Malam yang semakin larut. Dimana jam di dinding menunjukkan pukul 00:30.
Terlihat di kesunyian dan gelapnya malam. Seorang gadis berlari di jalanan yang sepi tersebut, tanpa terlihat seorang pun yang mengejarnya dari belakang. Sekitarnya yang gelap gulita tanpa cahaya penerang, lampu di jalanan. Nafasnya yang naik turun, dengan sesekali mengusap kedua pipinya yang basah akan air mata. Kedua kakinya yang bertelanjang tanpa menggunakan alas kaki. Tidak menghentikan dirinya dalam berlari di kegelapan malam.
Hingga, sebuah suara dentuman keras terdengar di telinga nya. Menyita pendengaran dan perhatian nya. Sontak langkah kedua kakinya berhenti dan menoleh ke arah sumber suara. Di saat itulah dirinya baru tersadar.
Dirinya berada di tengah jalan yang sepi dan gelap gulita. Kepalanya otomatis menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat ke sekitarannya. Air mata yang tadinya mengalir deras membasahi kedua pipinya. Kini kering sendiri di sapu angin malam.
Pertanyaan di mana dirinya sekarang. Sontak terlontar, dari dalam dirinya.
Namun hanya beberapa detik, sebelum kejadian beberapa menit yang lalu. Terlintas kembali dari dalam ingatan nya.
Mengingat kembali kejadian beberapa menit yang lalu. Seketika membuat gadis tersebut terduduk meringkuk di tengah jalan. Dengan membenamkan wajahnya di kedua lutut kakinya. Di tutupi kedua tangannya yang terlipat.
Menangis dan terisak kembali di sana. Tanpa terlihat satu orang pun yang menepuk punggung nya untuk menenangkannya. Atau sepatah kata untuk meredam isak tangis yang terdengar sangat pedih di telinga.
Di sekitarnya, tidak terlihat satu manusia pun yang mengikuti langkahnya dari belakang. Seakan akan mengatakan pada yang melihat gadis tersebut, bahwa dia sendirian.
"Kamu serius sama wanita itu? Kamu bercanda bukan?"
"Dia hanya cocok dijadikan pacar, kekasih, daripada seorang istri. Kamu tahu!"
Ayse menutup kedua telinganya. Saat ucapan yang sangat tidak dia percayai kembali terlintas di dalam pikirannya. Berharap ucapan itu hilang dari dalam pikirannya dan menghilang.
Tapi suara itu tetap terlintas dengan bayang bayang wajah pria yang sudah menghancurkan nya.
"Dia hanya menjadikan mu sebagai kekasih nya yang sementara. Sedangkan sekarang dia tahu, siapa yang lebih pantas untuk menjadi pendamping hidup dia, istrinya. Yaitu Alea,"
"Hentikan,"gumam Ayse dengan serat tangisnya yang sudah reda.
"Kamu sangat tahu Ayse! Sudah dari dulu aku menyukai ka Lucas. Aku yang pertama menyukai ka Lucas dan memperkenalkan dia padamu. Tapi kamu malah dengan kejam menyukai ka Lucas, dan menyakiti aku. Sekarang kita..."
"Hentikan!" Isak tangis Ayse yang meringkuk di tengah jalan.
"Sekarang kita impas Ayse. Aku tidak merebut ka Lucas dari mu. Tapi aku mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku..."
"Aku bilang hentikan!" Teriak Ayse sendiri untuk pikiran nya yang tidak mau berhenti.
Dhuar....
"Hik,"
Suara ledakan beserta kilatan cahaya kemerahan. Sangat kontras terdengar dan terlihat dari tempat Ayse duduk.
Ayse bangkit berdiri dari duduknya dan melihat ke arah tersebut. Sedikit, Ayse bisa melihat cahaya api merah yang menyala di sana.
Perlahan Ayse melangkah ke arah tersebut. Tidak ada ketakutan sama sekali dalam dirinya.
Ia hanya ingin tahu. Apa yang terjadi dan cahaya apa itu.
Sampai di bawah jalan, di mana jalan ia berdiri adalah jalan menuju ke villa. Di mana tempat di adakan. Acara pertemuan pertunangan Alea dan keluarga besar pria.
Dan jalan utama di depan Ayse adalah. Jalan tol yang sedang di bangun tapi menuju ke depan. Sedang dalam tahap pemberhentian pembangunan. Yang artinya, jalan yang sedang di segel(tidak boleh di lalui).
Yang ia dengar, pembangunan nya sedang di hentikan. Karna beberapa bulan yang lalu, terjadi kecelakaan pada para pekerja.
Jalan tol tersebut berada di kawasan hutan dan pengunungan. Terlihat dari sekeliling nya yang banyak pohon dan bebatuan.
Gelap dan tanpa cahaya lampu. Hanya berbekal dari cahaya api di depan Ayse. Ayse melangkah mendekat ke sana.
Sampai di sana, lebih tepatnya di belakang punggung mobil. Ayse melihat mobil sport warna merah dan bisa di katakan mobil mewah. Bagian depannya menabrak batu pinggiran gunung. Sehingga membuat mobil bagian depan terbuka dan mengeluarkan asap. Dan terlihat api yang masih kecil di bagian depannya.
Kedua mata Ayse membulat lebar saat melihat seseorang ada dalam mobil dan dalam keadaan tidak sadar.
Ayse segera mendekat ke sana, membuka pintu mobil. Tapi tidak bisa.
Ckleck Ckleck Ckleck
Bakh... Bakh... Bakh
"Hey, sadarlah. Buka pintu nya."
Bakh Bakh Bakh
Ayse memukul mukul kaca mobil sembari memanggil pria di dalam mobil agar bangun.
Ayse terus berusaha membuka pintu mobil yang tidak bisa bisa.
Kepanikan sontak saja terjadi pada Ayse. Apalagi saat melihat kepungan asap di bagian depan mobil.
Ayse melihat ke kiri dan kanannya. Berharap menemukan sesuatu dan dapat membuka pintu mobil tersebut.
Berjalan ke depan mobil sedikit jauh. Ayse meraih sebuah batu yang cukup besar, melebihi dari ukuran kedua tangannya. Ayse membawa ke arah pintu mobil kembali dan,
Prang...
Ayse berhasil memecahkan kaca mobil dalam sekali pukulan. Menjulurkan satu tangannya ke dalam mobil dan,
Ckleck,
Pintu mobil terbuka.
Ayse membuka selebarnya pintu mobil. Hal pertama yang Ayse lihat sukses membuat kedua mata Ayse membulat lebar.
Wajah pria tersebut di penuhi dengan darah.
'Dia baik baik saja bukan? Tidak. Dia masih hidup bukan?'
Ayse segera mengecek kondisi pria tersebut. Dengan memiringkan wajahnya mencoba mendengar detak jantung.
"Hhhahhhhh." suara nafas si pria sontak membuat Ayse menjauhkan wajahnya dan menatap pria tersebut. Sebelum dirinya menghela nafas lega.
"Kamu bangun? Kamu harus cepat keluar dari mobil. Mobil kamu..."
Kedua mata Ayse melotot horor. Saat melihat api yang semakin besar di bagian depan mobil.
Jika ia berlama lama di sini. Mobil ini bisa meledak dan mereka berdua bisa mati di sini.
"Kita harus segera keluar dari sini." ucap Ayse sembari melepaskan seat belt pada tubuh pria tersebut.
Dan dengan sudah payah, alias berjuang keras. Ayse mengeluarkan pria tersebut dari dalam mobil.
"Hhahhhh," suara nafas Ayse yang kelelahan. Padahal baru sebentar mengangkat tubuh pria ini.
Dan,
Brukh...
"Kamu benar benar... Hahhhh... sangat Hhhh berath... Hhhahhhh." suara nafas Ayse yang ngos ngosan.
Ayse meletakkan pria tersebut asal di jalan. Begitu sudah mengeluarkannya dari mobil.
Ia tidak sanggup membawanya sendiri menjauh dari sini. Alhasil, pria itu tidur di aspal tanpa alas apapun
Ayse berbalik dan melihat ke bangku belakang. Dimana tidak ada satu orang pun di sana.
Ayse membuka pintu nya. Saat melihat sesuatu di sana. Kain selimut,
Ayse meraihnya dan membentangkannya di samping tubuh pria tersebut.
Dengan kain ini ia bisa.
Brukh...
Ayse menolak tubuh pria tersebut ke kain lalu,
Menarik dia menjauh dari mobil. Dengan begitu, mereka berdua akan aman.
Srrtttt...
Brukhhh...
Ayse menjatuhkan bokongnya, duduk di pinggir jalan dengan lelah dan nafas ngos ngosan. Setelah menjauh dari kondisi mobil yang siap meledak.
"kamu benar benar harus hhahhh. Berterima kasih padaku hhhahhh." nafas Ayse yang masih naik turun.
Ayse melihat ke kiri dan kanannya. Berharap ada seseorang yang lewat dan bisa membantu nya.
Dhuar...
"Kyaaa." Pekik Ayse terkejut sembari kedua tangan memegang kepalanya.
Gerakan reflek seseorang ketika mendengar suara ledakan yang cukup keras.
Ayse menoleh menatap horor ke sumber suara tersebut.
"Mobilnya... Meledak." ucap Ayse terbata melihat ke mobil yang sedang terbakar.
Beberapa menit Ayse terdiam di sana dan dalam keadaan melihat ke mobil yang sedang terbakar.
Ayse tersentak saat dirinya teringat kakaknya.
'Ah ya. Aku bisa menghubungi kak Firaz.'
"Oh!" Suara terkejut Ayse saat melihat beberapa cahaya lampu mendekat ke arah mereka. Yang tidak lain adalah beberapa mobil ke arah mereka.
Gerakan Ayse, yang mau mengambil handphone di saku celana nya sontak saja terhenti. Kedua matanya melihat menatap ke beberapa cahaya lampu di jalan, yang menuju ke arah mereka.
Ayse bangkit berdiri.
"Syukurlah ada mobil ke sini. Kita bisa... Kamu ngapain? Kamu bisa berdiri?" Ayse yang terkejut melihat pria di depannya tiba tiba berdiri dengan kondisi tubuhnya seperti mau jatuh.
Ayse segera mendekat dan memeluk nya dari samping.
"Kamu ngapain berdiri jika tidak sangg..."
"Ayo pergi dari sini hhhahhhh, cepat." ucapnya yang layaknya sebuah perintah di ujung kalimat.
Ayse sontak menyatukan alisnya.
"Ada apa? Itu..." Ayse mau menunjuk ke beberapa mobil yang mau mendekat ke arah mereka. Tapi di hentikan oleh ucapan pria tersebut.
"Jika mereka sampai di sini. Kamu akan ikut mati."
Kedua mata Ayse seketika melotot horor.
Tidak menunggu langkah Ayse. Pria tersebut segera meraih tangan Ayse, menggenggam nya dan membawa turun bersamanya ke bawah jalan. Atau lebih tepatnya masuk ke dalam hutan di gunung tersebut.
Dengan langkah nya yang huyung mau jatuh, dia tidak memperdulikan itu. Mereka harus menjauh dari badan jalan. Kalau bisa dari tempat kejadian. Dengan begitu, mereka berdua bisa selamat.
.
"apa maksudmu?"
Terlihat seorang pria menyetir mobil bermerk nya sendiri. Setelah seharian tadi di gembur dengan tumpukan pekerjaan. Seorang diri membelah jalanan kota yang sepi, yang hanya di temani kilauan lampu jalanan.
Di satu telinganya terpasang earphone warna putih. Sedangkan kedua matanya fokus melihat ke depan, menyetir.
Dia sedang berbicara dengan seseorang di seberang sana. Yang mengabarinya suatu berita mengejutkan. Yang seketika membuatnya marah.
"Benar Tuan! Acara tunangan keponakan anda malam ini juga,"
"Mereka menjebak ku dengan menggunakan situasi ini?... Jangan bilang mereka sudah merencanakan ini,"
"Besar kemungkinan, Presdir juga akan hadir di sana Tuan! Jadi anda... "
"Aku tidak akan ke sana." Klik,
Pria tersebut menutup pembicaraan dan melempar asal earphone di telinga, entah kemana.
Menggenggam dan mencekram setir sekuat amarah dalam dirinya.
Pria tersebut melihat ke spion kanan mobilnya dan memutuskan untuk memutar balik mobilnya.
Ia menghentikan perjalanannya dan memilih pulang ke rumah dan beristirahat saja. Besok pagi masih banyak hal yang perlu ia kerjakan sekaligus bereskan, terutama masalah anak anak perusahaan nya. Dan sekarang, pekerjaan kembali bertambah. Mengurus kakak dan keponakan nya.
"Apa ini?" Tanyanya sembari menginjak rem yang terasa janggal. Ia buru buru melihat ke bawah kakinya.
Di mana letak keberadaan rem mobil berada. Lalu kembali melihat ke depan dengan cepat dan kembali melihat ke bawah kakinya.
"Ada apa ini?" tanyanya kebingungan sebelum detik kemudian, dia menyadari sesuatu.
Phak...
"Sial!..." umpatnya sembari memukul setir mobil.
"Aku terkecoh," kesalnya.
"Dan siapa yang berani melakukan ini padaku?" ingatkan aku untuk tidak memberinya ampunan.
Bhak...
Dengan marah dia kembali memukul setir mobil.
Mobil terus melaju dengan kecepatan yang sangat cepat. Bahkan sangat sulit bagi pria ini untuk menghentikan mobilnya.
Panik dan takut, tentu saja tidak bagi pria ini. Dia masih sempat sempatnya melepas jasnya dan melempar asal di sana. Lalu entah sejak kapan, kedua lengan baju kemeja berwarna putihnya sudah tergulung setengah. Dan beberapa kancing bajunya sudah terlepas. Hingga membuat nya sekarang lebih leluasa mengendali setir.
Mobil yang terus melaju menembus jalanan sepi dan gelap, sama sekali tidak membuatnya ketakutan.
Kedua tangannya yang teramat kokoh memegangi setir dengan sangat kuat. Kedua matanya fokus melihat ke depan. Di mana tidak ada lagi lampu di jalanan. Yang artinya pria tersebut sudah keluar dari jalan yang di anjurkan.
Pria tersebut bersiap membanting setir mobilnya begitu menemukan kesempatan yaitu tempat yang aman untuk dirinya mendarat.
Akan tetapi, hari sial memang tidak pernah ada yang tahu.
Pria ini tidak melihat kalau pasokan minyak mobilnya ternyata sudah habis.
Phak...
Dengan marah dan geram pria tersebut memukul setir mobil.
'ternyata mereka sudah merencanakan ini dengan sangat sangat matang. Atau ada tikus tikus kecil yang masuk ke dalam tanpa ia tahu.' geramnya.
Mau tidak mau pria ini harus membanting stir mobil. Tepat di satu bebatuan besar dekat lereng gunung.
Dhuakhhhhh....
Brakhhhh....
Tanpa pria ini ketahui, setelah ia sengaja menabrak batu dengan sisi kiri mobil. Namun ternyata, mobil tetap berjalan, nyaris berputar. Hingga menabrak batu lain di bagian depan mobil.
Xander Reagan Balian seketika hilang ke sadaran dan kepalanya jatuh ke setir mobil. Dengan darah juga membasahi kening dan satu pipinya.
"kamu bisa bangun? Kita harus sembunyi," tutur Ayse sembari meraih pergelangan tangan pria yang belum ia ketahui namanya tersebut dan Ayse tempatkan di kedua pundaknya. Membantu pria tersebut berdiri.
Dan ya, walaupun terlihat tidak terlalu bertenaga dan kesadaran nya ada di ambang. Tapi pria tersebut tetap berusaha bangkit berdiri, membantu wanita yang sedang menolong nya.
"Akhhh... Hhhh," lenguh dan nafas Ayse setelah berhasil membuat pria tersebut berdiri.
Ayse beralih melihat ke kanannya. Di mana cahaya beberapa lampu mobil semakin mendekat ke arah mereka.
"Kita sembunyi ke arah hutan ini saja. Nanti aku akan cari bantuan untuk mu," ujar Ayse melihat ke depannya, yang di mana. Sebenarnya Ayse sendiri ketakutan. Tapi tidak ada tempat lain, yang bisa mereka jadikan untuk tempat bersembunyi.
Daerah sekitar sini adalah pengunungan. Di mana juga hutan di sekitar lereng lereng gunung. Juga lahan warga setempat yang di sulap di tengah tengahnya menjadi jalan tol. Meski belum siap,
"Ayo! Kamu bisa kan?" Tanya Ayse yang sedikit ragu melihat kondisi pria di sampingnya.
Perlahan pria tersebut menggerakkan kakinya membantu Ayse jalan. Mereka harus menjauh dari sini agar bisa selamat.
Keduanya dengan tertatih tatih masuk ke dalam hutan yang gelapnya tidak perlu untuk menajamkan penglihatan.
Meski gelap tidak terlihat apapun di depannya. Ayse tetap menerobos masuk ke dalam hutan tersebut. Dengan harapan, tidak ada binatang apapun yang mereka jumpai.
"Apa ini sudah lumayan jauh hhhuhhhh?" Tanya Ayse lebih ke untuk dirinya sendiri. Sebelum Ayse menoleh melihat ke belakang. Ke semua mobil tadi, dimana sudah sampai di sana. Dan terlihat beberapa pria turun dari mobil dengan terburu buru dan melihat lihat mobil yang terbakar.
Jarak posisi mereka sekarang dengan jalan sekitar 10 meter lebih. Jadi, sudah termasuk aman untuk mereka berhenti sebentar, mengambil nafas. Terlebih lebih untuk Ayse.
"Oh!" Suara terkejut Ayse saat menahan tubuh pria tersebut yang mau jatuh ke bawah.
"Tidak bisa, kamu harus kuat. Kita tidak boleh di sini. Mereka tentu akan mencari kita sekitar sini. Sedikit lagi kita harus masuk ke dalam, kamu bisakan?" Tanya Ayse ragu.
Ayse kembali menoleh melihat ke belakang. Sebelum kembali melangkah perlahan masuk ke dalam hutan.
Hutan atau pengunungan sekitar sini. Sungguh Ayse tidak pernah melihat atau mengenali kawasan ini. Karna ia juga tamu tiba tiba di sini.
Karna itu, Ayse dan pria tersebut. Tidak tahu bahwa di depan mereka berdua sekarang, ada turunan. Sehingga...
Dhukh...
"Oh! Akhhh..." Suara pekikan terkejut Ayse saat pria di sampingnya terjatuh dan Ayse pun ikut nimbrung.
Keduanya berguling ke bawah hingga beberapa meter dari tempat tadi. Dan entah sejak kapan, satu tangan pria tersebut berada di belakang kepala Ayse. Terlihat sangat melindungi kepala Ayse dari benturan batu di sana.
Bhukhhh...
"Eughhhh..." Lenguh kesakitan pria tersebut saat punggung nya tertabrak batang pohon yang cukup besar. Yang seketika membuat keduanya berhenti terguling ke bawah.
"Hhuhhh... Kamu baik baik saja?" Tanya Ayse panik sembari meraba kondisi tubuh pria di sampingnya. Namun, hanya beberapa detik.
Sebelum kemudian Ayse tersadar akan keberadaan nya sekarang, berada di atas tubuh pria. Ayse dengan cepat melompat turun dari atas tubuh pria tersebut dan duduk menumpu lutut di sana.
"Maafkan aku, kamu tadi jatuh tiba tiba. Jadi... Ku harap kamu baik baik saja... Kamu baik baik saja? " Tanya Ayse panik sekaligus memastikan. Tidak mungkin baik baik saja bukan. Kepalanya berdarah, kondisi nya lemah dan tadi mereka berguling ke bawah lalu,
Ayse menghela nafas.
Tadi sepertinya punggung dia menabrak sesuatu.
Ayse berusaha mendongak ke atas. Hanya mengandalkan penglihatan mata di kegelapan. Ayse menemukan kalau mereka berada di bawah pohon.
"Kamu beneran baik baik saja kan? Tolong bertahan lah sebentar lagi. Setelah mereka pergi, aku akan cari bantuan dan kamu bisa di di bawa ke rumah sakit segera. Kamu akan segera mendapatkan perawatan, kamu tidak akan kesakitan lagi, kam... mmm," Ocehan Ayse terhenti karna pria tersebut, Xander Reagan balian mencium Ayse.
Kedua mata Ayse melotot lebar, mencerna apa yang sebenarnya terjadi.
Beberapa lampu senter yang berasal dari atas, jalan tol. Menyinari sekilas di sekitaran hutan.
Ayse yang masih mencerna apa yang sedang terjadi. Dengan kedua bola matanya juga yang melotot lebar. Melihat cahaya senter di depan matanya. Yang menyoroti pokok kayu tepat di hadapan keduanya berada sekarang.
Menyadari apa yang terjadi, Ayse memilih diam tidak memberontak. Meski bibirnya menjadi tumbal untuk itu. Daripada ia mati di sini, hanya karna gara gara menolong pria yang sama sekali tidak ia kenal ini.
Ia memilih tinggal dengan paman dari pada sama mamanya. Bukan untuk mati juga, ini akan sangat konyol. Meski wanita tua itu akan bersedih atau tidak. Tapi ia tidak mau mati seperti ini. Harga dirinya benar benar akan terluka jika ia mati di sini.
Dan tunggu, kenapa pria ini tidak mau melepaskan bibirnya. Aku sudah tahu, aku sudah tahu apa yang terjadi. Bukankah seharusnya dia melepaskan bibirku. Jika aku melawan, akan terjadi keributan bukan. Dan kami bisa ketahuan dan aku, tidak bisa di pastikan kalau aku akan selamat.
'sebenarnya siapa mereka?... tidak, sebenarnya siapa pria ini?' jerit batin Ayse sendiri.
Melihat tidak ada lagi cahaya senter yang tentu sedang mencari keberadaan pria ini. Ayse dengan gerakan yang sangat cepat. Bahkan sangking cepatnya. Pria di bawah Ayse tidak mengetahui gerakan Ayse.
Dan,
Bhuk...
"ughhh..." lenguh sakit pria tersebut.
Ya, Ayse menonjok tulang pipi pria ini dengan kekuatan.
Hanya beberapa detik hingga sukses membuat pria ini yang tadinya sadar. Kini kembali pingsan tidak sadarkan diri.
Ayse dengan cepat memutar kepalanya melihat ke atas. Apakah ia ketahuan, tapi melihat tidak ada lagi cahaya senter kemari. Itu artinya, mereka tidak ketahuan.
Drrrrrttt...
"Hik,"
Ayse tersentak terkejut dengan suara handphone miliknya sendiri. Yang dia letakkan di dalam kantong celananya dan dengan mode getar. Entah kenapa kali ini ia sangat bersyukur handphone miliknya dalam mode getar. Karna biasanya, ia benci handphone nya mode getar. Dan ku rasa kak Firaz lah yang membuat ini.
Dengan cepat sembari menyembunyikan cahaya layar handphone yang hidup di balik tubuhnya. Agar tidak terlihat cahaya ke atas, lebih tepat ke kawanan manusia di jalan.
Ayse mengangkat panggilan masuk setelah melihat siapa yang menghubungi nya. Kakaknya, kak Firaz.
"Kak?" sahut Ayse begitu menjawab panggilan.
"kamu di mana sekarang? dan tunggu... ada apa dengan suaramu. Kamu baik baik saja? orang orang di sini mengatakan kamu lari sambil nangis. Apa yang terjadi? aku mencari mu dari tadi, semua baik baik saja?" suara Firaz yang terdengar cemas dan khawatir akan adik satu satunya.
Ayse terdiam.
Dia tidak bisa menjawab kakaknya. Itu artinya, paman dan bibi tidak mengatakan apapun. Dan orang orang di sana juga tentu tidak tahu apapun.
"Kak..."
"Aku menanyakan sama mereka yang melihat mu dan bersama mu tadi. Bahkan sama paman dan bibi, tapi mereka tidak memberi jawaban yang jelas. Sebenarnya apa yang terjadi, siapa yang membuat mu menangis? apa mereka melakukan sesuatu padamu? di belakang ku?"
Firaz terus menghujani Ayse dengan pertanyaan nya.
Firaz kalut dan frustasi tidak melihat dan mengetahui apa yang terjadi pada adik perempuan satu satunya. Tadi saat berangkat Ayse baik baik saja dan sangat kegirangan. Tapi yang anehnya, paman dan bibi mengatakan padanya. Jauh sebelum hari ini, untuk tidak membawa Ayse ke tempat acara. Sebenarnya apa yang terjadi.
"Kak itu... " Ayse lagi lagi terdiam.
Ia tidak bisa mengatakan pada kak Firaz. Karna dari awal, kak Firaz sudah melarangnya untuk dekat dengan pria manapun. Jika pria itu belum di kenalin ke kak Firaz. Dan ia melakukan itu.
Karna bagi kak Firaz, tidak ada di dunia ini pria yang dapat di percaya. Apalagi jika sudah menjadi seorang kekasih. Dengan mengatas nama kan sebagai kekasih si wanita. Si pria ini bisa dengan bebas meminta ini dan itu pada si wanita. Hanya untuk memenuhi hasrat nafsu birahinya semata.
Dan bagi kak Firaz, Ayse tidak boleh dekat dengan pria yang seperti itu. Adiknya tidak boleh di jamah oleh pria mana pun. Jika bukan suaminya. Tugas nya seorang kakak adalah menjaga adiknya dengan baik dari tangan pria gatal alias nafsu berburu. Karna itu, ia sering mengecek handphone Ayse. Hanya untuk melihat apa benar adiknya tidak memiliki pacar atau kekasih. Seperti yang Ayse akui selalu kalau ia menanyakan.
"Bisakah kak Firaz kemari sebentar? Aku perlu bantuan kak Firaz. Dan bisakah kak Firaz juga menghubungi polisi? Soalnya... Di ujung jalan tol terjadi kecelakaan. Mobil menabrak batu besar. Seperti nya pengendara tidak sadarkan diri. Ayse..."
"Aku segera ke sana. Hidupkan GPS di Hp mu Ayse!"klik
Perintah Firaz sebelum mematikan panggilan nya dan langsung melenggang pergi dari tempat acara.
Di gunung, Ayse menghela nafas.
Seperti yang ia tebak. Dia selalu begitu, selalu memperlakukan ku seperti anak umur 12 tahun.
Ayse lagi lagi menghela nafas.
'padahal umur ku sudah 27 tahun. Dia selalu membuatku kesal'
Ayse beralih melihat ke pria di depannya. Yang tertidur tanpa mencemaskan apapun.
'Sebenarnya... siapa dia?' Ayse mendekat kan wajahnya. Berusaha melihat menatap wajah pria di depannya yang tidur. Sedang posisi Ayse sudah duduk di samping pria tersebut.
Cahaya yang cukup minim. Meski selebar apapun Ayse membuka matanya untuk melihat dengan jelas wajah pria di depannya. Tetap saja, tidak akan terlihat jelas.
Karna itu, Ayse kembali duduk seperti tadi tegak.
"Sebenarnya kenapa mereka mau membunuhmu? apa kamu mencuri sesuatu dari mereka? ... Tunggu..." Ayse menjeda ucapannya saat dirinya teringat sesuatu.
"Kamu bukan buronan yang sedang di kejar bukan? " Ayse mendekatkan wajahnya ke wajah pria tersebut. Berharap pria itu bangun dan menjawabnya.
'Tunggu, buronan? itu tidak mungkin juga. Jika buronan, seharusnya yang datang mobil polisi. Lalu... apa kamu... hik...'
Ayse menutup mulutnya tidak percaya dengan apa yang ada di pikiran nya sekarang.
Kembali mendekat wajahnya setelah tadi duduk tegak.
"kamu bukan mafia mafia itu bukan?" tanyanya ke manusia yang sedang tidak sadarkan diri. Yang tentu saja, Ayse tidak mendapatkan jawabannya.
Ayse mulai gusar, haruskah ia selamat kan pria ini. Atau memberi nya ke mereka di atas sana. Yang seperti nya masih mencari dan menunggu sesuatu di sana.
Kepala Ayse mendongak menatap ke jalan tol. Di mana masih ada cahaya lampu mobil dan beberapa pria memakai jas hitam masih berkeliling keliling ke sana kemari.
Ayse mendesah ringan dan melihat pria yang tertidur di bawahnya.
Ayse tidak berani menghidupkan layar hpnya. Padahal ia mau menghubungi kakaknya, di mana dia sudah sekarang. Apa masih dalam perjalanan, padahal jaraknya sangat dekat. Apa kakak menunggu kawannya yang lain. Sebelum ke sini, jika iya. Itu bagus sih,
Ayse menarik nafas menenangkan dirinya.
'Ayo berpikir positif Ayse! dia pria baik, yang sedang membutuhkan bantuan.' Ayse menenangkan dirinya.
Prang....
Kedua mata Ayse membulat lebar saat cahaya senter yang bisa di katakan cukup besar. Menyala besar ke arah mereka, lebih tepat ke arahnya. Yang artinya, mereka ketahuan bukan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!