Karma Cinta SMA
Welcome to Grafiti!
Felice adalah murid baru di SMA Grafiti, dia pindahan dari SMA Techno. Felice mendapat beasiswa untuk masuk ke SMA Grafiti karena dia termasuk murid yang cerdas. Secara standar sekolah, Grafiti lebih bagus dari Techno. Felice sangat bahagia mendapat kesempatan itu.
Hari pertama sekolah di Grafiti tiba, Felice diperkenalkan oleh gurunya ke teman-teman kelasnya. Namun, baru hari pertama, Felice sudah dibully oleh teman-temannya. Terutama Rully, teman sekelas Felice yang merupakan ketua tim basket sekolah sekaligus cowok terpopuler di kalangan para murid cewek.
Hari-hari berlalu. Karena tidak tahan dengan perlakuan Rully padanya, Felice akhirnya memberanikan diri memprotes perlakuan Rully selama ini.
Felice
Eh Rully! Kamu tuh gak ada kerjaan lain selain nge-bully aku ya? Kamu segitu gak sukanya sama aku? Apa sih salah aku?
Rully
Kalo iya kenapa? Gue gak suka aja ada anak pindahan yang ‘sok’ kayak lo dan berani ngelawan gitu. Masuk ke sini modal beasiswa doang. Grafiti itu cuma buat anak-anak elit dan berkelas. Lah ini—
Rully mengedarkan pandangannya pada Felice dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Felice
Terserah kamu sekarang mau apa, yang jelas aku gak pernah niat cari masalah sama kamu. Aku di sini cuma mau belajar.
Semenjak itu, tingkah Rully makin menjadi-jadi. Rully merasa tak terima karena Felice berani melawannya. Tepat seminggu Felice berada di Grafiti, hari itu pun dia masih dibully oleh Rully dan teman-temannya. Rully membuat kursi dan meja yang ditempati Felice menjadi penuh dengan kotoran. Rully pun menuliskan kalimat-kalimat ejekan di papan tulis yang membuat seluruh murid menertawakan Felice. Terlebih lagi, Rully juga merusak sepeda yang biasa Felice gunakan untuk pergi ke sekolah.
Felice hanya bisa menangis, tak ada satu pun murid yang membelanya. Felice kini duduk sendiri di taman belakang sekolah yang cukup sepi. Dari belakang ada yang membekap mulut Felice dan menyeretnya ke suatu tempat. Felice tak punya tenaga yang cukup besar untuk memberontak.
Mereka mengarah ke gudang sekolah. Gudang itu jarang dimasuki oleh orang, terlihat kumuh dan tak terawat. Banyak debu dan sarang laba-laba di langit-langitnya. Terlebih lagi serangga-serangga menjijikkan yang sudah lama bersarang di sana. Felice diseret ke dalam gudang itu dan dikunci dari luar.
Di luar gudang terdengar tawa puas dari seseorang. Orang itu tak lain adalah Rully dan rekan-rekannya.
Rully
Hahaha.. Rasain lo! Siapa suruh belagu dan ‘sok’ berani ngelawan gitu! Anak baru banyak tingkah.
Bian
Eh Rul, kalo tuh anak kenapa-napa gimana? Ini gudang kan serem banget bro.
Rully
Biarin aja. Biar dia tau rasa. Biar dia menderita di dalem. Kita tunggu aja, apa dia masih bisa bertahan sampe besok.
Gery
Wah parah lo Rul, kalo sampe Felice ada apa-apa kita juga yang bakal kena Rul.
Rully
Lo pada santai aja. Percaya deh sama gue. Tuh anak gak bakal berani macem-macem lagi sama kita.
Bian
Pokoknya lo yang nanggung ya Rul!
Rully
Udah, santuy lah. Kita mending cabut sekarang!
Rully dan teman-temannya pergi meninggalkan gudang itu.
Sementara itu, di dalam gudang, Felice tak punya daya lagi. Yang dirasakannya sekarang hanya kegelapan dan ketakutan. Sesekali dia berteriak meminta tolong agar ada orang di luar sana yang bisa membukakan pintu untuknya dan membawanya pergi dari tempat menyeramkan itu.
Felice mulai lemas karena terus menerus berteriak. Dia memang punya ketakutan lebih akan kegelapan. Felice hampir pasrah akan hidupnya karena sudah berjam-jam tak ada yang mendengar teriakannya.
Felice
TOLONG!! SIAPA PUN DI LUAR SANA TOLONG KELUARIN AKU DARI SINI! AKU MOHON.. TOLONG.. TOLONG!
Felice mendadak terdiam karena tiba-tiba ada suara dobrakan pintu. Pintu gudang tiba-tiba terbuka. Felice tak dapat melihat seorang pun. Hanya ada kabut di sekelilingnya. Terlebih lagi karena hari sudah hampir malam, hanya ada kegelapan.
Perlahan Felice mengerjapkan matanya. Tak lama terdapat suatu cahaya yang menyilaukan. Dari kejauhan pintu gudang, muncul sesosok pria tampan berseragam sekolah. Sepertinya pria itu juga bersekolah di sana karena seragam yang dikenakannya sama seperti seragam Felice sekarang.
Pria itu semakin mendekat ke arah Felice. Tampak dia menyunggingkan senyum di bibirnya.
Calvin
Apa kamu baik-baik aja?
Pria itu berkata dengan lembutnya. Tangan pria itu mengusap lembut rambut panjang Felice. Felice masih tak berkata apa pun. Dia terlalu kaget dan bingung melihat sosok pria di hadapannya. Terlebih lagi Felice merasa heran, kenapa sentuhan pria itu terasa begitu dingin dan wajah pria itu terlihat pucat sekali.
Lagi dan Lagi
Felice termenung di kamarnya. Ia masih bingung memikirkan kejadian yang baru saja dialaminya. Ia bertanya-tanya siapa sebenarnya sosok pria penolongnya itu. Setelah membawa Felice keluar dari gudang menyeramkan itu, pria itu langsung berlalu begitu saja. Bahkan Felice belum sempat mengucapkan terima kasih pada pria itu.
Felice hanya tahu satu hal, pria penolongnya adalah salah satu siswa di Grafiti juga. Jadi ada kemungkinan besar mereka bisa bertemu lagi. Dan saat pertemuan itu nanti, Felice tak ingin kehilangan kesempatan lagi untuk mengucapkan terima kasih. Bagaimanapun pria itu telah membuat Felice bisa hidup sampai detik ini.
Esok harinya Felice kembali ke sekolah. Ia harus siap mental seperti biasa untuk menghadapi bully-an dari teman-temannya yang sama sekali tak pantas disebut sebagai teman.
Ketika Felice memasuki kelas, Rully dan para pengikut setianya menatap dengan tatapan penuh heran dan tanda tanya. Mungkin mereka berpikir bagaimana cara Felice bisa keluar dari gudang itu.
Mereka pun terlihat berbisik-bisik.
Gery
Rul, lo liat deh. Tuh anak ada di sini. Gimana cara dia bisa lolos dari itu gudang ya?
Bian
Atau jangan-jangan ada yang nolongin dia tuh! Kalo Felice ngomong macem-macem ke orang itu terus tuh orang laporin kita semua gimana nih Rul? Bisa berabe nih.
Gery
Iya Rul, ini kan ide lo.
Rully
Terus kalian cuma mau nyalahin gue gitu? Kalian nih keliatan banget aslinya ya sekarang, gak setia kawan banget. Dasar lo pada ya!
Gery
Bukan gitu Rul, kita kan cuma takut kena masalah terus imbasnya bokap nyokap kita jadi tau.
Rully
Come on, lo pada tenang aja. Selama ada gue, semua pasti beres deh. Nama gue bukan Rully kalo gue gak bisa atasin masalah beginian doang.
Bian
Terus sekarang lo mau apa Rul?
Gery
Lo udah puas kan nge-bully tuh anak?
Rully
Eits, siapa bilang? Ini belum apa-apa. Karena lagi-lagi dia lolos dan masih berani nunjukkin mukanya di sini, dia harus dapet part berikutnya. Babak yang lebih menegangkan, tapi itu menyenangkan buat kita-kita.
Bian
Rencana lo apa Rul? Lo mau ngapain lagi?
Rully
Liat aja ntar! Santai dulu guys!
Felice tahu jika saat ini Rully dan teman-teman gengnya sedang menatap sinis dirinya sambil bicara dengan berbisik-bisik seperti merencanakan sesuatu yang buruk untuknya.
Ada rasa takut timbul di hati Felice. Ia mengerti benar jika Rully pasti tak kan membiarkannya hidup tenang begitu saja. Entah apa kejadian buruk yang sedang menantinya sekarang.
Saat itu Felice berjalan di koridor sekolah. Perasaannya sungguh tak enak. Waktu sekolah hari ini baru usai, tetapi sampai saat ini belum tampak ulah Rully CS. Hampir saja Felice merasa lega dan bersyukur sebelum pria yang ada di pikirannya sedari tadi akhirnya muncul di hadapannya.
Rully
Hey, cewek belagu.. Mau pulang ya?
Felice
Ka-kamu mau ngapain lagi Rul?
Rully
Mau ngapain ya? Eh guys, nih ada yang nanya kita mau ngapain? Kasih tau gak nih? Eh, langsung aja!
Teman Rully merebut tas Felice.
Felice
Eh balikin tas aku! Mau kalian apain? Balikin sekarang!
Rully
Mau diapain ya? Kalo dibuang aja gimana ya?
Felice
Jangan!! Aku mohon balikin tas aku.
Rully
Eh gue punya ide lebih bagus.
Rully melempar tas Felice hingga tas itu tersangkut di pohon dekat taman.
Rully
Apa lo berani teriak-teriak ke gue? Sekarang rasain tuh! Ambil kalo bisa.
Teman Rully yang lain pun dengan sengaja menumpahkan minuman ke arah Felice sehingga kini rok Felice basah kuyup.
Bian
Ups, sorry ya.. Gue sengaja! Hahaha.
Rully
Bagus bro! Ya udah guys, cabut sekarang! Biarin aja dia usaha sendiri ngambil tasnya. Bye-bye mantan anak Techno!
Rully CS pergi meninggalkan Felice sendiri. Kondisi sekolah sekarang sudah cukup sepi. Wajar saja karena waktu pulang sekolah sudah berlalu sejak satu setengah jam yang lalu.
Setelah Felice pergi ke toilet untuk membersihkan roknya, ia menuju ke pohon dekat taman lagi. Felice bingung bagaimana cara ia bisa mengambil tasnya. Ia berkali-kali mencoba memanjat untuk meraih tasnya, tetapi tak pernah berhasil.
Sekarang ini Felice hanya bisa menangis karena tak ada satu pun orang di sana yang bisa ia mintai tolong. Ia menangis, menutupi wajahnya dan terduduk di bangku taman dekat pohon itu.
Felice terkejut dan mulai mencoba menghentikan tangisnya saat ia melihat tangan seseorang menyodorkan sapu tangan untuknya. Felice pun mengambil sapu tangan itu dan ia gunakan untuk menghapus air matanya.
Suara orang itu terdengar begitu lembut.
Felice pun menoleh ke orang yang kini duduk di sampingnya. Wajah yang kini ia lihat tak asing lagi baginya. Wajah pucat itu.
Calvin
Kita udah pernah ketemu sebelumnya. Aku Calvin, kamu anak baru kelas sebelas pindahan dari Techno kan?
Felice
Iya. Aku Felice. Kamu murid Grafiti juga?
Calvin
Hm, iya. Aku kelas dua belas.
Felice
Oh, aku belum pernah liat kak Calvin sebelumnya, maksudnya sebelum kakak nolongin aku waktu di gudang. Ehm, makasih buat waktu itu ya kak. Aku gak tau kalo gak ada kak Calvin, mungkin aku udah gak ada di dunia ini lagi sekarang. Waktu itu aku belum sempet bilang makasih ke kak Calvin.
Calvin
Gapapa Felice. Aku seneng bisa nolongin kamu waktu itu. Uhm, kamu kenapa nangis sendirian di sini?
Felice
Sebenernya, ehm karena itu kak...
Felice menunjuk tasnya yang masih tersangkut di atas pohon.
Calvin
Oh, bentar biar aku coba ambil.
Akhirnya Calvin berhasil mengambil tas Felice.
Felice
Makasih lagi buat hari ini ya kak! Kak Calvin sekali lagi udah jadi pahlawan aku.
Calvin
Sama-sama Fel. Sekarang jangan sedih lagi ya!
Calvin
Felice, tadi mereka nge-bully kamu lagi ya?
Calvin
Kapten tim basket sekolah.
Felice
Iya kak. Dia itu jahat banget. Dia selalu gangguin aku. Kadang aku sampe hampir nyerah, aku gak tahan di-bully terus sama mereka. Grafiti kayaknya emang gak cocok buat aku.
Calvin menggenggam tangan Felice.
Calvin
Felice, kamu gak boleh ngomong kayak gitu. Aku yakin kamu pasti bisa lewatin ini semua. Jangan nyerah ya! Mulai sekarang kamu gak sendiri, aku ada buat kamu.
Dingin yang Felice rasakan sekarang. Ya.... Tangan Calvin memang begitu dingin.
Felice
Jadi kak Calvin mau jadi temen aku?
Felice
Makasih ya kak, ternyata masih ada orang baik di Grafiti. Aku pikir semuanya sama aja.
Calvin
Fel, aku akan berusaha bantu kamu buat lewatin semuanya.
Felice
Kak, kak Calvin mau jadi temen aku aja aku dah seneng banget kok. Akhirnya aku dapet temen di sini.
Calvin tersenyum manis pada Felice.
Felice
Kak Calvin, apa aku boleh tanya sesuatu?
Calvin
Apa Fel? Bilang aja.
Felice
Maaf kalo aku lancang, tapi aku ngerasa aneh karena wajah kak Calvin pucet banget dan tangan kakak dingin gitu. Kak Calvin baik-baik aja kan? Apa kak Calvin lagi sakit?
The Power of Calvin
Calvin
Ee aku gapapa kok Fel. Aku emang kayak gini, tapi aku baik-baik aja kok. Kamu gak perlu heran yaa!
Felice
Ohh gitu. Okee kak.
Calvin
Ya udah Fel, ini udah sore banget. Aku harus pulang. Kamu juga pulang ya! Maaf aku gak bisa anter kamu sekarang.
Felice
Eh gapapa kok kak Calvin. Lagian aku dah sering bikin kakak repot. Aku bisa pulang sendiri kok kak.
Calvin
Lain kali pasti aku anter Fel. Kamu gak pernah ngerepotin aku kok. Aku seneng bisa bantu kamu. Kan kita temen.
Calvin
Oke Felice. Hati-hati pulangnya yaa!
Felice pulang ke rumah naik angkutan umum. Biasanya ia bisa naik sepeda sampai ke rumah. Namun, saat ini sepedanya masih rusak parah akibat perlakuan Rully dan teman-temannya. Rully.... Saat Felice mengingat nama itu, ia hanya merasakan satu hal yaitu benci. Wajar jika Felice membenci Rully. Perlakuan Rully padanya selama ini memang sungguh keterlaluan.
Felice merasa sedikit senang. Akhirnya ia mendapat teman di Grafiti. Meskipun sosok temannya sekarang menurutnya agak misterius, Felice tetap bersyukur paling tidak masih ada siswa yang baik di Grafiti.
Malam harinya, kegiatan Felice masih sama. Mengerjakan tugas sekolah dan mempelajari materi untuk mata pelajaran besok.
Felice merasakan malam ini begitu dingin. Entah kenapa. Dingin yang dirasakannya berbeda dengan dingin biasanya. Bahkan ia merasa seperti ada seseorang yang sedang memperhatikannya di dalam kamar itu. Felice hanya sendirian di rumah, ia pun mulai merinding.
Felice yang sedang fokus mengerjakan tugas mendadak merasa haus. Ia pun langsung pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Saat sedang meneguk segelas air putih, Felice begitu terkejut. Ia merasa seperti ada yang menepuk bahunya. Siapa? Bukankah ia hanya sendiri di sana. Pintu rumah pun sudah ia kunci rapat, tak mungkin ada orang yang bisa masuk ke rumahnya sembarangan.
Felice pun perlahan menoleh ke belakang. Ia hampir berteriak saat melihat sosok pria di hadapannya. Pria itu tak menyeramkan justru sedang menampakkan senyum manisnya. Felice hanya merasa kaget dan bingung bagaimana cara pria itu bisa masuk ke rumahnya.
Felice mengerjapkan mata, ia mengusap matanya berusaha memperjelas pandangannya dan lebih meyakinkan akan apa yang dilihatnya.
Ia pun kembali memandang ke arah depan. Nihil. Tak satu pun sosok yang dilihatnya sekarang. Ia benar-benar sendiri di sana. Ya... memang semestinya seperti itu. Tapi sosok Calvin yang ia lihat barusan terlihat begitu nyata. Lalu ke mana dia sekarang? Apa dia hanya salah lihat? Halusinasi. Ya... ini pasti hanya halusinasi karena Felice sempat memikirkan Calvin sejak sepulang dari sekolah tadi. Itulah yang coba Felice yakinkan pada pikirannnya.
Pagi harinya Felice terbangun. Jam sudah menunjukkan pukul 6.30, itu artinya Felice sudah hampir terlambat ke sekolah. Ia segera bergegas untuk bersiap. Entah kenapa hari ini ia bisa kesiangan. Ini pertama kalinya ia harus terburu-buru seperti ini.
Benar saja dugaannya. Felice terlambat. Pintu gerbang Grafiti sudah ditutup. Bagaimana cara ia bisa masuk. Apa ia harus pulang saja dan terhitung tidak masuk dalam absensi hari ini. Harusnya ia bisa masuk, walau akan dapat hukuman dari guru, tetapi setidaknya setelah itu ia masih bisa mengikuti pelajaran berikutnya. Seperti pepatah, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Felice hampir putus asa mencari jalan masuk. Sepertinya ia harus pulang saja sekarang. Baru saja ia ingin melangkah pulang, seseorang menepuk bahunya.
Calvin
Fel, kamu telat ya?
Felice
Iya kak. Kak Calvin ngapain di sini? Apa kakak telat juga?
Calvin
Gak. Aku tadi kebetulan dari dalem liat kamu. Makanya aku keluar.
Felice
Gimana cara kakak keluar? Gerbangnya kan ditutup kak.
Calvin menunjuk ke arah belakang sekolah.
Felice
Hah? Maksudnya? Emang bisa ya kak?
Calvin
Bisa Fel. Kalo kamu mau masuk, aku bisa bantuin kamu.
Felice
Ya udah deh kak. Boleh deh.
Mereka menuju ke belakang sekolah. Di sana memang tak ada pintu yang terbuka, tetapi tembok di sana cukup rendah.
Felice
Yah kak. Ini gimana cara kita masuknya?
Calvin
Iya, temboknya gak terlalu tinggi kan? Bisa lah buat kita lewatin. Aku tadi juga lewat sini kok.
Felice
Kak Calvin tau kan kalo aku gak bisa manjat? Kalo aku bisa, gak mungkin waktu itu aku minta tolong kakak buat ambilin tas aku di pohon.
Calvin
Makanya aku bantu kamu Fel. Aku bakal bantu kamu manjat. Pasti bisa deh.
Calvin
Ayo Fel. Kamu mau masuk kan?
Felice
Iya, tapi, aku takut...
Calvin
Kamu gak akan jatuh Fel, ada aku. Ayo aku bantu!
Calvin membantu Felice memanjat tembok belakang sekolah. Awalnya Calvin agak kesusahan karena Felice sama sekali tak bisa memanjat. Namun, berkat dorongan Calvin akhirnya mereka berdua sudah ada di dalam sekolah sekarang.
Calvin
Akhirnya bisa masuk juga kan?
Felice
Kak Calvin, makasih banyak. Kakak jadi 'hero' aku lagi.
Calvin
Itu gunanya temen Fel. Ya udah, kamu cepetan masuk kelas gih. Semoga guru kelas kamu belum dateng biar kamu gak kena hukum.
Felice
Oke makasih ya kak. Aku masuk dulu. Daa kak Calvin!
Kebetulan guru kelas Felice belum masuk kelas. Felice pun selamat dari hukuman guru. Entah kenapa saat perjalanan ke kelas, guru Felice menabrak salah satu siswa sehingga semua buku bawaannya jatuh berserakan. Kejadian itu mampu mengulur waktu sehingga Felice lebih dulu sampai ke kelas sebelum gurunya.
Calvin
Aku lakuin ini buat kamu Fel. Sekarang kamu gak akan kena hukuman guru.
Saat jam istirahat, Felice melewati lapangan basket. Itu membuatnya kembali bertemu dengan Rully. Tak mungkin jika Rully tak cari masalah dengannya. Rully mengambil buku yang dibawa Felice.
Felice
Rul balikin! Aku gak pernah cari masalah sama kamu, tapi kenapa kamu terus gangguin aku?
Rully
Ya biarin dong. Suka-suka gue lah.
Felice
Rully apaan sih? Balikin!
Saat Felice melihat ke lantai atas, ia mendapati pot bunga yang hampir terjatuh mengenai kepala Rully dan tepat berdiri sosok Calvin di atas sana.
Felice mendorong tubuh Rully agar menjauh dari sana.
Pot itu pun terjatuh tanpa mengenai kepala Rully. Posisi Felice kini masih seperti memeluk Rully.
Rully
Kenapa Fel? Ngapain lo nolongin gue? Harusnya lo seneng kalo gue kejatuhan itu pot kan. Kenapa lo gak biarin gue aja?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!