NovelToon NovelToon

Istri Pilihan Mommy

BAB 01 - Awal

Tiga tahun pasca sang istri meregang nyawa saat melahirkan putranya, Zeshan tetap betah menduda dan membulatkan tekad untuk merawat Nadeo sendirian tanpa berpikir sedikitpun untuk menikah lagi.

Namun, hal itu seketika berubah setelah Mommy-nya datang dan berusaha meluluhkan hati Zeshan yang telah berubah sebegitu dinginnya. Berdalih demi Nadeo, Amara menjanjikan akan mencarikan wanita yang pantas untuk menjadi istri sekaligus ibu sambung Nadeo.

Zeshan yang memang terlalu sibuk dan tidak punya kandidat calon istri pasrah dan iya-iya saja dengan siapapun pilihan Mommy-nya. Tanpa terduga, Mommy Amara ternyata merekrut Devanka, adik ipar Zeshan yang mengaku sudah bosan sekolah itu sebagai calon menantunya.

*****

"Ingat, kita menikah hanya demi Nadeo ... jangan berharap lebih karena aku alergi bocah bau ingus." -Zeshan Abraham

"Sama, aku juga alergi om-om bau tanah sebenarnya." - Devanka Ailenatsia

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Saya terima nikah dan kawinnya Devanka Ailenatsia Binti Cokro Widyohardjonoelo dengan mas kawin yang tersebut tunai."

"Bagaimana para saksi, sah?"

"SAH."

Zeshan memejamkan mata tatkala para tamu undangan berkata sah. Tepat hari ini, dia melepas status duda demi Nadeo, putra semata wayangnya. Sebenarnya menikah lagi tidak pernah menjadi cita-cita Zeshan, sejak kematian sang istri dia memilih untuk fokus dengan pekerjaan sebagai dokter Obgyn sekaligus orangtua tunggal untuk putranya.

Seiring dengan berjalannya waktu, Nadeo mulai mempertanyakan sosok ibu. Awalnya Zeshan tidak terlalu menanggapi, dia berpikir nanti juga Deo akan mengerti dengan sendirinya.

Namun, lain hanya dengan Amara ~ Mommy-nya. Keresahan Nadeo yang selalu bertanya dimana mommy-nya Amara anggap serius. Dia tak kuasa melihat cucunya terlalu lama berlarut dalam kesedihan dan berkutat dengan kebohongan Zeeshan yang selalu menjawab "Mommy ada, hanya di tempat yang berbeda."

Terlebih lagi, tatkala Nadeo sampai bertanya dimana letak surga setiap kali marah lantaran Zeshan kerap sibuk dan membuatnya merasa kesepian. Ya, alasan itu sudah sangat cukup bagi Mommy Amara untuk memaksa Zeshan menikah lagi.

Awalnya Zeshan keras hati, dia mengatakan jika cintanya hanya untuk Talita Zahra, mendiang istrinya. Mereka sempat berdebat panjang sampai akhirnya Zeshan menyerah dan menyerahkan segalanya kepada sang mommy.

"Hanya Devanka yang bisa menyayangi Nadeo setulus Talita ... mereka mirip dan kamu juga pasti butuh seorang istri, Zeshan."

Begitulah keputusan akhir Mommy Amara tepat dua minggu lalu yang menjadi titik awal pernikahan ini terjadi. Perlahan, Zeshan kembali membuka mata dan ternyata sejak tadi semua orang menunggu dirinya mencium kening sang istri.

"Apa yang kau pikirkan, Shan? Sabar sedikit, ini juga masih pagi." Ucapan saudaranya terdengar menyebalkan, tapi Zeshan memilih tidak terlalu memusingkan.

"Jangan terlalu frontal, Zain, dia malu lah."

Bukan malu, Zeshan hanya merasa tengah berkhianat pada mendiang istrinya. Namun, tatapan sang mertua yang baru saja menjabat tangannya membuat Zeshan luluh dan mengecup kening Devanka untuk pertama kalinya.

"Nah begitu, pipinya juga, Sayang," tambah Mommy Amara dan membuat Zeshan berdecak pelan.

"Mooom?"

"Eh sudah jadi istri juga tidak masalah, jangan malu biar ada kenangannya ... ayo cium!!" Desakan sang mommy terpaksa Zeshan turuti secepatnya, mencium sekilas sangat tak ikhlas bahkan mungkin tidak sampai 1 detik.

"Yang ikhlas, Zeshan ... agak lama gitu loh," protes Mommy Amara meminta Zeshan mengulang adegan manis, tapi menggelikan bagi Zeshan.

Bagaimana tidak? Istri pilihan Mommy-nya ini tidak lebih dari bocah ingusan di mata Zeshan. Dia mengenal Devanka lima tahun lalu, tepat dimana anak itu masih berusia 13 tahun. Gadis nakal yang kerap bolos sekolah dan Talita dibuat runyam tatkala ikut terseret demi mencari sang adik yang lebih suka berburu keringat di jalan raya ketimbang harus mengikuti pelajaran Matematika.

Hal itu tidak berlangsung ketika dia SMP saja, ketika SMA semakin parah dan di tahun pertama. Saat itu, Talita sedang hamil Nadeo jadi terpaksa Zeshan yang dibuat susah karena Devanka ketahuan bolos dan ikut tawuran bersama anak-anak cowok di sekolahnya.

Kini, gadis nakal yang benar-benar Zeshan khawatirkan hendak jadi apa di masa depan justru menjadi istrinya. Sejenak Zeshan menatap wajah sang cantik Devanka, sama sekali tidak ada tanda-tanda keberatan di sana, dia terlihat santai dan tidak tertekan seperti Zeshan.

Bahkan, Devanka sengaja mendongak seolah mempersilahkan Zeshan mengecupnya sesuka hati. Tak lupa mengulas senyum yang sama sekali tidak manis di mata Zeshan, kecut iya. "Menyebalkan sekali wajahnya."

"Shan, jangan terlalu lama ... tidak enak sama tamu yang lain," ucap Zain dengan wajah serius hingga membuat Zeshan menepis egonya yang setinggi langit.

Jika saja bukan di tempat ramai, pasti Zeshan takkan bersedia menurutinya. Akan tetapi, demi menjaga sikap dia menuruti kemauan sang mommy. Saat itulah, para tamu dari kedua pihak keluarga menangis haru melihat keduanya. Termasuk Nadeo, sepanjang acara dia begitu ceria dan kini bertepuk kegirangan. "Acciikk!! Daddy-tu menitah."

.

.

Amara's Hotel ... 08:00 PM.

Walau ini adalah pernikahan kedua Zeshan, tetap saja Mommy Amara ingin menantunya diperlakukan sama. Akad sekaligus resepsinya di hotel bintang lima dan sama seperti yang telah berlalu, mereka diberikan kesempatan untuk menghabiskan malam berdua di hotel agar tidak ada yang mengganggu.

"Berlebihan sekali," gumam Zeshan menatap pemandangan kamar pengantin yang sudah didekor sedemikian rupa.

Ribuan kelopak bunga yang ada di atas ranjang mengingatkan Zeshan pada masa lalunya. Sungguh, hal-hal semacam ini hanya membuat kenangan yang susah payah Zeshan kubur seolah menguar dan membuat sesak dadanya.

"Maaf ... Maafkan aku, Talita," gumam Zeshan dengan air mata yang tanpa dia sadari tumpah, dia terluka dan Zeshan ingin sekali berteriak sekuat tenaga.

"Aaarrrrgghhh!!"

"Hem?"

Baru juga niatnya, Zeshan belum berteriak, tapi teriakan melengking dari arah kamar mandi justru terdengar dan menarik perhatian Zeshan.

"Awh awh awh!! Aduh sakit!!" teriaknya lagi hingga membuat Zeshan seketika bangkit dan beranjak menuju kamar mandi.

"Devanka?" Sembari mengetuk, Zeshan memanggil nama pemilik suara melengking itu.

"Aduh ini gimana?" Tak hanya sekadar berteriak, tapi kali ini dia terisak dan tak menjawab panggilan Zeshan.

"Ehem, Kakak masuk ya," ucapnya begitu hati-hati, walau memang belum jelas, tapi bisa dipastikan ada sesuatu yang terjadi pada Devanka di dalam.

Tanpa menunggu jawaban, Zeshan mendorong pintu kamar mandi yang kebetulan memang tidak dikunci. Dan di saat bersamaan, Devanka menoleh hingga teriakannya semakin menjadi. Tak sendiri kali ini Zeshan juga memekik sembari menutup matanya dengan telapak tangan.

"Ays!! Pakai handukmu, Devanka!!"

.

.

- To Be Continued -

BAB 02 - Dugaan Sementara

"Sssshhh, Kak Zeshan ... pelan sedikit, sakit!!" Devanka menggigit bibir demi menahan agar tidak berteriak lebih heboh lagi.

"Kamunya jangan banyak gerak, aku makin susah."

"Kakak nggak ngerasain, ini tuh sakit sumpah."

"Siapa suruh pakai anting-anting begini? Kamu mau manggung atau gimana?" kesal Zeshan setelah berhasil melepaskan rambut Devanka yang terlilit di antingnya.

Entah seheboh apa dia mandi, apa mungkin goyang kepala sampai rambutnya kemana-mana begini, Zeshan juga tidak mengerti. Dia menghela napas panjang sembari memandangi Devanka yang kini menggosok-gosok telinganya.

"Jangan banyak tingkah, aku paling tidak suka perempuan caper ... paham?"

Devanka menggangguk, tangannya masih menahan handuk yang melilit tak begitu rapih lantaran buru-buru. Belum sempat mengucapkan terima kasih, Zeshan sudah berlalu pergi.

Sikapnya benar-benar berubah, Devanka merasakan betul perbedaan Zeshan sejak kakaknya meninggal dunia. Pria yang dulunya begitu hangat dan kerap bercanda, kini begitu dingin dan lebih irit bicara.

Bahkan, sejak mereka masuk kamar Zeshan belum mengajaknya bicara. Baru setelah tragedi anting nyangkut di rambut barusan Devanka mendengar suara Zeshan, itu juga disertai secuil amarah.

"Jangan banyak tingkah," gumam Devanka menirukan cara bicara Zeshan dengan sedikit emosi. "Siapa juga yang caper? Yang namanya nyangkut ya nyangkut," tambahnya lagi.

Dituduh bertingkah dan cari perhatian padahal tidak, jelas saja Devanka murka. Dia juga bingung kenapa bisa nyangkut segala, jika Zeshan berpikir dia habis goyang kepala atau bertingkah sebelum mandi, jelas salah besar.

"Kalau bukan karena mau diusir Kanjeng Mami, aku tidak akan pernah mau menikah dengan duda itu ... mending nunggu lamaran Hero saja," ujar Devanka mencebikkan bibir.

Menyedihkan sekali memang hidupnya, hanya karena tidak mau lanjut kuliah lantaran bosan berkutat dengan buku pelajaran, maminya justru merencanakan pernikahan tanpa Devanka duga.

Dia ingin berontak, ingin kabur dan sempat meminta Hero, sang kekasih untuk melamarnya segera. Akan tetapi, Hero yang masih duduk bangku kuliah tidak bisa menjanjikan apa-apa hingga Devanka hanya punya dua pilihan saat itu, menjadi istri Zeshan atau diusir dari rumah.

Khawatir hidupnya luntang-lantung tanpa arah jika nekat melawan, Devanka menerima permintaan sang mami pada akhirnya. Lagi pula, dia menyayangi Nadeo dan mendiang kakaknya, jadi anggap saja balas budi karena semasa hidup Talita begitu menyayanginya, bahkan lebih dari maminya sendiri.

.

.

Jika di dalam kamar mandi Devanka tengah ngomel-ngomel sendiri, di sisi lain Zeshan tengah diomeli malaikat kecilnya hanya karena belum mandi. Dan, hal itu berhasil membuat Zeshan tertawa sampai menangis.

"Daddy nanis?" tanya bocah tampan yang kini tengah duduk di pangkuan Zain.

Melihat mata bulat sang putra, ingin rasanya Zeshan pulang malam ini juga. "Hem, Daddy kangen sama Deo," jawab Zeshan kemudian tersenyum simpul.

"Deo engaa tapi," jawab Nadeo sembari menggelengkan kepala kemudian disambut gelak tawa oleh pria yang tengah memangku putranya.

"Kenapa? Deo tidak sayang Daddy berarti?"

"Cayang."

"Bohong, Deo nggak sayang Daddy, 'kan?"

"No!! Deo Cayang Daddy."

"Apa? Nggak?"

"Ih!!! Cayang dibilangin!!!"

Nadeo yang mewarisi sikap tak sabaran dari garis keturunan kakeknya itu mulai unjuk gigi. Pantang ditanya lebih dari dua kali, dia akan naik darah dan marahnya Nadeo adalah sesuatu yang Zeshan tunggu setiap kali mereka bicara.

"Daddy tuli yaaaa?"

"Hahahah tidak, cuma kurang jelas," jawab Zeshan mempermainkan Nadeo yang tampaknya mulai gusar.

"Cama ajah!!"

"Ilis aja kupingnya Daddy ...."

"Bikin cambel nyam-nyam," celotehnya terputus-putus dan Zeshan yakin untuk yang ini ada yang mengajarinya.

Benar saja, usai Nadeo benar-benar berontak dan melepaskan diri, kini pria yang merupakan cerminan dari dirinya itu tergelak.

"Stres!! Kau yang mengajarinya begitu?"

"Tidak, Deo sendiri."

"Aku mengenalnya dan selama ini dia tidak pernah begitu, pasti kau gurunya," tuduh Zeshan yakin betul jika memang Zain biang keladinya.

"Sudahlah, itu tidak penting ... sekarang aku tanya mana istrimu?"

"Mandi," jawab Zeshan singkat, padat dan terlihat jelas jika tak suka Zain tanya tentang itu.

"Kau akan melakukannya malam ini, 'kan?"

"Kau mau mati, Zain?" Zeshan melayangkan tatapan kesal ke arah Zain yang masih saja memancing emosinya.

"Hahaha ... aku cuma tanya, kalau memang iya aku sudah masukan pelummas ke kopermu, ada pengaman juga untuk jaga-jag_"

"Bodo amat!!" sentak Zeshan kemudian memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak.

.

.

Demi Tuhan, dia benar-benar membenci Zain sepanjang hari ini. Kepala Zeshan sampai sakit, dia melemparkan ponsel ke tempat tidur dan beranjak untuk memeriksa benda yang Zain maksudkan.

Namun, di saat yang sama ternyata Devanka juga berjalan menuju koper yang membuat Zeshan ketar-ketir dibuatnya. Untuk pakaian mereka memang lepas tangan, semua disiapkan Mommy Amara dan hanya ada satu koper kecil berisikan pakaian mereka untuk satu malam di hotel.

"De-Devanka!!"

"Iya, Kak? Kenapa?" tanya Devanka menatap bingung Zeshan yang kini menahan pergelangan tangannya.

"Kamu mau ngapain?" Zeshan bingung hendak mengatakannya, saat ini tidak ada yang ingin Zeshan lakukan kecuali menyembunyikan benda itu sebelum Devanka melihatnya.

Devanka yang masih bingung maksud Zeshan tak segera menjawab. "Mau cari baju, kenapa memangnya?"

"Biar aku saja, kamu tunggu di sini."

Mendapati pria itu mendadak jadi baik sampai bersedia bersedia mencarikan pakaian ganti untuknya jelas saja Devanka curiga. Akan tetapi, dia tidak sudi untuk bertanya. Kekesalan dianggap caper beberapa saat lalu masih ada, jadi mana mungkin Devanka bersedia.

Sementara Zeshan kini tengah fokus dengan isi koper dan memang benar adanya Zain memasukkan benda-benda tak berguna itu, tepatnya untuk saat ini. Tak hanya itu, Zeshan juga menemukan catatan menyebalkan yang bisa dipastikan tulisan tangan saudaranya.

"Semoga berhasil, jangan lupa baca doa ... kalau mau dapat perempuan posisinya di_"

Belum selesai Zeshan baca, dia sudah meremuk kertas kecil itu hingga tak berbentuk. Sementara pengaman yang letaknya disengaja paling atas, Zeshan sembunyikan di sela-sela pakaiannya.

"Memalukan, dia benar-benar ingin membuatku malu atau bagaimana?" gumam Zeshan kemudian mengambil asal pakaian untuk sang istri malam ini.

Asal ambil tentu saja, karena memang hanya ada satu baju yang tidur, satunya gaun untuk dipakai siang hari. Tanpa memastikan bentuknya, Zeshan segera memberikannya pada Devanka yang sejak tadi menunggu dan hendak berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Awalnya semua baik-baik saja, tidak mencurigakan hingga panggilan sang istri menghentikan langkahnya.

"Kenapa, Dev?"

Devanka terlihat gugup, tapi perlahan mendekat seperti hendak mengadu padanya. "Kak, apa tidak ada baju lain selain ini?"

"Tidak ada, pakai saja yang ada lagian cuma tidur," pungkas Zeshan sebelum kemudian benar-benar berlalu dan meninggalkan Devanka yang kini panas dingin.

"Tidak!! Tidak mungkin cuma tidur kalau sudah disuruh pakai baju begini ... Ya, Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Sejujurnya aku belum siap, kalau sampai besok beneran nggak bisa jalan gimana?"

.

.

- To Be Continued -

BAB 03 - Alergi

"Kenapa pertumbuhannya bisa secepat itu?"

Niatnya ke kamar mandi untuk membersihkan diri, tapi siapa sangka selama air mengguyur tubuhnya, pikiran Zeshan justru kemana-mana. Dia menggeleng cepat, berusaha menghilangkan pemandangan indah yang tak sengaja dia lihat beberapa saat lalu di otaknya.

Agaknya dia melewatkan banyak hal, adik ipar keras kepala dan sulit diatur itu telah berubah menjadi seorang primadona. Lekuk tubuhnya terlihat sempurna, dia cantik, porsinya tidak berlebihan dan sexy.

Ya, Devanka memang seksi. Zeshan saja yang tidak sadar karena memang selama ini adik ipar yang telah menjadi istrinya itu tidak pernah menggunakan gaun atau pakaian yang memperlihatkan lekuk tubuhnya.

Walau memang tidak tertutup dengan pakaian syar'i seperti Talita, tapi Devanka sendiri adalah tipe wanita yang tidak suka pamer lekuk tubuh. Dibandingkan keluar dengan tanktop atau baju crop top yang dipadukan dengan celana pendek atau semacamnya, Devanka lebih suka pergi menggunakan Hodie dan dipadukan celana training favoritnya.

Dan, dengan penampilan seperti itulah Zeshan kerap bertemu dengannya tatkala menemani Nadeo setiap weekend ke rumah kakeknya. Gadis jarang mandi dengan muka berminyak dan selalau stand by di depan pagar dengan membawa piring kosong demi menunggu kang siomay langganannya.

Mengingat penampilan gadis tanpa masa depan yang urakan itu, seketika Zeshan bergidik dan mengacak rambutnya. Dia sampai tidak sadar dan menuangkan shampo untuk kali kedua ke rambutnya.

"Ck, apa yang kau pikirkan, Shan?" gumam Zeshan bingung sendiri dengan apa yang tengah dia alami.

Tak ingin gila lebih lama lagi, Zeshan menuntaskan ritual mandinya dan berlalu keluar segera. Berhasil, setelah keluar bayangan tentang gadis tanpa busana itu sejenak menghilang, agaknya hal itu memang campur tangan para penduduk tak kasat mata yang menguasai kamar mandi.

Zeshan melangkah dengan menuju meja rias, mengeringkan rambut dan melakukan rutinitas sebagaimana dia lakukan jika di rumah. Usai dengan hal itu, Zeshan baru memakai piyama yang agaknya baru juga.

Tidak butuh waktu lama bagi Zeshan sejak dimulai hingga kini berjalan menghampiri ranjang king-size di hadapannya. Niat Zeshan untuk tidur dengan nyaman agaknya tidak akan terkabul dengan mudah.

"Cih, apa maksudnya?" tanya Zeshan perlahan naik ke atas tempat tidur seraya menatap tubuh Devanka yang kini bergumul di bawah selimut.

Jika tidurnya cantik dan sewajarnya Zeshan mungkin tidak akan mempermasalahkan. Akan tetapi, yang terjadi saat ini Devanka tidur dengan posisi meringkuk dan menguasai seluruh selimut hingga Zeshan menghela napas kasar.

"Dia pikir dia saja yang dingin? Aku jug_ heh?" Zeshan mengerutkan dahi tatkala merasa Devanka benar-benar tidak mau berbagi selimut dengannya.

"Devanka? Kamu belum tidur?" tanya Zeshan baik-baik.

"Heem ...."

Hanya deheman, tarikan selimutnya kian kuat dan Zeshan mulai kesal pada akhirnya. "Dev bagi selimutnya, aku juga dingin."

Kali ini tidak ada jawaban, dan Zeshan yang mengalah dan mendekat ke sisi Devanka dengan niat kebagian selimutnya. Sialnya, baru juga berhasil, Devanka justru bergeser dan menarik kembali selimutnya hingga kesabaran Zeshan terkikis juga.

Tak mau kalah lantaran sang istri berusaha kuat mempertahankan selimut itu, Zeshan menarik dengan sekuat tenaga di akhir hingga membuat tubuh Devanka terbuka.

"Rasakan!"

"Aarrrghhh kenapa ditarik semua!!" pekik Devanka kini duduk di pojok ranjang seraya menyilangkan tangan tepat di dadanya.

Berusaha melindungi diri dari tatapan mata Zeshan yang kini tampak terpaku dan diam tanpa kata. "A-aku juga dingin, bukan kamu saja," jawab Zeshan sedikit bergetar manakala melibat penampilan Devanka.

Dia tengah berpikir keras, wajar saja sang istri sempat protes tadinya. Zeshan terkejut, tapi untuk tergoda agaknya tidak karena tertutup kekesalan akan tingkah istrinya itu.

"Ya kan tidak perlu sampai ditarik semua."

"Playing Victim, kamu yang memulai drama ini sadar tidak? Oh tidak ya?" tanya Zeshan usia memijat pangkal hidung karena memang pada faktanya untuk kali ini Devanka tidak sadar akan kesalahan.

Terlebih lagi kala melihat Devanka yang kini melindungi diri seolah tengah berhadapan dengan pria cabbul, kesal sekali Zeshan melihatnya. "Sekarang Kamu ngapain di situ?" tanya Zeshan kemudian.

"Nggak ngapa-ngapain, Kakak tidurlah ... aku juga mau tidur," pinta Devanka terlihat risih sekali dengan tatapan Zeshan di sana.

Zeshan yang memang lelah sejak tadi tidak ingin memperpanjang masalah dan memejamkan mata segera. Namun, baru juga hendak tidur Devanka kembali mengusiknya.

"Apa lagi, Deva? Selimut? Ini bisa berbagi, jangan maunya menang sendiri."

"Kakak ngadep sana, jangan ke ak_"

"Ays bocah ini!! Kamu mikirnya apa? Kita cuma mau tidur ... kenapa harus banyak drama." Suara Zeshan sampai terdengar lemah, pertanda saking lelahnya.

"Bohong, kakak nyuruh aku pakai ginian masa cuma tidur, pasti bakal diapa-apain pas aku merem," ungkap Devanka mengutarakan kecurigaannya tanpa sedikitpun rasa takut.

Dan, jelas saja Zeshan yang merasa tidak tahu menahu tentang pakaian dinas di tubuh Devanka tak terima.

Dia tersenyum miring sembari melayangkam tatapan tak terbaca pada sang istri. "Devanka Alienatsia ...."

"Ailen!! Bukan Alien."

"Iya apapun itu, yang jelas dengarkan aku baik-baik," ucap Zeshan kini bersedekap dada. "Ingat, kita menikah hanya demi Nadeo ... jangan berharap lebih karena aku alergi bocah bau ingus," ketus Zeshan tak tanggung-tanggung menyemprot Devanka yang terlalu percaya diri jika Zeshan akan menjamahnya malam ini.

Tak ingin kalah, Devanka juga membalas serangan Zeshan detik itu juga. "Sama, aku juga alergi om-om bau tanah sebenarnya."

"What?! Bau apa katamu?!!"

.

.

- To Be Continued -

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!