NovelToon NovelToon

System Level Up Super Rich

BAB 1

[System Level Up Super Rich]

[Rabu, 1 Maret 20xx Negara B]

Sebuah pondok kecil yang sederhana di pinggir padang rumput hijau nan luas. Matahari dengan bangganya memancarkan sinar ultravioletnya, menerangi bumi dengan cahaya yang lembut.

Seorang remaja pria bergegas berangkat ke sekolah menyusuri jalan setapak. Di kiri dan kanan hanya ada hamparan rumput yang masih basah oleh embun. Remaja itu adalah Ferzo.

Perjalanan beberapa menit, Ferzo pun keluar dari jalan setapak dan bertemu dengan kendaraan yang berlalu lalang.

Setiap harinya, Ferzo berangkat sekolah dengan berjalan kaki. Uang gaji dari menggembala kambing ia gunakan untuk bayar sekolahnya dan kebutuhannya sehari-hari meskipun itu terkadang tidak cukup.

Ferzo berharap setelah tamat sekolah nanti ia bisa mencari pekerjaan yang lebih layak lagi. Tidak seperti saat ini, setiap hari selalu saja ia di ejek karena pekerjaannya, di permalukan dan di hina, ingin rasanya Ferzo membalas mereka, akan tetapi ia berusaha menahannya, ia harus bertahan hingga tamat sekolah.

Sesampainya di sekolah, Ferzo masuk ke dalam kelasnya, semua mata memandang ke arah Ferzo dan mereka mulai cekikikan. Ferzo menundukkan kepalanya agar ia tak terpengaruh oleh mereka yang mulai menjahilinya.

"Lihatlah, siapa yang datang," ucap salah satu teman kelasnya yang bernama Yun, ia adalah anak orang kaya, ayahnya seorang pejabat, dia yang sering kali menjahili Ferzo.

"Tentu saja si miskin penggembala kambing," sahut Iyan yang merupakan teman dari Yun, mereka tertawa cekikikan. Ferzo hanya diam. Dari pada meladeni mereka, ia memilih mengeluarkan buku lalu membacanya.

Karena merasa di cuekin, ia tak puas hati. Yun berdiri dan merampas buku di tangan Ferzo lalu merobeknya.

"Hey! Apa yang kau lakukan!" teriak Ferzo yang langsung berdiri, matanya sudah mulai berkaca-kaca. Ia mengengam tangan dengan erat, ingin rasanya ia mencabik-cabik tubuh Yun saat ini juga, tapi ia tak mampu. Atau ia ingin lari saja dan berhenti sekolah, tapi mengingat nasib dirinya kedepannya, tidak selamanya ia akan menjadi pengembala kambing, ia juga ingin sukses seperti yang lain suatu hari nanti.

"Lihatlah, lihatlah, dia mulai menangis," ejek Yun sambil tertawa.

Ya, air mata Ferzo jatuh ke meja, rasa sakit itu tak bisa ia tahan, tapi Ferzo memilih duduk kembali dan membaringkan kepalanya ke atas meja sambil menangis dalam diam.

"Huh! Dasar cengeng," ejek Yun melempar buku yang di sobek itu di kepala Ferzo lalu pergi duduk di kursinya. Mereka kembali bercanda seperti biasa tertawa bahagia.

Ferzo menatapnya geram, setelah membuli orang apa mereka tidak merasa bersalah? Tidakkah mereka merasakan penderitaannya? Sejak kedua orang tua Ferzo meninggal dunia karena sakit, dirinya yang seharusnya masih butuh keberadaan orang tuanya harus menelan pahitnya hidup. Bagaimana anak seumurannya harus tinggal sendiri? Mencari makan untuk kebutuhan hidupnya dan membayar uang sekolah sendiri? Ini lah yang harus ia alami saat ini. Kini ia juga harus menghadapi teman sekolah yang setiap hari membulinya.

Pak guru masuk ke dalam kelas, ia melihat mata Ferzo yang sedikit memerah seperti sehabis menangis.

"Ferzo, kamu kenapa?" tanya Pak guru membuka kaca matanya yang menggantung di hidungnya.

"Saya tidak apa-apa pak, hanya kelilipan," jawab Ferzo mengucek-kucekkan matanya seolah-olah ucapannya benar. Dari bangku nomor dua, terlihat Yun yang menyeringai, Ferzo mengalihkan pandangannya dan memilih fokus belajar.

Saat pelajaran Selesai, para murid berhamburan keluar kelas, karena saling berdesakan, Ferzo tak sengaja menyenggol Yuli hingga ia terdorong keluar.

"Hey! Kau punya mata tidak! Beraninya kau menyenggol ku, kau itu bau kotoran kambing tau! Jangan dekat-dekat sama orang! Sungguh menjijikkan! Pulang nanti aku harus mandi bersih nih, kalau nggak bau kambingnya nggak bakal hilang!" ucap Yuli mendengus kesal, ia adalah gadis tercantik di lokalnya, ia juga anak orang kaya, ayahnya seorang pengusaha sukses di kotanya.

"Maaf aku tidak sengaja," ucap Ferzo menundukkan kepala beberapa kali sebagai tanda permintaan maaf.

"Permintaan maaf mu tidak aku terima, kamu harus bersujud di kaki ku, baru aku akan memaafkan mu," ucap Yuli menatap tajam Ferzo sambil bercekak pinggang.

Para murid melihat kejadian ini sedang menonton layaknya pertunjukkan seru, di tambah lagi Yun datang mendekati Yuli, ini akan menjadi tontonan menarik.

"Ada apa?" tanya Yun.

"Dia itu menyenggol ku, lihatlah dirinya yang jelek dan bau itu, beraninya di mendekatiku," ucap Yuli berlaku manja di hadapan Yun.

Ferzo pun berusaha melarikan diri untuk lepas dari permasalahan ini meskipun ia tahu besok akan ada hari buruk yang menunggunya. Sayangnya ia di tarik oleh Iyan dan Mul, ia di seret ke hadapan Yuli dan Yun.

"Cepat kamu sujud di hadapan Yuli!" teriak Yun menekan kepala Ferzo dengan kuat hingga kepalanya menyentuh lantai.

"Cepat!" teriak Yun lagi, mata Ferzo memerah menahan sakit dan sakit hati yang mendalam. Yun menekan kuat kepada Ferzo dan Yuli mengulurkan kakinya dan meletakkan kakinya di wajah Ferzo. Sungguh penghinaan yang mendalam baginya.

Sayangnya tidak ada yang melapor pada guru karena asik menonton. Kantor juga cukup jauh dari kelasnya sehingga tidak ada guru yang menyadari.

Akhirnya Yun melepaskan kepala Ferzo setelah Yuli puas melumati kepala Ferzo dengan kakinya, mereka pun pergi meninggalkan Ferzo yang kesakitan.

Ferzo berusaha berdiri, air matanya menetes, ia berjalan menuju arah pulang dengan menangis. Kapan penderitaan akan berakhir? Sedangkan sekolah masih ada satu setengah tahun lagi, selamat itu ia harus bertahan dan harus menahan pembulian.

Sesampainya di pondok tempat tinggalnya, di sana ada majikan dan beberapa orang yang sedang berkumpul, wajah mereka tampak berubah dan sangat marah.

"Ada apa Pak?" tanya Ferzo mendekat.

"Kamu lihat itu di kandang, kambing ku hilang beberapa ekor! Karena tidak ada yang menjaganya, aku rugi besar dan yang hilang itu adalah kambing yang sudah siap jual, bagaimana kamu akan bertanggung jawab!" hardik majikannya itu.

Ferzo sangat terkejut, ia berlari ke kandang dan mendapati 5 ekor kambing yang besar-besar hilang. Hati Ferzo sangat terenyuh, ia sungguh tak percaya atas apa yang menimpanya, ia sama sekali tak punya uang untuk mengantikan kambing yang hilang sebagai pertanggung jawabannya.

Dengan wajah yang lesu, ia menundukkan kepalanya. "Maaf pak," ucapnya pelan.

"Maaf? Kata maaf tidak bisa mengantikan kambing ku yang hilang! Karena kamu sudah berbuat kesalahan fatal dan tidak bisa di maafkan lagi, jadi kamu lebih baik pergi, aku akan mencari pekerja yang benar-benar menjaga kambing ku dengan baik, ini uang kerja kamu, jadi jangan pernah datang lagi," ucap pak Keri menyerah sebuah amplop berwarna coklat yang berisi uang 500 ribu.

"Pak tolong berikan aku kesempatan sekali lagi, aku janji akan menjaga dengan baik," ucap Ferzo memohon.

"Tidak! Tidak! Tidak! Tidak ada kesempatan! Lebih baik kamu angkat kaki sekarang juga!" usir pak Keri melempar amplop itu itu di bawah kaki Ferzo. Dengan tangan yang bergetar Ferzo memungutnya lalu menyimpannya.

Ferzo mengemasi barang-barangnya dengan tubuh yang lemas, lalu membawanya pergi. Sebelum pergi ia melihat pondok yang penuh kenangan itu. Antara rasa tak rela, akan tetapi tetap saja ia harus pergi.

"Kemana aku akan pergi?" tanya Ferzo yang terluntang-lantung sendirian di jalan seperti seorang gembel, ia berhenti di jembatan dan duduk di pinggir sambil memandangi langit.

"Siapa lagi yang hidupnya lebih menderita dari ku! Siapa lagi yang peduli dengan ku! Kurang kah penderitaan ku ini! Sudahlah tak punya orang tua, miskin lagi!" teriak Ferzo dengan beruraian air mata.

BAB 2

Tiba-tiba hujan rintik-rintik turun ke bumi, seolah-olah merasakan kesedihan yang di rasakan Ferzo, awan menjadi gelap dan hujan pun turun lebat. Ferzo pun berlari ke bawah jembatan untuk berteduh. Ferzo memeluk barang-barangnya agar tidak kedinginan.

"Bahkan langit mengejekku," ucap Ferzo menundukkan kepala lesu.

Untungnya di bawah jembatan itu bukan sungai, di bawahnya tanah keras yang bercampur bebatuan. Di sana ada beberapa kardus yang terbentang, sepertinya itu adalah tempat seseorang yang sedang beristirahat tapi tidak lama, Ferzo membetulkan kardus itu dan menyusunnya, lalu ia membuka tasnya dan mengambil kain untuk selimutnya.

Tas itu ia jadikan bantal. Terasa dingin yang menusuk akibat hujan yang lebat. Ferzo berusaha memejamkan matanya untuk tidur dan melupakan sejenak rasa sakit yang ia rasa, tapi itu tetap tidak bisa, ia teringat kembali kepada kedua orang tuanya dan menangis sesenggukan.

"Ayah, Ibu, andai kalian masih hidup kalian pasti akan sangat sedih melihat ku seperti ini, aku sudah di usir tak punya pekerjaan dan tempat tinggal lagi, bagaimana aku akan melanjutkan sekolah," ucap Ferzo menangis, air matanya berderai jatuh ke kain yang menyelimutinya.

Karena terus menangis dan banyak mengeluarkan air mata, kepalanya terasa sakit, Ferzo berusaha untuk memejamkan mata agar ia bisa tidur. Akhirnya tak lama kemudian tanpa di sadar ia pun tidur.

Pagi ini ia bangun pagi sekali, ia harus mendapatkan pekerjaan, uang 500 ribu itu mana cukup untuk memenuhi kebutuhannya sebelum ia mendapatkan pekerjaan.

Ferzo mengemasi barang-barangnya lalu membawanya pergi untuk mencari pekerjaan sekalipun hanya menjadi tukang sapu atau tukang cuci piring pun ia mau.

Hari ini ia memilih tidak bersekolah, ia harus mencari pekerjaan untuk mendapatkan uang agar ia bisa makan.

Di jalan yang masih sepi, orang-orang baru saja membuka pintu rumah. Ferzo sudah berjalan sendirian berharap ada tempat yang bisa menerima dirinya untuk di jadikan pekerja.

Saat ia masih di jalan sendirian dangan menyandang tas entah kemana yang ia ingin tuju, ada dua orang pemotor dari belakang mendekatinya dan langsung merampas tas miliknya dan membawanya kabur.

"Hey! Kembalikan tas ku!" teriak Ferzo yang mengejar motor yang sudah melaju kencang itu, mereka menggasak tas milik Ferzo yang berisi uang 500 ribu satu-satunya yang ia punya.

Ferzo tak kuat lagi untuk mengejar mereka dan ia pun jatuh tersungkur ke tanah, luka di lutut dan sikunya berdarah. Akan tetapi ia bangun lagi dan berlari kembali.

"Tolong! Tolong! Tas ku di curi!" teriak Ferzo di sepanjang jalan dengan berurai air mata hingga suaranya parau, tapi satu pun tidak ada yang menghiraukannya, mereka hanya merasa kebingungan melihat Ferzo berlari dan teriak, bahkan ada yang berpikir jika dia adalah orang gila.

Lagi-lagi ia terjatuh, kakinya sudah tak kuat untuk berlari dan air mata menutupi pandangannya membuat penglihatannya menjadi kabur, di situlah ia bersujud dan menangis sesenggukan. Cukup sudah, kini ia sungguh tak punya apa-apa lagi.

Derita berat apa lagi yang harus ia rasakan? Cobaan seperti apa lagi yang akan terus menghampirinya? Apa ia memang tak di inginkan dunia lagi? Apa ia pergi saja dari dunia ini? Kenapa waktu cepat sekali berputar, yang tau-taunya ia sudah berada di dalam lingkaran penderita yang amat pedih di saat ia belum siap menghadapinya.

Mau tak mau ia harus bangun, dengan tubuh yang lemah, ia berjalan ke tepi. Ferzo berjalan mendekati sebuah toko yang masih tutup entah itu toko yang di tinggalkan, ia duduk di depan teras.

Orang-orang sudah mulai berlalu larang, baik itu pekerja kantoran dan juga anak-anak sekolah mau pun anak kuliah yang bergegas menuju tempatnya masing-masing. Kebetulan juga, jalan itu adalah jalan yang menuju sekolahnya, tentu saja banyak anak-anak sekolah di sekolahnya melawati jalan itu.

"Yun, itu bukannya Ferzo," ucap Iyan yang duduk bertengger di belakang motor besar milik Yun. Yun melihat arah yang di tunjuk Iyan dan berhenti mendadak.

"Benar juga, ngapain dia di sana ya? Kita kerjain yuk," ajak Yun tersenyum menyeringai.

Mereka berdua pun berjalan mendekati Ferzo yang sedang termenung, ia sangat kaget saat kedatangan Yun dan Iyan. Di samping toko ada gang sempit dan buntu perbatasan antara toko dan rumah di belakangnya dan itu tertutup tembok tinggi.

Yun dan Iyan menyeringai lalu membawa Ferzo ke gang buntu itu.

"Hey! Kalian mau bawa aku kemana!" teriak Ferzo berusaha meronta-ronta.

"Diam kamu!" bentak Yun. Mereka pun melempar Ferzo ke gang itu dan mendekatinya.

Mereka pun langsung menghajar Ferzo, menendangnya lalu menjambak rambutnya dan memukuli wajahnya. Yun meninju mata Ferzo membuat ia sangat kesakitan. Iyan juga menendang perut Ferzo dan Yun meninju hidung Ferzo hingga hidungnya keluar darah.

Yun seperti ini karena Ferzo lebih pintar darinya, waktu itu ia di banding-bandingkan oleh wali kelasnya kenapa Yun tidak menjadi seperti Ferzo yang rajin dan selalu mengerjakan PR. Yang di lakukan Yun hanyalah bermalas-malasan karena ia anak orang kaya. Jadi tentu saja ia bisa berleha-leha. Di situlah ia mulai membenci Ferzo lalu mengajak teman-temannya yang lain untuk membuli Ferzo.

Ferzo menyeka darah di hidungnya dan merasa sakit di seluruh badannya. Setelah puas, Yun pun mengajak Iyan untuk pergi.

"Ayo kita pergi," ajak Yun. Mereka berdua pun meninggalkan Ferzo. Yun dan Iyan naik atas motor ya dan berangkat sekolah.

Ferzo rasanya tak berdaya, perutnya sangat sakit, bukan hanya karena sakit di pukul Yun, tapi juga ia sangat lapar karena beberapa hari ini ia tidak makan, uang juga sudah di curi, apa lagi yang ia punya. Ferzo berusaha untuk berdiri dan mencoba mencari makan yang ada di tong sampah atau di mana pun asalkan ia bisa mengisi perut agar tidak kosong.

Ferzo menghampiri tong sampah, dan ia melihat ada sisa makanan di sana, ia segera mengambilnya lalu melahapnya, meskipun itu sungguh tidak layak di makan, akan tetapi keadaan yang memaksanya untuk memakannya.

Ferzo berjalan dari tong sampah ke tong sampah lainnya, untuk mengisi perutnya yang lapar, dirinya saat ini benar-benar terlihat seperti gembel. Jika dirinya seperti ini, siapa yang akan menerimanya bekerja. Baju compang-camping, tubuh penuh luka, mata sayu, ia malah terlihat seperti orang yang tak ingin hidup lagi.

Saat itu Ferzo berjalan dengan tubuh lemas dan oyong ia melewati seorang wanita yang berjalan dari arah yang berlawanan, tiba-tiba saja dompetnya jatuh. Ferzo seketika berhenti karena ia menemukan sebuah dompet di hadapannya. Ia mengambil lalu melihat isi dalamnya. Ferzo sangat terkejut karena isinya uang yang tebal dan berlian. Nita hati ingin mengembalikannya, tapi ia tidak tahu siapa orangnya, Ferzo melihat sekeliling tapi mencari orangnya, tapi mereka hanya lewat saja.

Wanita itu merasa ada yang aneh, ia pun memeriksa tasnya dan mendapati dompetnya sudah tidak ada, Ia beneran panik saat itu dan saat melihat kebelakang, ia melihat Ferzo sedang memegang dompetnya.

"Pencuri! Pencuri!" teriak wanita itu saat melihat dompetnya ada di tangan Ferzo. Ferzo binggung entah apa yang di teriak oleh wanita itu. Para warga beramai-ramai datang dan berlari.

"Di mana pencurinya?" tanya para warga.

"Itu di sana," ucap wanita itu menunjuk Ferzo. Ya saat itu Ferzo memang sedang memegang dompet itu. Mereka pun berlari ke arah Ferzo dan langsung mengepungnya. Wanita itu langsung mengambil dompetnya, dan Ferzo pun di hajar oleh beberapa orang warga hingga sekarat. Mereka memukulinya beramai-ramai dengan sadis dan tidak membiarkan Ferzo untuk menjelaskannya, tapi itu sudah terlambat karena mereka main hakim sendiri. Ferzo mencoba menghalangi kepalanya dari pukulan mereka, tapi mereka lebih kuat dan banyak, mereka menarik tangan Ferzo dan meninjunya dengan kuat, menendangnya lalu menginjaknya.

Luka di tubuhnya sangat parah, hidung yang di tinju Yun tadi dan ia mendapatkan lagi lebih parah, darah segar keluar dari hidung dan mulutnya. Kaki, tangan dan seluruh tubuhnya lebam, tangannya patah di injak-injak oleh warga tadi. Saat ini dirinya sungguh tak berdaya lagi. Mereka pun pergi meninggalkan Ferzo yang sudah sekarat itu.

Penglihatan Ferzo menjadi kunang-kunang, ia tak bisa melihat dengan jelas, rasa sakit di mata dan tubuhnya rasanya tak terasa lagi, tubuhnya lemas dan rasanya ia akan mati. Ia menatap langit dengan tatapan sendu dan air mata mengalir dari ujung matanya. Ia menarik nafas berat dan itu hanya tinggal satu tarikkan nafas saja lagi.

BAB 3

"Tuhan, jika kau ingin ambil nyawaku sekarang aku sudah ikhlas, aku sudah tak punya apa-apa lagi di dunia ini," ucap Ferzo dengan suara yang hampir tak terdengar. Ferzo perlahan-lahan menutup matanya, ia sungguh tak peduli lagi dengan hidupnya, entah ia di lindas oleh mobil atau di buang ke dalam jurang, yang ia rasakan hanya menungggu kematiannya saja.

Akan tetapi, yang tadinya cuacanya cerah kini malah terlihat gelap dan mendung yang menandakan jika hujan akan turun

Benar saja, tba-tiba saja hujan turun dengan lebat membasahi seluruh tubuhnya, kilat menyambar-nyambar dan dentuman petir sangat keras.

Duaaaarrrrrrrrr!

Sebuah petir yang menyambar tubuh Ferzo, seketika tubuhnya bergetar hebat karena pancaran cahaya itu masuk ke dalam tubuhnya. Ferzo menjerit tubuhnya, sakit yang teramat sakit, rasanya lebih baik ia mati saja dari pada menahan sakit yang luar biasa seperti ingin mencabut seluruh isi tubuhnya.

Karena ia tak bisa menahan sakit lebih lama lagi, ia pun pingsan. Ia merasa tubuhnya melayang-layang di tengah-tengah kegelapan.

"Aku di mana?" tanya Ferzo melihat sekelilingnya yang hanya ada kegelapan seluas mata memandang.

Tiba-tiba saja muncul di hadapannya sebuah cahaya yang terpancarkan oleh sebuah data-data yang berjalan ke atas tanpa henti membuat kepalanya sakit, data itu masuk ke dalam pikirannya terus menerus. Matanya juga yang hanya melihat tulisan, huruf, angka, kode dan sandi yang tak ia mengerti sama sekali dan itu terlalu cepat. Sebuah system yang sudah menyatu dengan dirinya dan itu hanya ia sendiri yang bisa melihatnya.

[Ding Ding]

Menemukan Tuan pemilik system…

Loading…

Memindai…

Selesai.

Pengenalan status Tuan…

Memindai…

Loading…

Selesai.

Nama: Ferzo Ananda

Umur: 16 tahun

Status: Pelajar

Jenis kelamin: Pria.

Status dalam keluarga: Anak yatim piatu.

Menyadarkan Tuan dari pingsan...

Memproses...

Loading…

Selesai.

Ferzo pun bangun dan berusaha duduk, ia memegang kepalanya yang terasa sakit hingga ia tak bisa membuka matanya, akan tetapi rasa sakit itu perlahan-lahan menghilang.

"Apa ini di kepala ku?" tanya Ferzo kebingungan. Ia melihat sebuah layar monitor teknologi hologram ada di hadapannya.

WELCOME

[Selamat datang di System Next level Super Rich. Selamat, Anda adalah Tuan dari system super canggih ini. Dengan bantuan system Anda bisa mewujudkan impian Anda untuk menjadi orang kaya. Anda akan di beri misi-misi yang sudah di programkan oleh system, setiap pengerjaan misi selesai Anda akan naik Level. Setiap naik level Anda akan di beri reward, semakin tinggi level Anda, semakin besar reward yang Anda dapatkan]

"System? Misi? Level? Reward? Apa semua ini? Argghhh!" Ferzo memegang kepalanya dengan kedua tangannya, ia benar-benar yang sungguh tak mengerti, ini membuat kepalanya sakit, Ferzo menutup mata dengan kuat, berharap jika layar di hadapannya menghilang, karena ia menganggap ini adalah sebuah mimpi .

[System menjawab: System sebuah data yang sudah terprogram dari kecerdasan buatan, sedangkan misi tahapan suatu proses dan pelaksanaan untuk menaikkan Level dan reward adalah hadiah akhir dari Misi yang selesai di kerjakan]

"Ini pasti mimpi, ini pasti mimpi," ucap Ferzo menampar pipinya kiri dan kanan dan mencubit tangannya dengan kuat, berharap agar ia segera bangun. Tapi yang ia dapatkan hanya rasa sakit bekas tamparan tangannya yang memerah di kedua pipinya dan bekas cubitan di tangan.

"Tapi kenapa ini ada dalam kepalaku?" tanya Ferzo sambil menggelengkan kepalanya dengan kuat.

[System menjawab: Karena ini adalah penyatuan antara tubuh Anda dan system, Anda dan system adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan, dan system' ini hanya Anda sendiri yang bisa melihatnya]

"Tapi kenapa harus aku?" tanya Ferzo lagi. Ia memilih berhenti melakukan sesuatu pada dirinya karena suara di kepalanya nyata dan tidak akan hilang.

[System menjawab: System sudah memilih seseorang untuk di jadikan pemilik system super canggih ini, baik tubuh, umur, dan DNA Anda sudah terkonfirmasi dan itu cocok dengan kriteria system dan Anda adalah orang yang sudah terpilih oleh system]

Ferzo mangut-mangut, meskipun rasanya ia tak ingin percaya, tapi ini adalah kenyataan yang harus ia terima. Seberusaha apa pun dirinya mencoba untuk mengatakan jika ini mimpi, tapi pada kenyataannya dirinya sedang ada di dunia nyata.

"Baiklah, baiklah, terserah saja, tapi bagaimana aku mengunakan system ini?" tanya Ferzo pasrah.

[System' menjawab: Anda cukup mengklik setiap menu yang ada di layar sentuh hologram, dan di sana akan ada menu next yang keluar, bukan hanya itu saja, dari System Anda bisa mencari lokasi dari peta digital, mencari identitas seseorang dari yang di publish mau pun tersembunyi, system ini akan mempermudah perjalanan Tuan untuk mewujud dan meraih cita-cita yang Anda inginkan]

"Benar kah? Ini sangat keren, baiklah system, aku terima penyatuan ini," ucap Ferzo dengan senang hati.

Menyatukan identitas Tuan dan System…

Memuat…

Loading…

Mulai…

10%…

20%…

30%…

40%…

50%…

60%…

70%…

80%…

90%…

100%…

Selesai.

[Selamat! Anda sudah sah menjadi Tuan dari System Next Level Super Rich]

Hadiah pengenalan:

Black card

Saldo\= 1.000.000

Level kekayaan [0]

Pengalaman [0]

Poin [0]

Reward [0]

"Ha? Semuanya masih nol? Jadi setelah aku mengerjakan misi barulah semua ini akan terisi semua?" tanya Ferzo.

[System menjawab: Benar Tuan]

"Jadi kapan aku akan mendapatkan misinya?"

[System menjawab: Misi akan di berikan setiap hari, baik Misi level rendah, level sedang dan level tinggi, baik itu misi secara terlihat mau pun tersembunyi, system akan akan menjadi pemandu bagi Anda, selamat mencoba]

"Begitu ya, baiklah aku mengerti," ucap Ferzo mengangguk. Ia sedang melihat layar lebar di hadapannya sambil belajar mengunakan layar sentuh itu.

Ferzo melihat di menu layarnya dan mengklik apa saja yang ada. Di sana ada pembelian berbagai macam. Ferzo pun mengkliknya. Tiba-tiba muncul tulisan di layar itu berwarna kuning emas.

[Ding Ding]

[Misi baru]

[Menemukan tempat tinggal baru]

[Hadiah: 1.000.000]

[Status Misi\=Sedang berlangsung]

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!