NovelToon NovelToon

The Monster

Pindah tugas

Sesaat setelah kabar itu aku dapatkan. Aku pindah tugas ke puskesmas Anpasar, ini bukan keinginan ku yang padahal aku tak suka dengan puskesmas.

Ada pengalaman tidak bisa di jelaskan karena puskesmas Anpasar itu sangat menyeramkan dari cerita Bu ayu saat aku menerima perintah pindah dengan upah yang sama bekerja di rumah sakit.

Banyak cerita horor sampai pembunuhan perawat yang juga mendapatkan tugas di kirim ke puskesmas itu.

"Heh! Ngelamun." Sampai Bule didepanku. Aku menunggu Bule di depan parkiran bandara dekat dengan kantin parkiran.

"Apa kamu punya pikiran buat berhenti sekarang?"Pertanyaan Bule membuatku menggeleng cepat tersenyum langsung.

"Enggak bule aku cuman kepikiran aja apa masih sama, puskesmas Anpasar itu?" Bule tersenyum dan meminta ku naik kemotornya segera. Aku menurut saja.

Aku menikmati pemandangan diatas motor yang di kendarai Bule diatas jalanan aspal yang mulus.

"Apa pun yang ada nanti kamu harus yakin kamu bisa bertahan, Bule udah melarang ibu mu tapi, ibumu percaya kamu bisa." Matanya memperlihatkan kekhawatiran.

Aku tersenyum di kaca spion yang mungkin Bule bisa melihatnya. Bule adalah paling muda diantara anak nenek fatimah, nenekku. Aku adalah putri dari anak pertamanya, ya ibuku adalah anak pertamanya, Aku Gamaliela biasa di panggil Liel atau Gama tapi, panggilan Gama biasanya di panggil untuk panggilan laki-laki, tapi aku membiarkan jika masih ada yang memanggilku seperti itu.

Kebiasaan seseorang yang dekat denganku sangat sulit berubah jika bukan dari kemaunnya sendiri.

Sampai sekarang aku harus menegaskan kalo aku maunya di panggil Liel bukan Gamma.

"Apa yang mau kamu lakukan sekarang? Bule harap kamu udah izin karena dulu Puskesmas itu berdiri diatas tanah terlarang, sampai sekarang mereka tetap aman, ya sepertinya begitu." Kata-kata bule membuatku kembali berpikir banyak dengan banyak kemungkinan aku sangat takut dan aku seorang yang penakut. Pemindahan tugas itu sangat menyebalkan pikirku.

*****

Sampai di rumah nenek aku langsung masuk mengikuti Bule sempat melihat situasi desa yang hampir modern karena sudah ada beberapa rumah besar berdiri disini tapi, itu seperti Vila bukan rumah yang sering di tinggali pemiliknya.

"Liel.. Masuk ndok duduk dulu." Nenek menariku pelan dan langsung aku di berikan teh manis juga pisang rebus yang sudah di sedikan diatas tikar dan ada kipas angin menyala di sana. Sepertinya sudah di siapkan saat aku sudah dekat dengan Desa, nenek memang baik dalam memperkirakan sesuatu, yah ini insting yang tajam.

Makanan ini sangat sehat menurutku, pisang rebus dan mungkin karena aku lapar, aku makan tanpa disuruh.

Nenek dan Bule memperhatikan aku makan tanpa disuruh.

"Laper mungkin bu dia juga capek dapet kabar buat pindah pagi siang berangkat trus baru aja sampe pindah langsung suruh berangkat kerja juga besok pagi."

Aku merasa malu tau di jadikan bahan obrolan nenek dan Bule sendiri padahal itu tak masalah.

Keduanya memperhatikanku yang makan dengan lahap.

"Maaf Nek, laper Liel." Kataku malu-malu, di senyumi dan di tertawai Nenek bersamaan dengan Bule.

"Gak papalah, Nenek sengaja buat banyak, takut kamu laper banget kan kamu jarang makan banyak, ibu kamu bilang kamu susah makan, kan."

Aku yang diam saja tiba-tiba Bule mengatakan untuk pamit pulang lebih dulu.

Ya memang harus lebih cepat, Desa Anpasar tidak bisa keluar saat malam jika itu perempuan yang sedang dalam masa datang bulannya. Tidak tau apa arti larangan itu untuk para wanita atau gadis di desa ini tapi, ibu selalu mengulang nasehatnya untuk tetap ingat apa yang di larang dan patuhi dimana pun tempat aku berada walau hanya sekedar singgah.

Melihat Bule bangkit dari duduknya aku langsung menyalami.

"Sudah dulu ya, Bule kan cuman jemput Liel trus anter ke rumah Nenek dari bandara, anak Bule mau ada acara nanti." Katanya menatapku yang sudah selesai makan.

Aku mengangguk aja, "iyaa makasih ya bule." Kataku dan di balas senyuman.

Bule yang pergi keluar rumah di antar nenek sampai pintu depan, Aku kembali dengan teh hangat manis dan melihat ponsel yang menyala dengan layar terus berputar lingkaran di atas notifnya, sinyal yang sedikit dan tipis sekali.

"susah sinyal!" Kesalku.

Nenek datang lagi masuk setelah menutup pintu, menghampiriku.

"Liel habiskan nanti langsung istirahat ya, besok langsung masuk kerja?"

"Eh iya nek."

Aku akan masuk untuk pertama kali dan ini benar-benar tidak memiliki niat. Apa niatku berubah ya, aku jadi mau saja datang ke sana. Sudahlah itu juga bukan perang untuk apa takut mati, jika memang perang usahakan jangan sampai mati.

****

Pagi tiba aku bersiap dengan segala halnya dan kebutuhanku dengan cepat sebelum setengah tujuh pagi. Saat setengah tujuh lebih lima menit aku mempercepat langkahku pergi dari rumah nenek.

Jalan kaki yang jauh tapi, ini lebih baik karena banyak orang-orang pergi ke ladang dengan membawa peralatan dan berjalan kaki sama sepertiku.

Suara kelakson mobil terdengar.

Aku tak mau menoleh sapa tau aku bukan orang yang di kelaksonnya itu, malu kalo sampai benar-benar menoleh, aku harus cepat sampai ke puskesmas.

Akhirnya sebentar lagi sampai dan saat sudah di depan jalan raya aku kebingungan di mana puskesmasnya.

"Gamaliela?" Panggilnya turun dari mobil aku juga langsung menoleh melihatnya ia dekat mobilnya dan aku sedikit jauh tiga langkah.

Aku mau menelpon Bu atu tapi, tak jadi karena sepertinya orang itu tahu aku siapa. Eh ia tadi bertanya atau memanggil?

"Iya," jawabku singkat merasa takut aku karena ini sangat asing.

"Kamu bisa bareng saya aja, saya panggil-panggil kamu, kamu pasti yang di panggil dari rumah sakit Ayodya buat kerja di puskesmas Anpasar gantiin viona yang mau keluar kan."

"Ah ya.. Mungkin" Jawabku bingung.

Aku melihatnya masuk dan membukakan jendela mobil memanggiku untuk segera naik.

"Ayo naik aku juga pindahan sama seperti mu dan aku tinggal di Vila peninggalan kekuargaku di Desa Anpasar."

Apa perdulinya, aku tidak mau tahu urusannya kenapa mudah sekali untuknya menjelaskan dirinya pada orang asing, ini mencurigakan.

Sampai diparkiran rasa sangat canggung langsung Aku membuat susana tenang dengan mengatakan terimakasih atas tumpangannya segera turun dari sana.

Ini hari pertama yang menegangkan, bukan.

Pindahan tempat dengan suasana dan lingkungan baru juga orang-orang dan senior, lalu perhatian orang yang bekerja sama pasti sedikit aneh menatapku.

Ini akan menjadi hal baru lagi Liel, oh diriku yang lelah, akan membuat energi baru untuk beradaptasi extra lebih.

Apa aku harus benar-benar melakukan ini. Ini membuat ku ragu harus bagaimana melakukannya, bukan bidangku terus-terusan beradaptasi seperti.

Seorang baru saja melewatiku dan itu orang yang sama yang memintaku untuk datang bersama dengannya.

Dingin sekali sikapnya.

Ia berhenti dan bicara pada seorang perempuan.

"Aku yang memintanya pindah tugas!" Kata orang itu yang membuatku terdiam.

Desa Anpasar

Aku masuk saja kedalam dan orang itu pergi begitu saja.

Apa coba maksudnya memintaku pindah kemari, oh ya Liel kamu harus tunggu dari rasa penasaran ini biarkan apa yang terjadi pelan-pelan kamu akan menemukan jalan keluarnya, pikirnya.

Dengan tersenyum ramah Aku mendekat ke loket dan aku melihat mereka yang menatapku.

"Maaf, Selamat pagi permisi, aku liel boleh tanya di mana ruangan Bu ratna, aku dari Rumah sakit ayodya katanya aku disini..."

"Oh Liel, Gamaliela ya kan!" Kata salah satu dari mereka.

"Heh iya-ya." Aku canggung sekali kenapa mereka terlalu heboh ya.

"Iyaa, Mb Liel nanti aku antarkan terimakasih ya, hari ini Viona pulang kan ya." Kata salah satu dari mereka yang mau mengantarku keruangannya Bu ratna.

Aku diam saja mengikuti orang yang mau mengantarku.

"Namaku Rini panggil aja gitu, ohya di ruangan tadi ada amel Nia sama Dwi."

Aku tersenyum menyambut ajakannya bicara yang memperkenalkan diri dan menyebutkan nama-nama temannya di ruangan tadi.

"Gamaliela, panggil aja aku Liel." Kataku.

Rini tersenyum dan mengarahkan tangannya.

"Ini ruangannya, inget yaa, lantai dua dan pintu ini yang lain ada namanya karena lantai dua khusus konsul dan ruangan dokter istirahat, nah di bawah itu ruangan praktek dokter dan rawat inap di belakang nanti kamu paham aku sekedarnya aja ngejelasin."

Aku paham saja dengan penjelasannya.

"Kalo gitu semangat Liel aku kebawah dulu ya."

Aku mengangguk lagi tersenyum, melangkah mendekat ke pintu. Setelah Rini pergi, mengetuknya dan memanggil sebutan ibu.

Suara didalam terdengar.

Aku membukanya dan melihat seorang laki-laki yang sama yang tadi memaksaku datang dan ikut bareng naik mobilnya, apa perlunya ia di ruangan bu ratna ini mencurigakan.

Bu Ratna tersenyum dan segera aku berpaling menyerahkan berkas dan berkas pentingnya.

"Kalo gitu saya keluar, bu terimakasih atas waktunya, dan mari Liel."

Aku mengangguk tipis. Diam saja malas menanggapi dengan suara. Didalam Bu ratna membaca dan tersenyum padaku, tinggal kami berdua.

"Tadi itu Pak Azzure namanya beliau pindahan dari rumah sakit Ayodya, jasanya cukup besar di tempat ia kerja dan ia sekarang mengabdikan dirinya di puskesmas ini selama sepuluh tahun, masih lajang Liel, kamu juga, bukan?"

Yang tadinya serius jadi sedikit mencair.

Aku terkekeh.

"Ibu bisa aja, dokter seperti beliau belum tentu mau sama orang seperti saya bu, saya harap beliau bisa bertemu dengan orang baik." Bu Ratna tersenyum mendengar ucapan Ku.

Aku juga membalasnya dengan senyuman lagi.

"Semuanya bagus apa yang mereka bilang mengenai kamu bukan bohong, Kamu bisa mulai kerja ikut dengan yang lainnya dan kecuali, minggu kamu di liburkan dari puskesmas anpasar sebulan dua kali libur ya."

Lalu terus di jelaskan tentang kerja di Puskesmas ini samapai aku diminta keluar bu Ratna untuk ke ruangan Dokter Azzure. Bari menutup pintu dan membalik badan ternyata ruangan Dokter ada didepannya.

Rasa berdebar dan gugup jadi satu apa yang ia rasakan ini. Dari ruangan lain keluar orang dengan pakaian jas putih.

"Desa Anpasar katanya serem banget."

"Itu biasa aja.."

"Lu bilang biasa, lu tau Viona keluar dari puskesmas ini karena apa karena di di teror ama mahluk gede gigi taring punya moncong kek anjing badan tinggi berbulu, ngaum kek srigala gitu."

"Gak ada itu cuman omongan kamu aja, mana ada didesa kek gitu, kebanyakan nonton tentang manusia srigala lu!"

"Eh dengerin gue, ada yang bilang Dokter itu sebenernya gak pernah tua buktinya rambut item terus."

"Di semir item atau cat rambut warna gelap atau masih alami ah ada merahnya sedikit kek rambut kepanasan."

"Dokter lu kan, lu pasti bisa tau gimana sikap orang waktu marah atau kesel secara..."

"Stop... oke lu makin gak jelas dimana lu tau tentang hal itu, negara kita bukan luar negeri yang punya manusia srigala, heh kita punya macan kucing anjing beruang srigala jarang adanya juga srigala Lokal, lu mau liat di film vampir-vampir gitu srigala atau sejenisnya yang bisa berdiri tegap kek monster srigala..."

Deheman seseorang mengejutkanku, dan mereka yang mengobrol berhenti seketika, aku kalang kabut sendiri seperti mau bertingkah apapun tak nyaman.

"Apa.. eh iya maaf pak." Aku malah asik mendengarkan mereka berdua bicara dokter dari mana mereka cerita mereka menarik dan aku harus fokus.

Hawanya tak enak di perhatikan seram dari samping.

"Eh.. ehm maaf pak," ucapku berusaha profesional.

"Ya."

"Saya diminta bu ratna kemari.

Aku diam ketika ia meminta berkasnya aku masuk dan memberikan berkas yang Bu ratna minta berikan saja yang ini pada Dokter Azzure.

Dalam diam duduk di kursi empuk sofa ruangan luas ini.

****

Disini di tempat lorong rawat inap terdiri dari dua puluh kamar dan tiga masih kosong karena ini kamar yang belum selesai pengerjaannya.

Bangunanya terasa baru. Aku mengikuti kemana perawat Nia pergi dan juga aku sesekali bicara saat sudah selesai dengan pasien.

"Kamu kerja sama Pak Azzure ya, semangat ya.. jangan sampe telat makan, ku rasa dia gak terlalu galak sama kamu, kalo sama Viona galak keknya masalahnya Viona agak lelet."

Aku tersenyum saja.

"Ini harus sesuai jam dan jadwalnya kan." Aku bersuara dan Nia berhenti mendorong troli untuk kebutuhan ganti perban atau infus pasien.

"Yaa, harus pas, jangan telat terlalu lama, mereka bukan orang yang sabaran ya."

Paham aku saat selesai mengikuti Nia aku duduk di ruangan lain sambil mengajak bicara ringan atau belajar hal lain dari perawat puskes seperti mereka.

"Eh iya, Liel sini aja." Katanya. Aku masuk dan melihat caranya menginput data.

Tak terasa waktu sore tiba aku harus pulang sebelum hari gelap di tambah mendung di langit.

"Ya ampun, seharusnya aku bawa saja payung atas ujan di tas kalo tau akan hujan lupa jika ini masih di bumi bukan planet mars." Kata ku bicara sendirian seperti orang aneh.

Ponsel berbunyi tanda pesan masuk.

"Ikut aku saja."

"Tak masalahkan naik mobil bersama?" Aku terdiam sebentar siapa yang mau mengajakku pulang aneh.

Nomor asing tak pakai nama ini menakutkan.

Dasar iseng.

Dari kejauhan aku melihat Dokter Azzure belum ada di mobilnya mungkin ini bukan dia atau orang salah sambung kirim pesan.

Menoleh kesana kemari tak ada ojek tapi, lewat satu yang kurasa itu ojek.

"Pak.. pak.. ojek?" Panggil panggil dan berhenti.

"Iya neng gimana?"

"Anter ke Anpasar ya pak." Ojek itu terdiam kaget.

"Eh.. Iyaa tapi, sampe tugu selamat datang aja ya neng." Aku terdiam sebentar. Tukang ojek ini tak mau sampai dalam.

"Yaudah gak papa."

Aku naik dan mulai berjalan pergi.

Ada apa dengan Desa Anpasar, hari ini aku dengan dua hal aneh dengan alasan desa Anpasar.

Siapa Azzure ini?

Sampai di desa anpasar dan beneran aku di turunkan didepan tugu selamat datang.

Sungguhan sepi loh ini, tukang ojek ini tidak kasihan apa ya. Aku memberikan selembar sepuluh ribuan. Lagian, kalo di pikirin lagi tukang ojek ini sepertinya sangat ketakutan.

"Makasih eh.. pak?"

"Makasih juga neng, bapak gak bisa nerima uangnya kebanyakan ini, bapak juga ikhlas kalo neng gak bayar juga."

Bapak itu mengembalikan dua ribuan tiga lembar dengan perasaan sama-sama tak enak.

Aku diam menganggukkan kepala saja lagian aku juga tak tau kenapa tukang ojek itu begitu takut dan terima saja.

"Tapi," ucapku terhenti ketika bapak itu mengambil helm dari tanganku.

"Hati-hati ya neng maaf bapak juga gak bisa nganter sampe rumah, lari sekenceng mungkin ya neng jangan berhenti sebelum sampe rumah."

Tukang ojek itu beneran pergi dan disini aku sendirian, hah seriusan ini?

Aku diam lirik kanan kiri, aku juga harus bersiap dengan kuda-kuda aku harus berlari kencang jangan lupa doa aku akan membacanya dengan kuat.

Bersiap diriku di hitungan ketiga kita akan berlarian dengan cepat.

Mendung semakin gelap suasana juga hampir terlihat seperti waktu pukul enam, ini benaran waktu magrib atau ini karena mendung? Liel ayo ini bukan waktunya menikmati cuaca mendung ini kataku dalam hati pada diriku.

Lari!

Cepat larian ku harus cepat, apa udah jauh aku meninggalkan tempat ku berdiri sebelumnya tadi. Menoleh kebelakang saking lelahnya ternyata, jaraknya hanya satu meter dari tempatku berdiri sekarang.

"Ya, Liel kamu gak bercandakann." Bisikku kesal. Sekejap aku melupakan kalo ini hutan desa Anpasar yang berbahaya aku merasakan sepi ngeri dan merinding ini hutan lebat yang bener aja gak ada orang lewat gitu. Aku mulai panik saat itu juga aku merasakan hawa gak enak dan seram sekali. Aku berlarian sambil menangis entah aku tak perduli situasi itu tapi, aku merasakan tetesan hujan seketika itu deras aku tak sempat sampai dan membelokkan lariku masuk ke halaman gubuk tua sepertinya gak ada pemiliknya ini hanya ada atap dan tiang.

Sampai hujan reda harus lari lagi, pikirku.

Satu menit sampai sepuluh menit sampai lama sekali berdiri, pegal kaki berdiri.

Tiba-tiba di balik hujan yang reda suara srek..srek terdengar.

Aku ketakutan sungguhan gak ada yang mau bantu aku.

Disaat seperti ini, Aku berharap sekali Pak azzure datang ke sini entah dengan apapun, aku mohon.

Suara geraman terdengar jelas aku semakin takut, lepas juga teriakanku bersamaan tangis.

"Huwaah! Azzure hiks... tolong aku.. TOLONG!"

Sesuatu melompat kearahku dan itu sangat besar menyeramkan hitam berbulu dengan moncong seperti anjing mata merah dan berjalan merangkak.

Semakin dekat dengan geraman dan gerakan gigi tajamnya seperti bergetar bersamaan dengan bibirnya.

Aku menangis badanku membeku di tempat.

"Liel tutup mata." Perlahan gelap dan bau parfum, jelas aku dengar suaranya.

Aku tak menutup mata aku memilih berbalik badan cepat dan memeluk lehernya menutup wajahku di dadanya. Aku tak perduli dengan tubuhku yang bergerak cepat tiba-tibamalah memeluk orang yang kurasa ini aman.

Aku takut, takut sekali.

Suaranya sepi aku melepas dan perlahan turun dari pelukannya. Aku tertunduk melihat kaki orang didepanku.

"Liel ini saya, ingat surat kontrak yang kamu tanda tangani, ini termasuk alasannya." ucapan itu terdengar jelas.

Aku mengangguk masih dengan tangis.

"Ini beneran Dokter Azzure... aku takut pak tolong aku pak, aku mau pulang aku lemas." Aku menatap wajahnya seketika aku pingsan buram sudah wajahnya dan aku lemas tak bisa membuka suara atau mengangkat kelingkingku.

Aku di gendongnya masuk kedalam mobilnya. Gerimis masih turun, aku juga merasakan tetesan air hujan tapi, aku tak kuat lagi.

Suara nenek lalu suara laki-laki yang gak asing siapa ya?

"Liel.. kamu ndak apa-apa ndok dah enakan atau kamu kerasa sesuatu?" Aku melihat dokter Azzure diam.

"Liel kenapa emangnya nek?" Tanyaku perlahan beranjak duduk membuka mata, masih terasa pusing.

"Kalo gitu saya langsung pulang nek, hampir gelap." Kata Azzure yang sopan pamit pulang.

"Oh iyaa Nak, terimakasih ya anterin Liel, ehm.. maaf Nak Azzure kalo gak keberatan bantu nenek bisa, tolong kalo masuk kerja bareng ya nenek takut kejadian ini terulang." Kata Nenek meminta pada Dokter Azzure.

Eh!

"Enggak nek gak usah, gak papa pak saya baik-baik aja gak usah nek."

Azzure terlihat tersenyum usil di mataku dan dia mengangguk lalu berbisik di kuping nenek.

"Lo iya boleh to silakan Nak, Liel kamu kalo sama atasan gak boleh gitu." Nenek tiba-tiba bilang gitu ke aku.

aku menatap wajah menyebalkan yang sayangnya ganteng itu dengan perasaan jengkel.

"Iya nek."

Di rumah ini tinggal Nenek dan aku saja, setelah selesai mandi aku langsung makan dan nenek masih bersantai di ruang tengah.

Membuka ponsel ku seketika itu aku melihat sinyal.

Langsung aku buka pesan dan terlihat pesan masuk dari ibu ayah dan ini nomor asing yang di puskes aku belum sempet buka.

"Iya Pak." Jawab pesanku. Terlihat mengetik, wah cepet juga balesnya.

"Di Anpasar jarang ada sinyal, saya meninggalkan sesuatu di tas kamu biar kamu bisa pakai sinyal itu, utu termasuk upah kamu nanti bekerja sama saya, jangan pernah tinggalkan itu."

Langsung aku mencari benda yang di maksud dan ternyata kotak hitam kecil seukuran wadah bedak padat dengan lampu merah kelip kelip dan nama Mxx.

"Terimakasih pak," jawab pesanku segera sebelum ini jadi panjang.

Kenapa juga harus di bantu dia, kataku dalam hati.

Melempar punggung keatas kasur dan berbalik miring.

"Perjanjian diatas kertas," ucapku sendiri tiba-tiba teringat ucapannya yang bilang padaku kalo ini termasuk persyaratan perjanjian ini sudah di jalankan.

Ah iya, Aku lupa aku menandatangani surat kontrak dan diatas matrai dan aku tadi itu tidak mendengar apapun.

Berbalik badan aku menatap ke langit-langit kamar yang tidak ada plafon langsung genteng itu.

Obrolan orang-orang di sana itu sebelum aku masuk kedalam ruangan dokter Azzure buat aku kepikiran saja, gak mungkin juga kalo Dokter Azzure itu mahluk siluman kan?

Terus aja aku berpikir keras sampai tertidur karena memikirkannya.

****

Pagi ini aku masuk pagi di puskesmas Anpasar bersamaan cahaya matahari juga suara ayam, wah asrinya suasana halaman rumah nenek dan halaman rumah tetangga.

"Loh nenek Fatim kok ada gadis canti, dari mana neng?"

"Ibu, iya... saya cucunya."

"Owalah cucunya." Kata Ibu itu lalu mendekat memberikan sebaskom sedang dengan keresek bening.

"Ini pisang goreng, Mb cantik ibu barusan masak buat nenek Fatim biasanya suka bawa ke ladang ama sawah, oiyaa.. kamu cucu anak pertamanya ya, kerja dimana?"

"Oh Saya di puskesma Anpasar bu tapi..."

"Liel..." Nenek memanggilku dan ibu itu pergi sambil tersenyum dan aku sambil berucap terimakasih, suara kelakson mobil terdengar aku memberikan makanan yang tetangga berikan dan pamit pergi pada Nenek.

"Jangan macem-macem kerja aja yang bener ndok."

"Iya nek."

Azzure malah turun dan juga pamit dengan nenek, aneh juga orang ini kataku dalam hati.

Aku menoleh ke tetangga yang tadi memberikan pisang goreng.

"Kok bisa ya deket?"

Setelah aku masuk dan naik kedalam mobil.

"Kamu jangan penasaran, Saya gak mau kamu tanya sesuatu?"

"Terlalu percaya diri!"

Dia tersenyum dan aku malas melihatnya, sejujurnya penasaran.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!