Malvia berjalan keluar dari panti asuhan yang dia tinggali selama ini dia bekerja di sebuah Coffee shop yang selalu ramai pengunjung, kebanyakan yang datang adalah anak-anak muda yang masih bersekolah, karena selain kopi Coffee shop ini menyediakan wifi gratis.
Malvia segera mengganti bajunya dengan seragam kerja, Coffee shop itu buka mulai pukul 3 sore sampai pukul 11 malam, dan hari ini Malvia akan izin, karena harus menemani bu Anggi.
"Mal, besok gue nggak masuk kerja" ucap Ratih, teman kerja Malvia
"Kenapa Rat kok nggak masuk? "
"Gue diajak kerumah Kris yang di Palembang"
"Oh, jadi nginep?"
"Iya soalnya kan sini ke sana itu jauh, nggak mungkin cuma sejam dua jam kan"
"Ya hati-hati aja deh kalo udah diajak pulang, ntar setannya ngikut"
"Idih tenang aja Mal aman"
"Haha ya udah yuk kedepan"
Ketika baru buka seperti ini, tugas Malvia dan Ratih adalah menyapu dan setelah itu akan di pel oleh David dan Amel.
Pemilik Coffee shop itu masih muda kira-kira usia 28 tahunan dia seorang laki-laki blesteran Belanda-Indonesia rupanya tampan khas orang Belanda, namun dia jarang sekali mengunjungi Coffee shop tapi dia mempercayakan pengelolaan pada pak Rian, tangan kanan nya.
"Eh Mal!"
Ratih meninju bahu Malvia, membuat Malvia menghentikan kegiatan menyapu nya
"Apa sih Rat, sakit tau"
"Itu ada mas Hanzie didepan baru nyampek"
Malvia langsung menghadap kedepan, benar saja Hanzie berjalan memasuki Coffee shop, dia terlihat sangat berwibawa meski hanya memakai baju santai dan kaca mata hitam.
Keduanya terpesona menatap Hanzie, hingga sapunya di anggur kan.
"Sore mas" ucap Malvia dan Ratih secara bersamaan
Hanzie hanya mengangguk tanpa menoleh dia berjalan terus keatas, ruangan diatas memang hanya ada ruangan bos selebihnya mungkin hanya gudang sebagai tempat menyimpan barang-barang rusak meskipun tempatnya luas.
"Aduh Mal gue gak bisa napas Mal ganteng banget bos"
"Sama Rat jadi lebih ganteng banget tau nggak"
"Iya Mal, kalo dia tiap hari disini gue palingan gak pernah izin nggak masuk"
"Hadehh sadar dong sadar lo kan udah punya Kris nah yang itu bagian gue hehe"
"OOEEE!!!!! "
Gertak David, Malvia dan Ratih sampai menjatuhkan sapunya karna kaget.
"Duh apa apaan sih ngagetin aja"
"Nyapu tuh nyapu malah ngegosip aje"
"Sirik aja yuk Mal"
Malvia mengangguk, mereka pun melanjutkan kegiatannya.
*
Pukul 6 malam dengan senang hati Malvia naik keatas ingin menemui Hanzie, meski dia takut karna memang lantai 2 jarang sekali di pijak kaki tapi karna ada Hanzie disana jadi nyalinya melebar.
Malvia mengetuk pintu dengan hati-hati, dan dia masuk setelah ada sahutan dari dalam.
"Sore Mas Hanzie"
Hanzie hanya melirik sebentar lalu kembali menatap layar lap top nya.
"Kenapa? "
"Saya mau izin"
"Izin kenapa? "
"Mau menghadiri undangan mas"
"Ini kan masih jam kerja? "
"Maaf mas ada kepentingan sebentar, lagi pula saya udah janji sama ibu pan... "
Malvia langsung menutup mulutnya memang bosnya ini tidak tau jika Malvia tinggal dipanti selama ini, teman kerja pun tak ada yang tau kecuali Ratih.
"Maksud saya ibu saya mas, dia minta saya buat nemenin ke undangan"
kali ini Hanzie mendongak, lalu berdiri sambil menutup lap top nya.
"Keliatan sekali kalo kamu bohong"
"Enggak mas sumpah beneran saya ke undangan jamuan makan malam sama ibu saya"
"Oke, tapi saya boleh minta tolong?"
"Boleh minta tolong apa mas?"
"Ruangan ini tiap sore bersihin tadi kotor banget ketauan kalo gak pernah dimasukin jadi kayak gudang"
"Iya mas soalnya takut disini kan jarang di... "
Malvia menutup mulutnya lagi, terlalu jujur dia bisa gawat.
"Takut sama apa pokoknya saya mau mulai besok ruangan saya di bersihin tiap hari, karna mulai sekarang tiap hari saya bakal ada disini"
"Iya mas jadi saya boleh izin kan sekarang"
"Jam berapa sekarang?"
"Jam 6.17 mas"
"Ya udah sana!"
"Makasih banyak mas saya pamit"
Hanzie mengangguk, Malvia segera keluar dari ruangan Hanzie.
Setelah sampai rumah dia harus siap dalam waktu setengah jam saja.Malvia bukan tipe wanita yang suka sekali make up jadi mungkin hanya perlu sedikit sentuhan seperti merapikan alis dengan pensil alis, menjepit bulu mata, sedikit eyeliner, maskara, bedak tipis dan terakhir lipstiknya, begitu saja sudah membuat Malvia cantik karena memang dari bayi Malvia sudah cantik.
Bunyi pintu kamar di ketuk.
Malvia membuka pintu tepat setelah ia selesai berdandan, bu Anggi ternyata, ibu panti yang sudah dia anggap seperti ibu kandung.
"Sudah siap nak?"
"Udah bu baru selesai"
"Yuk berangkat"
Malvia mengangguk, mereka berjalan menuju halaman rumah panti pak Bram dan Arion sudah menunggu dimobil.
Bu Anggi duduk didepan bersama Pak Bram sementara Malvia duduk dibelakang bersama Arion, si anak kandung bu Anggi.
Arion menoleh ketika Malvia masuk, sampai mobil berjalan pun Arion masih menatap Malvia, membuat Malvia menoleh heran.
"Kenapa?"
"Umurmu berapa sih mbak?"
"Kamu nanya?" Arion berdecak sebal sambil membuang muka.
"21" jawab Malvia kemudian
"Ohh"
"Masih imut gitu ya?" goda Malvia
Malvia menaik turun kan sebelah alisnya, Arion menatap kedepan.
"Orang nanya doang"
"Heleh bilang aja mukaku baby face, gitu aja susah ngomongnya"
Arion hanya membuang muka malas menanggapi kakak angkatnya yang pede nya luar biasa.
Seperti yang dikatakan Hanzie kemarin, hari ini sebelum dia datang Malvia membersihkan ruangan yang ada di lantai 2, meski sedikit merinding karna hari sudah sore dan tidak ada yang datang kemari selain dirinya saat ini.
Malvia mulai menata buku-buku yang berserakan dimeja perasaan kemarin mejanya rapi-rapi saja ketika Malvia datang izin, masa iya Hanzie tidak mau mengembalikan sendiri buku-buku yang entah tentang apa ini.
Setelah selesai membereskan meja Malvia lanjut menyapu dan mengepel lantai, tepat pada saat sampai tiba di ambang pintu Malvia menjatuhkan pel-pelan nya karna melihat sepasang kaki yang berdiri di depannya, Malvia tentu kaget karna tak mendengar suara langkah kaki dari tadi.
"Apaan sih ngagetin aja" ucap si pemilik kaki
Malvia mendongak dengan cepat.
"Mas Hanzie"
"Kebanyakan nonton drama kamu,. ngelamun apa sampek gak denger ada langkah kaki?"
"Maaf mas, soalnya dari tadi saya sendirian kan jadi parno"
Malvia mengambil lagi pel-pelan yang terjatuh, Hanzie masuk kedalam.
"Kamu pel lagi itu"
"Hah?"
Hanzie menunjuk bekas langkah kakinya yang meninggalkan noda, Malvia memutar bola mata ampun deh punya bos ganteng tapi ngeselin akhirnya Malvia mengulangi ngepel nya.
Sementara Hanzie duduk dikursinya dengan tenang sambil membuka lap top, sesekali dia melirik Malvia untuk memastikan bahwa dia mengerjakan pekerjaannya dengan baik.
"Kamu yang kemarin minta izin kan?"
"Iya mas"
"Siapa nama kamu?"
"Malvia"
"Terlalu panjang kalo manggil, yang lain?"
"Hanya itu mas"
"Mavin"
Malvia hanya menatap bingung, bagaimana bisa namanya berubah jadi nama makanan, tapi tidak papa kalau itu menjadi nama kesayangan, pikir Malvia.
Selesai mengepel dengan bersih Malvia turun untuk membuatkan kopi, sebenarnya bukan Malvia yang buat karna ada sendiri orang yang ditugaskan untuk membuat kopi yaitu Kevin dan Gideon.
"Mas Kevin buatin kopi buat mas Hanzie ya"
"Elo yang anter?"
"Iya, nanti marah kalo bukan gue"
"Halah modus, itu pasti gara-gara lo abis nyapu disono mangkanya nyuruh lo sekalian biar gak ribet" sahut Amel yang kebetulan sedang berada disana untuk mengambil pesanan kopi.
"Sirik aja Mel, sono anterin kopinya keburu pulang pelanggannya!"
Amel hanya melengos lalu segera mengantarkan pesanan, Kevin dan Gideon hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua gadis yang memang tak pernah akur itu.
"Mana mas kopinya!"
"Ini lho, gak sabaran amat mau ketemu bos"
"Ya habisnya nanti kalo lama-lama gue di marahi"
Malvia langsung menyambar kopi yang barusan di buat dan langsung naik ke lantai atas masuk keruangan Hanzie, dengan langkah mantap Malvia meletakkan cangkir kopi itu diatas meja kerja Hanzie.
"Siapa yang buat?"
"Mas Kevin"
"Lain kali kamu harus belajar biar nanti nggak bingung pas suamimu minta kopi"
"Kan tinggal beli kopi di warung trus diseduh pakek air panas"
Hanzie tertawa kecil, lalu menatap Malvia.
"Kopi hitam yang di buat sendiri jauh lebih nikmat daripada kopi pabrikan kamu bisa buat kopi?"
Malvia menggeleng dengan cepat.
"Makanya harus belajar"
"Mas mau ajarin saya?"
"Ngapain saya ngajarin kamu kayak gak ada kerjaan lain minta Kevin yang ajarin atau Gideon juga malah ahli"
"jangan-jangan mas gak bisa ya?"
"Kamu nantang saya?"
"Enggak mas, ya udah saya turun dulu mas hati-hati disini ya gak ada yang nemenin"
Malvia langsung berlari keluar ruangan, baru kali ini dia bicara dengan Hanzie begitu santai.padahal dulu Hanzie adalah orang yang sulit sekali di ajak bicara dan hanya bicara seperlunya saja.
Dukkk..
Hanzie menoleh ke arah pintu, seperti ada sesuatu yang jatuh diluar ruangan.
"Mavin!"
Tidak ada sahutan dari gadis yang barusan di panggil, apa dia sudah turun?
"Mavin jangan bercanda sama saya!"
Tetap tidak ada sahutan akhirnya Hanzie berjalan keluar, tidak ada siapa pun dan dia melihat ada kardus yang teronggok dibawah meja, oh jadi itu yang jatuh tapi siapa yang..
cit.. cit.. cit..
Tampak seekor tikus meloncat dari dalam kardus membuat Hanzie kaget dan mundur beberapa langkah, biar bagaimanapun juga Hanzie jijik dengan hewan itu dia langsung masuk ke dalam ruangan dan menutup pintunya takut jika tikus itu nyelonong masuk tanpa permisi.
"Bangsat gara-gara gadis itu jadi ikutan parno"
Hanzie duduk lagi dikursinya.
Sebenarnya Hanzie sedang memikirkan tempatnya ini, dia ingin memperluas coffee shop dengan menggunakan lantai 2 juga supaya tidak seperti gudang, juga menambah beberapa menu makanan supaya pelanggan tidak merasa bosan.
*
Kevin mendekati Malvia yang tengah duduk dikursi depan, detik-detik Coffee shop mau tutup jadi pekerjaan mereka sudah pada selesai.
"Lo kenapa kok ngelamun?"
Malvia menoleh dengan kaget.
"Mas Kevin, enggak kok nggak papa"
"Nanti pulang bareng yuk gue anter sekalian mau ngomong sesuatu nih penting banget"
"Ngomong aja disini mas, lagian ini juga sepi"
"Gabisa, gue anter ya"
Malvia menggeleng cepat, bisa-bisa Kevin tau kalau dia tinggal dipanti asuhan bukan apa-apa Malvia hanya merasa tidak nyaman jika semua orang tau kalau dia tinggal dipanti asuhan, terutama teman-temannya ini.
"Kenapa sih?"
"Gapapa mas Kevin pulang aja sama David sama mas Gideon gue pulang sendiri aja"
"Ini malem, jangan mentang-mentang berani jadi lo mau pulang sendirian apalagi gak ada Ratih kalo ada apa-apa gimana? Lo perempuan Mal"
"Ya doa nya jangan kek gitu lah mas"
"Makanya gue anter ya, sekali aja"
Malvia menatap raut wajah Kevin yang begitu berharap apa mungkin kali ini Malvia menurut saja, jangan-jangan nanti beneran ada apa-apa dijalan lagi pula jalanan terlihat begitu sepi. Biarkan saja Kevin tau kalau dia tinggal di panti asuhan.
"Hei kalian!"
Seru Hanzie dari samping meja yang ada di luar ruangan, mereka pun kelabakan dan segera berlari mendekati Hanzie.
"Pacaran aja, tutup!"
"Iya mas maaf"
Malvia dan Kevin segera masuk kedalam untuk membereskan gelas-gelas kosong sebelum tutup dan juga mengambil barang-barangnya yang masih didalam.
Hanzie melihat jam yang melingkar di tangannya lalu segera masuk ke dalam mobil mewahnya.
Selain mempunyai Coffee shop Hanzie dulu membantu ayahnya mengurusi bisnis properti dan dia hanya akan mengunjungi Coffee shop dihari sabtu dan minggu, tapi mulai sekarang dia akan sering mengunjungi untuk menyusun rencana pemakaian lantai 2 selain itu bisnis ayahnya juga sudah di pegang kakaknya jadi Hanzie hanya akan fokus pada Coffee shop ini.
Pintu gerbang Coffee shop sudah ditutup rapat akhirnya mau tidak mau Malvia pulang di antar Kevin dengan naik motor.
"Dimana rumah lo?"
"Depan gedung terbuka pas"
"Gedung terbuka? Gak salah itukan panti asuhan kasih bunda? "
"Iya gue tinggal disana mas"
kikkkkk...
Suara rem mendadak yang di timbulkan membuat Malvia kaget, Kevin menoleh kebelakang untuk memastikan bahwa yang di bonceng ini benar-benar Malvia, gadis sempurna yang selalu berpakaian menarik.
"Kaget ya mas? Gue gak punya rumah"
"Enggak bukan gitu, sejak kapan lo tinggal di sana? "
"Sejak lahir orang tua gue udah nitipin disana"
"Sayang banget padahal anaknya tumbuh secantik ini masa di sia-sia in"
Malvia hanya tersenyum kecut, bohong kalau dia tidak sedih.
Kevin melanjutkan jalannya yang sempat terhenti karena kaget.
"Mal"
"Iya"
"Gue suka sama lo"
Akhirnya kata itu keluar dari mulut seorang Kevin, Malvia begitu terkejut dengan pernyataan itu lama sekali dia tak menjawab ucapan Kevin hingga mereka tiba di depan gedung terbuka tepatnya di depan panti asuhan kasih bunda. Malvia turun Kevin menatapnya.
"Lo dengar kan tadi gue ngomong apa"
Malvia mengangguk.
"Gak usah mikir keras kalau bisa lo bisa nrima gue, gue seneng banget tapi kalo gak ya gapapa selama elo udah tau gue jadi lega"
"Mas Kevin gak salah? Gue ini orangnya cuma kek gini lo"
Kevin tersenyum lalu memegang tangan kanan Malvia.
"Elo yang apa adanya gini tambah buat gue suka, tapi gapapa kalo lo udah suka sama orang lain apalagi kalo itu mas Hanzie, kayaknya dia bakal bikin hidup lo jadi lebih bahagia"
Malvia hanya menatap Kevin dengan sedih, dia tak bisa menerima Kevin tapi dia juga tidak sesuka itu dengan Hanzie. Dia pikir dia hanya kagum dengan Hanzie.
"Maaf"
Satu kata itu berhasil membuat Kevin melepaskan tangan Malvia, karna kata maaf itu sudah menunjukan bahwa Malvia tak bisa menerima cintanya.
Kevin mengangguk angguk paham.
"Oke gue harap kita tetep jadi teman kerja yang baik, lupain kejadian hari ini dan besok bersikap biasa aja seolah nggak pernah terjadi apapun gue nggak mau buat lo susah"
Malvia hanya mengangguk sementara Kevin pamit pulang, mana bisa bersikap biasa aja apalagi selalu ketemu tiap hari.
Matahari sudah mulai bergerak turun tanda waktu sudah sore, namun pemilik tubuh cantik itu masih meringkuk diatas kasur setelah pagi tadi membersihkan halaman panti asuhan bersama yang lainnya.
"Mal... bangun udah sore lo nggak berangkat kerja?"
Malvia tak bergeming, mungkin masih asik dengan mimpi indahnya.
Chloe sudah jengah karna sudah 3 kali membangunkan Malvia tapi tidak ada tanda-tanda anak itu mau bangun jadi akhirnya di tinggal lah gadis itu.
Sampai pada pukul setengah 4 barulah Malvia bangun, dia mengumpulkan nyawanya yang baru saja mengarungi mimpi lalu meraih handphone nya yang ada diatas bantal.
"Ampun!" pekik Malvia kaget karna tau jam sudah menunjukan pukul 15:37 Malvia menepuk keningnya lalu segera bangun dan lari ke kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi.
Tidak sempat kalau harus mandi di sini nanti saja di sana kalau sempat dia akan mandi. Semoga saja pak Rian mau memaklumi dan semoga juga Hanzie tidak datang hari ini.
Malvia menguncir rambutnya asal tanpa menyisir lalu meraih tasnya dan langsung menghambur keluar kamar.
"Mbak jangan lari-lari!" teriak Bintang
"Iya buru-buru kok mbak Chloe gak bangunin sih dia kemana?"
"Gak tau mbak, tapi katanya udah di bangunin"
"Masa sih, pinjem sepeda ya!"
"Iyaa" teriak Bintang ikutan panik.
Malvia langsung menyambar sepeda Bintang yang terparkir di halaman panti, untung saja jaraknya dekat paling kalo gak telat Malvia biasa jalan kaki sama Ratih, kan rumah Ratih cuma beda 3 rumah dari sini.
Sampai di Coffee shop Malvia sudah di sambut oleh pak Rian.
Pak Rian menunjuk-nunjuk jam yang melingkar ditangannya.
"Jam berapa Mal?"
"Maaf pak"
"Alasan?"
"Ketiduran"
"Di tunggu bos diatas"
Malvia mengangguk lalu segera masuk kedalam, ternyata Hanzie sudah datang. Mampus!
"Hei Mal, dari mana aja kok baru muncul?" tanya Ratih yang sedang membersihkan meja dapur.
"Ketiduran Rat"
"Nggak di bangunin sama nyokap lo?" tanya David menyahuti.
Malvia hanya tersenyum sambil menggeleng, lalu dia meletakkan tas di loker dan segera naik ke lantai atas untuk menghadap Hanzie.
Dia mengetuk pintu.
"Masuk!"
Malvia pun masuk kedalam sambil menunduk karna dia tau dia salah kali ini.
Disana ternyata tidak hanya ada Hanzie, tapi ada seorang pemuda seumuran Hanzie yang sedang duduk di samping kursi kerja milik Hanzie, sepertinya lebih menyeramkan dari pada Hanzie.
"Kenapa? Tanpa izin tanpa apa tiba-tiba telat 1 jam lebih jangan anggap remeh pekerjaanmu!"
"Maaf mas"
"Kamu bersihkan kamar mandi lantai 2!"
Malvia mengangguk, dia segera keluar. Sementara Hanzie kembali menatap layar lap top nya.
"Karyawan lo?"
Hanzie mengangguk, Jansen menatap pintu dengan senyum samar.
Hanzie meliriknya.
"Jangan macem-macem disini, dia masih polos"
"Dikit aja boleh kan, gue mau kenalan sama gadis polos gimana ya rasanya"
Hanzie hanya menggeleng-gelengkan kepala, sementara Jansen beranjak dari kursinya ingin menyusul Malvia.
"Hello" sapa Jansen di ambang pintu kamar mandi yang sedang di bersihkan Malvia. Malvia hanya melihat sebentar lalu mengangguk kecil sebagai tanda menanggapi.
"Siapa namamu"
"Malvia mas"
Jansen tertawa mendengar ucapan Malvia yang seperti gadis desa, memanggilnya dengan sebutan 'mas'.
"Kenalin gue Jansen, temennya si bangsat"
Jansen mengulurkan tangannya, Malvia membalas dengan ragu.
"Bangsat?"
"Hanzie"
"Ohh"
Jansen mengeratkan jabatan tangannya sambil menatap wajah Malvia dengan penuh arti, Malvia mencoba melepaskan.
"Maaf mas, mau bantu bersihin kah?"
"Haha lo lucu ya, gue tunggu disini"
Jansen melepas jabatan tangannya, Malvia segera masuk lagi kedalam dan mulai menggosok, dia risi karna Jansen masih ada di ambang pintu sambil menatapnya ini lebih menakutkan dari pada berada di lantai 2 sendirian.
"Mas gak punya kerjaan?"
Jansen menaikkan sebelah alisnya.
"Saya bersihin kamar mandi apa yang harus di lihat? "
"Oh come on, you're so beautiful and i like it"
"Saya gak tau mas ngomong apa saya tutup ya pintunya"
"Biarin gue masuk kalo gitu"
Malvia menggeleng cepat, mana lagi Hanzie kenapa kutu kupret ini gak dicari malah di biarin keluyuran.
Malvia menutup pintunya tapi belum sampai tertutup penuh, Jansen mendorong pintunya dan menerobos masuk lalu menutup pintu dari dalam, menyisakan dia dan si cantik Malvia.
Oh ini sungguh yang dia inginkan.
Malvia mundur hingga mentok ke bak air.
"Mas kok masuk, beneran mau bantuin saya bersih-bersih?" tanya Malvia mencoba tidak panik.
Jansen menyeringai lalu menyentuh pipi kanan Malvia, tentu saja si pemilik pipi langsung menampik tangan Jansen.
"Mas jangan macam-macam"
"Lo masih perlu menjelajahi dunia sayang, supaya tau rasa yang nikmat"
"Apa maksudnya?"
Jansen langsung menarik tangan Malvia dan meraih tengkuknya supaya Jansen bisa leluasa mencium gadis yang baru saja di kenal nya beberapa menit lalu.
"Mas, tolong!" teriak Malvia.
Jansen berusaha mencium bibir Malvia yang masih suci, sementara Malvia menggeleng-gelengkan kepala supaya bibirnya tak menyentuh bibir Jansen.
Klek..
Pintu kamar mandi dibuka, menampilkan sosok Hanzie yang membuat Malvia lega karna saat itu juga Jansen melepaskan Malvia.
"Tolol gue bilang apa tadi"
"Lo ngrusak urusan gue bangsat!"
Hanzie menyeret Jansen untuk keluar dari kamar mandi sementara Malvia nafasnya tak beraturan karna tubuhnya gemetar takut, serta air matanya yang ikut keluar.
"Ngapain lo bertindak sejauh itu? Lo bilang cuma kenalan?"
"Ayolah Han, lo paling tau sifat gue masa iya gue menyia-nyiakan gadis cantik yang masih fresh"
"Awas kalo lo berani biar gimanapun Mavin itu karyawan gue, dia berada dalam lindungan gue kalo terjadi sesuatu padanya di dalam Coffee shop"
Jansen memutar bola mata, mungkin lain kali saat bertemu di jalan supaya Hanzie tak mengganggunya.
Hanzie menyusul Malvia yang masih berdiri kaku di tempatnya sedari tadi.
"Mavin!"
Tidak ada sahutan.
Malvia tetap berdiri kaku tanpa merubah ekspresi nya.
"Mavin! "
Hanzie menarik tangan Malvia keluar dari kamar mandi, Malvia tersadar dan langsung mengusap sisa air matanya.
"Si tolol itu udah lecehin kamu?"
"Nggak"
"Saya minta maaf, kamu lanjutin saya akan mengurusnya"
Hanzie melangkah pergi, Malvia masuk kedalam kamar mandi lagi dan menutup pintunya serta menguncinya dari dalam, dia takut kalau Jansen kembali lagi.
Sungguh ini menyakitkan sekali, meskipun Jansen tak berhasil melakukannya tapi ada kemungkinan kedua jika dia datang lagi kesini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!