"taroh dulu ke kamar Mark"
Mark
"eh iya iya, gue taroh di kamar lo ya?"
Mark pun langsung beranjak dan berjalan sedikit cepat setelah suara Haechan yang agak keras itu berbunyi, huh untung ga sampe bangunin nih si bayi pungut-eh.
Sesudahnya Mark pun kembali menghampiri Haechan.
Mark
"ada apa tadi? Udah nemu?"
Haechan
"iya ada, ni 2 pempes bayi"
Mark
"ih buset, buang bayi juga harus buang pempes? mana dua doang lagi" cibirnya yang membuat Haechan merotasikan matanya malas.
Haechan
"nih sama ini nih" menunjukkan sebuah surat di depan wajah Mark.
Mark
"santai kali, ga usah pas depan muka gue juga."
Haechan pun mengambil sekertas surat di dalam amplop, lalu perlahan membacanya dengan Mark di sampingnya.
Mark
"lah anjir, kagak punya duit emaknya"
Haechan
"padahal pinjem ke bank kan bisa"
Mark
"tau tuh, lagian suaminya dongo banget ninggalin, jadi janda kan dia"
Komentar keduanya terhadap isi tulisan di surat itu.
Haechan
"lo kalau udah nikah jangan sampe kayak bapak tu bayi Mark, brengshek itu namanya"
Mark
"iya enggak kok, kalau gue nikahnya sama lo—adohh"
Haechan menampar pipi Mark pelan, tapi tetep aja bikin si empu meringis.
Mark
"kdrt banget lo sama gue"
Haechan
"yang bener anjing!"
Mark
"yeuh, ya enggaklah ngapain gue kayak dia? Gue kan orang yang baiq dan tidak sombong"
Haechan
"tapi suka selingkuh" celetuknya membuat Mark memegang dadanya dramatis.
Mark
"yeee, udah lama Chan... Lagian udah putus juga sama mantan pacar gue"
Haechan
"kita beli peralatan bayi kagak?"
Haechan
"ya temenin lah goblok!!"
Mark
"iya-iya gue temenin"
Haechan
"tapi ini kita rahasiain ke orang tua kita?"
Mark
"kasih tau juga ga apa-apa"
Haechan
"tapi ntar dikira kita yang nyulik anjr!"
Mark
"yaudah jangan kasih tau"
Haechan
"kita beli sekarang? Kan tu bayi kagak ada perlengkapannya? Tapi masa kita tinggal?"
Mark
"ajak aja gimana? Gue ambil mobil dulu"
Haechan
"eehh, tapi terus gendongnya? Kan ga ada alat gendong?"
Mark
"gendong manual lah, pake tangan lo"
Mark
"udah gue ambil mobil dulu di bawah, lo bawa si dedek"
Haechan
"manggilnya dedek?"
Mark
"ya terus apa? Di kan ga ada nama, surat nya juga ga ada bilang tu nama si bayi siapa"
Haechan
"kasih nama sendiri gimana?" idenya, sedangkan Mark menimang-nimang pikirannya lalu kemudian mengangguk.
Mark
"hemm boleh juga tuh, tapi siapa?"
Keduanya sama-sama berpikir hingga keduanya menjentikkan jarinya.
Mark
"terus mau yang mana?"
Haechan
"chenle aja, jangan Chandra... gue kan udah Chan masa ntar si dedek di panggil Chan juga?"
Mark
"lah iya, yaudah Chenle aja"
Haechan
"nah bagus, terus nama panggilannya lele"
Mark
"pftt, lele? Ikan? Item itu? HAHAHA" Mark tak bisa menahan tawanya ketika mendengar panggilan yang akan di berikan pada si bayi.
Haechan
"ih apasih?! Salahnya apa coba? aneh lo!"
Mark
"hahaha iya enggak enggak, yaudah itu aja."
Alamak, full percakapan Markhyuck✋
PB | 02
Namanya juga bayi, pastinya kalau nangis ya... Berisik. AWOKAWOK. G, cnda.
Haechan lagi di tangisin si bayi dan sekarang lagi gendong anak muter-muter meja ruang tamu. Bayangin coba jam segitu, omagahh Lo lagi ngapain cyokk.
Si Mark mah enak, tidur sambil nguncis di sofa ngorok tanpa rasa bersalah meninggalkan Haechan yang lagi pusing-pusingnya ngurus bayi pung- eh.
Haechan
"dasar anak Jaehyun! Bukannya bantu nenangin lele malah dia asikin tidur huh!!" geramnya sambil menatap si oknum yang tidak sadar.
Haechan
"hiks... Lo kapan berhenti nya dah? Gue juga capek tau, dasar lo dek gue goreng baru tau Lo." ucap nya dengan nada pelan, nelangsa banget dari nadanya.
Tapi tanpa di duga si dedek langsung diem tapi air matanya masih mengalir membuat Haechan jadi diem, bengong.
Haechan
"lah? maksud lo?!" menatap si bayi di gendongannya dengan sinis.
Si bayi tuh nangisnya kek ga ada perasaan, sampe bingung Haechan di buatnya. Di kasih susu ho'oh, di cek pup or no ho'oh, di hibur ho'oh, Ning Nang Ning euyy check. Kurang apalagi coba? Pengen buang tapi sayangnya emang udah di buang, hwhw miris lo /plak. Mff.
Haechan
"tau gitu dari tadi kocaq..." ucapnya sambil mengulum bibirnya, alisnya turun, menjadi wajah-wajah sedih tanpa air mata.
Haechan pun melirik sosok di bawahnya, di sofa si anomali lagi tidur. Yaudah, biarin jgn di bangunin, biarkan dia encok esok hari. Yeuu, siapa suruh cuma liatin doang terus tidur? Yeuuu. Haechan cuma mutar bola matanya malas, terus pandangannya liat pada sosok dedek imup di gendongannya, udah merem ternyata. Ya ampunnnn gemecc dedek kalau tidur, haha.
Haechan
"harusnya Lo tidur dari tadi bukan baru ini" celetuknya sambil berjalan pelan masuk ke dalam kamarnya.
Yaiya dong kamarnya, ga mungkin kamar Mark-
Sesampainya di kamar, tak lupa menutup pintu ia pun meletakkan si bayi dengan hati-hati (ga mungkin dong langsung lempar ◜‿◝ ?) tak lupa memberi guling di sisi si bayi.
Haechan juga menidurkan dirinya di samping si bayi, ga meluk, dirinya tidur terlentang, membiarkan si bayi juga tertidur dengan nyaman. Dan setelahnya memejam untuk menyambut mimpi yang indah.
Dan sekarang pukul 05.45 pagi.
Mark tengah menguap dan bangun dari tidur nyenyak nya. Matanya melirik sekitar, senyap.
Kakinya ia langkahkan ke arah kamar Haechan dan ternyata melihat dua makhluk menggemaskan yang masih tertidur dengan nyaman.
Mark tak membangunkan dan memilih keluar untuk pergi ke kamarnya sendiri. Mandi dan juga bersiap dengan seragam sekolahnya.
Berniat membangunkan Haechan. Mark memegang lengan Haechan dan menggoyangkan pelan.
Sedikit terusik membuat Haechan melenguh pelan, perlahan ia pun membuka matanya dan menangkap sosok Mark yang dekat dengan wajahnya.
Haechan sedikit tersentak lalu duduk dengan cepat.
Haechan
"woi?! Ngagetin lo?!"
Mark
Mendengus "ya Lo kagak bangun-bangun, mandi gih. Kita perlu sekolah."
Mark pun berjalan menjauh, memilih duduk di sofa dalam kamar Haechan. Menggunakan sepatu.
Haechan mendesah malas, melirik sampingnya si sosok kecil yang masih tertidur lalu dirinya kembali merebahkan tubuhnya.
Haechan
"males, Mark. Gue ga masuk deh hari ini"
Haechan
"gue capek, kurang tidur dari semalem. Pagi ini aja baru bisa tidur, Lo juga sih anjing! Ga mau bantuin nenangin malah enak-enakan tidur!" sentaknya pada Mark yang hanya terdiam.
Mark
"yaudah, ga usah masuk ntar gue izinin ke guru."
Haechan
"nah bagus, lagian juga gue mesti ngurus ni bocah."
Haechan
"kalau kita sekolah... Lele suruh jaga siapa? Kan kita gabisa karena urusan sekolah?"
Haechan
"sekolah ga bolehin bawa bayi juga kan?"
Mark
"iya, tapi kalau izin Jaehyun boleh sih mungkin?"
Haechan
"yeu, kemungkinan doang tapi kalau gabisa ya sama aja!"
Mark
"kita bahas nanti aja, yaudah gue berangkat"
Mark sebelum pergi memilih mendekati si bayi yang masih tertidur.
Mark
"tapi masih gemesan Lo"
Haechan
"dah sana berangkat Lo!"
Mark hanya tersenyum, mendekati Haechan perlahan membuat si empu gugup.
Haechan
"m-mark?! Lo mau ngapain?!"
Haechan menatap Mark yang sangat dekat dengannya, tangannya berada di dada bidang Mark guna menyangga tapi agaknya tak mampu. Haechan pun memejamkan matanya tak ingin melihat apa yang akan terjadi setelah ini.
Satu kecupan mendarat di pipi si manis.
Haechan membuka matanya perlahan, berkedip-kedip lalu menatap Mark yang tersenyum miring.
Mark
"gitu banget, kayak mau gue apain aja?" ledeknya dengan senyum miring yang sangat menjengkelkan bagi Haechan.
Haechan
Menatap sinis ke arah Mark "sialan!! Jauh jauh Lo dari gue!! Dasar anak Jaehyun!!!"
Mark tertawa lalu berjalan keluar dari kamar Haechan sebelum sosok manis itu melemparinya dengan vas bunga di atas nakas samping rajang Haechan.
Pukul 07.00 tepat pada waktu bel berbunyi tanda kelas masuk.
Mark baru saja tiba, dan langsung mengarah duduk ke tempatnya.
Changbin
"tumben sendirian? Haechan mana?"
Mark sedikit mendelik ke arah Changbin.
Mark
"apart." jawabnya singkat.
Sunghoon
"lah kenapa? Dia sakit?"
Mark
"kenapa sih Lo berdua nanyain dia?! Ke gue lagi, dikira gue bapaknya?"
Changbin
"tau tuh, lagian kita heran aja biasanya juga Lo sama Haechan tuh udah kayak lem sama perangko, nemplok mulu anjer!"
Sunghoon
"tuh, baru dateng"
Dan yap baru saja sosok yang di cari Mark itu tiba, datang dengan nafas yang ngos-ngosan. Beruntung sekali kelas mereka belum kedatangan guru, jadi aman saja bagi mereka yang juga datang terlambat.
Felix
"hadohh, capek banget gue" ucapnya setelah duduk di bangkunya.
Mark melempar sebuah buku ke arah Felix membuat si empu heran.
Mark
"buku Lo, gue udah punya. Thanks minjemin."
Felix
"eh— Haechan mana? Tumben ga sama Lo?"
Changbin
"biarin aja, tadi kita tanya malah ga di jawab"
Tak lama guru pun sampai dan langsung memulai kelas mereka dengan materi-materi.
Bel istirahat pun berbunyi. Mark dan sekawan nya pun sekarang telah berada di kantin.
Panggil Jaemin—anak kelas IPA 3—yang membawa nampan makanannya berjalan mengarah menuju meja tempat Mark bersama dengan temannya. Renjun.
Jaemin
"kenapa dia? Sakit?"
Renjun
"ga percaya gue kalau dia sakit"
Mark
"kenapa tanya gue sih?!"
Jaemin
"kan Lo yang tinggal bareng dia tolol!"
Mark
"tapi kan ga harus gue, tanya Jeno kan bisa"
Jeno baru saja tiba dengan membawa minumannya langsung terheran.
Jaemin
"udahlah, Mark ga asik jangan di tanyain."
Renjun
"ogah, hemat kuota." balasnya yang langsung fokus pada makanannya tanpa menghiraukan Jaemin.
Jaemin
"yaelah?! Lo kan tajir? Pelit banget, beli lagi padahal bisa" gerutunya si akhir.
Haechan baru saja meregangkan tubuhnya setengah berhasil menidurkan Chenle. Setelah memandi kan dan memberinya makan (bubur bayi) tak lupa juga susu formula padanya.
Terlalu awal untuk si bayi tidur tapi yasudahlah, semoga saja cepat tumbuh besar ahaha— ekhm.
Itu suara bel apartemen yang berbunyi.
Haechan yang baru ingin menyalakan televisi mengurungkan niatnya.
Membuka pintu apartemen dan terkejut. Maenya, Ten. Datang sambil membawa beberapa oleh-oleh.
Mae Ten
"hai sayang? Mae kangen sama kamu, haduh kamu kok kayak kurus begini? Ya ampun anak Mae"
Ten memeluk Haechan sebentar lalu menelisik tubuh anak nya yang memang sedikit kurusan, mencubit pipi anaknya pelan.
Mae Ten
"kamu ga apa-apa kan tinggal di apart? Gimana sama Mark? Dia baik sama kamu kan? ga ngapa-ngapain kan?"
Haechan
"aduh.. Tenang Mae, satu-satu dong. Iya Haechan di sini ga apa-apa kok, Mark baik ga ngapa-ngapain aku. Lagian dia mana berani, orang echan anaknya papi Johnny iya kan?" ujarnya sambil tersenyum lebar.
Mae Ten
"oh... Anak papi Johnny doang?"
Haechan
"eh— anak nya Mae Ten juga dong~"
Haechan
"ah udahlah, oh ya Mae kenapa ke sini?"
Mae Ten
"Mae bawa dessert kesukaan kamu, sama makanan lain juga. Tadi Mae habis belanja terus mampir ke resto Taeyong, dia nitip ini juga tadi buat kamu sama Mark."
Haechan
"echan taroh ini dulu, Mae mau minum apa?"
Mae Ten
"teh aja tapi gulanya dikit seperti biasa okey?"
Haechan pun ke dapur sambil membawa bungkusan dari Maenya, tak lupa juga untuk membuatkan teh.
Ten memilih duduk di sofa dan menyalakan televisi namun urung kala dia mendengar sesuatu—seperti tangisan bayi.
Ten melirik ke arah dapur, cukup jauh dari tempat Ten serta kamar milik Haechan juga Mark berada.
Karena keinginatahuan nya Ten pun beranjak dari duduk dan berjalan ke arah kamar Haechan— suara itu seperti berasal dari sana.
Membuka pintu itu perlahan—matanya membulat, terkejut. membuka pintu lebih lebar lalu masuk ke dalam.
Suara langkah dari luar pun mendekat.
Ten menoleh menatap putranya, lalu beralih menatap sosok bayi yang masih menangis.
Mae Ten
"apa ini semua h-haechan?" tanyanya, suaranya sedikit bergetar kala berbicara pada putranya.
Haechan
"Mae, echan bisa jelasin.."
Haechan tak mau ada salah paham disini, secepat mungkin ia harus menceritakan kejadiannya.
Mae Ten
"urusi dulu bayi ini, dia masih menangis. Setelah selesai temui Mae di ruang depan."
Setelahnya Ten keluar dari kamar Haechan.
Haechan
"haduh... Ah— gapapa deh, udah tau juga. Siapa tau setelah ini Mae mau mengerti dan ikut bantu jaga chenle."
PB | 03
Kembali pada cerita awal.
Ten bersindekap dada, duduk di sofa sambil menatap putranya itu tajam.
Haechan
"waduh... Lumayan panjang ceritanya, Mae."
Haechan menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, sedikit kikuk sebenarnya.
Mae Ten
"yaudah pendekkin ceritanya. Mae mau yang sesimpel mungkin penjelasan dari kamu."
Haechan
"a— jadi gini Mae..."
Haechan
"Mark awalnya yang nemu ini bayi di taman terus karena dia ga tega, jadi dia bawa pulang deh. Terus echan di apart liat dia bawa bayi, karena kasihan echan sama Mark mau rawat deh jadi gitu."
Mae Ten
"Nemu? Di taman? Jadi dia bayi buangan terus di pungut sama Mark?"
Haechan
"Mae kok kata-katanya gitu? Kasar tau nggak?!"
Mae Ten
"loh secara nyata kok, yaudahlah kembali ke topik."
Mae Ten
"gimana itu kok bisa dia dibuang?"
Haechan
"sebenarnya sih gatau, tapi kalau diliat dari yang ditinggalin bareng lele cuma ada surat yang bilang orang tua aslinya ga mampu buat ngurusin chenle."
Mae Ten
"oh..." mengangguk pelan.
Mae Ten
"dasar orang tua tidak bertanggung jawab, bisa-bisanya buang anak ga bersalah!" kesal sebenarnya Ten kalau mendengar hal ini tuh.
Mae Ten
"yaudah kamu boleh rawat dia, dan Mae juga bakal bantu rawat sama papa kamu sama orang tua Mark juga. Mae bakal bicarain ini sama mereka."
Mae Ten
"shtt udah gapapa, Mae juga mau rawat chenle. Mae bakal anggep chenle itu cucu Mae. Kamu kalau kerepotan ngurus chenle jangan lupa bilang ke Mae atau yang lain biar ada kami yang bantu, oke bear?"
Haechan pikir tidak ada salahnya, mungkin ini juga bisa meringankan kerepotannya kedepan hari karena merawat Chenle.
Haechan
Mengangguk, "iya Mae."
Haechan
"makasih ya, udah mau bantu ngerawat lele."
Mae Ten
"sama-sama sayang."
Mae Ten
"besok lele titipin ke rumah Mae atau Taeyong ya? Kan kamu ada sekolah kan? Jangan sampai ganggu konsentrasi buat belajar, biar kami aja yang jaga selagi kamu sama Mark sekolah."
Beomgyu
"ini serius lo kagak bolehin gue ketemu kak Haechan?"
Mark
"ga, dia sibuk. Jangan ganggu lo."
Beomgyu
"ihh!! Bang! Kok Lo jahat banget sih? Gue kangen sama diaaaa!"
Mark
"baru tiga hari ga ketemu kocak! Lagian belum tentu juga Haechan kangen sama lo."
Katakanlah Mark kurang ajar sama sang adik begitupun sebaliknya, sang adik yang kurang ajar dengan kakaknya.
Beomgyu
"bilang aja Lo posesif, ga bolehin kak Haechan ketemu gue lagi." bersindekap menatap Mark, matanya melirik sinis.
Beomgyu
"gue aduin bubu, kalo lo provokasi kak Haechan sendiri buat lo. Ngaku?!!!"
Beomgyu
"awas aja lo, kamar Lo hancur sekarang hingga malem ini."
Beomgyu beranjak dari ruang tamu, memberikan lirikan sinisnya ke arah Mark.
Sedari awal Beomgyu datang dan langsung menghampiri Mark, bertanya tentang Haechan juga kabarnya. Berniat mau mampir ke apart milik kedua orang itu namun penolakan Beomgyu dapati.
Beomgyu tuh kesal sangatt, mau ketemu Haechan tapi gatau dia dimana. Kalau di apart mungkin bisa jadi, tapi masalahnya... DIA JUGA GATAU DIMANA LETAKNYA! Oh shit!
Anyway, Mark saat ini berada di rumah orang tuanya. Sehabis pulang sekolah yang dari pihak sana memulangkan siswa/i lebih cepat dari biasanya pada pukul 12.15 saat ini. Mark memilih mampir ke tempat keluarga, melupakan dua sosok manusia di apart yang ia tinggali bersama.
Mark berjengkit kaget, terdengar suara gaduh dan ia yakin itu berasal dari kamarnya. Omaygatt!
"Beomgyu!! suara apa itu nak?!" itu tanya bubu Taeyong dengan suara sedikit keras, ia baru saja selesai mencuci tangannya sehabis membersihkan meja pantri di dapur.
Taeyong berjalan mendekat ke ruang tamu dan melihat putra sulungnya.
Bubu Taeyong
"suara apa tadi bang?"
Bubu Taeyong
"tapi suaranya dari kamar kamu"
Mark
"shit" umpatnya dengan suara kecil.
Mark
"Mark ke apart aja ya Bu, mau nemenin Haechan."
Mark berujar lalu berlari kecil ke arah luar, berniat memakai sepatunya.
Bubu Taeyong
"loh loh? kok cepet banget?"
Taeyong menolehkan kepalanya, suaranya masih terdengar gaduh. Astaga, apa yang dilakukan putra manisnya yang baperan itu?
Bubu Taeyong
"ya ampun..."
Mark
"Mark pamit, dadah bubu~!" pamit Mark melambaikan tangannya lalu menaiki motor besarnya dan keluar dari pekarangan rumah Jung's.
Bubu Taeyong
"hati-hati!!"
Mark memberikan gestur jarinya tanda ok. Setelah hilang dari pandangannya, Taeyong masuk ke rumah. Ia berniat menghampiri ke arah kamar Mark, suara itu memang terdengar dari sana.
Apart yang di tinggali Mark dan Haechan.
Mark sudah sampai di depan pintu apartnya, memencet pin apartemen dengan santai. Masuk perlahan tak lupa serta melepaskan sepatunya. Matanya mengedar kesana-kemari, senyap.
Kakinya ia langkahkan ke dapur. Dirinya melihat 2 sosok menggemaskan di sana. Yang satu tengah membuatkan susu untuk si bayi yang berada dalam gendongannya. Mark pun menghampiri.
Sebuah tangan terasa melingkari pinggangnya yang cukup ramping. Haechan, yang merasa terdapat kedua lengan itu melingkari pinggangnya sontak terkejut. Kepalanya menoleh kebelakang mendapati Mark yang tersenyum ke arahnya, wajah mereka kini sangat dekat dan bisa Haechan rasakan hembusan nafas hangat milik pria itu.
Kembali ke kesadarannya. Haechan bergerak ke kanan ke kiri dengan pelan, mencoba melepaskan kedua tangan Mark dan tak ingin juga membuat sosok bayi di gendongannya terguncang tak nyaman.
Haechan
"lepasin tangan Lo gak?!!"
Mark
"gamau. Nyaman banget Chan..."
Mark tak menghiraukan Haechan yang tampaknya bersungut-sungut, ia lebih memilih menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher Haechan.
Haechan
"M-mark.." sungguh, bulu kuduk nya merinding saat ini.
Haechan
"Lepasin! Gue mau susuin Chenle!"
Haechan melirik Chenle, bayi itu masih menatapnya dengan mata bulatnya yang sangat polos. Haechan jadi gemas.
Mark sedikit mendongak menatap Haechan lalu melirik Chenle juga.
Haechan
"ya iyalah! ntar dia mau apa kalau bukan susu?!"
Mark
"susu ini atau... Ini?"
Mark dengan tanpa berdosa menggerakkan tangannya, dari menunjuk dot bayi sampai... Memegang dada Haechan yang membuat si empu melotot dibuatnya.
Mark hanya tercengir, mencium pipi Chenle sekilas lalu pergi meninggalkan Haechan dan menuju kamarnya.
Haechan
"oh my God! Jangan di dengerin ya lele? Jangan ditiru oke?" sadarnya saat ia telah berkata kasar, bahkan yang di dekatnya ini seorang bayi.
Haechan pun memberikan dot susu kepada Chenle dan langsung di kokop oleh bayi itu. Astaga... Pasti sangat kehausan, iya kan le ya? Harap maklum yh di lingkungan ini.
Mark kini tengah duduk di sofa sambil menonton TV, serta camilan dalam pelukannya.
Haechan baru saja terlihat keluar dari kamarnya. Sepertinya ia baru menidurkan Chenle. Mark peka, mendengar suara pintu terbuka. Matanya melirik Haechan yang mulai berjalan menghampirinya.
Duduk di samping Mark lalu merebut popcorn yang di pelukan pria itu, membuat si empu melayangkan tatapan tak terimanya.
Mark
"Chan?! punya gue itu." keluhnya.
Haechan melirik Mark malas, tak memperdulikan dan fokus pada layar televisi yang menayangkan sebuah drama.
Mark mendengus, biarkanlah Mark sudah ikhlas sekarang.
Tak lama suasana pun hening. Sehingga salah satu dari mereka membuka percakapan terlebih dahulu.
Mark
"hm?" menoleh ke arah Haechan yang tak menatapnya.
Haechan
"gue udah bilang ke Mae."
Mark mengkerutkan dahinya bingung, ia masih belum ngeh pasal ini.
Haechan
"gue... gue udah ceritain ke Mae. Jadi dia udah tau semuanya, tentang cerita awal juga lo nemuin Chenle." ujarnya yang kini ikut menatap Mark.
Mark mengangguk pelan, ia mengerti sekarang.
Mark
"terus? Gimana reaksinya?"
Haechan
"awalnya shock, tapi Mae langsung ngerti dan dia bilang dia juga bakal ikut ngerawat Chenle."
Haechan
"menurut lo gimana?"
Haechan
"fuck! Ya menurut lo aja lah sat! Kesel gue lama-lama sama Lo!" kesalnya lalu bersindekap dada dan memalingkan wajahnya untuk tidak menatap ke arah Mark.
Mark terkekeh, tangannya mencubit pipi Haechan membuat si empu mengaduh kesakitan.
Mark
"kalau menurut gue, ya gapapa. Jadi cukup ringan juga kan kalau Mae ikut bantu ngerawat Chenle? Kita juga masih sekolah, belum lulus dan masih lama. Ga mungkin juga kita bakal selalu ada buat ngurusin Chenle 24 jam? Enggak kan."
Haechan
"tapi Mark... Mae bilang mau ceritain tentang ini ke keluarga lo juga, apa lo yakin gapapa?" alisnya turun, dirinya sekarang menatap Mark yang terlihat santai.
Mark
"gapapa lah, keluarga gue juga ga bakal ngehakimin gue kalau mereka tau. Mereka juga pasti bakal ngerti, lagian juga niat gue baik. Mereka pasti terharu banget sama gue, terus pasti bilang 'Mark baik banget ya suka nolong.' gitu yakan?" menaik turunkan alisnya seakan menggoda membuat Haechan memutar bola matanya malas.
Mark
"oh ya, besok mau berangkat bareng atau sendiri?"
'bilang bareng please...'
Haechan
"emm... Bareng aja dah, males juga gue nyetir motor sendiri."
Haechan
"oh ya, sekalian besok kita anter chenle ke rumah Mae. Titipin disana, biar dibantu jaga sama Mae."
Setelah itu tak ada percakapan lagi, keduanya sibuk dengan tontonan di televisi. Mark memandang jam di dinding. Pukul 22.10. Sudah cukup lama ternyata mereka berbincang. Matanya menoleh ke arah Haechan yang sepertinya sudah mulai mengantuk.
Mark
"udah malem, sana tidur."
Haechan melirik jam di dinding. Benar, sudah cukup larut. Dengan menguap pelan, ia berjalan menuju kamarnya meski sedikit terhuyung saking matanya ingin terpejam. Mark mengamati dan tertawa kecil kemudian.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!