Tak.
Tak.
Tak.
Langkah kaki menggema di koridor hotel, memecah kesunyian malam yang tenang.
Beberapa orang terlihat berjalan menuju salah satu kamar, dipimpin oleh seorang wanita muda yang luar biasa cantik. Empat orang itu kemudian memasuki kamar dengan tenang.
"Nona, pekerjaan hari ini cukup melelahkan. Saya akan menyiapkan air untuk Anda mandi," ucap salah satu dari mereka saat memasuki ruangan.
"Um," sahut wanita muda itu singkat.
Ia berjalan ke arah sofa, lalu duduk setelah melepaskan mantelnya dan meletakkannya sembarangan.
"Bagaimana hasil pantauan hari ini?" tanyanya pada salah satu orang yang berdiri di hadapannya.
"Menjawab Nona, untung saja kita sudah melakukan pengamanan. Kalau tidak, para paparazi itu mungkin masih mengikuti kita," jawab salah satu asistennya.
"Tapi meskipun kita sudah membuat pengaturan, mereka masih saja membuat ulah," sambungnya lagi sambil menyerahkan sebuah iPad.
Menerima iPad itu, wanita muda yang bernama A Ran hanya tersenyum tipis saat melihat deretan pencarian panas teratas yang semuanya memuat namanya.
[Ratu Bintang Hiburan, A Ran Diduga Sedang Jatuh Cinta]
[Kencan Buta A Ran]
[Siapa Pacar Misterius A Ran?]
Tanpa peduli pada komentar netizen, A Ran hanya terkekeh kecil.
"Biarkan saja mereka. Lagipula ini bukan yang pertama kalinya, kan?" ucapnya santai.
"Nona benar, menjadi seorang aktris memang tidak mudah."
"Kalian juga sudah lelah seharian ini. Kembalilah dan beristirahatlah," pinta A Ran lembut.
"Kalau begitu, kami pamit dulu, Nona," jawab para asistennya sembari membungkuk sedikit sebelum meninggalkan ruangan.
Setelah mereka pergi, A Ran segera membersihkan diri.
Sebagai seorang aktris papan atas, A Ran bisa dibilang sangat sibuk. Selain membintangi film dan drama televisi, ia juga menjadi bintang iklan untuk berbagai merek setiap harinya. Di dunia hiburan, A Ran adalah bulan yang bersinar terang—bakat, penampilan, dan kemampuan aktingnya luar biasa, seolah-olah ia memang ditakdirkan untuk pekerjaan ini.
Usai mandi dan berganti pakaian, A Ran bersiap untuk tidur. Hari itu benar-benar melelahkan.
"Eh? Novel?" gumamnya saat melihat sebuah buku di meja samping tempat tidurnya.
Karena penasaran, ia mengambil dan melihat-lihat buku itu. Bagi A Ran, novel cetak seperti ini sangat jarang ditemui dalam kesehariannya—apalagi novel bergenre Xianxia.
Judulnya adalah "Yunyi: The Journey", sebuah kisah tentang perjalanan seorang gadis muda bernama Yun Yi, anak haram seorang menteri kerajaan. Sejak dibawa kembali oleh ayahnya, Yun Yi hidup dalam penderitaan, dihina dan disiksa oleh para istri serta anak-anak sah sang menteri.
Meski memiliki bakat kultivasi yang baik, sumber dayanya jauh dari mencukupi dibandingkan saudara tirinya. Namun dengan tekad kuat, Yun Yi diam-diam berlatih di hutan, melawan binatang spiritual tingkat rendah demi meningkatkan kekuatannya.
Hari demi hari ia terus berlatih, hingga suatu ketika, Yun Yi menemukan seorang gadis muda dalam keadaan koma. Tanpa pikir panjang, Yun Yi menolongnya dan membawanya ke tempat yang aman.
"Hei, kau sudah bangun?" tanya Yun Yi ketika gadis itu membuka mata.
"Apa kau yang menyelamatkanku?"
"Ya, aku menemukannmu tidak sadarkan diri."
"Terima kasih telah menolongku."
Dari perbincangan singkat itu, Yun Yi mengetahui bahwa gadis tersebut adalah Xie Yuru, cucu bungsu dari seorang menteri berpengaruh di Kekaisaran Huang. Sejak saat itu, keduanya menjadi teman dekat. Bahkan ketika di ibu kota, Xie Yuru terang-terangan membantu Yun Yi.
Namun, kabar ini sampai ke telinga Yun Jia—kakak tiri Yun Yi dan putri tertua sang menteri. Ia marah besar dan berusaha menghancurkan hubungan keduanya. Berkali-kali mencoba, berkali-kali pula gagal.
Akhirnya, Yun Jia merencanakan sesuatu yang lebih berbahaya.
Bertepatan dengan ulang tahun Kaisar, para pangeran dan putri dari kerajaan tetangga berdatangan. Yun Jia menyuap para dayang istana, meracuni salah satu putri dari negeri tetangga, dan memfitnah Yun Yi sebagai pelakunya.
Motivasinya? Karena Yun Yi terlihat dekat dengan salah satu pangeran dari negeri tersebut, padahal sang putri juga menyukai pria yang sama.
Dengan bukti dan saksi yang direkayasa, Yun Jia nyaris berhasil. Xie Yuru yang mendengar kabar itu terkejut, tapi ia yakin Yun Yi telah dijebak.
Sayangnya, bukti yang ada terlalu kuat. Tak bisa berbuat banyak, Xie Yuru pun menempuh cara terakhir—meminta bantuan sepupunya, Xie Ran, putri tertua Klan Xie yang sedang menjalani kultivasi tertutup.
Dengan susah payah, Xie Yuru akhirnya berhasil bertemu dengannya.
"Kakak, tolong selamatkan temanku. Dia tidak bersalah. Dia dijebak," isaknya.
"Aku belum pernah melihatmu memohon seperti ini, apalagi untuk seseorang yang baru kau kenal," kata Xie Ran tenang.
"Dia orang yang baik. Aku tidak meminta kakak membebaskannya, hanya... bisakah kakak berbicara pada Yang Mulia Kaisar agar nyawanya diselamatkan?"
Xie Ran memang bisa melakukan itu. Ia adalah putri kerajaan Huang dari pihak ibu, keponakan kesayangan sang Kaisar dan Ibu Suri. Semua orang tahu, bahkan anak kandung Kaisar pun tak mendapat perlakuan seistimewa Xie Ran.
"Aku belum bisa keluar sekarang. Ambil ini, dan pergi ke istana sendiri," ucap Xie Ran sambil menyerahkan liontin giok miliknya.
Xie Yuru, yang mengerti maksudnya, segera mengucap terima kasih dan pergi.
Namun sebelum tiba di istana, bencana besar terjadi.
Memanfaatkan perayaan ulang tahun Kaisar, utusan iblis menyerbu kekaisaran. Pertempuran hebat pun pecah. Banyak yang terluka dan tewas, termasuk pangeran dan putri dari negeri tetangga. Hubungan antar kerajaan pun memburuk—bahkan perang besar sepertinya tak terelakkan.
Yun Yi tak sempat diadili. Ia melarikan diri di tengah kekacauan, membawa dendam mendalam dan tekad untuk kembali suatu hari nanti demi membalas semua penderitaan yang ia alami.
Sampai di halaman terakhir, A Ran mendesah.
"Apa-apaan ini? Gantung banget!" protesnya sambil membalik halaman kosong.
"Huh… ini benar-benar bikin penasaran. Apa yang terjadi selanjutnya sih?!"
Karena terlalu bersemangat membolak-balik halaman, jari A Ran tak sengaja tergores oleh kertas buku.
"Aduh! Sejak kapan kertas bisa setajam ini?" gerutunya, memeriksa jari yang berdarah.
Tanpa ia sadari, darah itu menetes ke halaman buku. Anehnya, darah tersebut perlahan terserap dan menghilang, disertai cahaya redup yang memancar dari permukaan halaman.
A Ran yang tengah membungkus jarinya dengan plester mulai merasa kantuk. Ia melirik buku yang kini tergeletak tenang di atas meja, lalu melihat jam.
02:00 dini hari.
"Masih ada waktu beberapa jam kalau aku tidur sekarang," gumamnya pelan sebelum akhirnya memejamkan mata.
...****************...
Setelah tertidur, A Ran mulai merasakan kegelisahan yang luar biasa. Dalam tidurnya yang seharusnya tenang, tubuhnya justru mengalami rasa sakit yang tak terlukiskan. Seolah ribuan tangan mencabik-cabik tubuhnya, mengiris dagingnya tanpa belas kasihan, lalu membakar setiap selnya hingga menembus tulang dan jiwa.
Panas membakar yang menyelimuti tubuhnya seakan hidup dan menyadari perlawanan A Ran. Setiap kali ia mencoba melawan, rasa sakit itu justru meningkat berkali-kali lipat, memaksanya untuk menyerah. Tapi dia tidak bisa menyerah. Bahkan untuk sekadar membuka mata pun, rasanya seperti ada lapisan lem super yang menahan kelopak matanya tertutup rapat. Tubuhnya terasa lumpuh, berat seperti dilindas ribuan truk bermuatan penuh. Ia tidak bisa bergerak, tidak bisa berteriak, bahkan untuk bernapas pun terasa seperti siksaan.
Berapa lama waktu berlalu? A Ran tidak tahu. Di dunia kesadaran yang remang-remang ini, rasa sakit tak mengenal siang atau malam. Ia bahkan tak bisa lagi membedakan apakah ia masih hidup atau sudah mati.
Tuhan…
Apa ini neraka?
Apakah aku sudah mati?
Berbagai pertanyaan terus berputar di dalam kepalanya, membuat pikirannya kacau dan tak menentu. Tidak mungkin manusia biasa bisa menahan rasa sakit seperti ini. Jika ia memang sudah mati, maka ini adalah kematian paling menyakitkan yang bisa dibayangkan.
Namun perlahan, ada yang berubah. Rasa sakit itu mulai surut, seperti ombak pasang yang perlahan kembali ke lautan. Tubuhnya yang semula seperti terbakar mulai terasa hangat, tapi kali ini lebih seperti selimut hangat yang menyelimuti tubuhnya dengan lembut. Sensasi nyaman mulai mengalir di seluruh tubuh, menggantikan rasa sakit yang sebelumnya nyaris membuatnya kehilangan akal.
Jika A Ran bisa membuka matanya saat ini, dia pasti akan melompat karena terkejut. Bagaimana tidak? Tubuhnya sekarang berada di tengah kawah gunung berapi yang menyala dengan kobaran api merah keemasan. Uap panas menari-nari di udara, lava mengalir dari celah batu, dan nyala api seperti lidah naga yang mengamuk.
Namun alih-alih terbakar atau hancur, tubuh A Ran tampak seperti menyerap energi dari sekelilingnya. Aliran spiritual langit dan bumi berputar cepat di sekitar tubuhnya, lalu memasuki Dantian-nya dengan kecepatan luar biasa. Darah dan luka yang tadinya menggenangi tubuhnya perlahan mengering dan menghilang, tergantikan oleh kulit putih susu tanpa cela. Wajahnya yang tadinya hancur dan penuh luka mulai menunjukkan tanda-tanda regenerasi yang luar biasa. Fitur wajah yang sebelumnya tak dapat dikenali perlahan membentuk kembali wajah seorang wanita muda yang sangat cantik. Rambut hitam panjangnya bergelombang indah, matanya tertutup namun tampak damai, seolah tidur dalam kedamaian surgawi.
Keindahan yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Bahkan dewi sekalipun akan iri melihat pesona wanita muda ini.
A Ran mulai merasa tubuhnya ringan dan nyaman. Rasa nyeri dan panas yang tadi seolah ingin membunuhnya sudah lenyap sama sekali. Dengan perlahan, dia mencoba membuka matanya. Kelopak matanya terasa lebih ringan, dan ketika akhirnya terbuka, dia langsung menjerit kaget.
“Ahhhk!!”
Tubuhnya terangkat secara refleks saat matanya menyapu pemandangan di sekelilingnya.
“Sial! Di mana ini? Apa yang sebenarnya terjadi?!”
Kawah api yang mendidih, letupan lava dari berbagai arah, dan suhu udara yang luar biasa panas langsung membuatnya merasa ngeri. Ia mulai mengerti alasan di balik rasa sakit dan panas yang ia alami tadi. Apakah dia jatuh ke dalam kawah api ini? Jika iya, bagaimana mungkin dia masih hidup?
Tubuhnya gemetar memikirkan kemungkinan itu. Siapa orang jahat yang tega melemparnya ke dalam kawah aktif begini?
Namun sebelum ia sempat menyusun pikiran, gelombang ingatan asing mulai menyerbu kepalanya. Seperti kaset rusak yang diputar paksa, potongan demi potongan kenangan menyelinap masuk ke benaknya.
Nama yang terlintas pertama kali: Xie Ran.
Dia… bukan A Ran dari dunia modern lagi. Tubuh yang dia tempati sekarang adalah milik Xie Ran, seorang gadis muda dari zaman kuno.
Xie Ran.
Putri pertama dari Klan Xie, bangsawan terhormat di Kekaisaran Huang. Gadis yang disebut-sebut sebagai kecantikan nomor satu kerajaan. Namun lebih dari itu, Xie Ran juga dikenal karena sikapnya yang bijaksana, lembut, dan penuh welas asih. Ia menolong siapa pun tanpa memandang status, dan memiliki bakat kultivasi yang luar biasa.
Tapi hidup Xie Ran tidak selalu seindah penampilan luarnya.
Saat ia berusia empat belas tahun, kedua orang tuanya menghilang tanpa jejak dalam sebuah kecelakaan misterius. Segala upaya pencarian telah dilakukan, termasuk bantuan dari kerajaan tetangga, namun hasilnya nihil. Kedua orang tuanya lenyap seolah ditelan bumi.
Kesedihan dan rasa tidak berdaya membuat Xie Ran memutuskan untuk mengurung diri dan berlatih kultivasi secara ekstrem. Ia masuk ke dalam alam rahasia milik Klan Xie, dan selama satu setengah tahun, dia membenamkan diri dalam latihan tanpa henti.
Dari sekian banyak buku kuno yang ia pelajari, satu buku menarik perhatiannya—sebuah metode pensucian jiwa dan raga yang dipercaya dapat melipatgandakan kecepatan kultivasi hingga tiga kali lipat. Dengan tekad membara, Xie Ran menuju gunung berapi yang masih aktif dan melompat ke dalam kawahnya, mengikuti ritual yang tertulis dalam buku tersebut.
Namun yang tidak ia ketahui, pensucian jiwa dan raga bukan hanya membuat kultivasi lebih cepat, tetapi juga menyucikan pikiran dan menghapus keinginan duniawi. Ia akan menjadi kuat, ya, tapi juga kehilangan ambisinya, keinginannya, dan semua keterikatan pada dunia.
Saat menyadari kebenaran ini, Xie Ran merasa sangat putus asa.
Untuk apa kekuatan jika ia bahkan tidak bisa menyelamatkan orang tuanya?
Dan dalam detik-detik penuh keputusasaan itu, jiwa A Ran dari dunia modern mengambil alih tubuhnya.
Setelah mencerna semua ingatan itu, A Ran terdiam, syok.
Tunggu, Xie Ran? Kekaisaran Huang?
Bukankah ini adalah karakter dari novel yang rusak itu? Yang bahkan belum selesai ditulis? Satu-satunya kemunculan Xie Ran dalam novel itu pun hanya sebentar. Jika begitu… apakah ini artinya dia telah masuk ke dalam dunia novel itu?
A Ran menatap tangannya, lalu menatap sekeliling kawah. Segalanya terasa begitu nyata. Terlalu nyata untuk dianggap mimpi.
Jika dia ada di sini, lalu bagaimana dengan dirinya yang di dunia nyata? Apakah tubuhnya sudah mati?
Bisakah dia kembali?
Pertanyaan demi pertanyaan terus menyerbu benaknya, tapi tidak ada jawaban.
Satu hal yang pasti: mulai sekarang, dia adalah Xie Ran.
Dengan perlahan, A Ran—atau sekarang, Xie Ran—mengambil napas dalam-dalam dan melihat ke atas, mencari jalan keluar dari kawah. Cahaya matahari menembus dari celah di atas kepalanya. Dengan mengandalkan ingatan dari pemilik tubuh ini, Xie Ran mengerahkan kekuatan spiritualnya dan melesat ke udara, terbang keluar dari kawah dengan gemulai.
“Luar biasa!” serunya dengan mata berbinar saat tubuhnya melayang bebas di udara.
Untuk pertama kalinya sejak berada di dunia ini, sebuah senyum muncul di wajahnya. Xie Ran kini berada di atas gunung berapi, dikelilingi hutan lebat yang membentang sejauh mata memandang.
"Hutan yang lebat," gumamnya, kagum.
Alih-alih panik, ia mulai menerima kenyataan ini dengan kepala dingin. Mungkin karena profesinya di kehidupan sebelumnya sebagai aktris, ia menganggap kehidupan ini seperti bagian dari skenario film. Peran baru. Dunia baru. Tantangan baru.
Dengan langkah ringan, ia mulai menuruni gunung, melompat dari satu pohon ke pohon lain dengan kelincahan seorang kultivator sejati.
“Sungguh, aku merasa seperti Tarzan versi wanita,” gumamnya geli.
Sesekali, binatang buas muncul dan mencoba menghalangi jalannya, tapi dengan kemampuan yang diwarisi dari Xie Ran, semua itu bukan masalah besar. Ia bisa mengalahkan mereka dengan satu tebasan pedang atau satu gelombang energi spiritual.
Langkah demi langkah, Xie Ran menyusuri dunia baru ini. Dunia yang penuh misteri dan bahaya, tapi juga peluang dan kekuatan. Jika dia memang terjebak di dalam novel yang rusak, maka dia harus menulis akhir ceritanya sendiri.
Dengan kepala tegak dan senyum percaya diri, Xie Ran melangkah lebih dalam ke dalam hutan.
Petualangan barunya… baru saja dimulai.
Sambil berjalan santai di sepanjang tepian sungai, Xie Ran membiarkan angin malam mengelus rambut panjangnya yang tergerai. Cahaya bulan menembus celah-celah dedaunan, memantulkan bayangan pohon yang bergetar lembut di permukaan air. Suasana malam di hutan lebat ini begitu hening, namun juga terasa berbahaya—seolah sesuatu bisa saja muncul dari balik semak kapan saja.
Di tengah ketenangan itu, Xie Ran memanfaatkan waktu untuk mengurai dan memahami dunia baru yang kini menjadi tempat tinggalnya. Berdasarkan ingatan dari pemilik tubuh ini, ia menyadari bahwa tempat ini disebut Dunia Kultivasi Abadi—sebuah dunia di mana kekuatan spiritual dan latihan kultivasi menentukan segalanya.
Dunia ini terdiri atas empat kekaisaran besar. Masing-masing kekaisaran memiliki kekuatan militer yang tangguh dan dikendalikan oleh keluarga kekaisaran yang berdarah kultivator murni.
Di luar kekaisaran, ada tiga Sekte Abadi yang berdiri seperti menara gading di puncak hierarki kekuatan benua. Mereka bukan hanya pusat pembelajaran bagi para kultivator muda, tapi juga penentu arah masa depan dunia ini. Tak hanya manusia yang tinggal di benua ini, tapi juga berbagai ras lain yang mendiami tempat-tempat tersembunyi, jauh dari jangkauan kekuasaan manusia.
Ada ras Demon, Peri, Imortal, Iblis, dan tentu saja Manusia. Dulu, kelima ras ini pernah berseteru dalam perang panjang yang berdarah-darah. Namun setelah perjanjian kuno ditandatangani, mereka hidup berdampingan dalam kedamaian, setidaknya di permukaan.
Sayangnya, seratus tahun terakhir, perdamaian itu mulai runtuh. Ras Iblis, yang terkenal paling agresif dan sulit diatur, mulai melakukan penyerangan terhadap wilayah manusia, melanggar perjanjian yang telah disepakati. Sejak saat itu, perang kecil sering meletus di berbagai penjuru benua.
Untuk bisa bertahan di dunia ini, seseorang harus menapaki jalan kultivasi. Tingkatan kultivasi dibagi menjadi:
Pemurnian Qi (tingkat 1–9)
Pembangunan Pondasi (awal, menengah, puncak)
Inti Emas
Jiwa Baru Lahir
Transformasi Jiwa
Integritas Tubuh
Kenaikan Besar
Kesengsaraan Abadi
Setiap tingkat terdiri atas tiga fase: awal, menengah, dan puncak. Makin tinggi tingkatnya, makin sulit pencapaiannya. Bahkan untuk naik dari Pembangunan Pondasi ke Inti Emas, seseorang harus melewati Kesengsaraan Petir—ujian langit yang bisa mematikan.
Namun, tubuh yang kini ditempati Xie Ran memiliki keistimewaan.
Pemilik tubuh sebelumnya adalah seorang maniak kultivasi—seseorang yang menghabiskan hidupnya hanya untuk latihan. Maka, pada usia enam belas tahun, Xie Ran telah mencapai tingkat Jiwa Baru Lahir puncak, sesuatu yang hanya bisa dicapai oleh sedikit jenius dalam seratus tahun.
Xie Ran duduk santai di atas batang pohon tua dengan buah merah seukuran kepalan tangan di tangannya. Ia menggigit buah itu sambil memandangi sungai berkilau di bawah cahaya bulan. Semua ini terasa begitu nyata, begitu berbeda dari dunia modern yang ia kenal.
"Tempat ini indah, tapi penuh bahaya. Kalau lengah sedikit saja, bisa mati," gumamnya pelan.
Matanya menatap refleksi dirinya di air. "Aku sungguh penasaran… bagaimana kabar diriku yang di dunia modern sekarang?"
Namun sebelum ia bisa melanjutkan pikirannya, suara aneh menggema di dalam benaknya.
[ Bib... Sistem Penyelamat Dunia diaktifkan. ]
[ Pengenalan tuan rumah dimulai... ]
"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Xie Ran tersedak buah yang baru saja digigitnya. Suara itu muncul terlalu tiba-tiba.
"Apa-apaan itu?! Mau bikin orang mati kaget!" gerutunya.
Suara itu kembali terdengar, dingin dan mekanis.
[ Menjawab tuan rumah. Sistem Penyelamat Dunia adalah sistem misi yang bertujuan menjaga kestabilan dunia. ]
Xie Ran mengernyit. “Suara apa ini? Kenapa hanya aku yang bisa dengar?”
[ Sistem terikat dengan jiwa tuan rumah. Oleh karena itu, hanya tuan rumah yang bisa mendengar suara sistem. ]
"Terikat dengan jiwaku…?" gumam Xie Ran, pikirannya mulai serius.
"Kalau begitu… Kau tahu aku bukan dari dunia ini, kan?"
[ Sistem secara otomatis mengetahui semua data pribadi tuan rumah. ]
Mata Xie Ran menyipit. "Kalau begitu, tubuh asliku bagaimana? Masih hidup?"
[ Tubuh asli tuan rumah telah kehilangan fungsi kehidupan. Jiwa tuan rumah kini terikat pada tubuh baru ini melalui sistem. ]
Walau sudah menebaknya, mendengar kenyataan itu tetap membuat hati Xie Ran terasa perih. Ia—Xie Ran dari dunia modern—sudah mati. Walau ia tak punya keluarga, ada orang-orang yang menyayanginya: manajer, asisten, para sahabatnya…
Seketika wajah mereka berkelebat dalam ingatannya.
"Aku... baik-baik saja sebelumnya. Kenapa bisa mati?"
[ Tuan rumah sebelumnya terkena racun dari novel yang dibacanya. Racun tersebut menyebar melalui luka kecil saat menyentuh kertas. ]
"Jadi itu penyebabnya?" wajah Xie Ran berubah kesal. “Dan sekarang kau malah mengirimku ke dalam buku itu?!”
[ Dunia ini adalah dunia nyata. Novel yang tuan rumah baca hanya bagian kecil dari keseluruhan dunia ini. ]
“Jadi… ini bukan sekadar dunia fiksi?” gumam Xie Ran, bingung. “Bukan dunia novel?”
[ Otoritas tuan rumah saat ini tidak cukup untuk pertanyaan ini. ]
“...” Xie Ran terdiam, kesal tapi tak bisa berbuat apa-apa.
"Aku harus ngapain sekarang?"
[ Sistem akan mengeluarkan tugas-tugas terkait potensi kehancuran dunia. Tuan rumah harus menyelesaikannya untuk mendapat hadiah. Penolakan atau kegagalan akan berakibat hukuman. ]
"Hukuman?" gumam Xie Ran. Bulu kuduknya berdiri. Ia tahu sistem macam ini biasanya tidak mengenal belas kasihan.
"Aku bukan pahlawan, jadi kenapa harus aku?" tanyanya frustasi.
[ Otoritas tuan rumah tidak cukup untuk pertanyaan ini. ]
Xie Ran menghela napas panjang.
"Baiklah, aku akan bermain sesuai aturanmu dulu. Tapi jangan salah paham, ini cuma demi kelangsungan hidupku."
Beberapa saat berlalu dalam keheningan, sebelum suara sistem kembali muncul:
[ Ding... Tugas pertama diterima. ]
[ Judul Misi: Lindungi Keluarga Kekaisaran dari Serangan Iblis ]
[ Waktu Eksekusi: 7 Hari dari Sekarang ]
[ Lokasi: Istana Kekaisaran Huang ]
Panel transparan muncul di depan matanya, seperti hologram. Tulisan-tulisan melayang dengan jelas, seolah undangan resmi dari langit.
Xie Ran membaca ulang.
“Serangan iblis?”
Seketika sebuah ingatan muncul dari benaknya. Dalam plot novel yang pernah ia baca, ada peristiwa besar—serangan iblis pada hari ulang tahun Kaisar Huang. Dalam insiden itu, banyak pangeran dan putri dari kekaisaran lain terluka atau terbunuh. Peristiwa itu menjadi titik awal memburuknya hubungan antar kekaisaran, bahkan memicu ancaman perang besar.
Jika ini benar, maka... tugas pertama yang harus ia hadapi, bukan hanya penting, tapi sangat berbahaya.
"Kalau begitu…" Xie Ran berdiri perlahan, menatap langit.
“Aku harus pulang ke istana sekarang juga.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!