"Akhirnya kamu pulang juga Sekar. Setelah sekian lama merantau di negeri orang," ucap Ibu Risma, saat melihat anaknya baru turun dari taxi, yang mengantar pulang dari bandara.
Sekar Ayu, gadis cantik yang bekerja jadi TKW di Jepang, baru kembali pulang setelah 5 tahun di perantauan. Setelah menempuh perjalanan hampir 8 jam lamanya di pesawat. Padahal ia masih betah tinggal disana, tapi akibat sang ibu memaksa pulang jadi disinilah dia sekarang.
"Kalau ibu gak nyuruh pulang, karena kakak menikah. Aku tidak akan mungkin pulang, bu," ucap Sekar, yang mendorong kopernya masuk rumah.
"Kenapa ngomongnya begitu, seperti tidak ikhlas pulang saja," ucap ibu, memasang raut wajah sedih.
Padahal, ketika Sekar memutuskan merantau dulu ibunya senang sekali. Karena pasti akan ada yang bantu perekonomian keluarga.
Meskipun sang kakak Rara Sita yang hanya sibuk dengan dunianya sendiri, ibu tak pernah menegurnya. Berbeda bila Sekar yang melakukan pasti ibu langsung memarahinya.
----+----+----
Seperti kejadian dulu, saat ia ada ujian praktek disekolah. Terpaksa harus pulang terlambat, karena harus kerja kelompok dirumah temannya.
Saat sampai dirumah, ibu terlihat berkacak pinggang diteras menahan amarah, dan langsung memarahinya.
"Kenapa baru pulang jam segini?! bukannya tolong ibu, malah keluyuran kerjaannya!" bentak ibu, kepada Sekar yang sedang membuka sepatu sekolahnya.
Sekar langsung menghela nafas lelah dengan omelan ibunya, belum juga duduk sudah dimarahi, "aku kerja kelompok dulu, Bu. Dirumah Andin tadi."
"Halah bohong, bu! tadi aku lihat dia pergi, naik motor sama si Ridwan anaknya pak Samsul berdua," entah darimana datangnya, Rara langsung menimpali omongan Sekar.
"Enggak, Bu," Sekar mencoba menjelaskan kepada ibunya, "tadi, aku sama Ridwan beli bahan buat kerja kelompok, yang kurang ditempat fotocopy," tambahnya.
"Ibu, percaya gitu aja sama dia?" tanya Rara, menunjuk Sekar dengan raut sinis.
"Aku ngomong jujur, Bu. Gak mungkin aku bohong sama ibu, lagian darimana kakak tau aku pergi?" tanya Sekar, menyelidik.
Ketika Sekar melihat wajah kakaknya, terlihat sekali gelagapan, dan menghindari tatapan matanya.
"kenapa malah jadi ribut? Kapan selesainya kerjaan rumah kalau gitu," ucap ibu mengalihkan pembicaraan, lalu menoleh kepada Sekar. "Kamu, Sekar! sana ke dapur, cuci piring, udah numpuk dibelakang, dan kamu juga Rara sana, pergi ke kamar kamu tadi ibu lihat berantakan."
Mendengar ucapan ibunya, Sekar. Jadi, ingin meminta pilihan seperti kakaknya."Bu, aku boleh bersihin kamar aku juga," ucapnya, dengan binar harap. Yang langsung meredup mendengar jawaban ibunya.
"Gak ada! kamu kerjakan dulu rumah, baru bersihin kamar," titahnya.
"Kenapa kak Rara gak disuruh juga? 'kan sama juga anak ibu. Masa, aku terus yang disuruh," gerutu Sekar, heran.
"Kamu! mau bantah omongan ibu? mau jadi pembangkang? gak nurut dibilangin orang tua, iya!" sentak ibu, dengan mata melotot, seperti ingin keluar dari tempatnya.
"Enggak, Bu. Iya, Sekar kerjakan semua perintah yang ibu bilang tadi," ucap Sekar, berlalu ke dapur untuk menjalankan perintah ibu.
Rara yang melihat kejadian itu, hanya tersenyum sinis, sambil melipat tangan didada.
"Bagus itu, jangan jadi durhaka sama orang tua. Kalau dikasih tau nurut, jangan jawab terus. Sekarang ibu mau pergi dulu ke mesjid, ada acara pengajian sudah telat gara gara kamu bikin masalah terus." Ibu langsung mengambil tas, berlalu pergi ke majelis ta'lim.
"kenapa aku yang selalu salah? padahal kak Rara juga sama keluyuran terus," jerit Sekar dalam hati.
Sejak saat itu, Sekar tak lagi membantah perintah ibu, juga tak pernah pulang terlambat lagi. Karena tak ingin mendapatkan masalah yang berakhir dia dimarahi ibu lagi.
---+---+---
"kemana kakak, Bu? Kok, gak keliatan dari tadi," tanya Sekar, celingukan mencari kakaknya, yang tak ia lihat sejak tadi sampai.
"Mending kita masuk dulu. Pasti capek diperjalanan," ucap ibu mengalihkan perhatian, sambil merangkul anaknya untuk masuk ke rumah.
Entah mengapa, Sekar. Curiga dengan gelagat ibunya ini. Meskipun sudah lama ia tak hidup bersama ibunya, tetep saja ia hafal sifatnya.
"Mau makan sekarang atau nanti," tanya ibu, saat duduk disebelah Sekar, sambil mengusap bahunya dengan raut manis.
Seperti, tengah merayu?
"Aku mau ketemu bapak dulu, Bu. Sudah lama gak lihat bapak."
"Bapakmu tiap ibu ajak video call kamu suka gak mau. Katanya malu takut kelihatan jelek di kamera," ungkap ibu dengan nada bercanda.
"Dimana bapak, Bu?" tanya Sekar, mengalihkan pembicaraan. Muak rasanya, menghadapi ibunya yang selalu cari muka.
"Ada dikamar. Mau ibu antar, kesana?"
"Sekar sendiri aja, Bu. Masih sama letak kamarnya, atau ada yang berubah," tanya Sekar yang beranjak dari duduknya, untuk bersiap ke kamar bapaknya.
"Masih, cuman tempatnya diperluas aja."
Setelah mendengar jawaban ibunya, segera ia melangkah ke sana. Saat pintu kamar dibuka, terlihat mata tua lelaki itu menutup tengah tertidur.
Setelah mengalami kecelakaan kerja di proyek. Bapak, hanya bisa duduk di kursi roda. Imbas kejadian itu, perekonomian keluarga menurun drastis.
Sekar menjadi pengganti tulang punggung keluarga, saat lulus sekolah ibu sudah menyuruhnya untuk bekerja. Karena hanya lulusan SMA, kerjanya hanya yang mampu menutupi kebutuhan keluarga.
Ketika ada agen penyalur tenaga kerja datang ke kampung, ibu langsung mendaftarkan Sekar untuk kerja jadi TKW.
Sekar yang dari tadi hanya berdiri di pintu, lekas menghampiri bapak.
"Bapak, ini Sekar," lirihnya, dengan bibir bergetar menahan haru, bisa bertemu kembali dengan bapak.
Tak lama, mata yang tadi tertutup langsung terbuka perlahan, sambil menggumam pelan menyebut nama anaknya, "Sekar."
"Iya, bapak ini, Sekar," ucap Sekar dengan raut senang, karena bisa berbicara langsung dengan bapaknya.
"Apa kabar, nak?" tanyanya lirih.
"Baik bapak. Gimana kabar bapak?"
"Ya, bapak begini saja, cuman bisa tiduran, atau duduk dikursi roda."
"Sekar percaya nanti bapak bisa jalan lagi. Terus bisa antar Sekar ke pelaminan." Bapak hanya tersenyum, mendengar harapan Sekar.
"Memang mau nikah cepat, udah ada calonnya? coba bawa kesini. Bapak ingin lihat seperti apa orangnya," perintah bapak, kepada anak gadisnya itu.
"Bukan mau nikah sekarang, bapak. Nanti, kalau udah ada calon baru nikah."
"Kalau sudah ada calonnya. Bagaimana mau nikah?"
Sekar yang diberi pertanyaan itu jelas kebingungan untuk menjawab. Kenapa bapaknya menyuruh menikah, seolah olah telah punya pilihan untuknya. Padahal kan yang akan menikah lebih dulu kakaknya kan?!
"Bapak, jangan nge prank Sekar, ah."
"Bapak, gak mungkin bercanda, Sekar," ucap bapa, serius.
Apa mungkin ada sesuatu yang mereka tutupi, dengan menyuruh pulang secepatnya kesini?!
Setelah pembicaraan dengan bapak, Sekar segera keluar kamar orangtuanya untuk menuju kamarnya sendiri.
Melewati kamar sang kakak suasana tampak hening, namun dia tak ingin berprasangka buruk karena merasa hanya perasaanya saja.
"jangan berpikir begitu, Sekar. Semua pasti akan baik-baik saja," gumamnya dalam hati.
Ketika, malam hari tiba. Sekar, masih terngiang ngiang dengan ucapan bapak. Untuk menjawab pertanyaan di kepalanya, segera ia beranjak menuju kamar kakaknya.
Melewati lorong rumah yang tak seberapa untuk menuju kesana, ada ragu dihatinya namun ia penasaran dengan keadaan sang kakak.
Saat kenop pintu ditarik, terdengar berderit saat didorong perlahan. Suasana tampak gelap gulita tanpa cahaya, Sekar berjalan menuju saklar untuk menyalakan lampu.
Sekar menahan nafas, matanya mencari sang kakak. Namun tak ia temukan keberadaannya, keadaan kamar kosong juga hening.
"Kak..." suaranya lirih, hampir berbisik.
Buru buru Sekar berbalik menghampiri kamar ibunya, untuk menanyakan keberadaan sang kakak. Setelah sampai disana, segera ia ketuk pintu.
"Bu, ibu!" teriak Sekar, memanggil ibunya.
Pintu terbuka dari dalam sang ibu keluar dengan raut kesal,"Sekar, kenapa sih ribut terus? Ibu baru aja mau tidur!" bentak ibu dengan mata yang masih mengantuk.
"Kakak mana, Bu? Bukannya dia mau nikah, kok aku gak lihat, dari tadi" tanya Sekar, menguji ibunya.
"Ada dikamarnya! gimana sih" jawab ibu, marah.
"Gak ada, Bu."
Mendengar jawaban anaknya. Ibu memikirkan cara untuk kembali berkelip," mungkin, kakakmu sedang perawatan untuk pernikahan."
"Ibu, jujur sama aku. Kakak pergi kemana? gak mungkin ada salon yang buka jam sebelas malam," tanya Sekar, dengan pandangan menyelidik.
Karena sudah kepalang basah ketahuan berbohong, lalu ia berucap, "Kakakmu kabur, karena gak mau nikah sama calonnya." lirihnya.
"Astaga! drama macam apa ini, Bu. Ya, sudah. Kalau gitu kita batalin aja pernikahannya," usul Sekar, membuat ibu menjadi berang seketika.
"Enak saja kamu! main batalin saja, ibu udah keluarin uang banyak untuk pernikahan ini! jadi gak bisa main batalin gitu aja!" teriak ibu membuat Sekar menciut seketika.
"Terus, gimana sekarang? kakak 'kan gak ada, siapa yang jadi gantinya?" tanya Sekar.
"Kamu!" ucap ibu, mengambil kedua tangan Sekar dengan raut berubah melas, "mau ya, gantiin kakak kamu."
"Gak mau, Bu. Aku gak bisa," ucap Sekar, gelengkan kepala tanda menolak.
"Ibu...minta tolong, sekali ini aja. Mau ya..." bujuknya, dengan raut melasnya lagi.
Rasanya, Sekar. Ingin tertawa, mendengar ucapan ibunya yang bilang sekali permintaan. Padahal sejak dulu ia sudah jadi tumbal ulah kakaknya itu. Mau menolak pun, rasanya tak akan bisa. Ibunya, selalu memiliki seribu cara untuk ia harus terima.
Dengan berat hati Sekar pun berucap, "ya sudah aku terima. Kalau aku menolak pun tetap gak merubah apapun, aku tetap akan yang jadi pengantinnya."
"Terima kasih, Sekar. Kamu mau terima pernikahan ini. Ibu harap rumah tanggamu nanti langgeng dan bahagia," ucap ibu, sambil memeluk Sekar, dengan raut berubah datar. "Kalau begitu sekarang kamu tidur dulu, istirahat biar besok pas hari-H kamu siap," tambahnya, setelah melepas pelukannya.
----+----+----
Hari pernikahan tiba. Sekar duduk didepan cermin rias dengan raut tegang, bukan karena tak sabar bertemu calon suaminya tapi beban berat dihatinya. Ada ketidakrelaan dihatinya.
"Cantik pisan manglingi. Pasti si aa bakal terpesona melihatnya," puji MUA yang mendandani Sekar.
"Emang dasar nya cantik, didandani kayak gimana juga tetap cantik," ucap MUA yang sedang memasukan alat alat makeup nya kedalam koper khusus bawaannya.
Sekar yang dipuji oleh mereka, hanya bisa tersenyum paksa. Walau dalam hati merasa marah dengan jalan hidupnya, namun dirinya hanya bisa menerima kenyataan yang ada. Mungkin ini takdir hidupnya.
Setelah kepergian dua MUA itu, lalu tak lama pintu terbuka. Terlihat bapak yang mendorong kursi rodanya sendiri, segera Sekar berdiri untuk mengambil alih mendorongnya masuk ke dalam kamar.
"Masyaallah, cantiknya putri bapak," ucap bapak dengan raut harunya.
"Bapak. Maafkan Sekar yang selalu merepotkan bapak, terimakasih atas semua pengorbanan bapa untuk Sekar." ungkap Sekar yang menahan tangis sambil memeluk bapak.
"iya, nak. Bapak juga minta maaf, karena tak bisa melakukan apapun. Jadinya kamu terpaksa harus menikah dengan calon Rara kakakmu," ujar bapa, yang mulai menangis karena terharu ketulusan anaknya itu.
"Gak papa pak, mungkin ini sudah takdir Sekar untuk menikah cepat,"
"Bapak, berdoa semoga pernikahan kalian langgeng dan bahagia selalu saling mencintai juga melengkapi."
"Terima kasih, pak. Semoga doa bapak dikabulkan Allah SWT. Bapak juga harus sehat ya, sekalipun nanti Sekar harus jauh dari bapak lagi ikut suami. Jangan lupa, kalau ada apa-apa hubungi Sekar ya, pak."
"Iya, bapak akan ingat semua pesanmu,"
"Sekar, sayang bapak," ucap Sekar, memeluk bapak lagi
"bapak, juga sayang Sekar."
"Sudah dulu pelukannya, itu sudah ditungguin calon mantu, pak," ucap ibu, yang sudah berdiri di kusen pintu yang terbuka.
"kapan datang, Bu? kok gak kedengaran buka pintu," tanya bapak heran, istrinya yang tiba-tiba muncul.
"Ya, tadi. Pas kalian pelukan kayak mau pergi jauh saja, padahal cuman pindah ke kontrakan kampung sebelah," ejeknya.
"Gak boleh gitu, Bu. Mau jauh atau dekat namanya pindahan tetap berat," ujar bapa, memberi ibu nasihat.
"Ayo pak, kita ke tempat akad nikah." tutur ibu, sambil mendorong kursi roda bapak, pergi ke ruang tamu tempat berlangsungnya proses acara akad nikah.
Beberapa saat kemudian, terdengar kata 'sah' terucap dari orang orang yang menghadiri acara. Tak lama pintu terbuka, munculah keponakan ibu dari kampung sebelah yang datang, Anggun juga Dewi untuk menjemput Sekar keluar karena ikrar nikah sudah selesai diucapkan.
"Sekar, akhirnya kamu nikah juga," ucap Dewi, memeluk Sekar sesaat.
"Iya. Alhamdulillah," balas Sekar, tersenyum paksa.
"Suamimu ganteng, Sekar. Cuman, sayang banget kere," ejeknya, dengan mulut julid.
"ya, gapapa. Nanti, kami berjuang bersama untuk mengangkat taraf hidup,"
"kapan? cuman karyawan pabrik garmen saja gayanya selangit," ucap anggun, yang juga ikut meremehkan.
"Sudah, ayo. Kita ke depan, sudah ditunggu kayaknya," ucap Sekar, menghentikan obrolan dari sepupunya itu.
"Kayaknya ada yang gak sabar pengen ketemu suami kere," ledek anggun yang masih meledeknya.
"Terserah kamu, mau bilang apa juga," ujar Sekar mulai jengah dengan tingkahnya.
"Memang turunan keluarga julid, ya tetap aja julid, gak ibu, gak kakaknya, sampai keponakannya julid nya sudah gak tertolong," gerutu Sekar dalam hati.
Segera Anggun dan Dewi menuntun Sekar ke luar kamar, untuk menuju meja akad. Terlihat banyak pasang mata terpana akan kehadirannya. Apalagi dia yang keseharian hanya polos tampa makeup kini nampak berbeda.
Saat Sekar duduk, disebelah suaminya. Perasaan berdebar, langsung hinggap dihati nya. Apalagi melihat siluet dari samping terlihat hidung mancung, bulu mata lentik juga lebat, bibir tipis, dan rahang tegasnya membuat Sekar semakin tak karuan.
"aslinya, gimana ya? ganteng juga gak," bisik Sekar, dalam hati.
Lalu penghulu segera menyuruh tanda tangan surat nikah, dan langsung segera bertukar cincin. Saat Sekar mendongak untuk melihat wajah lelaki tinggi itu, begitu sangat tampan membuatnya jadi terpesona seketika.
"Ngapain?" tanya Bara, sambil mengangkat sebelah alisnya.
"Hah?!"
"Terpesona, lihat gue?"
"Buset! cenayang?"
"Bukan, dukun."
"Ya Allah, kang lawak ternyata."
Saat selesai acara, Sekar segera menuju kamar diikuti suaminya. Bara langsung membuka peci ketika sampai didalam, memperlihatkan rambut berantakan karena lupa di pomade. Melihat kelakuan suaminya, membuat jiwa centil Sekar meronta-ronta. Namun harus ia tahan, karena gengsi baru hari menikah masa bikin ilfil.
"Lo tau? kakak, Lo. Udah jebak gue," ucap Bara setelah ia duduk di kasur Sekar.
"Tunggu-tunggu mas, maksudnya gimana? saya masih belum paham ceritanya. Kenapa kakak saya nikah sama mas, apa sebelumnya kalian pacaran?"
"Gue baru kenal dia. Kakak lo jebak gue, dengan foto. Buat seolah olah, gue sama dia tidur bersama dengan posisi ambigu," ungkap Bara dengan mencondongkan badan ke depan sekar
"Gak mungkin lah mas, kakak saya kayak gitu," sangkal Sekar. Namun entah mengapa hatinya merasa janggal.
"kalau lo pengen tahu? begini ceritanya."
Flashback on
Saat malam minggu, Bara memutuskan bertemu teman lamanya di Bar dekat pusat kota.
"Halo, Bro," ucap Bara, langsung berdiri untuk ber tos ria dengan teman lamanya itu.
"Lama nunggu?" tanya Brian.
"Baru nyampe, bareng si Razi tadi," ucap Bara sambil duduk kembali disofa.
"Gimana kabar lo?" tanya Brian.
"Oke gue," jawab Bara.
"Katanya, lo balikan lagi sama mantan lo si Sarah?" tanya Brian dengan raut penasaran.
Bara yang akan minum lalu mengurungkan niatnya, "siapa yang bilang? jangan ngaco."
"Banyak yang ngomong kali," ujar Brian dengan terkekeh kecil.
"Iya, gue juga denger tuh si Sarah yang ngomong sama pacar gue" ujar Razi menimpali.
"Kepedean banget, ngaku ngaku gue balik lagi sama dia," gerutu Bara kesal dengan mantan pacarnya itu.
"ya kirain, lo masih bucin sama dia," ledeknya
"Enggak lah! gue mah jomblo happy, ngapain balik lagi sama yang doyan selingkuh."
"Bener banget, apalagi yang jadi selingkuhannya si Adrian yang udah lo anggap saudara."
"Parah sih. Merasa paling ok si Sarah. Padahal biasa aja, cuman tebal makeup doang. Kok bisa sih, lo mau sama dia dulu."
"Teman lo, matanya belekan kali, makannya kayak gitu bikin cinta," sindir Brian, melirik Bara yang malah semakin menikmati minumannya.
"Haha parah lu, sama temen sendiri di roasting."
"Kesel gue, gak percayaan banget dibilangin," ucap Brian.
"Kan sekarang gue udah sadar bro, gak bakal gue balik lagi sama dia."
"Syukur dah, gue doain jodoh lo yang solehah gak menye-menye pengen digebuk kayak si Sarah."
"Ngakunya polos, diam diam suhu. Cantik kagak tapi banyak tingkah," tutur Razi.
Semakin lama semakin malam, banyak yang dibicarakan mereka. Lalu tak lama berselang, datang minuman yang dipesan mereka lagi.
Bara langsung meminum minumannya tak lama tiba tiba matanya mengabur, dan ia mulai merasa kegerahan, lalu ia memutuskan ke kamar mandi.
"Bro, gue ke kamar mandi dulu."
"Yoi"
Saat dipertengahan jalan, ia dihadang seorang wanita yang langsung mengajaknya ke kamar. Karena sedang dalam kondisi tak sadar ia langsung menuruti. Keesokan harinya, ia mendengar seseorang menangis disebelahnya langsung terperanjat bangun.
"Siapa lo?!"
"Kamu lupa, apa yang udah kamu lakuin sama aku?"
"Enggak, gue gak inget apa apa," ucap bara, menggelengkan kepalanya.
"Kamu udah jebak aku."
"hah?!"
Bara langsung melihat dirinya sendiri, hanya mengenakan bokser, dan bertelanjang dada. Ketika ia melihat wanita itu, sama halnya hanya memakai pakaian dalam.
"Gak mungkin, gue lakuin itu."
"Kamu gak sadar, tapi aku yang ngerasain. Pokoknya, aku gak mau tau kamu harus tanggung jawab."
"Gak ada, gue gak mau tanggung jawab! gue juga gak merasa jebak elo."
"Kalau kamu gak percaya, aku ada buktinya kok."
"Mana? lo pikir gue akan percaya."
Lalu wanita itu mengotak atik ponselnya. Setelah ia temukan bukti, langsung menunjukannya ke depan wajah Bara.
"Kok bisa! lo ambil poto ini?"
"Biar jadi bukti, kalau seandainya kamu gak percaya. Ternyata benar kan dugaanku, pokoknya aku mau kamu nikahin aku secepatnya. Aku tunggu kedatanganmu ke rumah."
Selesai bicara, wanita itu beranjak ke kamar mandi untuk siap siap meninggalkan kamar. Saat keluar, tak lupa ia memberikan alamat rumahnya, dan juga nomer handphone untuk dihubungi.
Beberapa hari kemudian, Bara datang ke rumah wanita tersebut, yang baru ia ketahui bernama Rara untuk melamar dan menentukan hari pernikahan.
Bara yang sedang dirundung masalah, memilih menenangkan pikiran dengan kebut kebutan.Yang berakhir ricuh karena dicurangi sampai terjadi baku hantam.Opa yang mengetahui kejadian itu langsung murka. Segera opa mencabut fasilitas dan menyuruhnya untuk menyamar menjadi pegawai bawahan pabrik di daerah Bandung selama masa hukuman berlangsung.
"Benar-benar opa kejam banget! kalau ngasih hukuman.Gimana bisa gue cuman dikasih 5 juta, sedangkan buat makanan aja gak cukup. Belum bensin nih motor butut, apalagi kan gue mau nikah, gimana nasib gue kalau kayak gini," gerutu bara, mendorong motornya.
Saat melihat ada pengendara yang melintas, Bara langsung memberhentikan motor tersebut.
"Loh Ra? kebetulan ada disini bantuin gue," ujar Bara saat melihat pengendara membuka helm.
"kenapa mas?"
"Motor gue tiba tiba mogok, gak tau dah kenapa? gak ngerti juga masalahnya apa?"
"in-ini motor mas bara?"tanyanya terbata bata
"lya, emang kenapa, ada yang salah?"
"Enggak mas, kenapa mas hadang saya,"
"Mau minta antar ke kontrakan, tapi mau nyimpen motor di bengkel dulu kayaknya."
"kontrakan?" lirihnya.
"Iya, kita kan bentar lagi nikah, masa gak mau nolongin calon suami?"
"Mau kok, mas."
"Lo, tau bengkel dimana?"
"Diujung jalan sebentar lagi juga sampai."
Setelah menyimpan motor di bengkel dan Rara langsung mengantar Bara ke kontrakan nya terlihat kecil dari luar.
"astaga! gak sudi banget gue tinggal dikontrakkan kayak gini, ukurannya sama kamar mandi gue. Rugi dong sekalipun minta tinggal dirumah ibu pasti gak bakal cukup biayain gue," ungkap Rara dalam hati, dengan mengernyit jijik
"Ra, mau masuk dulu gak?"
"Ah, gak mas bara. Aku langsung pulang aja," jawabnya, dengan senyum paksa.
"Oh, ya udah kalau gitu."
"Aku duluan ya, mas."
"Ok."
Ketika sudah sampai rumah, Rara langsung menghampiri ibunya.
"Bu! ibu dimana sih?" teriak Rara mencari ibunya
Lalu tak lama, ibu datang dari arah dapur, "apa sih, Ra? teriak-teriak mulu."
"Aku gak mau nikah sama si Bara," ucapnya, setelah menghampiri ibunya.
"Kenapa? katanya kamu cinta sama dia," ucap ibu heran, anaknya cepat sekali berubah pikiran.
"Aku gak mau ya nikah sama dia, tadinya aku pikir dia anak orang kaya. Taunya cuman karyawan pabrik biasa, apalagi kontrakannya kecil banget gedean kamar aku." hardik Rara menghina Bara.
"Yang bener, Ra," tanya ibu, yang masih tak percaya cerita Rara.
"Iya, tadi aku disuruh dia nganterin ke kontrakannya."
"Aduh, gimana dong? mana ibu udah ngeluarin duit buat acara kamu, malah udah dibayar setengahnya tinggal sisanya habis selesai hajatan," ungkap ibu sambil menggigit bibirnya bingung.
Dengan mengangkat bahunya acuh Rara kembali bicara, "ya gimana, aku gak mau nikah sama laki laki kere, dikasih makan apa nanti. Buat beli baju aku aja gak bakal cukup, apalagi kalau aku mau hangout sama temen mana cukup gaji karyawan pabrik."
"Ibu, jadi pusing mikirin nya."
"Aku mau ke kamar aja, kasih aja si Bara sama Sekar. Gak papa lah dilangkahi juga dari pada harus kawin sama si Bara kere itu."
"Hmm bener juga ide kamu. Ibu, akan paksa dia pulang. Pasti dia nurut sama ibu, apalagi kalau bicara tentang bapa pasti langsung pingin pulang," ucap ibu dengan rencana yang telah ia susun.
"Cepetan, Bu. Telpon si Sekar harus dari sekarang. Biar dia cepet balik dari Jepang, jauh kan perjalanannya. Jangan sampai pas hari-H belum nyampe, apa kata tetangga kalau batal hajatan. Gak papa lah ganti pengantinnya, yang penting aman, gak nanggung malu udah koar koar ke tetangga."
"Iya, iya. Ibu telpon,"ucap ibu sambil bersiap menekan nomor sekar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!