NovelToon NovelToon

Jalan Pintas (Pesugihan)

Bab 1

"Mak, Bagas laper." Anak kecil berusia lima tahun itu nampak merengek kelaparan.

Bahkan, anak itu terlihat memegangi perutnya yang kosong. Surti sang Ibu merasa sedih karena di rumah sudah tidak ada makanan sama sekali, bahkan beras pun sudah tidak ada satu biji pun.

"Sabar ya, Nak. Nanti Emak masak, Bagas harus sabar." Surti mencoba untuk membujuk putranya, dia mengelus lembut puncak kepala putranya dengan penuh kesedihan.

Anak kecil itu menganggukkan kepalanya dengan sedih, karena hampir setiap hari dia mendengarkan bujukan seperti itu dari ibunya. Akan tetapi, ibunya tersebut begitu jarang mendapatkan makanan.

Sebenarnya Surti dulu merupakan orang berada, suaminya bekerja di kota. Kehidupannya sangatlah layak, tetapi malang tidak bisa ditolak. Itulah kata pepatah.

Ketika sang suami, Bisma pulang dari kota. Dia yang merasa punya uang mengajak anak istrinya untuk pergi berlibur ke taman wisata, saat pulang ternyata rumah mereka sudah terkubur oleh tanah.

Terjadi longsor yang begitu besar ketika mereka pergi, tidak ada harta benda yang bisa diselamatkan. Bisma yang merasa sedih saat itu berusaha untuk menggali di daerah sekitar rumahnya, pria itu nekat ingin mencari harta benda yang bisa diselamatkan.

Namun, di saat dia sedang berusaha untuk mencari harta benda yang bisa ditemukan, terjadi longsor susulan. Dia sudah berusaha untuk menyelamatkan diri, tetapi kaki pria itu tertimpa pohon besar dan sebelah kaki pria itu kini tidak lagi sempurna.

Pria itu tidak bisa lagi berjalan dengan sempurna, berjalan saja menggunakan bantuan tongkat. Beruntung kaki kirinya masih berfungsi.

"Mak, Bagus juga laper." Anak lelaki berusia empat tahun itu ikut merengek seperti abangnya.

Karena dia pun mengalami hal yang sama, belum makan sama sekali dari pagi. Sedangkan kini waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang.

Ingin sekali Surti menjerit melihat kedua putranya mengeluh kelaparan, tetapi tidak ada makanan sama sekali di rumah itu. Dirinya pun sama merasakan lapar, dari pagi hanya minum dan terus saja minum air putih.

Seharusnya wanita itu makan yang banyak, karena dia masih memiliki putri ketiga yang usianya saja belum genap dua tahun. Dia masih harus menyusui putri ketiganya.

"Sebentar ya, Nak," ujar Surti seraya mengusap puncak kepala kedua putranya secara bergantian.

Surti nampak keluar dari dalam gubuk, dia menghampiri sang suami yang terlihat sedang mengayun-ayun putri ketiga mereka. Pria itu sedang duduk dengan tatapan matanya yang terlihat sedang menerawang begitu jauh.

"Mas, bagaimana ini? Anak-anak sudah kelaparan, Adek juga lapar. Tapi tidak ada makanan sama sekali," ucap Surti mengadu kepada suaminya.

Bisma yang sedang duduk di atas dipan seraya mengayun putri mereka nampak menolehkan wajahnya ke arah sang istri, dia menatap istrinya dengan begitu sedih dan merasa menjadi pria yang tidak berguna.

Lalu, pria itu nampak mengusap puncak kepala istrinya dengan penuh kasih. Dengan ketidakberdayaan, karena memang dia tidak bisa bekerja saat ini.

Sesekali dia memang akan membantu orang lain untuk bekerja di ladang, ada pekerjaan apa pun akan dia kerjakan. Walaupun upahnya tidak seberapa, tetapi saat ini pekerjaan sedang tidak ada.

Ubi dan juga singkong yang dia tanam sudah habis tidak tersisa, karena memang itu menjadi makanan sehari-hari mereka.

"Coba Adek ngutang di warung dulu, siapa tahu masih boleh ngutang," ucap Bisma dengan putus asa.

Surti menundukkan kepalanya, bukan tidak mau menuruti apa yang dikatakan oleh suaminya. Akan tetapi, nyatanya hutang di warung saja belum dibayar bayar. Jika dia datang ke warung untuk kasbon kembali, pasti tidak akan dikasih.

"Kenapa, Dek?" tanya Bisma yang nyatanya sudah tahu jawaban apa yang akan dikatakan oleh istrinya.

"Hutangnya sudah numpuk, Mas. Pasti kalau kasbon lagi ngga bakalan dikasih," jawab Surti.

Terdengar helaan napas berat dari bibir Bisma, dia juga tahu akan hal itu. Akan tetapi, tidak ada cara lain lagi bukan. Terlebih lagi kedua putranya kini begitu kelaparan.

Jika dirinya yang lapar, tentunya bisa menahan. Akan tetapi, tidak dengan kedua putra mereka. Terlebih lagi Surti sedang menyusui, badan wanita itu terlihat kurus ke Bisma benar-benar merasa sedih.

Bisma dan Surti kini malah melamun, mereka tidak tahu harus berbuat apa. Tidak lama kemudian, dia mendengar suara tangisan putri ketiga mereka.

Sari menangis begitu kencang, sepertinya anak itu ingin menyusu. Dengan cepat Surti mengambil putri mereka dari ayunan, dia nampak membuka tiga kancing daster lusuh yang dia pakai karena ingin menyusui putrinya tersebut.

Sari terdiam ketika dia mulak menyesap ujung dada ibunya, tetapi tidak lama kemudian bayi itu kembali menangis karena air susu tidak keluar.

Bisma yang melihat akan hal itu langsung menangis tanpa suara, dia benar-benar merasa menjadi seorang suami yang tidak berguna.

"Biar, Mas yang pergi ke warung. Siapa tahu masih boleh ngutang," ucap Bisma pada akhirnya.

Karena dia tahu jika istrinya pasti akan malu jika akan pergi ke warung, pria itu mengambil tongkatnya dan berjalan untuk pergi ke warung yang jaraknya lumayan jauh dari rumah mereka.

Karena mereka memang tinggal terpisah dari warga, Bisma yang tidak mempunyai tanah lagi akhirnya membuat gubuk di dekat hutan. Pria itu berjalan dengan begitu perlahan menggunakan tongkatnya, hingga lima belas menit kemudian dia sampai di warung yang dia tuju.

Dengan langkah ragu Bisma masuk ke dalam warung itu, dia tersenyum canggung ke arah Budi sang pemilik warung. Belum juga Bisma bicara, tetapi Budi sudah menatap Bisma dengan tatapan tidak suka dan berkata.

"Mau apa kamu ke sini? Mau ngutang lagi?" tanya Budi yang mampu membuat nyali Bisma ciut.

Bab 2

"Mau apa kamu ke sini? Mau ngutang lagi?" tanya Budi yang mampu membuat nyali Bisma ciut.

Budi adalah teman seangkatan Bisma, dulu keduanya berteman dengan begitu baik. Namun, setelah keadaan Bisma dinyatakan lumpuh sebelah kaki kanannya, Budi menjauhi Bisma.

Apalagi setelah pria itu tidak memiliki pekerjaan tetap, masih bekerja memang walaupun hanya serabutan, tetapi hasilnya tidak seberapa.

"Iya, Bud. Kalau diperbolehkan Aku mau ngutang lagi," ujar Bisma dengan wajah ragu.

Budi nampak tersenyum meledek seraya menggelengkan kepalanya, dia bahkan terlihat memindai penampilan Bisma yang dirasa begitu lusuh.

Pria itu hanya menggunakan kaos pendek dipadupadankan dengan celana pendek lusuh, penampilan Bisma benar-benar jauh berbeda dari saat pria itu sedang bekerja di kota.

"Hutang istri kamu saja belum dibayar bayar sudah 1 bulan, kalau mau ngutang lagi bayar dulu utang istri kamu," ujar Budi.

"Tapi, Bud. Aku belum punya uang, nanti kalau sudah bekerja aku pasti akan membayar hutangku."

Wajah Bisma terlihat memerah karena menahan tangis, sedih sekali rasanya sudah dianggap seperti pengemis oleh pria yang dulu merupakan sahabat baiknya.

"Makanya, jadi orang itu duit dibanyakin. Bukan anak dibanyakin, anak aja sampai punya 3. Duit buat ngasih makan anak-anaknya ngga ada," ledek Budi.

Ah! Rasanya saat mendengar apa yang dikatakan oleh Budi, Bisma ingin menangis sambil guling-gulingan di atas tanah. Sedih sekali rasanya mendengar apa yang dikatakan oleh pria itu.

Namun, Bisma berusaha untuk menahan rasa sedih itu. Karena saat ini dia sedang membutuhkan beras untuk makan anak dan istrinya, setidaknya dia datang ke sana bisa mengutang beras serta lauk-pauknya.

"Jadi, kamu bisa ngga, ngutangin beras sama sayur dan juga ikan asin?" tanya Bisma.

"Ngga bisa, bayar dulu utang istri kamu. Aku ngga mau kalau duitku sampai nggak balik," ujar Budi.

"Oh, gitu. Baiklah, terima kasih atas waktunya," ujar Bisma.

Pria itu begitu sedih sekali, dia berjalan sengaja menuju kebun karena air matanya sudah tidak tertahan lagi. Kalau melalui jalan raya, dia takut akan ada orang yang melihat dirinya sedang menangis.

"Ada jagung, apa aku ambil aja, ya? Ngambil 4 buah rasanya ngga bakalan ketahuan," ujar Bisma ketika dia melewati sebuah kebun jagung.

Karena takut anak dan istrinya kelaparan akhirnya Bisma memetik 4 buah jagung, lalu dia menyembunyikan di balik bajunya dan segera pulang ke gubuk tempat dia tinggal saat ini.

"Bagaimana, Mas? Dapet utangan berasnya?" tanya Surti ketika Bisma sampai di gubuk.

"Ngga, Dek! Tapi tadi ada orang baik yang memberikan jagung ini, di masak ya, Dek. Dibikin bubur jagung aja, biar jadi banyak," ujar Bisma dengan sedih.

Wajah Surti nampak begitu sumringah walaupun hanya diberikan empat buah jagung oleh suaminya, Bisma semakin merasa menjadi suami yang gagal karena malah memberikan jagung hasil curian.

"Alhamdulillah! Iya, Mas. Adek masak dulu, titip Sari. Dia lagi diayun, baru tidur abis ngambek," ujar Surti.

"Iya, Dek. Maaf," ujar Bisma.

"Tidak apa, Mas. Adek ke belakang dulu," ujar Surti berpamitan kepada suaminya.

Surti nampak mencuci jagungnya dan bersiap untuk membuat bubur jagung menggunakan tungku, sedangkan Bisma nampak merebahkan tubuhnya di atas dipan sambil memegangi kain yang digunakan untuk mengayun putrinya.

Angin semilir di siang hari ini membuat Bisma mengantuk, hingga tidak lama kemudian pria itu nampak tertidur dengan lelap.

Baru saja Bisma terlelap di dalam tidurnya, tiba-tiba saja ada seorang kakek tua memakai baju yang begitu lusuh membangunkan dirinya.

"Ada apa, Kek? Kenapa Kakek membangunkan saya?" tanya Bisma yang dengan cepat duduk agar tidak terlihat tidak sopan.

Bisma memperhatikan wajah kakek tua itu, usianya sekitar tujuh puluh atau delapan puluh tahunan. Rambutnya panjang dan berwarna putih semua, pria tua itu membawa tongkat berkepala Naga.

"Begini, Cu. Kakek lihat hidup kamu begitu sengsara, jika kamu ingin mendapatkan kekayaan, datanglah ke hutan larangan. Bersemedi di sana dan jangan bilang siapa-siapa," ujar Kakek tua itu.

Sekujur tubuh Bisma langsung merinding semua mendengar kata hutan larangan, karena banyak orang berkata jika siapa pun manusia yang masuk ke dalam hutan larangan, maka dia tidak akan pulang dengan selamat.

"Tapi, Kek. Aku---"

"Datanglah jika memang ingin mendapatkan kekayaan, aku menunggumu di sana." Kakek tua itu tersenyum dan tiba-tiba saja menghilang.

"Kek! Kakek!" teriak Bisma.

Bisma dengan cepat membuka matanya, lalu dia turun dari dipan dan mencari sosok kakek tua yang sudah mengajak dirinya untuk bersemedi di hutan larangan.

"Ke mana kakek tua itu? Kenapa tidak ada siapa-siapa? Apa aku hanya mimpi?" tanya Bisma seraya menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri.

Tiba-tiba saja ada hembusan angin yang begitu kencang, Bisma dengan cepat mendekat ke arah putrinya yang sedang diayun karena takut jika putrinya akan terjatuh dari ayunan.

'Datanglah ke hutan larangan, dua hari lagi malam Jum'at Kliwon. Aku menunggu, aku akan memberikan kekayaan yang banyak untukmu.'

Terdengar suara bisikan di telinganya, Bisma sampai menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri. Namun, tidak ada siapa-siapa di sana.

"Mas! Kamu nyari apaan sih? Kok malah celingukan kayak gitu?" tanya Surti yang baru saja datang dari dapur.

"Anu, Dek. MAs nyari kakek tua yang tadi duduk di sini? Ke mana ya, dia?" tanya Bisma.

"Ngga tau, Mas. Dari tadi Adek ngga liat kakek tua, ngga denger ada suara kakek tua juga," jawab Surti.

''Kok bisa, ya? Apa tadi beneran cuma mimpi?" tanya Bisma.

Bab 3

Malam harinya Bisma kembali bermimpi didatangi oleh kakek tua itu, kakek itu bahkan tersenyum seraya mengusap-usap punggung Bisma dengan lembut.

"Jangan lupa untuk pergi ke hutan larangan, bersemedilah di sana agar kamu bisa bertemu dengan Kanjeng Ratu. Turuti semua yang dia katakan, karena dengan seperti itu kamu bisa mendapatkan kekayaan yang banyak dan melimpah."

"Berapa lama aku harus bersemedi?" tanya Bisma yang mulai tertarik dengan apa yang dikatakan oleh pria tua itu.

Rasanya dia sudah sangat lelah hidup miskin, dia benar-benar merasa kasihan kepada istrinya yang selalu dihina-hina oleh orang lain. Bahkan, kini mereka tinggal di sebuah gubuk reyot yang kapan saja bisa rubuh.

"Satu minggu, bersemedilah selama satu minggu. Jika kamu berhasil melewati rintangan, maka aku akan datang menemuimu dan mengajakmu untuk bertemu Kanjeng Ratu," jawab Kakek tua itu.

Bisma nampak terdiam, dia memikirkan anak dan istrinya jika dia tinggalkan. Akan makan apa mereka, karena persediaan beras sudah tidak ada. Persediaan umbi-umbian juga sudah tidak ada.

"Tapi, Kek. Kalau aku pergi, bagaimana dengan anak dan juga istriku? Mereka tidak mempunyai makanan jika aku tinggalkan," ujar Bisma.

"Gampang, Kakek kasih kamu ini. Nanti kamu datang ke warung Budi, simpan benda ini di sekitar warung pria itu. Ingat, jangan sampai ada yang melihatnya."

Kakek tua itu memberikan kain yang diikat dengan tali yang menyerupai serabut akar pohon, lalu Bisma menerima benda itu dari kakek tua tersebut.

"Apa ini, Kek?" tanya Bisma.

"Buka saja," jawab Kakek tua itu.

Bisma membuka kain tersebut, ternyata isinya adalah sebuah batu berwarna merah. Batu itu seperti mengeluarkan sinar yang begitu menyilaukan mata.

Maka dari itu Bisma dengan cepat menutup kain tersebut dan kembali mengikatnya, karena matanya semakin lama semakin sakit ketika melihat cahaya itu.

"Ini untuk apa?" tanya Bisma.

"Tidak usah banyak bertanya, besok pergilah ke warung Budi dan simpan benda ini baik-baik. Kalau perlu kamu kubur di belakang rumah pria itu," ujar Kakek tua itu.

"Iya, Kek," jawab Bisma.

Setelah terbangun dari tidurnya, Bisma mendapati bungkusan tersebut ada di dalam saku celananya. Ternyata mimpi yang dia alami Itu benar-benar nyata.

Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh kakek tua itu, Bisma dengan cepat pergi ke kediaman Budi. Mumpung hari masih gelap, pikirnya. Karena takutnya nanti malah akan ada yang melihat dirinya menyimpan benda itu.

"Semoga saja tidak ada yang tahu dan tidak ada yang melihat apa yang akan aku lakukan," ujar Bisma ketika dia sudah sampai di belakang rumah pria itu.

Bisma nampak mengedarkan pandangannya, setelah dirasa aman barulah dia menggali tanah dan memasukkan benda tersebut ke dalam galian tanah yang sudah dia buat menggunakan tongkatnya.

Setelah situ, Bisma meratakan kembali galian tanah itu agar tidak ada orang yang curiga. Bahkan, dia mengambil beberapa batu untuk menutupi bekas galiannya.

"Aman," ujar Bisma.

Setelah itu, Bisma kembali pulang ke gubuk tempat dia tinggal. Tentunya sebelum dia pulang, kembali pria itu memetik empat buah jagung untuk dia bawa pulang.

Dia sudah tidak peduli jika dirinya kini nampak seperti seorang pencuri, karena nyatanya memang di rumah tidak ada beras sama sekali. Nanti setelah sarapan, dia akan kembali datang ke warung Budi.

Bisma sungguh penasaran dengan apa yang dimaksud oleh kakek tua itu, kenapa harus menyimpan benda itu dan kembali menemui Budi. Apa yang akan terjadi, pikirnya.

"Mas bawa jagung lagi?" tanya Surti ketika melihat suaminya datang dengan membawa 4 buah jagung.

"Iya, Dek. Dimasak kaya kemarin aja, dibuat bubur jagung. Biar cukup untuk makan seharian," ujar Bisma.

"Iya, Mas," jawab Surti manut.

Ada makanan saja Surti sudah merasa bahagia, walaupun tidak ada beras dan juga lauk yang layak. Namun, dia sudah merasa begitu bahagia.

Sebenarnya mereka tinggal tidak jauh dari sungai, bisa saja mereka mencari ikan di sungai tersebut. Namun, karena kondisi kaki Bisma yang tidak memungkinkan, Surti tidak mau mengambil resiko.

Beberapa saat kemudian.

Bisma berpamitan kepada istrinya untuk pergi ke warung Budi, dia berkata akan mencoba untuk mengutang kembali di warung pria itu. Siapa tahu Budi akan berbaik hati.

"Pergilah, Mas. Karena aku sudah tidak berani pergi ke warung Budi, aku malu." Surti menunduk lesu.

"Tidak apa, Sayang. Mas ngerti," jawab Bisma.

Setelah berpamitan kepada istrinya, Bisma melangkahkan kakinya dengan begitu perlahan menuju warung Budi. Dia berjalan dengan begitu hati-hati karena takut terjatuh, dia sadar diri jika dia berjalan dibantu dengan kayu yang dia buat sendiri.

"Selamat pagi, Bud. Maaf kalau aku lancang datang lagi ke sini, aku--- "

"Masuklah, Bis. Aku sudah menyiapkan beras untuk kamu dan anak-anak kamu makan selama satu minggu, aku juga sudah menyiapkan lauknya. Jika kurang, istri kamu boleh datang ke sini untuk kasbon terlebih dahulu," ujar Budi.

Wajah pria itu terlihat begitu bersahabat, bakal senyum di bibir pria itu terus saja mengembang. Bisma sampai kaget dibuatnya, karena sikap pria itu benar-benar berbanding terbalik dengan hari kemarin ketika dia datang menemui pria itu.

"Apakah itu benar?" tanya Bisma dengan gugup dan masih dengan perasaan tidak percaya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!