NovelToon NovelToon

Dendam Sang Rajawali .

Pertarungan di Tengah Hujan panas.

Perlu Author ingatkan terlebih dahulu, cerita ini bukan kultivasi murni, tetapi cerita silat yang berlatar belakang kultivasi, jadi mungkin lebih banyak jurus jurus silat, ketimbang kultivasi.

Tingkatan tingkatan kultivasi nya pun Author buat sedemikian rupa, tanpa istilah asing, agar pembaca mudah mengingat nya.

Cerita ini, bagian dari serial Shin Liong sang Dewata Agung muda.

\= Bermula \=

Cerita ini dimulai dari sebuah Dusun bernama Angguan, sebuah Dusun sunyi namun terkesan sangat Damai.

Dusun ini di huni sekitar dua puluh buah rumah yang letaknya saling berjauhan, dan di kelilingi oleh hutan rimba belantara serta berada di hulu sungai Liong ho, di kaki pegunungan Kwan Lun bagian timur.

Saat itu matahari baru saja bergulir melewati tengah hari, dan panas terasa sangat terik sekali.

Di ujung barat Dusun,berjarak dua ratus langkah dari rumah penduduk, nampak sebuah rumah mungil, mungkin hanya seukuran tiga kali lima depa saja, terbuat dari kulit kayu hutan dan batang bambu.

Di belakang rumah itu,berjarak sekitar seratus langkah pula, mengalir sebuah kali kecil,berair jernih yang dangkal, dalam nya cuma sebatas lutut orang dewasa saja, dengan batu batu besar berserakan di dasar sungai itu.

Nampak dua orang anak laki laki berusia tujuh tahun dan lima tahun, sedang asik mandi di pinggir kali kecil itu, sambil bercanda riang.

Sementara di rumah, nampak seorang pemuda tampan,usia sekitaran dua puluh delapan tahun, sedang mengumpulkan padi yang di jemur, kedalam lumbung kecil di samping rumah itu.

Di dalam rumah, seorang wanita muda nan cantik jelita usia sekitar dua puluh tujuh tahun, sedang sibuk menanak nasi di dapur.

"Bum!".

Meskipun hari panas terik, namun tiba tiba di langit terdengar suara guntur ber dentum panjang.

Pemuda itu buru buru menyelesaikan pekerjaan nya, mengumpulkan padi padi kedalam lumbung.

Tidak seberapa lama,hujan pun turun dengan lebat nya, di tengah panas matahari yang terik itu.

Baru saja pemuda itu bermaksud masuk kedalam rumah mereka, tiba tiba di depan nya muncul sepuluh orang laki laki paro baya berjubah merah marun,vdengan rambut di ikat diatas kepala.

"Ha ha ha ha, hei ban*sat Fu Cai Ong, akhirnya persembunyian mu kami ketahui juga, ha ha ha ha, Dunia memang tidak lah terlalu besar kan Cai Ong?, hari ini tuntas sudah dendam dan kebencian kami dengan bayaran nyawa busuk mu itu!" ucap salah seorang dari laki laki paro baya itu sambil tertawa gelak di ikuti oleh teman teman nya.

"Tuan!, maaf kan kami, tolong lepaskan kami tuan, kami tidak akan kemana mana dan tidak akan mencemarkan nama baik klan tuan" kata pemuda itu.

"Memaafkan kalian?, tentu tidak!,setelah pengkhianatan yang kalian lakukan, kau memang tidak akan kemana mana, selama nya akan tetap di Dusun ini, kau pantas menerima nya" ucap laki laki itu sambil berjalan kearah pemuda itu.

"Kau boleh membunuh ku tuan, tetapi lepaskan lah Lian Eng" pinta pemuda itu lagi.

"Kau pendosa yang tidak bisa di maafkan, kami tampung diri mu dari jalanan, dan kami beri makan dan naungan, namun apa balasan mu heh?, kau menikam kami dari belakang, kau cuma seekor an*ing yang pantas mati" kata laki laki itu lagi semakin mendekat kearah pemuda itu.

Pemuda itu mundur ke belakang beberapa langkah dengan muka yang pucat pasi.

Tiba tiba laki laki itu melayangkan tendangan nya kearah rahang sang pemuda itu .

Pemuda itu menundukkan tubuh nya, lalu tangan kanan nya dengan kecepatan luar biasa menghantam paha bagian bawah laki laki itu.

Laki laki paro baya itu tidak menyangka sama sekali, jika pemuda itu ternyata bisa melepaskan diri dari tendangan nya, bahkan balik menyerang diri nya.

Karena serangan nya sudah lebih dari separo jalan dan tidak mungkin bisa di tarik kembali, terpaksa dia memutarkan tubuh nya di udara, mengharap pemuda itu kebingungan melancarkan serangan nya.

"Prak!".

Tanpa ampun lagi, paha laki laki paro baya itu terkena pukulan sang pemuda hingga kaki nya terkulai patah.

Laki laki paro baya itu roboh ketanah yang basah oleh air hujan sambil mengerang kesakitan.

Dia sadar, dia terlalu menganggap remeh lawan nya, sehingga menyerang dengan ceroboh nya .

Tetapi kesadaran yang sudah sangat terlambat sekali.

"Ban*sat!, ayo kita serang an*ing hina ini bersama sama" teriak salah seorang laki laki paro baya yang lain nya.

Sembilan orang yang tersisa segera mengepung pemuda itu.

Pemuda itu tidak ingin menyerah begitu saja, dengan segenap kemampuan nya, dia berusaha melawan ke sembilan orang laki laki paro baya yang mengeroyok nya itu.

Ternyata meskipun tingkat kultivasi nya berada di bawah para laki laki paro baya pengeroyok nya itu,yang sudah berada di ranah Alam Raja akhir, sementara dirinya berada di ranah Alam Raja menengah, berkat semangat nya yang tinggi serta di barengi dengan otak nya yang cukup cerdik, sehingga empat puluh jurus sudah berlalu, belum ada tanda tanda ke sembilan laki laki paro baya itu dapat mengalahkan pemuda itu.

Bahkan pada satu kesempatan, ketika mereka sedang bergerak menyerang kearah pemuda itu dari sekeliling nya, dengan satu teriakan yang nyaring, pemuda itu melompat keudara,bersalto beberapa kali, lalu dengan kecepatan tinggi, tumit nya berhasil menghantam tengkuk salah satu lawan nya, hingga jatuh tersungkur ketanah dengan dahi terlebih dahulu.

Bukan main murka nya delapan laki laki paro baya yang masih tersisa itu.

Dengan gerakan yang cepat, salah seorang dari laki laki paro baya itu segera menghunuskan pedang nya, lalu menyerang kearah sang pemuda tanpa aba aba terlebih dahulu.

Melihat itu,ketujuh orang teman nya yang lain segera melakukan hal yang sama pula.

Delapan orang laki laki paro baya bersenjatakan pedang, mengeroyok seorang pemuda yang tidak bersenjatakan apa apa.

Kini pemuda itu cuma bisa mengelak dan menghindar saja, di buru oleh delapan orang laki laki bersenjata lengkap.

Hingga beberapa saat kemudian, sebuah tusukan pedang berhasil menyayat pundak pemuda itu.

Darah pun mulai keluar membasahi baju pemuda itu.

Pertahanan pemuda itu kini sudah mulai goyah, dan tusukan pedang lawan, satu persatu mulai menyayat kulit nya.

Sebuah tebasan pedang mengincar leher nya, pemuda itu segera merendahkan tubuh nya sambil menghantam lawan nya dengan satu pukulan tangan kanan nya, yang menghantam ulu hati lawan yang di depan nya dengan telak, hingga tubuh lawan terjajar kebelakang, lalu jatuh tertelentang.

Namun di saat itu pula,sebuah tusukan pedang lawan nya dari belakang, berhasil masuk di rusuk kanan nya hingga tembus ke depan, membuat pemuda itu terhuyung kedepan beberapa langkah.

"Bangsat hina dina!, kalian para orang tua, malah mengeroyok seorang pemuda, tidak tahu malu!" terdengar suara bentakan seorang wanita dari dalam rumah sambil menyerang kearah tujuh orang yang masih tersisa itu.

"Lian Eng wanita tak tahu balas budi, kami datang membawa mu ke klan untuk menerima hukuman dari patriak!" teriak salah seorang dari kaki laki paro baya yang masih tersisa itu.

"Aku manusia paman, bukan barang yang bisa diatur,aku berhak menentukan nasib ku sendiri, pergi lah dari sini,jangan ganggu kami lagi!" bentak wanita muda yang sangat cantik itu.

"Kau wanita pilihan Dewa,tidak ada pilihan bagi mu, kembalilah bersama kami, dan jalani hukuman!" ujar laki laki paro baya itu lagi.

"Tidak!, aku tidak Sudi kembali, kalian sudah melukai suami ku, kalian harus membayar nya!" wanita itu segera mengeluarkan pedang pendek nya,dan mengamuk menyerang para lelaki itu.

...****************...

Tingkat kultivasi.

Tingkatan Alam Manusia.

1 Ranah Alam pemula.

2 Ranah Alam Taruna.

3 Ranah Alam Ksatria.

4 Ranah Alam Raja.

5 Ranah Alam Brahmana.

Masing masing Ranah terdiri dari tingkat dasar, tingkat menengah, tingkat akhir dan tingkat sempurna.

Selanjut nya Tingkat Alam Dewa pertama.

1 Ranah Dewa Bumi.

2 Ranah Dewa Laut.

3 Ranah Dewa Langit.

4 Ranah Dewa Bintang.

5 Ranah Dewa Sorga.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Pembantaian Sadis.

Wanita cantik itu mengamuk dengan pedang terhunus nya, membabat siapa saja yang berada di dekat nya.

Sambil bertarung, dia berusaha melindungi sang suami yang sudah terluka parah itu.

"Meme!, lari lah selagi masih sempat, bawa putra putra kita, jangan hiraukan aku!" teriak pemuda itu Sabil terus mencoba melawan dengan sisa sisa tenaga nya.

"Tidak kakak!, kita hidup bersama, maka mati pun kita bersama, meskipun cuma dalam waktu yang singkat, aku sangat bahagia bersama mu suami ku, ayo kita berjuang bersama atau mati bersama!" teriak wanita cantik itu Sabil terus mengayunkan pedang nya.

Dentingan suara pedang beradu terdengar hingga ke tepi kali kecil itu.

"Kakak Jiang suara apa itu kak?" tanya sang adik yang baru berusia lima tahun itu kepada sang kakak yang berusia tujuh tahun itu.

"Diam lah dik, jangan banyak bicara, ayo kita pulang, tetapi jangan bicara ya!" kata sang kakak sambil berjongkok agar adik nya bisa naik ke punggung nya.

Perlahan, kedua bersaudara, adik Kaka itu berjalan menuju ke rumah mereka.

Setelah dekat rumah, sang kakak yang berjalan sambil menggendong adik nya di belakang itu mendengar suara umpatan dan cacian serta ribut nya pertarungan.

Dengan mengendap endap di balik sebongkah batu besar, kedua anak itu mengintip apa yang terjadi.

Betapa kagetnya kedua anak kecil itu, melihat kedua orang tua mereka sedang bertarung dengan tujuh orang laki laki tinggi besar berjubah merah semua nya.

Hampir saja sang adik berteriak, seandainya tidak buru buru mulut nya di bekap sang kakak.

Anak laki laki yang tertua itu teringat pesan sang ibu nya yang selalu dia ucapkan, "nak bila sesuatu terjadi dengan ayah dan ibu, berjanjilah kau akan selalu menjaga adik mu ya sayang, hidup rukun dengan adik mu, dia kerabat mu satu satu nya di Dunia ini nak, kau harus bisa menyelamatkan adik mu nak, jadilah tonggak tempat adik bersandar, jadilah benteng yang selalu menjaga nya dari bahaya serta jadilah selimut yang selalu menghangatkan nya, kau berjanji sayang?".

"Bu!, mengapa ibu selalu mengulang dan mengulang kata kata itu bu, meskipun tak ibu minta, Jiang akan selalu menjaga adik bu, Jiang berjanji, selama Jiang masih hidup, Jiang akan selalu menjaga adik!" jawab Fu Jiang Bi, sambil memeluk ibu nya.

Fu Cin Hai sang adik terdiam tidak bisa berkata kata lagi, pemandangan tubuh sang ayah yang sudah bermandikan darah itu, benar benar menggoncang jiwa kecil nya, hingga kaki tidak bisa dia gerakan lagi.

Meskipun sudah terluka parah, Fu Cai Ong tetap melawan dengan sisa sisa tenaga yang ada pada nya.

Quon Lian Eng sang istri masih terus mengayunkan pedang nya sambil berusaha melindungi sang suami nya.

Namun malang tak bisa di tolak dan untung tak bisa di raih, Fu Cai Ong yang sudah banyak kehilangan darah itu akhir nya jatuh ketanah dengan dengkul nya sebagai penahan, tenaga nya sudah sampai di titik akhir nya.

Quon Lian Eng merangkul tubuh sang suami nya itu, berusaha mengajak nya berdiri kembali.

"Adik Lian Eng!, maaf kan aku, aku tidak bisa lebih lama lagi bersama kau dan pura kita, ak!" kata kata Fu Cai Ong terhenti ketika sebuah pedang lawan menusuk dada nya hingga tembus.

Pemuda itu roboh didalam pelukan sang istri yang meraung menangisi sang suami nya itu.

Perlahan, di letakan nya tubuh sang suami nya itu, lalu diangkat nya pedang nya tinggi tinggi, dengan sekali lompat, diserang nya laki laki yang menyerang suami nya tadi.

Pertarungan tidak seimbang pun kembali terjadi, seorang wanita cantik, melawan tujuh orang laki laki.

Sekuat apa pun wanita itu bertahan, karena memang keadaan yang tidak seimbang, akhirnya satu tusukan pedang lawan, berhasil mengakhiri perlawanan nya, ketika dada nya tertembus pedang lawan.

Wanita cantik itu roboh diatas tubuh sang suami nya itu.

Sambil berlinangan air mata, wanita itu berbicara dengan sang suami nya yang juga sudah sekarat itu, "suami ku, ingat janji kita, hidup mu adalah hidup ku, dan mati mu adalah mati ku, siapapun tidak akan mampu memisahkan kita, meski Dewa sekalipun, aku selalu mencintaimu suami ku!".

Entah kebencian apakah yang ada di hati para laki laki itu, sehingga tubuh yang sudah tidak berdaya itupun masih saja mereka hujani dengan tusukan pedang hingga hampir tidak berbentuk lagi.

"Sudah!, sudah!, kudengar mereka memiliki putra, ayo cari dan bunuh juga putra nya, bila tidak, mereka akan menjadi batu sandungan di kemudian hari!" kata salah seorang dari mereka.

ketujuh orang laki laki paro baya itu segera berlari memasuki rumah, mencari keberadaan putra dari orang yang mereka bunuh.

Sementara itu, dari jarak yang tidak terlalu jauh di samping rumah berlindung di balik sebongkah batu besar, kedua kakak beradik itu terdiam kaku melihat kedua orang tua mereka yang tewas dengan sangat mengenaskan itu.

Mendengar orang orang itu sedang mencari mereka berdua, Jiang Bi segera menggendong sang adik di belakang nya, lalu berlari memasuki hutan lebat yang tidak jauh dari rumah mereka.

Sambil air mata nya berderai jatuh, anak kecil itu berlari di dalam hutan sambil menggendong sang adik tanpa tujuan, yang pasti, lari dari orang orang itu.

Entah sudah berapa lama dia berlari tanpa berhenti, luka di tubuh nya karena duri dan onak serta ranting, tidak lagi dia hiraukan.

Hingga saat hari menjelang senja, anak laki laki itu pun tersungkur jatuh di dekat sebuah goa kecil, tenaga nya kini benar benar sudah terkuras habis.

"Kakak Jiang!, bangun kak!, bangun kak!, Cin Hai takut kak!, ayo bangun kak!" suara sang adik mencoba membangunkan kakak nya sambil menggoyang goyang tubuh sang kakak.

Namun kakak nya terdiam tak lagi dapat membuka mata nya, entah pingsan, entah tewas.

Tangis anak kecil usia lima tahun itu kian menyayat hati, karena panggilan nya tidak juga dapat membangunkan sang kakak.

Hari mulai rintik pertanda sebentar lagi hujan turun.

Kini air mata anak kecil itu mengalir bersama air tetes air hujan yang mulai turun.

Dengan sekuat tenaga, ditarik nya tubuh sang kakak memasuki goa kecil yang cuma pas untuk tubuh mereka itu.

Setelah melewati perjuangan yang luar biasa berat nya, sedikit demi sedikit, tubuh sang kakak berhasil juga dia geser menuju kedalam goa.

Sambil berbaring di dalam goa, dipeluk nya tubuh sang kakak dengan erat nya, sedu sedan nya terus terdengar sepanjang malam yang gelap gulita itu, sambil sesekali mengguncang tubuh kakaknya serta memanggil nya.

Menjelang malam, dari kejauhan terdengar suara lolongan serigala seperti merintih lirih, membuat badan kecil itu menggigil ketakutan.

Bayang bayang bagai mana kedua orang tua nya di bantai dengan sadis kembali berputar di kepala nya.

"kak Jiang!, Cin Hai takut kak, bangun lah kak, aku takut sekali, mereka mengejar kita kak, tolong aku kak!" rintih nya terdengar pilu, badan nya menggigil ketakutan.

Dipeluk nya tubuh sang kakak dengan erat sekali, sambil wajah nya dia benamkan di dada kakak nya, air mata nya tak henti henti nya mengalir sepanjang malam itu.

Apalagi saat terdengar suara lolongan serigala itu kian mendekat saja, rasa takut nya pun semakin memuncak.

Rupanya serigala itu terlalu besar, hingga tidak muat untuk masuk kedalam lobang goa itu. Akhirnya serigala itu cuma mengendus endus di sekitar mulut goa yang sangat kecil itu.

Setelah sekian lama tidak berhasil masuk kedalam lobang goa yang sempit itu, akhir nya, serigala itupun berbaring di mulut goa.

...****************...

Kepedihan hati dua anak manusia.

Matahari baru saja muncul di ufuk timur menyampaikan kehangatan nya pada rerumputan lewat celah celah kanopi hutan.

Di dalam goa kecil, si kecil yang menangis sambil memeluk tubuh sang kakak, pada dini itu, akhirnya tertidur juga karena terlalu lelah menangisi Dunia yang begitu kejam pada mereka.

Perlahan cahaya matahari pun masuk lewat pintu goa yang sangat kecil, menerpa wajah polos anak laki laki usia tujuh tahun itu.

Perlahan mata nya terbuka, lalu berkedip beberapa kali karena silau.

Dilihat nya di dada nya, kepala sang adik tertidur berbantalkan dada nya dengan sangat nyenyak sekali.

Pipi merah bocah polos itu seakan pualam yang belum ternoda.

Perlahan, kejadian kemarin berputar kembali di kepala bocah kecil itu.

Sambil terisak kecil, air mata bocah itu mengalir tanpa suara.

Di tatap nya kembali wajah bocah kecil yang tertidur pulas di atas dada nya, perlahan di belai nya rambut sang adik, sambil air mata nya tak henti henti nya mengalir tanpa suara.

"Ayah!, ibu!, beri aku petunjuk bu!, bagai mana aku membesarkan adik, sedang badan ku masih sekecil ini bu, kenapa tidak ibu bawa serta kami saja bu, aku dan adik ingin menyusul ibu saja!" ratap hati nya meski tanpa suara, bahkan tangis nya saja tidak bersuara, dia takut akan membangunkan sang adik yang sedang tertidur pulas itu.

"Duhai Thian yang maha kuasa, sungguh berat ujian mu ini, sanggup kah aku menjalani nya, beri aku kekuatan, agar aku bisa melewati semua ini!" kembali hati nya meratap kemalangan nasib nya.

Kemarin mereka berdua masih bercanda dan bercengkerama dengan ayah dan ibu nya, namun kini, sekejap takdir telah memisahkan mereka, para manusia biadab itu telah merenggut segala kesayangan dari sisi mereka berdua.

Dipeluk nya tubuh kecil sang adik dengan erat, hati nya terasa begitu perih dan sakit sekali.

"Nak!, ayah dan ibu titip adik ya sayang, jaga dia baik baik, dia satu satu nya kerabat mu kini, hidup ini memang kejam nak, tetapi, kau tidak boleh menyerah, kau harus tetap tegar nak, karena kini cuma dada mu lah yang tersisa tempat adik bersandar, cuma tangan mu yang tersisa untuk memeluk adik agar hangat, dan tinggal suara mu saja yang dapat membujuk serta merayu adik, teruslah melangkah demi adik ya sayang!". Suara sang ibu seolah olah mengiang kembali di telinga nya.

Satu persatu proses kematian orang tua nya kembali terbayang di mata nya, bagai mana tubuh sang ayah berkerojotan menahan sakit nya siksaan yang dia terima disaat saat terakhir nya.

Bagai mana di saat terakhir nya, ibu nya memeluk erat tubuh ayah nya dengan linangan air mata.

"Jaga adik ya sayang!" .....

"Jaga adik ya sayang!" .....

"Jaga adik ya sayang!" .....

Pesan sang ibu kembali bergaung di kepala nya berulang ulang.

"Ayah!, ibu!, aku akan menjaga adik dengan nyawa ku bu!, akan ku bayar semua yang mereka lakukan pada kita bu, aku bersumpah demi langit dan bumi, hidup ku cuma untuk adik dan membayar kekejaman mereka pada kita bu, tenanglah ayah dan ibu di sana, aku berjanji akan menjaga adik dengan nyawa ku, serta aku bersumpah bu, aku akan menagih utang yang telah mereka berikan pada kita bu!" sambil terisak halus, di belai nya pipi sang adik dengan lembut. Pipi putih ke merah merahan itu terlalu polos dari dosa, seharus nya belum merasakan pedih nya deraan penderitaan hidup.

"Tenang lah adik ku!, aku berjanji akan menjadi ayah sekaligus ibu untuk mu dik, kau satu satu nya kesayangan ku yang kini tersisa di Dunia yang kejam ini, kakak tidak bisa membayangkan hidup tanpa adik, berjanjilah dik, adik tidak akan meninggalkan kakak, kakak akan berjuang untuk mu dik!" hati anak itu bergelora seperti gelora gelombang di samudra yang di terpa badai.

Kembali di peluk nya tubuh sang adik dengan erat sekali, ada rasa kasihan, ada rasa iba, ada rasa kesedihan yang luas seperti lautan tak bertepi, meluap seperti air bah, dan membuncah menjadi satu di dalam dada nya.

Mungkin karena pelukan nya sangat kencang, sehingga sang adik pun menjadi terbangun.

Mata bening tanpa dosa itu berkedip kedip beberapa kali, lalu di perkecil nya agar tidak terlalu silau.

"Kakak!, kakak memeluk Cin Hai terlalu kuat, Cin Hai susah bernafas kak!" ucap lugu bocah kecil itu sambil berusaha duduk.

Sebenar nya ruangan di dalam goa itu cukup besar juga, sekitaran hampir sebesar dua buah kamar tidur, cuma memang mulut goa itu saja yang kecil, cuma masuk badan seorang anak kecil saja.

Jiang Bi bangkit dari tidur nya, meskipun sekujur tubuh nya terasa hancur lebur, menatap mata sang adik yang bening tanpa dosa itu, membuat segenap energi nya bangkit, sehingga tubuh nya yang terasa sakit, tidak lagi dia rasa kan.

Di tatap nya kesekeliling nya dengan cermat, dia ingat, saat itu dia berusaha berlari kencang dan sejauh mungkin dengan membawa adik nya di punggung nya, hingga menjelang senja, tiba tiba pandangan nya menjadi gelap dan dia tidak ingat apa apa lagi.

Di tatap nya wajah sang adik sekali lagi, wajah lugu tanpa dosa itu menatap kearah nya seperti lukisan sejuta kedukaan dan kepedihan hati.

Diraih nya kepala sang adik, lalu di cium nya kedua pipi adik nya itu, di benam kan nya wajah sang adik di dada nya.

Sambil tersenyum, Cin Hai menatap kearah wajah kakak nya, "kak!, tadi malam Kaka tertidur sangat pulas sekali, Cin Hai bangunin, kakak nya tidak mau bangun bangun, Cin Hai kan takut kak, terpaksa Cin Hai menarik tubuh kakak masuk kedalam goa ini karena hari mau hujan kak, Cin Hai tidak kuat menggotong tubuh kakak, maafkan Cin Hai ya kak, kakak jangan marah ya" ucap lugu sang adik.

Sekali lagi Jiang Bi membenamkan wajah sang adik di dada nya, pedih terasa di dalam dada nya, tetapi dia berusaha agar sang air mata tidak bergulir keluar.

Meskipun begitu, beberapa butir tak urung lolos juga jatuh ke pipi nya.

Di cium nya dahi sang adik lama lama, berbagai rasa membuncah di dalam dada nya.

Ingin rasa nya dia berteriak pada langit, agar semua tahu betapa pedih nya rasa di dalam hati nya saat itu.

"Adik jangan mencari Ayah dan ibu lagi ya, kini kita hidup hanya berdua saja di dalam Dunia kejam ini!" ucap Jiang Bi pada adik nya.

Seperti tersadar dengan sesuatu, tiba tiba mata Cin Hai menjadi liar, bibir nya pucat dan tubuh nya bergetar hebat, "ayah?, ibu?, oh!, tidaaaak!, tidaaaak!, jangan ayah ku!, jangan ibu ku , kakak cepat tolong ayah, tolong ibu kak!, tidaaaak!, tidaaaak!" terdengar jeritan dari mulut mungil nya sambil duduk, dibenamkan nya kepala nya diantara kedua lutut nya sambil memeluk betis nya kuat kuat sambil menangis dengan tubuh menggigil.

Serasa hancur dalam hati Jiang Bi melihat luka hati sang adik yang terlampau dalam, hingga membekas sampai kapan pun.

Bocah kecil itu benar benar terpukul dengan kejadian yang terjadi di depan mata nya kemarin.

Di rangkul nya tubuh kecil Cin Hai dengan erat, "sudah lah dik, ada kakak disini, kita aman sekarang, ayo buka mata adik, kita sudah aman!" bisik nya berusaha menenangkan hati sang adik.

"Tidak!, tidak!, tidaaaak!, Cin Hai takut kak, mereka membunuh ayah dan ibu kak, Cin Hai takut!" jerit bocah kecil itu sambil meronta liar.

Akhirnya air mata Jiang Bi luruh bagai hujan di pagi hari, di benam kan nya wajah sang adik di dada nya, Isak tangis tertahan terdengar keluar dari mulut nya.

Setelah beberapa saat di dalam pelukan sang kakak, akhirnya Cin Hai mulai tenang kembali.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!