NovelToon NovelToon

Marry The Grand Duke Of The North

BAB 1 Kastil Elowen yang Terlupakan

Hujan deras mengguyur landasan Heathrow pagi itu. Eveline, gadis berusia dua puluh dua tahun dengan rambut hitam legam yang dikuncir sederhana, menatap lekat ke luar jendela pesawat. Ia baru saja menyelesaikan sarjananya di Universitas Oxford dan berencana kembali ke rumah kakeknya di London. Hari itu seharusnya menjadi awal baru. Namun takdir berkata lain.

Sebuah kilatan cahaya menyambar pesawat. Penumpang berteriak. Turbulensi mengguncang kabin. Eveline menggenggam sabuk pengamannya erat-erat, menahan napas, dan dalam sekejap semua menjadi gelap.

Udara dingin menusuk tulang. Langit tampak kelabu. Hujan gerimis mengetuk lembut jendela kaca yang berembun. Di dalam sebuah kamar tua dan luas yang dindingnya dipenuhi lukisan usang serta tirai berat berwarna kelabu, seorang gadis muda perlahan membuka matanya.

Matanya terbuka lebar. Nafasnya tersengal. Ia terduduk dengan cepat, seolah baru saja terbangun dari mimpi buruk. Tapi apa yang ia lihat jauh dari dunia yang ia kenal. Langit-langit kamar yang tinggi dengan ukiran emas dan perak. Dinding batu yang dingin dan kokoh. Dan... bayangan dirinya di cermin antik di seberang tempat tidur.

Ia terdiam. Perlahan, dengan langkah gemetar, ia bangkit dari ranjang dan menghampiri cermin itu. Yang ia lihat bukanlah dirinya, setidaknya bukan dirinya yang biasa. Gadis di hadapannya memiliki rambut perak yang panjang terurai, mata biru seolah menyimpan lautan di dalamnya, dan kulit pucat tanpa cela. Wajah itu... cantik, namun asing.

"Apa ini...?" bisiknya, suara sendiri terdengar asing di telinganya.

Tiba-tiba kepalanya terasa berdenging, sekelebat ingatan muncul di kepalanya, ingatan itu jelas bukanlah ingatanya, ia mengerang kesakitan.

Di dunia yang ia kenal, ia ingat baru saja menyelesaikan gelar sarjana dari Universitas Oxford. Dalam perjalanan pulang ke rumah kakeknya di London seketika pesawat yang ia tumpangi mengalami turbulensi hebat. Ia ingat kepanikan di dalam kabin, teriakan, lampu-lampu yang padam, dan suara benturan yang menggema.

Setelah itu... gelap.

Dan kini ia terbangun di dunia yang tak ia kenal. "Tidak mungkin... ini tidak mungkin," gumamnya sambil menggeleng.

Ia mulai berjalan mengitari ruangan dengan langkah ragu. Setiap sudut kamar menguatkan kenyataan tak masuk akal ini. Taplak bordir tangan, lilin-lilin besar, lemari ukir kayu mahoni tua. Tak ada satu pun barang elektronik. Tak ada ponsel. Tak ada cahaya lampu. Hanya obor di dinding yang berkedip pelan.

Lalu pintu kamar diketuk.

"Nona Eveline, apakah Anda sudah bangun?" suara lembut terdengar dari balik pintu.

Eveline menoleh kaget. Nama itu... "Eveline." Nama tokoh dalam novel. Tokoh yang hanya muncul sekali, disebut sebagai wanita terbuang, hidup di kastil terpencil dan meninggal sebelum ceritanya benar-benar dimulai.

Pintu perlahan terbuka, dan seorang gadis muda dengan rambut cokelat yang dikepang rapi masuk membawa nampan berisi roti dan sup hangat. Wajahnya tampak cemas namun lembut. "Saya Anna, pelayan pribadi Anda. Maaf mengganggu istirahat Anda."

Eveline terpaku menatapnya. Anna. Dia ingat nama itu dari ingatan yang masuk tadi.

"Anda pucat sekali, Nona. Apakah Anda merasa tidak enak badan?"

Eveline hanya mengangguk pelan, masih berusaha mencerna kenyataan yang tak bisa dijelaskan.

Eveline Eldoria putri ke 2 dari Marquess Graham Eldoria. Ya itu adalah informasi yang dia dapatkan dari tubuh itu. Eveline Eldoria telah dibuang. Ditinggalkan. Tidak pernah dijenguk keluarganya. Tidak pernah disebut namanya dalam pertemuan bangsawan. Ia hanyalah bayangan yang terlupakan.

Setelah kematian ayahnya, semua kehidupanya berubah drastis. Itu adalah kenyataan yang menyakitkan, tidak ada yang merindukannya di dunia ini. Eveline dikirim jauh dari kediaman utama, diasingkan ke Kastil Elowen yang kelam dan dingin. Tidak ada pesta. Tidak ada pertemuan kerajaan. Tidak ada pelayan mewah. Hanya dirinya, Anna, dan seorang kesatria penjaga bernama Sir Edward.

Sir Edward, pria muda dengan rambut hitam dan mata tajam seperti elang, selalu menjaga jarak, meskipun ia bersikap sopan. Wajahnya serius dan tak banyak bicara. Ia adalah kesatria terakhir yang ditunjuk mendiang ayah Eveline untuk menjaga keselamatannya.

Eveline merasa hampa. Setiap pagi ia terbangun dengan harapan bahwa semua ini hanya mimpi. Bahwa ia akan terbangun di ranjang kecilnya di London, mendengar suara lonceng kota yang ramai. Namun setiap kali membuka mata, ia tetap berada di kamar batu itu, dengan langit-langit tinggi dan bayangan rambut peraknya di cermin.

Ia mencoba menulis. Mencoret-coret nama-nama yang ia kenal. Mencatat alur cerita dari novel yang ia hafal di luar kepala. Tapi tidak ada cara kembali. Tidak ada jalan pulang.

Cerita berpindahnya jiwa biasanya hanya ada didalam drama dan buku-buku novel yang ia lihat, sekarang ia berada diposisi berpindah jiwa. Sulit dipercaya, ia mengalaminya sendiri.

Hari dan hari terus berlalu. Eveline duduk di taman belakang kastil, di bangku batu yang tertutup lumut. Angin musim gugur meniup rambut peraknya. Daun-daun jatuh pelan, menciptakan irama sepi yang menyesakkan.

Anna duduk tak jauh darinya, menyulam dengan diam.

"Anna," suara Eveline nyaris tak terdengar.

"Ya, Nona?"

"Apakah... tidak ada yang mencari saya? Dari keluarga utama?"

Anna terhenti menyulam. Matanya menatap gadis itu dengan sedih. "Tidak ada surat yang datang, Nona. Sejak kematian tuan Marquess, mereka... tidak pernah mengirim kabar."

Hati Eveline mencelos. Ia tahu itu. Ia tahu dari novelnya. Tapi mendengar kenyataan itu dari suara hidup, dari seseorang yang mengalaminya... rasanya seperti ditampar kenyataan.

"Saya di sini untuk Anda, Nona," lanjut Anna lembut. "Saya tahu ini tidak mudah. Tapi Anda tidak sendiri."

"Aku akan tetap hidup anna, jangan khawatir". Eveline tersenyum kecil. Senyum getir.

Di dunia nyata, ia punya kakek yang menyayanginya. Teman yang menunggunya. Kini, ia berada di tempat di mana dirinya adalah anak buangan, bukan bagian dari cerita.

Dalam ingatan Eveline Eldoria, ia memiliki ibu tirinya yang takut dengan keberadaanya yang dapat menggeser kedudukan putrinya sehingga mengusirnya ke kastil Elowen setelah ayahnya meninggal, dia sering melakukan pekerjaan keras membantu anna mengurus kastil Elowen, adiknya Jonathan Eldoria anak yang lahir dari perut ibu tirinya, mewarisi kedudukan ayahnya sebagai marquess. Sedari kecil mereka sama sekali tidak akrab.

Namun ia tahu satu hal: jika hidupnya diambil darinya, ia akan menulis ulang ceritanya sendiri.

Malam itu, ia berdiri di balkon kamarnya, menatap bulan yang menggantung pucat di langit. Rok panjangnya berkibar tertiup angin. Ia menggenggam pagar batu erat-erat.

"Jika aku harus hidup di dunia ini, maka aku akan hidup sebagai Eveline Eldoria... bukan sebagai tokoh sampingan, tapi sebagai diriku sendiri."

Matanya menatap jauh ke hutan yang membentang. Di balik sana, kerajaan besar berdiri.

Dan begitulah, di tengah kastil yang sunyi dan dunia yang asing, Eveline memulai babak baru dalam hidup yang bukan lagi miliknya melainkan hidup sebagai Eveline Eldoria. Namun kini, akan ia jalani dengan sepenuh hati.

BAB 2: Angin Perubahan

Pagi itu, cahaya matahari menyelinap pelan melalui jendela kaca Kastil Elowen. Burung-burung berkicau di kejauhan, dan embun pagi masih menggantung di pucuk-pucuk daun. Namun Eveline tak bisa menikmati ketenangan itu. Hatinya lah yang lebih gaduh dari pagi manapun.

Ia berdiri di hadapan cermin antik, memandangi wajah yang belum sepenuhnya ia terima sebagai dirinya. Rambut perak panjang menjuntai lembut melewati bahunya, dan mata biru bersinar yang menatap balik padanya tampak seperti milik orang lain. Wajah cantik dengan kulit pucat tanpa cela itu kini adalah dirinya, tubuh Eveline Eldoria, karakter minor dalam novel "Want to Be a Princess."

Eveline dari dunia modern tak pernah menyangka bahwa kelulusannya dari Oxford akan berakhir di tubuh tokoh yang seharusnya telah lama mati. Namun, hidup terus berjalan, bahkan di dunia yang asing.

Meskipun dunia ini tampak penuh dengan aturan dan kekuatan yang sudah ada sebelumnya, ia tahu satu hal yang pasti: uang adalah kunci untuk mengubah takdirnya. Wanita hanya bisa dijodohkan untuk keperluan politik dan kedudukan mungkin menjadi takdir yang tidak bisa dielakkan dalam dunia novel ini, tetapi itu tidak berarti ia harus menyerahkan seluruh hidupnya begitu saja pada keadaan.

Tak tahan lagi hanya berdiam diri, Setelah bertanya-tanya kepada anna tentang wilayah-wilayah disana. Eveline memutuskan untuk meninggalkan kastil. Ia membutuhkan uang, dan juga informasi. Kota kekaisaran Mercia menjadi tujuan pertamanya. Ia membawa beberapa perhiasan dan barang-barang berharga yang pernah dia sembunyikan, itu merupakan hadiah hadiah dari mendiang ayahnya, ia memutuskan untuk menjualnya, satu-satunya harta yang bisa ia manfaatkan untuk bertahan hidup.

Keuangannya menipis, dan ia tahu ia tidak bisa terus mengandalkan sisa uang di kastil. Ia butuh dana untuk membangun kembali masa depannya.

Bersama pelayannya, Anna, dan ksatria kepercayaannya, Edward, mereka menempuh perjalanan panjang selama hampir tujuh jam dengan kereta kuda menuju ibu kota. Jalanan yang mereka lewati menampilkan bentang alam menakjubkan, ladang bunga liar berwarna-warni, hutan pinus yang rimbun, dan lembah-lembah hijau yang seolah menyimpan rahasia waktu.

Anna tampak senang akhirnya keluar dari kastil, sementara Edward tetap waspada, sesekali melirik ke arah sekeliling dengan tangan selalu siap di gagang pedangnya.

Siang itu, ibu kota Kekaisaran Mercia dipenuhi hiruk-pikuk para pedagang dan pelancong. Kereta kuda berderet di sepanjang jalan berbatu. Di antara kerumunan, sebuah kereta kuda sederhana berhenti di depan sebuah penginapan kecil bernama The Silver Hearth.

Eveline menuruni kereta dengan langkah ringan. Bersamanya, pelayan setianya, Anna, dan ksatria pelindungnya, Edward. Setelah melakukan perjalanan hampir tujuh jam dari Kastil Elowen, mereka akhirnya tiba di ibu kota. Selama perjalanan, Eveline menyaksikan pemandangan ladang gandum yang menguning, hutan rimbun dengan sinar matahari menyelinap di antara ranting, dan desa-desa kecil dengan anak-anak yang melambai pada kereta yang melintas.

"Akhirnya sampai juga," gumamnya sambil memandang ke arah penginapan. Bangunannya terbuat dari batu bata merah dengan jendela kayu yang hangat. Tidak mewah, namun cukup layak dan nyaman untuk tempat beristirahat.

Selama dua hari ke depan, ia berencana menjual barang-barang tersebut di pasar bawah tanah yang sering didatangi para pedagang dan bangsawan incognito. Tempat itu juga merupakan sumber informasi yang bagus. Jika beruntung, ia bisa mendapatkan kontak pedagang kapas dari timur, seperti yang ia ingat dari novel yang telah ia baca.

Saat melewati kerumunan di dekat balai utama kota, seorang pria bertubuh tinggi melintas dengan kuda hitam gagah yang berderap cepat. Kerumunan langsung memberi jalan. Eveline terpaksa mundur beberapa langkah dan tanpa sengaja tersandung keranjang milik seorang pedagang tua.

Ia terjatuh tepat di jalur kuda.

"Hati-hati!" teriak seseorang.

Dalam hitungan detik, sang penunggang kuda menarik tali kendali, menghentikan kuda hanya beberapa inci dari wajah Eveline. Debu beterbangan, dan dunia seakan terdiam. Ia mendongak dan matanya bertemu dengan sepasang mata merah darah menatap tajam ke arah dirinya.

Itu dia. Tak salah lagi.

Tubuh tinggi berbalut mantel hitam, dada bidang dengan armor ringan, rambut hitam, dan alis tebal yang tajam seperti pedang. Aura kejam dan dingin menguar dari tubuhnya. Eveline tak perlu menebak. Pria di hadapannya adalah Duke Hogard Windsor, sang Grand Duke dari Timur, si gila perang. Pria dalam novel yang digambarkan memiliki kekuatan luar biasa.

Dalam novel, ia adalah karakter yang ditakuti. Darah dingin. Tanpa belas kasihan. Namun, di balik ketakutannya, Eveline teringat bahwa dalam satu bagian cerita, karakter asli dirinya yang seharusnya sudah mati, pernah menyelamatkan pria ini saat sekarat.

Namun keadaanya sekarang bukan bagian dari cerita.

Duke Hogard menatap Eveline sejenak, matanya menyipit tajam seolah mencoba mengukur siapa dirinya. Lalu ia berbicara dengan suara tenang, "Tidak terluka?', suaranya berat dan dalam, seperti gema dari gua batu.

Eveline, yang masih duduk di tanah, cepat-cepat berdiri dan membungkuk. "Maaf, Tuan. Saya tak melihat ke mana saya melangkah."

Hogard memperhatikan gerak-geriknya. Tak ada ketakutan palsu atau usaha untuk menarik perhatiannya seperti wanita-wanita istana lainnya. Matanya menyapu seluruh tubuh Eveline, bukan dengan pandangan mesum, tapi penuh analisa. Ia bisa mengenali dari cara gadis itu membawa diri, dari kualitas bahan jubahnya yang meski tua tapi berasal dari kain mahal, dan dari sikapnya yang terlalu tenang di depan seorang bangsawan berpengaruh.

"Berhati-hatilah," katanya singkat, lalu memacu kudanya lagi dan menghilang di kerumunan.

Eveline masih terpaku beberapa saat, jantungnya berdebar kencang. Itu adalah pertemuan yang terlalu berbahaya untuk dirinya.

Edward segera menghampirinya. "Nona Eveline, Anda tak apa-apa?"

Eveline mengangguk, masih gemetar. Ia baru saja selamat dari kemungkinan tertabrak kuda, dan lebih dari itu, ia baru saja bertemu dengan karakter paling kejam dalam cerita yang ia tahu luar dalam.

Dua hari berlalu dengan cepat. Ia berhasil menjual beberapa perhiasan dengan harga baik dan mendapatkan cukup uang untuk kebutuhan awal. Namun yang lebih penting, pertemuan dengan Duke Hogard Windsor membuatnya sadar: ia tak bisa terus berpura-pura menjadi gadis buangan tanpa arti.

Setelah kembali ke Kastil Elowen, Eveline mulai membuat perubahan. Ia mulai memeriksa kondisi gudang, merapikan taman yang sudah lama terbengkalai, dan memanggil tukang desa sekitar untuk memperbaiki bagian-bagian kastil yang rusak. Ia mempelajari pembukuan tua dan mencari tahu bagaimana ayahnya dulu mengelola tanah.

Anna terkejut dengan perubahan majikannya. "Nona, Anda tampak berbeda... sejak dari ibu kota."

Eveline tersenyum kecil. "Mungkin karena aku sadar, dunia ini... tak akan menunggu siapa pun."

"Mari kita tanam beberapa bunga Anna. Tempat ini harus hidup kembali".

Edward memperhatikannya dari jauh, menyadari bahwa Eveline yang sekarang tampak lebih mantap dalam melangkah. Ia bukan lagi gadis yang terbangun dengan ketakutan dalam tubuh asing. Ia mulai menjadi tuan rumah sejati Kastil Elowen.

Eveline juga mulai mencatat segala hal dalam buku harian tentang perbedaan dunia ini dengan dunia asalnya, tentang politik kerajaan, sistem perdagangan, dan hubungan antarbangsawan. Ia menyadari, meski berasal dari masa depan, ia tidak boleh gegabah membawa ilmu modern ke sini. Tapi, ia juga tidak ingin membuang ilmunya sia-sia.

Sementara itu, di istana pusat Alverium, Grand Duke Hogard Windsor masih memikirkan wanita yang ia temui di ibukota. Ia telah melupakan banyak wajah selama bertahun-tahun berperang. Tapi bukan yang satu ini.

BAB 3: Emas dari Gulungan Katun

Kastil Elowen kastil yang merupakan tempat buangan jauh dari kediaman utama kini mulai berubah. Dinding-dindingnya yang dulu suram kini mulai ditumbuhi tunas tanaman rambat. Taman yang semula gersang kini mulai tumbuh rumput-rumput kecil. Namun perubahan sejati tidak tampak dari luar, melainkan dari tekad Eveline yang perlahan-lahan menyalakan bara perubahan.

Kekuasaan bukanlah satu-satunya kunci menuju kebebasan. Ia butuh kekuatan lain, kekayaan.

Eveline memutuskan untuk memulai rencananya. Tujuan utamanya sederhana: menghasilkan uang sebanyak mungkin dengan cara yang cerdas, bahkan jika itu berarti harus terlibat dalam dunia yang lebih kelam dan penuh intrik, seperti dunia guild informasi yang ia ketahui dari cerita novel.

Dunia ini memiliki banyak lapisan, dan informasi adalah kekuatan. Guild informasi, yang tersebar di berbagai penjuru kerajaan, merupakan tempat yang penuh dengan rahasia. Mereka mengumpulkan informasi dari setiap sudut kerajaan, menjualnya kepada siapa saja yang membayar dengan harga tinggi. Bagi Eveline, ini adalah kesempatan emas. Dengan informasi yang tepat, ia bisa mengendalikan banyak hal di dunia yang baru ini.

Namun, pertama-tama, ia harus memulai dengan sesuatu yang lebih praktis, sesuatu yang bisa menghasilkan uang dalam waktu singkat. ia adalah pembaca yang sudah membaca 10x novel Want To Be A Princess ini, tentu dia memiliki banyak informasi yang sudah ia ketahui.

Dalam novel Want to Be a Princess, ia teringat dengan sangat jelas sebuah bab yang nyaris dilewatkan pembaca biasa: kedatangan pedagang dari Benua Timur yang menukar rempah dan batu permata dengan kain katun khas Kerajaan Mercia. Saat itu dalam cerita, kain katun dijual dengan harga lima kali lipat dari harga pasaran karena kelangkaannya di benua Timur.

Ingatannya memberinya keunggulan. Ia tahu waktu dan tempat para pedagang itu akan tiba, wilayah pesisir selatan, dua bulan dari sekarang.

Di Mercia, kain katun dianggap barang murahan. Rakyat lebih menyukai sutra dari utara dan wol dari barat. Katun? Terlalu biasa. Terlalu lembut. Tak tahan lama, kata mereka. Dan karena itu, harganya murah, terlalu murah.

Eveline menaiki kereta kuda usang yang merupakan kereta kuda satu-satunya yang dimiliki mereka di Kastil Elowen. Ia menuju pasar pusat bersama anna dan sir edward sebagai kusirnya, Eveline duduk di dalam kereta kuda ditanganya tergelar peta wilayah, buku keuangan kediaman utama yang lama, dan daftar harga bahan-bahan mentah dari pasar pusat. Anna duduk mengamati nonanya yang sedang serius.

"Nona sedang merancang sesuatu lagi, ya?" tanyanya dengan senyum samar.

Eveline menoleh, matanya bersinar penuh semangat. "Aku ingin membeli kain katun. Banyak. Sebanyak mungkin."

Anna mengangkat alis. "Untuk apa nona? Tak ada yang ingin memakainya. Bahkan pelayan pun memilih linen."

"Tapi orang dari Timur akan mencarinya," jawab Eveline. "Dan mereka akan membayar mahal."

Anna menatap peta dan angka-angka. "Apa nona yakin?"

"Yakin. Dan aku tahu kapan mereka akan datang, dan ke mana mereka akan menuju. Kita hanya perlu memastikan kita punya semua kain katun terbaik sebelum pedagang lokal sadar akan nilainya."

Dengan tabungan kecil dari warisan ayahnya dan hasil dari menjual barang-barang berharga dan barang tak berguna di kastil, Eveline mulai menyusun rencananya. Ia mengirim Anna ke desa-desa sekitar untuk membeli kain katun dalam jumlah kecil agar tidak menarik perhatian. begitu juga dengan sir Edward, Mereka akan berpencar untuk membeli kain katun.

Namun membeli saja tidak cukup.

Ia perlu menciptakan ilusi kelangkaan.

Eveline lalu mendatangi Guild Informasi di kota terdekat. Tempat gelap dan rahasia itu dikenal sebagai pusat semua gosip dan berita berharga. Di sana, ia menyamar sebagai bangsawan pedagang yang hendak menjual informasi penting.

"Kau yakin informasi ini benar?" tanya sang pemimpin guild, seorang wanita tua bermata tajam bernama Madame Roven.

"Seratus persen," jawab Eveline mantap. "Ada seorang kolektor dari barat yang memiliki segudang kain katun kualitas terbaik. Tapi ia tak ingin menjualnya sekarang. Hanya orang yang datang langsung ke wilayah Elowen yang mungkin bisa mendapatkannya."

"Dan kau ingin menjual informasi ini pada kami?"

"Bukan. Aku memberikannya secara gratis. Tapi kau akan lihat... banyak yang akan mencari jalan ke Elowen tak lama lagi. Dan jika kau butuh kain katun lagi... kau tahu harus mencarinya ke siapa." Eveline berkata sembari memberikan secarik kertas berisi identitas seseorang.

Madame Roven tersenyum licik. "Kau berani, Nona.Dunia milik mereka yang berani."

Disisi lain Anna menyelesaikan tugas yang diberikan Eveline untuknya membeli dan menawar kain katun diwilayah kecil sesuai perintah Eveline. Setiap gulung kain diperiksa kualitasnya dan disimpan dalam gudang bawah tanah, itu merupakan gudang yang dia sewa khusus di wilayah Elowen, dengan indentitas samaran, tanpa sepengetahuan orang luar.

Eveline dan Edward akan menyamar dan mengecek gudang yang disewanya di wilayah Elowen setiap hari, kerahasian dan keamanan dibuat tanpa celah.

Setelah pulang dari kesibukan mereka beberapa minggu ini, Eveline duduk di meja kayu besar di ruang baca kastil. Anna menuangkan teh, sementara Edward berdiri bersandar di ambang pintu, memperhatikan eveline yang sedang menulis disebuah buku.

"Semua berjalan lancar sesuai dengan rencana dan prediksi nona." Ujar Anna.

"Banyak perubahan pada diri anda nona." Kata Edward sembari jalan mendekati meja Eveline kemudian duduk bersamaan dengan Anna.

Eveline hanya tersenyum kecil. "Mungkin aku mulai melihat dunia dengan cara baru." Anna dan sir edward hanya bisa saling menatap setelah mendengar perkataan Eveline. Mereka menyadari perubahan yang sangat besar dari diri Eveline. Dulu nona mereka adalah wanita yang girang dan ramah, tidak terlihat bahwa Eveline memiliki kecerdasan berbisnis yang sangat luar biasa.

Dengan waktu yang terus berjalan. tak butuh waktu lama. Dengan kekuatan guild informasi, Dalam waktu dua minggu, berita tentang "kolektor kain katun di Elowen" menyebar ke seluruh sudut negeri. Pedagang mulai berdatangan, mencoba menawar, dan menemukan kolektor, tuan Artur Hogardson sebagai pemilik sah kain-kain itu. Edward ditugaskan untuk menjadi tuan Artur Hogardson sesuai perintah Eveline, semua dilakukan agar pergerakan dan rencana Eveline dapat berjalan lancar tanpa diketahui para penghuni kediaman utama.

Sesuai dengan kecerdasan Eveline sebagai lulusan dari Oxford. Ia tidak langsung menjual semuanya. Ia lelang sebagian, menjual dengan harga tinggi hanya pada pembeli serius, dan menyimpan sebagian lagi. Hari-hari terus berlalu hingga tiba dimana harga kain katun mulai naik sesuai dengan perkiraan dan rencana Eveline.

"Nona, ini benar-benar seperti yang anda perkirakan, kita akan kaya nona" wajah girang terlihat jelas dari pelayan setianya setelah mendengar kabar dari sir Edward yang baru pulang dari pusat pasar.

Dengan senyum tipis Eveline berkata: "Koin emas kita sedang dalam perjalanan, mungkin besok atau besok lusa akan sampai."

Kini, Eveline punya kesempatan untuk mengubah segalanya. Untuk menulis ulang kisahnya sendiri.

Dua hari kemudian, Datanglah yang ia tunggu-tunggu.

Kalifah dari Timur.

Tiga gerobak besar dengan kotak-kotak berisi permata dan koin emas memasuki wilayah Elowen. Mereka terdiri dari pedagang tua, penerjemah, dan penjaga bersenjata. Wajah mereka cerah ketika melihat gulungan kain katun milik Eveline disebuah gedung khusus pelelangan.

"Kami mencari katun seperti ini!" seru sang pemimpin pedagang dengan aksen berat. "Lembut, halus, mudah diwarnai. Kami beli... semua!"

Eveline tersenyum. "Tentu. Tapi harganya... sudah naik."

Sang pedagang tertawa. "Kami siap membayar. Lima kali harga pasar!"

Sir Edward dan Anna yang juga sedang menyamar terkejut dengan penawaran mereka, itu sesuai dengan perkataan nona mereka.

Dalam dua hari, seluruh gudang katunnya kosong. Kalifah meninggalkan Elowen dengan gerobak penuh barang dagangan. Dan Eveline? Ia kini memiliki kekayaan yang tidak bisa diabaikan siapa pun.

Edward menatapnya takjub saat mereka menghitung koin emas di ruang kerja.

"Kau bukan hanya wanita biasa, nona. Kau saudagar. Bahkan pedagang veteran pun tak akan bisa melakukan ini secepatmu."

Eveline tersenyum kecil, menutup peti kotak berisi koin emas.

"Ini baru permulaan, Edward. Aku ingin membangun kekuatan dari dasar. Dari rakyat. Dari perdagangan. Dari hal yang dianggap sepele oleh mereka yang duduk di singgasana."

Anna masuk dengan baki penuh surat.

"Nona. Surat dari Baron Egbert dan Lady Merlin. Mereka mendengar kesuksesan Anda. Mereka ingin berinvestasi."

Eveline menerima surat itu, lalu menatap Edward.

"Sekarang mereka yang datang padaku. Bukan aku yang memohon pada mereka."

Ia duduk, mulai membuka surat-surat satu per satu, pikirannya sudah melangkah ke strategi berikutnya.

Ia tahu dunia bangsawan penuh jebakan dan pengkhianatan. Tapi dengan kecerdasan, pengetahuan masa depan, dan keberanian, ia akan membentuk kejayaan barunya sendiri.

Bukan sebagai boneka. Bukan sebagai simbol.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!