NovelToon NovelToon

Tahanan Cinta Duda Kaya

Awal yang kejam

Di pagi hari yang cerah seorang perempuan cantik,berkulit putih serta tubuh yang ramping sedang berjalan menuju tempat kerjanya setelah turun dari bus.

Lingkungan dekat kantornya yang masih sepi karena dia berangkat lebih awal, tidak membuatnya takut karena memang sudah terbiasa.

Namun hari itu terasa berbeda hingga membuatnya takut untuk melangkah.

"Hah! apa cuma perasaanku saja" gumamnya setelah menoleh ke belakang namun tak terlihat siapapun disana.

Perempuan itu bekerja di salah satu perusahaan swasta yang berada jauh dari rumahnya tapi demi memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan orang lain, tidak membuatnya patah semangat dan terus melangkah maju.

Perempuan itu berjalan sendirian meski sudah ada beberapa orang yang melewati jalan tersebut.

"Permisi, apa benar anda Diana Abelia, usia 24 tahun, bekerja di perusahan E" ucap seorang pria berbaju serba hitam menghampiri perempuan tersebut.

"Benar, maaf anda siapa? darimana tahu semua tentang saya?" Diana merasa takut dengan kehadiran 2 pria misterius yang menghadang jalannya.

Pria itu memberikan isyarat mata ke pria satunya lalu menganggukan kepala kemudian mereka menggenggam lengan Diana di kedua sisinya.

"Hei,apa-apaan ini?" ucap Diana meronta mencoba melepaskan genggaman mereka.

"Jangan banyak bicara, cepat ikut saja" ujar pria tersebut.

"Tolong!! lepaskan!" teriaknya sangat kencang.

Kondisi sekitar yang sepi membuat Diana tidak mendapatkan pertolongan dari siapapun meski berteriak sekencang mungkin.

"Diam!! atau kamu akan tahu akibatnya" kata salah satu pria itu.

Diana mencoba melarikan diri dengan menendang salah satu kaki dari pria di samping kirinya dan menyikut perut pria di sebelah kanannya namun bukannya merasa kesakitan justru kaki dan siku Diana lah yang sakit karena badan mereka yang keras dan kuat.

"Benar! lebih baik simpan tenagamu" sambung pria satunya sambil memelototi Diana.

Mereka terlihat menyeramkan dan mengintimidasi hingga Diana tidak berkutik dan hanya bisa diam meski dalam pikirannya terus berputar memikirkan solusi untuk bisa kabur.

Hingga akhirnya mereka berhenti di sebuah gang yang hanya bisa di lalui oleh satu mobil saja namun dengan santainya seorang pria berwajah tampan dengan pakaian rapi namun mempunyai rambut lurus berwarna hitam pekat serta panjang yang hampir sepinggang berdiri di depan mobil mewah itu sambil menyilangkan kakinya dan menyalakan rokok lalu menghisapnya.

"Siapa pria itu? kenapa ada pria tampan berambut panjang? apa dia artis yang akan syuting? haha.. Jangan-jangan mereka sedang mengasah akting mereka dan lagi 2 pria yang di sampingku ini paling pemeran figuran kan?" benak Diana.

Diana mengira semua kejadian yang menimpanya hanya semacam prank untuk mereka yang sedang memainkan peran seolah menjadi sekelompok pria yang kejam yang ingin menculik seorang wanita tak berdaya seperti dia.

"Haha.." tawa kencang Diana terdengar hingga ke pria tampan berambut panjang itu.

"Kenapa wanita itu? apa dia sudah gila?" benak pria tampan berambut panjang itu. Dia bahkan membuang rokok yang baru di hisapnya karena merasa tersinggung dengan tawa Diana.

Diana yang dibawa kini sudah tepat di depan pria berambut panjang itu namun dia masih tertawa dengan santainya.

"Haha.. akting kalian benar-benar bagus! hei bung, lepaskan tanganku" Diana meminta kedua pria itu melepaskannya.

"Haha.. lucu sekali kamu! apa kamu sebodoh itu?" ejek pria itu.

Karena mereka tak kunjung melepaskan Diana dan juga ucapan pria itu yang terasa menusuk membuatnya sadar bahwa yang terjadi bukanlah sandiwara.

"Hei lepaskan! sebenarnya siapa kalian? ini tindakan ilegal, bisa-bisanya menculik seorang perempuan tak berdaya seperti ku! lepaskan!!" berontak Diana.

Ceklek!

Tidak ada yang mendengarkan Diana namun pria tampan berambut panjang itu justru masuk kedalam mobil mewahnya lalu setelah itu Diana di dorong masuk kedalam mobil.

Brakkk!

"Akh.." Diana tanpa sadar kepalanya menabrak dada pria tampan itu.

"Ternyata kamu sudah tidak sabar, ya?" ucap pria itu mengelus kepala Diana.

"A.. apa maksudnya?" jawabnya ketus sambil mendorong dada pria itu setelah tersadar.

Meski Diana bersikap seolah tidak takut namun sebenarnya dia gemetar berada dalam situasi yang menegangkan bahkan saat melihat mobil serta pakaian dan jam yang pria itu kenakan semuanya tampak sangat mahal.

"Bukannya tadi kamu menyentuh tubuhku?" ucap pria itu tersenyum.

"Siapa yang membuatku seperti ini? kalau bukan karena mereka mendorongku pasti aku tidak akan menyentuhmu bahkan tadi tidak sengaja" jawab Diana terus mengoceh.

"Eum..cup" pria itu menyentuh dagu Diana mencium bibirnya agar berhenti bicara.

Tindakan tidak sopan yang secara tiba-tiba itu membuat Diana terbelalak terkejut dengan hebatnya.

"Ci.. ciuman pertamaku! Hei.. tuan! meskipun sepertinya anda ini orang kaya tapi kenapa mencium orang dengan seenaknya? bahkan kita tidak saling mengenal" wajahnya memerah namun Diana mengelap bibirnya yang basah setelah dicium bibirnya oleh pria itu yang juga menempelkan lidahnya saat menciumnya.

"Sepertinya kamu terlalu kekanakan. Itu bahkan bukan ciuman tapi kenapa heboh sekali, bagaimana kalau kita menikah nanti?" kata pria itu tersenyum.

"Tuan.. tolong turunkan saya! sepertinya anda salah orang, apa maksud menikah? saya masih muda dan saya juga belum memikirkan tentang pernikahan" pintanya dengan ekspresi memelas.

Pria itu merubah ekspresi wajahnya menjadi terlihat menakutkan dengan sorot matanya yang tajam menatap Diana.

Dia mendekatkan wajahnya hingga mencondongkan badannya kedepan sampai Diana tersudut di pintu mobil dengan merasa ketakutan.

"Aku sudah berbaik hati sebelumnya tapi ingat! kamu tidak berhak pergi apalagi meminta belas kasih. Diam dan sadarlah posisimu seperti apa sekarang" ucap pria itu sambil menyentuh dagu Diana yang terbelah indah.

Meski sentuhannya tidak kasar namun Diana merasakan bahwa pria yang dia hadapi kali ini bukan orang sembarangan bahkan terlihat kejam.

Diana akhirnya diam setelah memahami bahwa ucapan pria itu terlihat seperti ancaman baginya. Dia tidak berani bersuara lagi dan hanya memantau situasi,mencari celah untuk kabur.

"Dan ingat! jangan berfikir untuk kabur, karena aku akan menyentuhmu jika kamu berani melangkah keluar tanpa sepengetahuan dariku"

Deg!

"I,iya" wajah Diana memerah serta tubuhnya gemetar ketakutan.

"Menyentuhku? bukankah itu berarti dia berniat mengambil kesucianku? haa!! tidak! itu pasti cuma pikiran kotorku, dia bukannya orang kaya, kan? pasti dia punya banyak wanita di sekitarnya jadi kemungkinan dia pasti hanya menggertakku saja" dalam benak Diana.

Dia mengangguk serta sesekali menggelengkan kepala namun dengan kedua tangannya menutupi depan tubuhnya.

Pria itu tidak mengerti apa yang sedang Diana lakukan karena baru pertama kali melihat perempuan unik seperti Diana.

"Bodoh" ejek pria itu.

"Apa? maksudnya aku bodoh?" jawab Diana.

"Akhirnya kamu mengaku sendiri bahwa kamu bodoh, cih!" kata pria itu menyeringai.

"Apa-apaan orang ini? meski wajahnya tampan, untuk apa kalau hatinya tidak seindah wajahnya" gumam Diana dengan memajukan mulutnya.

Bab 2

Pria tampan berambut hitam panjang itu bernama Evans Galen usianya sekitar 27 tahun. Mempunyai mata yang indah berwarna biru dengan alis yang tebal serta hidung yang mancung dipadukan dengan warna kulit yang putih.

Evans yang merupakan darah campuran mempunyai fisik yang sangat bagus dengan tinggi sekitar 189cm dan badan yang ideal.

Tidak ada yang berani memanggilnya dengan nama depannya, orang-orang hanya di perbolehkan memanggilnya dengan nama belakang milik keluarganya.

"Tuan Galen, silahkan turun kita sudah sampai" ucap Ben salah satu pria yang sebelumnya membawa Diana.

"Galen? sepertinya aku pernah mendengar nama itu" benak Diana.

"Diana.. ingat! jangan buat masalah dan lakukan apapun yang ku perintahkan" kata Pria itu.

"Ta.. tapi"

"Sudah tidak ada kata tapi, sekarang turun dan ikut masuk bersamaku" perintahnya dengan tegas.

"Semua ini tidak adil, kenapa aku harus mengikuti perintahmu dan siapa anda berani mengatakan banyak kata kejam, haah!! pokoknya aku tidak mau mengikuti perintahmu! aku mau pulang, tolong lepaskan aku" berontak Diana tak ingin menuruti perintah darinya.

Evans merasa pusing mendengar ocehanan Diana dengan suara melengkingnya.

"Berisik! Ben berikan kertas itu untuknya agar dia bisa diam! setelah itu pastikan dia masuk ke kamarnya!" perintah Evans merasa muak.

"Baik Tuan"

Ben memberikan kertas berisikan perjanjian antara pemberi hutang dan penghutang tertulis jelas disana.

"A.. apa ini semua?" Diana sangat terkejut membaca kertas itu.

"Sudah paham posisimu bukan? lebih baik menurut saja dan jangan pernah membuat Tuan marah, paham!" ucap Ben.

"Tidak.. tidak mungkin! semua ini pasti tipuan! lepas! lepaskan aku" Diana sangat ingin kabur dari sana namun tangannya di genggam erat dan di seret paksa masuk kedalam rumah besar itu.

Diana benar-benar tidak menyangka bahwa kakaknya dengan tega menjualnya sebagai jaminan pelunasan hutang. Padahal selama ini Diana tidak pernah menyusahkannya bahkan Diana hidup dan berjuang sendiri ketika kakaknya merampas semua warisan orang tuanya.

"Hiks.. sial*n! kenapa aku yang harus membayar hutangnya? aku bahkan berharap tidak di lahirkan dari rahim yang sama" gerutu Diana.

Brakk!

"Diam disitu dan pahami situasinya!" kata Ben menutup pintu kamar dengan keras.

"Haha.. gila! apa-apaan semua ini? apa masih ada perjanjian seperti itu di jaman sekarang? untuk apa juga orang kaya itu mau dibayar dengan orang seperti ku? bukannya uangnya tidak bisa dihitung lagi? kenapa bukannya mencari kakak sial*n itu maksudku orang sial*n itu yang menanggung hutangnya? hah!!"

Entah itu tertawa atau memaki, semua itu terlontarkan untuk kakaknya yang kejam serta Evans. Diana bahkan tidak menangis meski kondisinya sedang rumit.

"Sudahlah! lebih baik aku tidur dan berharap ini hanya mimpi semata" ucapnya dengan santai sambil berbaring di kasur yang empuk.

Meski dirinya sedang di kurung namun dia tetap berfikir tenang dan lebih mementingkan kondisi mentalnya agar tidak terpuruk dalam hal yang menakutkan seperti sekarang.

Diana akhirnya tidur setelah lelah berusaha meminta untuk di lepaskan. Dia bahkan belum memikirkan kondisi di kantornya saat dia tidak masuk kerja hari itu.

Sudah berjalan hingga tengah hari.

Karena Diana merasa lapar akhirnya dia bangun namun dia bingung bagaimana caranya dia makan jika keluar saja tidak di perbolehkan.

Krieett!

Tiba-tiba pintu kamarnya di buka dari depan. Raut wajah Diana yang awalnya suram kini menjadi lebih senang karena melihat makanan yang di bawa pelayan dirumah tersebut.

"Apa semua ini untukku?" tanya Diana dengan antusias.

"Silahkan dimakan dan mohon persiapkan diri anda karena setelah ini akan ada banyak hal yang harus anda lakukan" jawabnya dengan sopan.

"Ya, tidak masalah yang penting aku bisa makan. Terimakasih untuk makanannya" ucapnya.

"Kalau begitu saya permisi" kata pelayan itu keluar.

Dalam keadaan lapar, Diana tidak mau bersikap malu karena dia butuh banyak tenaga untuk menghadapi hal yang tidak mudah nantinya.

"Kemana pria arogan itu? pantas namanya tidak asing dan kelakuannya seperti itu. Sekarang aku tahu siapa dia, Galen setahuku adalah keluarga konglomerat tapi apa-apaan dengan keadaan ku sekarang? apa aku mau di jadikan budak? atau jangan-jangan, aku mau dijual keluar negeri. Haa!! sial nafsu makanku jadi berkurang memikirkan itu " celotehnya berhenti makan.

Diana mengira hidupnya yang tenang itu akan bertahan selamanya sampai tua namun kini sepertinya harapan untuk hidup tenang tidak akan terjadi setelah masuk kerumah ini.

"Omong-omong, kenapa kamarnya bagus dan luas, ya? bukannya aku akan jadi pembantu untuk menebus hutang si sial*n itu? kamar ini bahkan 3 kali lipatnya dengan kamar kost ku" ucapnya sambil menatap ke sekitar kamar itu.

"Haah! andai saja ini benar kamarku, pasti aku senang. Kasur ini bahkan sangat empuk berbeda dengan kasurku yang kecil"

*

*

Sore hari pun tiba dengan cepat.

Ceklek!

Pintu kamar dimana Diana berada tiba-tiba di buka namun Diana yang ketiduran, tidak tahu ada yang masuk.

"Nona! bangun" ucap gadis pelayan cantik itu dengan sopan.

"Eum.. siapa?" sahutnya masih mengantuk.

Diana dengan santainya terbangun dan sekali lagi harus menerima kenyataan.

"Oh? ternyata ini bukan mimpi?" sambungnya lagi.

"Cepat bangun Nona, saya akan membantu anda bersiap" pelayan itu meletakkan pakaian yang akan Diana kenakan.

"Kalau boleh tahu, sebenarnya aku akan dibawa kemana? dan siapa namamu sepertinya tadi bukan kamu yang kesini" ucap Diana merasa bingung.

Pelayan cantik dan muda itu tersenyum seolah melayani Tuannya sendiri padahal Diana sebelumnya di perlakuan seperti tamu dan seadanya.

"Saya Lili, kedepannya saya yang akan melayani Nona. Tuan tidak suka menunggu jadi saya harap Nona mau bersiap sekarang" jawabnya dengan sopan namun sedikit gemetar.

"Baiklah, terimakasih Lili"

Meski Diana tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaannya namun dia tetap mengikuti apa yang Lili bicarakan. Apalagi Lili terlihat baik dan ramah terhadapnya.

Diana mandi lalu berganti pakaian mewah yang sudah disiapkan dan tak lupa wajahnya dirias dengan natural namun membuatnya terlihat lebih cantik dari sebelumnya.

"Wah.. Nona sangat cantik! pasti Tuan akan menyukainya" Lili kagum melihat penampilan Diana.

"Terimakasih Lili, semua ini berkat kamu yang sudah membantuku tapi aku bahkan tidak berharap Tuan mu itu menyukaiku. Sebenarnya aku takut berada disini, bukannya aku hanya akan di jadikan pelayan? kenapa aku harus bersikap seolah merayu Tuanmu itu?" ucap Diana merasa sedih.

"Lebih baik Nona dengarkan saja apa permintaan Tuan" jawabnya dengan tersenyum.

Lili terlihat ikut sedih dibalik senyumannya setelah melihat ekspresi Diana namun dia tidak bisa mengatakan hal yang sebenarnya karena tugasnya hanya untuk membantu melakukan hal yang diperintahkan.

Bab 3

Sore itu Diana tampil dengan elegant memakai dress mewah dan aksesoris yang menyempurnakan penampilannya.

Wajahnya yang cantik membuat Evans terpesona saat Diana berjalan menghampirinya di pandu oleh pelayanannya.

"Tuan, Nona Diana sudah siap" ucap Lili dengan sopan.

"Hmph! lumayan" ujarnya sambil menyeringai.

"Apa-apaan maksud dari ucapannya itu? apa aku berharap di nilai olehnya? lebih baik acuhkan saja aku dan beri pekerjaan untuk melunasi hutang si sial*n itu, haah!! sial, kenapa aku harus mengalami semua ini?" benak Diana.

"Kenapa dengan ekspresi mu itu?" tanya Evans tidak senang.

"Saya? kenapa memangnya? wajah saya memang seperti ini, apa ada yang salah?" jawab Diana dengan ketus.

"Duduk!" Perintahnya dengan tegas.

Mau tidak mau Diana menurut dengan duduk di tempat yang hanya ada mereka berdua di sebuah rumah kaca.

"Tuan, kapan anda mau melepaskan saya? kenapa aku harus menanggung hutang orang lain" ucap Diana merasa kesal.

"Orang lain? bukannya dia keluargamu? ingat! sekarang kamu adalah milikku jadi bersikaplah yang sopan dan jangan bernegosiasi denganku" jawabnya dengan sorot mata yang tajam.

Diana tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menuruti perintah dari Evans.

"Glug..Glug" Evans mengambil segelas minuman yang ada di depannya lalu dia meminumnya beberapa teguk dengan ekspresi menggoda.

Tatapan Diana seketika bertemu dengan tatapan Evans yang menatapnya penuh dengan rayuan. Diana langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain sedangkan Evans meletakkan kembali gelas itu dengan tersenyum melihat Diana salah tingkah.

"Baca itu" Evans memberikan kertas berisikan surat perjanjian.

"Apa semua ini? jadi maksudnya, saya harus menjadi istri anda? dan mengasuh anak anda yang masih 3 tahun? apa ini tidak salah?" ucapnya sangat terkejut.

"Apa kamu menolak? silahkan saja tapi siapkan uang 10 miliyar, apa kamu sanggup? bukankah ini keuntungan besar bagimu? menikah dengan pria tampan dan kaya, hidupmu juga nantinya tidak akan sesulit sebelumnya. Bisa makan enak, tidur di kasur yang luas, tinggal dirumah semewah ini. Impian para gadis di luar sana, seharusnya kamu senang karena beruntung mendapatkan kesempatan emas seperti ini" jawabnya panjang lebar.

Memang semua ini terdengar sangat menguntungkan baginya tapi Diana tidak ingin menikah dengan orang kejam seperti Evans. Apalagi harus mengurus anaknya dan lagi persyaratan yang tidak masuk akal itu lebih terkesan seperti mengurung Diana di sangkar emas.

"Apa lagi ini? apa dia pria se mengerikan ini? apa berarti aku harus tidur dengannya? haha.. gila" benak Diana.

Evans menginginkan Diana menjadi istrinya dan juga ibu dari anaknya tapi Diana tidak di perbolehkan untuk keluar rumah jika bukan dengan Evans dan itu pun sepertinya tidak akan pernah terjadi.

"Apa saya boleh meminta menjadi pengasuh saja Tuan? sepertinya berlebihan jika saya menjadi istri anda, apalagi saya tidak pantas bersanding dengan anda" pintanya dengan gemetar memegang kertas di tangannya.

"Aku anggap ini sebagai penolakan, siapkan uangnya jika tidak kamu akan tahu akibatnya" ancam Evans dengan sorot mata tajam seolah akan melukainya.

Evans yang marah beranjak dari tempat duduknya lalu dia dengan sangat kecewa membalikkan badannya hendak berjalan keluar dengan langkah yang cepat.

Diana sangat ketakutan karena dia tidak punya uang sebanyak itu hingga akhirnya dia berlari terbirit-birit mengejar Evans.

"Tunggu! Tuan.. bukan maksud saya seperti itu! Tuan!" Diana meraih lengan baju Evans agar berhenti.

Sebelum membalikkan badannya Evans menyeringai lalu masih dengan tatapan yang sama menatap Diana.

"Cepatlah, aku tidak punya waktu" jawabnya dengan acuh.

"Saya setuju! lihat saya sudah menandatangani perjanjian ini" ucapnya sambil menunjukkan surat perjanjian itu.

Diana menangis menyadari bahwa ini adalah awal dari kebebasan hidupnya yang hilang namun dia tidak berani menatap wajah Evans.

"Jangan menangis, kenapa tidak dari awal kamu menurut saja" Evans menyentuh dagu Diana lalu mendekatkan ke bibirnya.

"Cup.. Hngh" Evans melumat bibir Diana lalu melingkarkan tangan ke pinggangnya kemudian mendekap Diana dengan erat.

Diana terus mengalirkan air matanya namun dia memejamkan matanya tak berani menatap mata biru yang indah dengan sorot mata yang dalam di wajah Evans.

"Eum.. Tuan.. nngh!" Diana berusaha menolak ciuman dari Evans dengan menutup rapat mulutnya.

Namun Evans dengan mudahnya membuat Diana membuka mulutnya dan menerima ciumannya.

Diana sangat ingin menolak sentuhannya namun dia tidak bisa lagi berbuat apapun karena sudah menyetujuinya.

Pelukan hangat yang selalu di bayangkan oleh Diana saat di peluk oleh pria yang ia cintai kini rasanya seperti tertusuk duri berada dalam dekapan pria asing.

Ciuman yang mesra dan lidah hangat yang berpadu terasa pahit karena bukan dari orang yang di inginkannya namun karena semua itu adalah pertama kalinya bagi Diana.

"Ahh! apa yang keras dibawah sana?" Diana merasa tersentuh oleh sesuatu di bagian bawah.

Dia merasakan perasaan aneh saat menerima sentuhan hangat dari Evans. Di sela pelukan itu meski Diana tidak membalas melingkarkan tangannya namun dia merasa geli karena rambut panjang Evans mengenai jari-jarinya yang sedang menahan baju di sekitar pinggang Evans.

"Hngh.. Ahh.. Tuan! sudah cukup, aku merasa aneh" ucap Diana sedikit mendorong Evans.

"Hmph! baiklah.. rasanya tidak buruk tapi kamu harus banyak belajar untuk bisa membuatku senang" ujarnya dengan senang.

"Aku merasakan hidupku kembali tidak hambar jika bersama dengan gadis ini. Benar-benar menarik, sudah lama aku tidak merasakan hasrat yang bergairah ini" benak Evans.

Sudah hampir 2 tahun Evans kehilangan istrinya dan hidup hanya bersama anaknya yang masih kecil.

Meski dia mempunyai kuasa serta harta yang bergelimang namun dia tidak pernah bergairah dengan wanita lain selain istrinya.

Banyak wanita cantik dan sexy di hadiah kan untuknya bahkan ada yang sampai telanj*ng di depannya untuk menarik perhatiannya dan menggodanya namun dia sama sekali tidak berhasrat.

Anehnya hanya dengan menatap wajah Diana sudah membuatnya tidak bisa menahan dirinya.

"Persiapkan dirimu karena nanti malam aku akan membuatmu tidak bisa pergi dariku" ucap Evans pergi meninggalkan Diana sendirian di rumah kaca itu.

Kaki Diana lemas hingga duduk di lantai dan menangis kencang menerima kenyataan pahit di hidupnya.

"Haa... hiks.. kenapa? apa yang harus ku lakukan? malam ini, aku tidak bisa mempertahankan apa yang sudah kujaga selama ini. Aku takut pria itu akan berbuat kasar dan menyiksaku.. hiks"

Di sela tangisnya yang tak berhenti, Lili datang dengan khawatir menghampiri Diana.

"Nona, bangun jangan duduk disini, kotor" kata Lili membantu Diana bangun.

"Huaa.. hiks.. Lili, apa yang harus kulakukan?" Diana histeris.

"Tenang Nona, tidak akan ada hal yang buruk, Tuan adalah orang baik. Saya berkata seperti itu bukan untuk membelanya tapi Tuan memang orang baik terlepas dari sifatnya yang terlihat kejam"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!