NovelToon NovelToon

Agen Tampan Dan Gadis Pembuat Onar

1

Berita tentang penangkapan sang ayah membuat Zuin kaget bukan main. Ia langsung pulang untuk memastikan kebenaran berita itu.  Namun, ketika sampai ke rumahnya, ia melihat ada banyak wartawan didepan sana, memenuhi rumah besar itu. Ia berhenti melangkah dan memandang sekelilingnya. Dirinya sudah sangat lelah hari ini dan sekarang...

Gadis itu mendesah panjang

"Papa beneran ditangkap?" gumamnya pada dirinya sendiri.

"Astaga, bisa gila aku." katanya lagi sambil mengacak-acak rambut panjangnya yang tergerai indah dan merasa tubuhnya tiba-tiba melemah.

Pada saat yang sama ponselnya berdering. Ia mengangkatnya tanpa semangat.

"Halo,"

"ZU! kamu dimana? Sudah lihat berita? katanya papa kamu ditangkap, yah ampun, masa om Berry yang ganteng itu korupsi sih, aku nggak percaya. Pasti ini bohong kan Zu? Zuin!"

Pertanyaan beruntun itu membuat Zuin menggeram kesal. Ia ingin sekali berteriak tapi ia masih sadar yang menelponnya adalah sahabat baiknya. Dan dia juga tidak mau wartawan mengetahui keberadaannya didekat rumah itu.

Zuin akhirnya hanya bisa menghembuskan nafas panjang dan berusaha supaya tetap tenang.

"Aku awalnya tidak percaya sepertimu juga, tapi..." kalimatnya tertahan.

Pandangannya kembali lurus kedepan, ke para wartawan yang masih setia menunggu didepan rumahnya.

"Tapi apa?" ulang temannya dari seberang.

Namanya Ketty.

"Aku tidak yakin sekarang. Di depan rumahku ada banyak wartawan." ucapnya lemah.

"Anda siapa? Kenapa ada di sini? Apa Anda punya hubungan dengan tuan Berry?"

Seru salah seorang wartawan yang melihat Zuin berdiri tak jauh dari rumah besar itu. Gadis itu terkesiap kaget ketika banyak dari wartawan itu mulai berdatangan mengerumuninya. Ya ampun, apa yang harus dia lakukan? Dia tiba-tiba menjadi panik. Siapapun, tolong bawa dia kabur dari sini sekarang juga.

Zuin memang sangat beruntung karena ayahnya merahasiakan kepada media tentang keberadaannya. Mereka memang tahu pengusaha besar Berry Danendra memiliki seorang putri namun sekarang sedang tinggal bersama neneknya diluar negeri. Hanya beberapa orang terdekat ayahnya saja yang tahu tentang keberadaan Zuin.

Zuin tidak pernah tahu apa alasannya ayahnya merahasiakan keberadaannya pada banyak orang, tapi menurutnya itu pasti demi kehidupan bebasnya. Ia sudah melihat banyak sekali putri dari keluarga kaya yang tidak bisa bebas bergerak karena latarbelakang keluarga mereka. Karena itu sampai sekarang gadis itu tenang-tenang saja karena tidak perlu masuk dalam pemberitaan apapun sebagai putri dari seorang konglomerat. Ia bisa bergerak dengan bebas di luar sana.

Teman-teman kuliahnya pun tidak ada satupun yang tahu ia berasal dari keluarga konglomerat. Hanya Ketty dan Nako saja teman baiknya yang tahu.

Tiba-tiba Zuin merasa wajahnya ditutupi oleh sebuah pakaian entah itu jaket atau jas, dan tangannya di genggam oleh seseorang. Orang itu lalu membawanya kabur dari para wartawan.

Entah sudah seberapa jauh mereka berlari. Zuin merasa kakinya sudah tidak mampu lagi berlari. Ia melepaskan diri dari pria yang membantunya kabur tadi ketika mereka berhenti di tempat sepi.

Gadis itu mengatur nafasnya yang masih ngos-ngosan akibat berlari kemudian melepaskan jas yang menutupi bagian kepalanya dan  mengangkat wajahnya, melihat siapa orang yang sudah membantunya. Keningnya terangkat.

"Kak Nevan?" gumamnya pada seorang pria tampan dengan ekspresi datar yang kini berdiri didepannya.

Nevan adalah pengacara ayahnya. Satu-satunya orang kepercayaan ayahnya dikantor. Kebetulan sekali, ia bisa bertanya tentang sang ayah pada lelaki itu.

"Kau baik-baik saja kan?" tanya Nevan menatap Zuin lurus. Gadis itu mengangguk.

"Aku dengar berita tentang papa."

kata Zuin langsung to the point. Ia menatap serius pria didepannya.

"Apa itu benar?" tanyanya kemudian.

Nevan terdiam sejenak sebelum mengangguk mengiyakan. Wajahnya tetap datar seperti biasa. Namun dalam hati ia memperhatikan seperti apa anak atasannya itu akan bereaksi.

Zuin sepertinya berusaha terlihat  tenang. Berdasarkan watak gadis itu, Nevan tahu jelas Zuin Pasti tidak mau terlihat menyedihkan seperti orang lain yang sedang tertimpa masalah. Sudah lama lelaki itu mengenal Zuin.

Dalam hati, Zuin berusaha terlihat biasa saja. Hidupnya masih panjang. Masih ada banyak hal yang bisa ia kerjakan. Jangan sampai orang lain melihatnya sebagai gadis yang menyedihkan. Ia tidak suka itu.

Tapi ayahnya? Biar bagaimanapun ia harus tahu keadaan lelaki tua itu. Mereka memang selalu berdebat tiap kali bertemu, tapi Zuin sayang sekali pada laki-laki yang sudah membesarkannya seorang diri itu.

"Di mana papa sekarang?" tanyanya ingin tahu. Ia tahu sekarang ini pasti ayahnya butuh dukungannya sebagai seorang putri.

"Aku akan mengantarmu ke sana." ucap Nevan yang langsung disetujui oleh Zuin.

Hampir empat puluh menit mereka baru sampai di sebuah lokasi. Zuin terus mengamati tempat yang mereka datangi itu.

Penjara?

Beritanya baru keluar tadi siang dan ayahnya sudah mendekam dalam penjara sekarang?

Zuin menatap berkeliling area luar penjara itu. Ia berjalan pelan dibelakang Nevan sampai mereka masuk ke dalam.

Dari luar sampai dalam tempat itu terlihat sangat bersih dan rapi. Ada juga beberapa lukisan yang terpampang di dinding. Sepertinya petugas kebersihan penjara ini menyukai seni dan keindahan. Ini penjara atau galery seni sih? Gadis itu tertawa kecil merasa lucu dengan pikiran anehnya. Habisnya tempat ini juga tidak biasa menurutnya.

Ekspresinya kembali datar ketika Nevan menatapnya heran. Mereka mengikuti salah satu petugas polisi ke ruang tersangka.

Zuin bisa melihat ayahnya dari jauh. Matanya menyipit. Ia tidak yakin dengan apa yang dia lihat. Ayahnya seperti sedang menggigit apel dan terlihat sangat...

menikmati?

Zuin tertawa. Yang benar saja, baru sekarang Zuin melihat ada orang yang menikmati hidupnya dibalik jeruji besi itu, bahkan di hari pertama dia di tangkap. Gadis itu kini tertawa ketika melihat reaksi ayahnya yang cepat-cepat menyembunyikan apel ditangannya saat menyadari keberadaannya.

Zuin duduk di kursi pengunjung yang berhadapan dengan sang ayah. Ada pembatas kaca antara mereka. Nevan memilih berdiri tak jauh dari gadis itu.

"Sepertinya kau senang ada di sini." ledek gadis itu. Sesaat ia lupa kalau dirinya sebagai anak harus bersedih. Tapi bagaimana mau sedih coba kalau ayahnya sendiri terlihat seperti pelawak. Berry berdecak.

"Aku masih heran kenapa bisa melahirkan putri sepertimu." balas ayahnya.

Zuin terkekeh

"Papa sungguh menggelapkan uang perusahaan? Bukankah itu perusahaanmu sendiri?" tanyanya langsung.

"Kau sudah lihat beritanya kan?" balas ayahnya santai.

"Kenapa? Bukannya uangmu sangat banyak? Kau tidak sedang mencoba untuk menjadi orang serakahkan?"

Barry menatap putrinya dongkol. Mana ada anak yang datang mengunjungi orangtuanya di penjara malah bertanya begitu, seperti tim investigasi saja.

"Kau tidak sedih melihat papamu di tangkap?"

Zuin tertawa melihat sang ayah.

"Pertama, kau terlihat senang di dalam sana, tidak ada alasan bagiku untuk bersedih." jelas gadis itu.

"Kedua, kau memang harus bertanggung jawab dengan kesalahan yang kau buat." ia melanjutkan.

Zuin melihat ayahnya memegangi batang lehernya.

"Nevan, sebaiknya kau bawa anak ini keluar. Lama-lama aku bisa gila karena dia." perintah Barry menatap Nevan.

Perdebatan-perdebatan itu selalu terjadi kalau ayah dan anak itu bertemu. Mereka selalu mendebatkan hal-hal yang kadang tidak penting. Nevan sudah terbiasa melihatnya. Ia kadang merasa lucu. Menurutnya, Zuin dan ayahnya hanya sedang mengungkapkan kasih sayang mereka dengan cara yang berbeda. Sifat keduanya sama, mereka punya cara yang beda dari kebanyakan orang untuk menyalurkan perasaan sayang mereka satu sama lain.

2

Nevan mengantar Zuin ke tempat temannya. Malam ini gadis itu memilih menginap di apartemen Ketty. Ia takut pulang ke rumahnya karena kasus yang menimpa ayahnya.

Biasanya kalau di film-film orang yang terlibat korupsi, rumah mereka juga akan disita. Ia harus berjaga-jaga. Kan tidak lucu saat sedang tertidur lelap dikamar tercintanya lalu tiba-tiba ada yang datang dan mengusirnya keluar dari rumah itu. Terus wajahnya terpampang di media. Bagaimana dia mau pacaran nanti, apalagi menikah.

"Jadi papa kamu beneran korupsi?" Ketty masih tidak bisa percaya.

Zuin menatap gadis itu sekilas lalu mulai berpikir. Ia mencoba mengingat-ingat segala hal yang dilihatnya tadi ketika bertemu ayahnya.

Menurutnya ada sesuatu yang ganjal. Melihat ayahnya tadi malah membangkitkan rasa curiga dihatinya. Ia jadi berpikir kalau pria tua itu tidak benar-benar ditangkap. Instingnya mengatakan seperti itu.

"Aku ragu." ucapnya menatap Ketty.

"Ragu?" ulang Ketty. Ia masih tidak mengerti maksud Zuin.

"Kamu tahu, orang yang baru di tangkap dan masuk penjara harusnya merasa stres dan mencari segala cara, berusaha membenarkan diri atau memberikan alasan apa saja agar bisa keluar secepatnya dari tempat yang pengap itu bukan?"

Ketty mengangguk mengiyakan.

"Kau tahu apa yang papaku

lakukan saat aku menemuinya tadi?"

Kali ini Ketty menatap Zuin menunggu kata-kata selanjutnya.

"Menikmati buah kesukaannya."

Ketty terlihat biasa saja. Menurutnya sah-sah saja sih kalau ayah sahabatnya itu ingin makan. Ia menatap Zuin lagi masih setia menjadi pendengar.

"Hari ini aku melihat banyak keanehan." ujar gadis itu lagi mulai berlagak seperti detektif sambil mengusap-usap dagunya. Ketty mengerutkan kening tidak mengerti.

"Kau tahu," Zuin berdiri mendekat ke sebelah Ketty.

"Waktu aku dan kak Nevan ke penjara, aku menyadari kalau petugasnya tampak sangat menghormati kak Nevan, dan papa terlihat biasa saja. Seperti tidak ada rasa gelisah sama sekali karena ditangkap."

"Hah?" mulut Ketty terbuka menatap Zuin. Gadis didepannya itu terus bercerita dengan semangat.

"Aku juga melihat banyak berkas kerjaan papa didekatnya. Kak Nevan juga tampaknya santai-santai saja seperti tidak terjadi apapun. Bukankah ini aneh? Masa orang yang ditangkap masih melakukan banyak pekerjaan kantor dalam sel, itukan sangat tidak masuk akal."

Kali ini Ketty mengangguk mengiyakan. Secara logika memang tidak masuk akal.

Memang sejak tadi Zuin pun sudah merasa ada yang aneh. Ia seperti merasa ayahnya memang sedang menyembunyikan sesuatu. Tapi apa itu ia tidak tahu.

"Menurutku papa sengaja mau masuk penjara untuk menghindari sesuatu." Gadis itu menebak-nebak. Ia tidak tahu kenapa pikirannya bisa seyakin ini.

"Menghidari apa?"

"Tentu saja wanita yang mengejar-ngejarnya. Kamu tahu kan kalau papaku itu selalu tebar pesona pada para wanita diluar sana. Giliran dikejar, malah kabur."

Kata Zuin kembali merasa kesal kalau mengingat-ingat ada perempuan lain yang mendekati ayahnya. Yah, ayahnya itu memang masih muda bagi orang lain. Umurnya tiga puluh enam tahun. Pria itu memiliki Zuin diumur enam belas tahun akibat pergaulan bebas. Sampai sekarang Zuin tidak pernah tahu siapa mamanya. Ia hanya tahu ayahnya cerita kalau dirinya ditemukan didepan rumah sang ayah. Setelah di cek DNA, mereka memang murni ayah dan anak. Meski tidak dibesarkan oleh orangtua yang lengkap, Zuin tidak terlalu memikirkannya, karena ayahnya membesarkannya dengan begitu baik.

Berbeda dengan Zuin yang terus-terusan menuduh ayahnya suka menggoda wanita, Ketty malah terlihat mengerutkan kening dan tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia lalu menoleh menatap Zuin.

"Tapi kenapa om Barry harus memilih masuk penjara? Bukankah itu hanya akan merusak nama baik keluarga kalian?" menurutnya sangat tidak masuk akal.

Zuin menggeser tubuhnya dan duduk di sofa. Kakinya sudah lelah berdiri sejak tadi.

"Nama baik lelaki tua itu memang sudah rusak. Ia hanya ingin merusak nama baikku saja." ucapnya santai lalu tersenyum remeh.

Ketty berdecak kagum menatap sahabatnya itu. Bisa-bisanya gadis itu sesantai ini bahkan tidak sedih disaat keluarganya tertimpa masalah.

Apalagi belum tentu semua kecurigaannya tentang om Barry yang hanya berakting itu benar. Bisa jadikan ayahnya Zuin benar-benar di tangkap.

Ahhh.. Ketty jadi bingung sendiri. Ayah dan anak itu sama-sama membuatnya merasa ikut-ikutan jadi orang stres. Ia menatap Zuin yang tiba-tiba berdiri dari sofa.

"Ke club yuk." ajak gadis itu.

Ketty melongo menatap gadis itu. Pandangannya berpindah ke arah jam dinding yang terpampang ditembok kamarnya. Sih Zuin ini sudah gila yah, ini sudah tengah malam dan status ayahnya pun masih belum jelas, tapi ia malah mau ke club.

"Zu, jangan aneh-aneh deh." tegurnya tidak setuju.

"Ayolah Ket, aku butuh nenangin diri atas semua masalah yang membuat aku sedih begini." Zuin sengaja memasang tampang sesedih mungkin.

Dan sekali lagi, Ketty tertegun menatap sahabatnya itu.

Hellow, ia sama sekali tidak melihat ada rasa sedih di mata gadis itu. Bilang saja mau cuci mata lihat banyak pria-pria tampan. Itu kan memang selalu menjadi alasan nomor satu seorang Zuin masuk club. Kalau tidak apalagi?

Menenangkan diri? Mau minum?

Hah, paling-paling gadis itu hanya bisa minum jus lemon. Jangan melihat kelakuannya yang bar-bar itu. Sebenarnya wanita itu sangat polos. Ia bahkan pernah mengira bus yang akan membawanya menuju pesawat itu bisa terbang.

Ketty tertawa mengingat kejadian itu. Saat itu ia harus menutupi wajahnya karena malu dengan kelakuan kampungannya Zuin. Namanya saja yang anak orang kaya, kelakuannya kampungan sekali.

"Kalau kamu nggak mau pergi, aku bisa pergi sendiri kok."

Perkataan itu kontan membuat Ketty meliriknya sebentar lalu menarik nafas pasrah.

"Baiklah aku ikut." ucapnya dengan berat hati.

Zuin melompat girang. Ketty memang yang paling mengerti dirinya.

"Ya udah yuk." gadis itu lalu menarik Ketty keluar.

3

Zuin menyunggingkan seulas senyum pada seorang pria tampan yang duduk di dekat table mereka. Ia dan Ketty sudah berada dalam club yang dipenuhi dengan lampu-lampu disko. Ia kegirangan melihat pria itu balas tersenyum menatapnya. Gadis itu mencubit lengan Ketty kuat-kuat, membuat gadis itu mengerang kesakitan.

"Bisa kan kamu bersikap jaim sedikit, jangan malu-maluin." bisik Ketty ditelinga Zuin tapi setengah berteriak karena musiknya terlalu kencang.

"Tapi cowok itu tampan banget, dia senyum-senyum sama aku juga, jangan-jangan dia suka lagi sama aku." seru Zuin percaya diri lalu tertawa  senang.

Ketty mendecakkan lidah.

"Nggak semua pria yang suka tersenyum ke arah kamu memang tertarik sama kamu Zuin. Jangan terlalu naif." sebenarnya ia masih kesal pada gadis itu. Ketty merasa penampilannya seperti gembel dibandingkan dengan kebanyakan wanita dalam club ini.

Zuin sialan.

Zuin sendiri tampak masa bodoh. Matanya menengok kanan kiri pada orang-orang yang asyik berjoget, kebanyakan dari mereka sudah mabuk.

Sampai sekarang ia sendiri masih heran kenapa dirinya suka datang ke tempat seperti ini. Padahal kalau di bilang dia bahkan tidak bisa menyentuh alkohol sedikitpun. Mungkin alasannya karena ia bergaul akrab dengan salah satu bartender tampan di sini, jadinya gadis itu senang mengunjungi tempat ini sekedar untuk menemui temannya juga.

"Nako tahu kamu datang?" baru saja Zuin memikirkan teman mereka itu dan Ketty sudah menyebut namanya.

Pandangannya beralih ke meja bar. Di sana duduk beberapa pria yang tengah dilayani Nako, teman mereka. Lelaki itu terlihat sibuk dengan pekerjaannya. Zuin berdiri dan melirik Ketty sebentar.

"Kau mau kesana?" tanyanya dengan dagu menunjuk arah meja bar.

"Terserah kamu aja." balas Ketty malas. Mereka melambaikan tangan ketika Nako melihat mereka. Pria itu tampak kaget. Tidak biasanya dua gadis itu akan datang ke club tengah malam begini. Biasanya mereka datang sebelum jam delapan malam untuk sekedar berbincang-bincang dengannya.

Zuin menggeser bangku bar didepannya dan duduk. Ketika melirik ke samping, ia tertegun menatap seorang pria yang menurutnya sangat tampan sedang duduk bersebelahan dengannya.

Tubuh tegap, berkulit putih, rahang tegas dan wajah dingin itu sungguh adalah tipenya. Cara berpakaiannya yang terkesan rapi tapi tidak rapi-rapi amat itu menambah poin ketampanannya.

"Hai,"

Entah apa yang merasuki gadis itu sampai ia berani menyapa duluan pria disampingnya itu. Nako dan Ketty yang melihatnya saling berpandangan.

Ketty menutup matanya dalam-dalam. Yah ampun, jangan sampai gadis itu melakukan hal yang memalukan lagi.

Pria yang disapa Zuin itu menatapnya cuek terkesan tidak peduli. Bahkan salah satu teman prianya menggodanya.

"Boleh kenalan nggak?" tanya Zuin tanpa rasa malu sedikitpun. Kan sia-sia pria setampan itu tidak diajak kenalan. Ia bisa merasakan Ketty mendekat dan berbisik di telinganya.

"Gak usah malu-maluin, pleasee."

"Kenapa, cuma di ajak kenalan doang. Kan maksud aku ke sini memang mau mencari lelaki tampan." Zuin balas berbisik. Mereka tidak sadar pembicaraan mereka cukup kuat untuk bisa didengar oleh pria disebelah Zuin itu. Sudut bibir pria yang diajak kenalan oleh Zuin itu terangkat.

Dastin Lemuel,

Pria tampan dengan sejuta pesona itu adalah salah satu agen terbaik di Badan Intelegensi Negara (BIN). Banyak kasus yang sudah dia selesaikan berhubungan dengan keamanan negara bahkan beberapa diantaranya mendapatkan penghargaan.

Warga biasa seperti Zuin dan Ketty ini tentu saja tidak akan mengenalnya.

Alasan kenapa lelaki itu berada di club malam ini tentu saja bukan untuk bersenang-senang. Ada berita tentang mafia narkoba yang akan beroperasi malam ini dalam club itu. Bahkan berdasarkan laporan, mereka akan membuat kerjasama dengan *******. Demi keamanan negara, Dastin memimpin timnya ketempat kejadian. Tim mereka sudah siap di segala sisi, tinggal tunggu para penjahat itu bereaksi.

Dastin memilih duduk di meja bar dengan dua bawahannya, dua yang lainnya pura-pura berbaur di kerumunan orang-orang, beberapa yang tersisa mengamat-amati keadaan.

Ditengah-tengah ketegangan mereka menunggu para penjahat beraksi, tiba-tiba seseorang menyapa Dastin. Suara yang baru pertama kali ia dengar ditelinganya itu terdengar lembut dan sangat feminim. Mungkin karena ia jarang berhadapan dengan para wanita selain rekan setimnya jadinya ia merasa pemilik suara yang barusan ia dengar ini sedikit... aneh?

Awalnya Dastin tidak peduli. Sikapnya tetap dingin seperti biasa. Lagipula dirinya masuk club malam bukan karena mau bertemu lawan jenisnya. Dan menurutnya, kebanyakan wanita yang masuk club hampir seratus persen bukan perempuan baik-baik, ia tidak menyukai wanita yang hobbynya clubbing.

"Gak usah malu-maluin, pleasee."

Pria itu bisa mendengar bisikan dari teman gadis disebelahnya.

"Kenapa, cuma diajak kenalan doang. Kan maksud aku ke sini memang mau melihat lelaki tampan."

sudut bibir Dastin terangkat. Perkataan gadis yang menyapanya tadi entah kenapa membuatnya merasa lucu. Tanpa sadar kepalanya menoleh ke kanan menatap gadis itu. Pria itu mengerutkan kening kemudian melirik Nako yang berdiri tepat berhadapan dengannya.

"Kalian mengijinkan anak dibawah umur masuk club?" nadanya terdengar marah. Nako menatap pria itu bingung lalu melihat ke arah Zuin dan Ketty bergantian. Ah, ia mengerti sekarang. Mungkin pria itu mengira kedua temannya itu masih anak dibawah umur. Memang siapapun yang melihat wajah keduanya yang bertampang polos dan cute itu akan mengira mereka masih remaja.

Zuin dan Ketty saling menatap. Zuin berusaha mencerna maksud dari perkataan pria disampingnya itu. Ketika berhasil memahaminya, ia langsung berdiri berkacak pinggang menghadap pria itu.

"Hei tuan, asal anda tahu, saya baru merayakan ulang tahun yang kedua puluh kemarin!" ekspresi Zuin tampak tidak senang. Ia tidak suka di anggap anak-anak.

Dastin balik menatapnya intens, masih belum percaya. Bisa sajakan gadis itu berbohong. Zuin membuang nafas kesal.

"Ya ampun, apa aku harus menunjukkan KTP aku supaya kamu percaya?"

Kali ini Dastin melipat kedua tangannya di dada, menatap gadis itu dengan sikap menantang dan terlihat sangat sombong dimata Zuin.

"Ayo keluarkan, aku ingin lihat." tantang Dastin.

Hufffttt....

Zuin berusaha menahan emosinya. Percuma saja tampan kalau menyebalkan, ia tidak tertarik lagi. Tangannya merogoh sakunya untuk mengambil dompet.

Dahinya berkerut, mana dompetnya? Ia terus meraba-raba sakunya lagi tapi benda yang dicarinya tidak ketemu-ketemu juga. Gadis itu berbalik menatap Ketty.

"Kamu ambil dompet aku?"

tanya Zuin menatap Ketty. Nadanya lebih terdengar seperti menuduh, jelas saja membuat Ketty merasa kesal.

"Apa tampang aku keliatan seperti pencuri?" dongkolnya. Ia menyesal sudah mengikuti gadis itu datang ke tempat ini. Ia ingin cepat-cepat pulang ke apartemennya dan tidur.

Pria tampan yang berdebat dengan Zuin tadi berdiri dari kursi dan memberinya tatapan remeh. Menurutnya gadis itu hanya mencari alasan saja. Zuin maju selangkah mendekati pria itu dengan berkacak pinggang.

"Mau apa lagi?" tantangnya sambil membusungkan dada dan dagunya terangkat tinggi mendongak ke pria itu.

Ketty menertawai Zuin yang tampak begitu mungil didepan lelaki itu. Tinggi badannya hanya mencapai dada pria itu. Padahal tinggi badan gadis itu sebenarnya tidak terbilang pendek juga tidak terbilang tinggi. Menurutnya lelaki didepan mereka itu yang sangat tinggi.

Nako, rekan setim Dastin dan beberapa tim mereka yang lain yang cukup jauh dari tempat itu hanya menjadi penonton. Para bawahan itu cukup heran karena melihat sesuatu perubahan yang tidak biasa pada ketua tim mereka. Mereka jadi lupa kalau sekarang ini mereka sedang bertugas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!