NovelToon NovelToon

Pesona Setelah Menjadi Janda

Bab 1 - Karena Kamu Gendut!

“Alyssa!”

Suara pria menggema di dalam rumah mewah yang luas dan dingin. Nada tinggi yang memanggil itu dipenuhi amarah yang nyaris tak tertahankan.

“Iya, Mas. Sabar sebentar,” jawab Alyssa dari arah dapur, suaranya lembut dan sedikit tergesa.

Namun kesabaran pria itu sudah habis. Ia bangkit dari sofa dan melangkah cepat menuju dapur. Dari jarak beberapa meter, tubuh sang istri sudah tampak. Baginya, tubuh berisi Alyssa terasa mengganggu. Besar. Penuh lemak. Menyebalkan untuk dipandang.

“Dipanggil bukannya datang malah enak-enakan di dapur!” hardiknya, tajam.

Alyssa langsung membalikkan badan. Wajah chubby-nya basah oleh keringat. Kulitnya kusam, penuh flek hitam. Namun di tengah semua itu, ia tetap tersenyum, tulus seperti biasanya.

“Maaf, Mas. Aku masih masak. Ada apa, ya?” tanyanya lembut.

Alyssa mencintai Reza sepenuh hati. Meski sering dihina, selama Reza tetap di sisinya, ia tak pernah mempermasalahkan perlakuan buruk suaminya. Bagi Alyssa, kesetiaan adalah segalanya.

“Kita ke rumah Mama hari ini. Satu jam lagi berangkat. Dandan yang bener! Jangan kayak penjual ikan di pasar!” Reza meludah kata-katanya dengan jijik sebelum pergi meninggalkan dapur.

Alyssa hanya mengangguk. Senyumnya tetap terukir, meski hatinya perih. Ia sudah terbiasa. Hinaan dari Reza tak lagi mengejutkan—ia bahkan meyakinkan dirinya bahwa itu hanyalah bentuk perhatian. Sebuah nasihat. Betapa naif.

Jika ada yang bertanya, kenapa masih bertahan? Jawabannya selalu sama: karena cinta.

Tiga tahun pernikahan mereka belum juga dikaruniai anak. Bukan karena tidak bisa hamil—Alyssa pernah mengandung, namun kehilangan janinnya karena kondisi tubuh yang lemah. Sejak itu, ia trauma dan memilih menggunakan KB sementara. Reza awalnya setuju. Tapi kini, semuanya berubah.

Selama setahun terakhir, berat badan Alyssa naik drastis. Dulu ia langsing, cantik, penuh pesona. Kini, semuanya seperti sirna. Daster menjadi pakaian andalannya, dan cermin jadi musuh diam-diam yang ia hindari.

Selesai memasak, Alyssa mandi, lalu menuju walk-in closet. Ia memilih dress maroon selutut yang dulu pernah membuat Reza memujinya. Dengan penuh harap, ia duduk di meja rias, merias wajah seadanya: cushion, alis, eyeliner, dan lipstik nude. Rambut panjangnya yang masih sama indahnya seperti dulu, dibiarkan tergerai.

Selesai berdandan, ia keluar kamar, menghampiri Reza yang duduk di ruang keluarga.

“Mas, aku udah siap,” ucap Alyssa sambil tersenyum kecil.

Reza hanya melirik sekilas, lalu berdiri dan berjalan mendahuluinya. Alyssa tetap mengikuti, namun langkahnya terhenti ketika ia memberanikan diri bertanya, “Mas, gimana penampilanku? Bagus, nggak?”

Reza menoleh dengan sinis. “Apa yang mau dinilai? Dress itu kayak daster kampung. Kamu jelek, dan akan tetap jelek, karena kamu gendut. Paham?”

Alyssa terdiam. Senyumnya runtuh seketika. Ia menatap kosong, menahan luka yang baru saja ditorehkan. Dengan napas tertahan, ia berjalan menyusul Reza keluar rumah.

Sepanjang perjalanan menuju rumah mertua, Reza tak mengajak bicara. Alyssa mencoba mencairkan suasana.

“Mas, Mama mau ngomong apa, ya, kira-kira?”

Reza menjawab dingin, “Bukan kita. Tapi kamu. Mama mau ngomong sama kamu. Nanti juga tahu sendiri. Sekarang diem. Jangan ganggu konsentrasiku.”

Alyssa hanya mengangguk, menatap keluar jendela, membiarkan pemandangan jalan ibu kota mengalihkan pikirannya yang mulai tak tenang.

Dua puluh menit kemudian, mereka tiba di rumah keluarga Reza—rumah besar bercat putih, dikelilingi taman hijau yang rapi. Reza turun duluan tanpa menunggu. Alyssa mengejarnya, tertatih karena langkahnya yang lebih lambat.

Saat masuk ke ruang tamu, Alyssa melihat banyak orang sudah berkumpul. Adik-adik Reza ada di sana, dan seorang wanita muda cantik tengah berbincang hangat dengan ibu mertua Alyssa.

“Ma...” sapa Alyssa pelan.

Sang mertua menoleh dengan tatapan tajam, menelusuri tubuh Alyssa dari atas hingga bawah tanpa menyembunyikan rasa jijik.

“Cih, cocok jadi penjual daging di pasar,” gumamnya, cukup keras untuk terdengar.

Namun Alyssa tetap mendekat dan mencium tangan mertuanya, mencoba tetap hormat.

“Maaf ya, Ma. Alyssa jarang main ke sini. Mama sehat?”

Tak ada balasan ramah. Hanya tatapan dingin dan suara ketus.

“Sudah, nggak usah basa-basi. Nggak ada yang berharap kamu datang. Sekarang dengerin baik-baik,” ucap ibu Reza sambil memperbaiki posisi duduk.

“Alyssa, saya ingin Reza menikah lagi. Dia akan saya nikahkan dengan anak teman saya. Ini Clara.”

Wanita cantik di sebelahnya tersenyum. Alyssa mematung.

Jantungnya berdetak tak karuan. Tangannya gemetar. Dunia seperti berhenti berputar.

Benarkah yang ia dengar barusan?

Tubuh Alyssa terasa lemas. Dan untuk pertama kalinya... ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana.

Bab 2 - Talak

“Terserah kamu mau terima atau tidak. Yang pasti, Reza akan menikah dengan Clara minggu depan.”

Kalimat itu meluncur tajam dari bibir ibu mertuanya, menusuk hati Alyssa tanpa ampun. Air matanya langsung tumpah, mengalir deras tanpa bisa ditahan.

Alyssa menggeleng cepat, menatap sang suami yang sejak tadi bungkam. Ia menggenggam tangan Reza dengan penuh harap, namun tangan itu ditepis kasar.

Dua adik Reza yang turut hadir di ruang keluarga hanya duduk diam, tak menunjukkan empati sedikit pun. Seolah kehadiran Alyssa tak lebih dari bayangan yang mengganggu.

“Mas... maksud Mama itu apa? Kamu—kamu mau nikah lagi?” suara Alyssa pecah, tubuhnya bergetar. “Kita masih suami-istri... Mas... kenapa bisa begini?”

Reza menatapnya dingin. Tak ada sedikit pun keraguan di wajahnya.

“Kamu udah dengar sendiri, kan? Mama udah bilang semuanya. Dan kamu masih nanya kenapa aku nikah lagi?” Ia tertawa sinis. “Coba kamu ngaca, Sa. Lihat diri kamu sekarang. Siapa yang betah hidup sama perempuan jelek kayak kamu?”

Ucapan itu menghantam keras dada Alyssa. Ia tercekat. Bukannya membela, Reza malah mempertegas bahwa pernikahan baru itu adalah keinginannya.

“Mas... ini semua karena aku pakai KB. Berat badanku naik bukan karena aku nggak usaha. Aku udah coba diet, olahraga... Tapi kamu dulu yang setuju aku pakai KB, Mas. Kamu bilang nggak masalah,” suara Alyssa lirih, berusaha menjelaskan meski tenggorokannya tercekat oleh tangis.

“Aku mana tahu efeknya separah ini,” balas Reza tanpa rasa bersalah. “Lagian, kamu juga salah. Nggak bisa jaga penampilan. Dan satu lagi, aku udah pengen punya anak, tapi kamu belum juga hamil.”

Alyssa terdiam. Ucapan itu membuatnya makin bingung. Selama ini, Reza tak pernah menyinggung soal anak.

“Kalau memang kamu mau anak, kenapa nggak pernah bilang ke aku? Aku siap kok, Mas. Aku bisa berhenti KB. Kita bisa punya anak...”

Namun Reza menggeleng. “Udah terlambat. Aku udah mutusin buat nikah sama Clara. Aku yakin, pernikahan kami akan dikaruniai anak-anak yang cantik dan ganteng. Nggak kayak kamu, dekil, jelek.”

Nyesss...

Hati Alyssa seakan diremas. Ucapan itu lebih menyakitkan dari pukulan mana pun. Ia hanya bisa menunduk, mencoba menahan tubuhnya agar tak rubuh oleh luka yang terus ditambah.

Saat pikirannya mulai dipenuhi dilema — bertahan atau melepaskan — suara ibu mertuanya kembali terdengar, kali ini lebih tegas.

“Besok kalian urus perceraian. Mama nggak mau Reza digangguin urusan rumah tangga lagi. Fokusnya cuma buat Clara. Dan kamu, Alyssa, mulai sekarang siapkan diri untuk keluar dari rumah anak saya.”

Alyssa tak mampu membalas. Tubuhnya mematung, hatinya tenggelam dalam luka yang makin dalam. Apakah ini benar-benar akhir dari pernikahannya?

Tiba-tiba, ibu mertua dan Reza saling pandang. Ada isyarat di antara mereka, dan tak lama kemudian Reza membuka mulutnya.

“Alyssa Zalfa Lashira, hari ini, dalam keadaan sadar, saya, Reza Danendra, menceraikan kamu dengan talak satu.”

Duarrrr...

Petir menggema dari luar rumah, menggelegar di langit yang mulai mendung. Namun suara itu tak sebanding dengan guncangan yang dirasakan Alyssa. Talak itu datang tanpa aba-aba, tanpa peringatan. Ia bahkan belum sempat mengambil keputusan.

“Mas... kamu... kamu nggak salah ngomong kan? Kamu cuma bercanda, kan Mas?”

Alyssa berdiri dengan limbung, mencoba menjangkau suaminya. Namun Reza melangkah menjauh, lalu mendekati Clara yang sejak tadi hanya menyaksikan drama ini dengan senyum simpul.

Dengan santai, Reza menggenggam tangan Clara dan menciumnya dengan lembut. Alyssa melihat itu, dan tubuhnya tak kuat lagi menopang beban kesedihan. Ia jatuh terduduk di sofa, tangannya menekan dada yang terasa sesak.

Tangisnya pecah, melolong dalam diam. Pagi tadi ia masih menyiapkan sarapan dan baju kerja untuk Reza. Kini, semuanya runtuh dalam sekejap. Ia bukan lagi istri dari pria yang dulu ia cintai.

Dan mungkin, tak pernah dicintai sejak awal.

Bab 3 - Menjadi Orang Asing

Hening.

Tak seorang pun peduli pada kondisi Alyssa yang nyaris hancur. Bahkan dua adik Reza sudah meninggalkan ruang keluarga, mungkin kembali ke kamar mereka masing-masing.

Sementara itu, Reza, Clara, dan Ratih—mantan ibu mertuanya—asyik mengobrol seolah Alyssa tak pernah ada di sana. Seperti dirinya hanyalah angin lalu yang tak layak dipandang.

“Mama kenapa?” suara Alyssa pecah, matanya menatap lurus ke arah Ratih. “Kenapa Mama sejahat ini sama Alyssa? Selama ini Alyssa selalu anggap Mama seperti ibu kandung sendiri. Tapi kenapa Mama malah nyuruh Mas Reza ceraikan Alyssa? Kenapa?”

Ratih menoleh perlahan. Tatapan sinisnya menusuk, kontras dengan kelembutan yang ia tunjukkan saat berbicara dengan Clara. Seolah tak ada secuil kasih tersisa untuk Alyssa.

“Karena sejak awal, saya tidak pernah setuju kamu menikah dengan Reza,” jawab Ratih dengan nada dingin dan penuh kebanggaan. “Meski kamu dulu cantik, kaya, dan berpendidikan, semua itu tak cukup di mata saya. Saya sudah punya calon sendiri untuk Reza. Tapi karena dia keras kepala dan terlalu tergila-gila padamu, saya tak bisa menolak. Sekarang, saat dia muak melihat kamu yang tak lagi menarik dan belum juga mengandung lagi, saya kenalkan dia pada Clara. Untungnya, Reza langsung menerima.”

Alyssa terdiam. Jadi selama ini, wanita yang ia panggil Mama menyimpan kebencian dalam diam. Luka di hatinya semakin menganga.

Ia mulai menyusun napasnya. Menguatkan diri. Semua ini terlalu tiba-tiba. Meski Reza kerap bersikap dingin dan kasar, tak pernah sekalipun ia menyangka pria itu akan mengkhianatinya. Ia merasa bodoh.

Setelah beberapa saat, Alyssa berdiri. Tubuhnya masih gemetar, tapi matanya sudah tak meneteskan air mata.

“Reza,” ucapnya tegas, “aku yang akan menggugat cerai.”

Perkataan itu membuat Reza menoleh. Ada yang aneh. Biasanya Alyssa memanggilnya “Mas”. Tapi kali ini tidak. Ada jarak dalam suaranya, dingin dan tegas.

“Terserah kamu,” balas Reza acuh. “Yang penting kita pisah. Mau kamu yang ajukan, silakan. Urus secepatnya.”

Tangannya tetap menggenggam tangan Clara dengan erat. Tanpa rasa bersalah, seolah pernikahan tiga tahun mereka tidak pernah berarti.

Alyssa hanya menatap mereka dengan wajah datar. Tidak ada lagi air mata. Ia bangkit, mengambil tas, dan melangkah menuju pintu.

“Kalian akan menyesal memperlakukan aku seperti ini. Kamu, Clara... wanita yang merebut kebahagiaan orang lain... semoga kamu tak pernah dikhianati dalam hidupmu.”

Tanpa menunggu reaksi, Alyssa pergi.

---

Di luar gerbang, Alyssa memesan taksi online. Beberapa menit kemudian, mobil datang. Ia masuk, menyandarkan diri di kursi belakang, lalu memejamkan mata. Tapi air mata kembali jatuh, membasahi pipinya yang sudah sembap.

Sopir taksi yang sudah berumur hanya melirik lewat kaca spion, lalu kembali fokus ke jalan. Ia tahu, perempuan ini sedang menghadapi badai besar dalam hidupnya.

Pikiran Alyssa melayang. Mengingat saat-saat indah bersama Reza. Dulu Reza adalah pria yang lembut, penuh perhatian. Dulu. Tapi kini... semua hanya dusta.

Tanpa ia sadari, mobil berhenti. Sopir memberi tahu dengan suara pelan. Alyssa terkejut, lalu membayar dan keluar. Di hadapannya berdiri rumah yang dulu ia sebut “rumah tangga”.

Sekarang, tempat itu tak lebih dari reruntuhan kenangan.

Alyssa masuk. Setiap sudut rumah memanggil ingatannya. Piring-piring makan siang yang ia siapkan masih tersusun rapi. Makanan yang ia masak pagi tadi untuk Reza, masih ada di dapur. Ia berjalan ke kamar. Bayangan masa lalu kembali muncul—Reza memeluknya di tempat tidur, senyum mereka saat menyiapkan pagi bersama.

Tangisnya pecah. Ia jatuh terduduk, memukul dadanya yang terasa sesak, mencoba mengusir sakit yang menyesak.

Lima belas menit kemudian, ia mulai tenang. Alyssa berjalan ke meja rias, menatap wajahnya. Bengkak. Kusam. Badannya jauh berubah. Perutnya berlemak, lehernya menebal, flek tipis memenuhi wajahnya sejak memakai KB. Tak heran Reza jijik. Bahkan, menatap pun enggan.

Tapi hari ini, tekad muncul dalam dirinya.

Ia akan berubah.

Ia harus pergi. Rumah ini tak lagi miliknya.

Alyssa membuka lemari dan menyiapkan koper besar. Mengambil baju, berkas penting, lalu menoleh pada tas-tas yang dulu Reza belikan. Semua itu tidak penting sekarang. Yang penting: pergi. Dan memulai kembali.

Ia duduk sejenak di ruang keluarga. Dulu, tempat ini adalah ruang menunggu cinta. Kini, tempat ini hanyalah ruang sunyi yang menyimpan luka.

Dan sebentar lagi babak baru kehidupan akan segera dimulai.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!