...***...
Suara pistol yang menggelegar terdengar di jalan raya yang sangat luas, menyebabkan para monster-monster disekitar menghampiri asal dari suara itu seperti halnya sebuah ombak yang ganas.
Menembak, berlindung dan berlari sekencang mungkin sampai-sampai membuat Pak Sudiarto muak dengan apa yang telah ia lakukan selama 20 menit tersebut.
"Sial, kapan hal ini akan segera berakhir, peluru yang kubawa hanya tersisa 20 biji saja dan yang lebih menyebalkannya lagi sebanyak apapun aku menembak tetap saja mereka masih bisa berdiri dan beregenerasi."
Karena terbatasnya peluru yang ia bawa, Pak Sudiarto berlari sambil berfikir cara lain untuk mengalahkan para monster yang sedang mengejarnya itu.
Setelah 3 peluru telah ia lepaskan, Pak Sudiarto melihat banyak sekali mobil menutupi jalan tepat didepan matanya. Entah karena apa tiba-tiba saja Pak Sudiarto pun terbesit sebuah ide untuk memanfaatkan mobil-mobil tersebut menjadi bom yang setidaknya dapat menghancurkan monster-monster yang mengejarnya itu.
Dalam jarak beberapa meter dari mobil-mobil itu, Pak Sudiarto berlari mengambil ancang-ancang dan loncat dengan sangat atletis layaknya sebuah adegan dalam film aksi.
Karena banyaknya halangan yang ada di depannya, monster-monster yang dibelakangnya pun mulai ada yang menyusulnya dan ingin menyerang Pak Sudiarto, dengan instingnya ia pun sontak membuka pintu mobil didekatnya yang membuat salah satu monster tersebut terbentur sampai-sampai membuatnya terjungkir.
Setelah menjauh beberapa meter, Pak Sudiarto mulai menyiapkan pistolnya dan menembak tepat di lubang bahan bakar mobil yang membuatnya meledak hingga merembet ke mobil-mobil didekatnya.
Monster yang berada di tempat tersebut mulai terbakar dan ambruk seketika, dan tak lama kemudian para monster itu menggeliat dan berdiri secara perlahan.
"Hah... Sial mereka seperti kecoak saja, tunggu yang ada di tubuh mereka itu apa?"
Pak Sudiarto melihat sebuah benda yang berwarna kemerahan dan berdetak layaknya sebuah jantung.
"Apakah itu inti nya? Untuk memastikannya lebih baik coba ku tembak saja deh."
Monster yang telah ia tembak mulai menunjukkan gerakan yang aneh, dan tak lama kemudian monster tersebut mulai berubah warna menjadi abu-abu dan ambruk seketika.
"Hahaha ternyata benar itu intinya ya, baiklah kalau begitu sekarang saatnya pembalasan."
Dengan membabi buta Pak Sudiarto menembaki monster-monster itu tanpa melewatinya satupun. Dia pun menghentikan tembakannya karena peluru yang ia bawa habis.
"Argh sial, kenapa harus sekarang sih."
Para monster yang baru datang pun mengejar Pak Sudiarto hingga kedalam sebuah gedung.
Ketika ia masuk kedalam sebuah ruangan, ia melihat suatu yang membuatnya teralihkan. Terlihat mayat wanita paruh baya yang terbujur kaku di tengah ruangan, dan ditangannya sedang memegang sepucuk surat yang telah ternodai oleh bercak darah.
" Untuk siapa saja yang membaca surat ini tolong selamatkanlah anakku yang berada di dalam kamar disebelah kanan, tolong bawa dia ke rumah sakit, tiba-tiba saja ia bertingkah aneh setelah sesuatu menempel ditubuhnya, dan maafkan Ibu yang tidak bisa menolongmu." Isi surat tersebut.
Setelah membacanya Pak Sudiarto termenung untuk sesaat dan mengetuk pintu tempat anak itu berada, lantas di dalam kamar itu terdengar suara erangan yang semakin mendekati pintu. Pak Sudiarto yang sudah mengerti situasinya, ia pun memegang gagang pintu kamar tersebut dan menghela napas.
" Maafkan aku, anakmu sudah tidak bisa ditolong lagi, jadi hanya ini yang bisa aku lakukan."
Dengan tangan yang mengepal memegang kapak yang berat, Pak Sudiarto mempersiapkan batinnya dan membuka pintu kamar tersebut.
Setelah terbuka anak yang disebutkan didalam surat itu terlihat bukan lagi seorang manusia, kuku yang terlihat panjang yang dapat merobek apapun, gigi tajam yang dapat mencabik-cabik mangsanya, kulit yang berwarna coklat kemerahan, serta mata merah yang berbentuk seperti reptil.
Mendengar pintunya terbuka anak yang sudah berubah menjadi monster pun menerjang Pak Sudiarto, Pak Sudiarto pun menebasnya dengan kapak hingga membuat kepalanya terputus, walaupun kepalanya terputus monster itu masih bisa bergerak dan menyerang Pak Sudiarto.
Ketika monster itu mendekat, lantas Pak Sudiarto menjatuhkannya dan menebasnya berulang kali sambil berlinang air mata. Setelah beberapa tebasan inti yang selalu ada di dalam tubuh monster mulai terlihat, dengan wajah yang merasa bersalah Pak Sudiarto mengangkat kapaknya keatas dan menghantam intinya dengan sangat kuat.
Setelah ia menghancurkan intinya, monster tersebut mulai kaku dan berubah warna menjadi abu. Air mata yang sedari tadi membanjiri matanya, sekarang sudah tidak terbendung lagi, dan ia pun duduk sambil menundukkan kepalanya.
" Maafkan aku nak..."
Disisi lain Bima yang sedang dituntun oleh Aria, mendapati dirinya berada ditempat yang tidak asing. Setelah beberapa rumah terlewati, Bima melihat rumah yang takkan pernah ia lupakan.
" Bima, apakah kau tau rumah ini?"
" Ya, itu karena rumah ini adalah tempat Rael tinggal."
Setelah beberapa saat, Bima melihat kalau pintu rumahnya terbuka seperti telah dibobol oleh seseorang. Bima dan Aria masuk secara perlahan dan hati-hati, dan mereka hanya melihat barang-barangnya berantakan dan lemari tempat penyimpanan makanan juga terbuka.
" Seperti nya ada seseorang yang telah menjarah ketempat ini, aku akan mengecek keadaan dilantai atas kau tunggu saja disini Aria."
" Tidak aku ikut denganmu Bima, bagaimana kalau sesuatu yang genting terjadi padamu lagi dan juga dengan kakimu yang terluka kau akan kesulitan untuk bergerak."
Setelah mendengar perkataan Aria, mereka pun memutuskan pergi bersama-sama. Mereka pun sampai dikamar Rael yang dipenuhi dengan action figur, alat perkakas, dan komik-komik.
" Melihat barang-barang masih tertata rapi, sepertinya orang yang membobol tempat ini cuman mengambil senjata tajam dan makanan saja."
" Sepertinya kau benar Bima, omong-omong dilihat dari perabotan dan barang barangnya, sepertinya Rael cuma hidup berdua di rumah ini."
" Ya kau benar, Rael tinggal bersama kakak perempuannya di rumah ini."
" Memangnya kedua orangtuanya kemana?" Tanya Aria.
" Entahlah, ia tidak pernah sekalipun menceritakan masa lalunya kepadaku."
" Terus, bagaimana dengan kakak perempuannya?" Tanya Aria.
" Rael bilang kalau kakaknya sedang pergi KKN bersama teman sekampusnya ke Desa Ciptaharja." Jawab Bima.
" Begitu ya."
Setelah mengobrol dan bernostalgia sebentar, mereka pun melanjutkan perjalanannya bertemu dengan Pak Sudiarto.
Beberapa menit telah berlalu, mereka pun telah sampai ketempat terakhir mereka berpisah dengan Pak Sudiarto. Dari jalan arah yang jauh Bima dan Aria melihat seseorang yang tengah berjalan, setelah orang itu mulai mendekat, Aria pun melihatnya dan memberi tahu kalau itu adalah Pak Sudiarto.
" Pak! Kami disini!" Teriak Bima sambil melambaikan tangan setinggi-tingginya."
Pak Sudiarto pun membalas lambaiannya sambil mendekat ketempat Bima dan Aria.
" Apakah kalian baik-baik saja?" Tanya Pak Sudiarto.
" Kami baik-baik saja, hanya kakiku saja yang terkilir." Jawab Bima.
" Baguslah kalau begitu."
Melihat wajah Pak Sudiarto yang agak pucat, Aria pun bertanya.
" Pak, apakah sudah terjadi sesuatu?"
" Tidak, tidak ada masalah, hanya saja tadi terjadi sesuatu yang tidak terduga."
" Begitu ya."
" Kalau terjadi sesuatu bilang saja padaku dan Aria, walaupun mungkin saja kami tidak bisa membantu tapi setidaknya itu bisa meringankan beban mu pak."
" Baiklah kalau begitu, tapi kita harus mencari tempat berlindung terlebih dahulu, karena matahari mulai terbenam."
Setelah perbincangan yang singkat, mereka bertiga pun mulai mencari tempat berlindung untuk mereka beristirahat.
>Bersambung...
...***...
Pagi menyingsing yang berpadu dengan udara dingin, teror yang mengerikan telah menghantui seluruh malam yang mencekam. Di pojok ruangan yang sedikit kotor terlihat Pak Sudiarto sedang duduk sambil memandangi kota dibalik celah jendela yang tertutup kuat.
" Hati-hati Pak, bisa bahaya kalau ada monster yang melihat mu."
" Subuh-subuh begini kau sudah bangun rupanya, bagaimana dengan Aria."
" Dia masih tidur tapi melihat dari wajahnya sepertinya ia mengalami mimpi buruk."
" Yah... Aneh juga kalau ada seseorang yang tidur nyenyak dengan keadaan seperti ini."
" Hah... Aku penasaran bagaimana keadaan ibuku, melihat keadaan yang telah terjadi saat ini membuatku pesimis."
" Karena kau masih muda, dimana pun ibumu berada pasti ia senang kalau kau masihlah sehat walafiat."
" Haha mungkin kau ada benarnya."
" Yasudah kalau begitu aku akan menyiapkan sarapan dahulu, kau bangunkan dulu Aria setelah sarapan kita akan memikirkan cara kita ke Stasiun Televisi TvB."
" Siap laksanakan pak!"
Selesai sarapan mereka bertiga segera mengadakan rapat di sebuah meja yang sedikit usang, karena Stasiun Televisi TvB itu terletak di tengah-tengah kota mereka sedikit kebingungan untuk mencari jalan tercepat dan teraman.
" Jarak dari sini kearah tujuan kita kira-kira sekitar puluhan kilometer, tapi mengingat tempatnya berada ditengah kota kemungkinan besar banyak sekali monster-monster yang berkeliaran disekitarnya." Ujar pak Sudiarto.
" Hm... Sepertinya mengambil jalan ke arah terminal bus dapat mempercepat jalan kita ke stasiun televisi dan juga kita sekalian saja mengambil kendaraan yang dapat kita gunakan, tapi yang jadi masalahnya adalah terminal tersebut dekat degan pasar tradisional yang pastinya banyak sekali orang-orang yang telah menjadi monster." Ujar Bima.
" yah kita bisa lebih mempercepat perjalanan kita menggunakan kendaraan, oia aku lupa untuk mengatakan cara untuk membunuh monster." Ujar pak Sudiarto.
" Waktu itu secara kebetulan Bima membunuh satu monster yang menikamnya kemarin, apa kau sudah menemukan caranya pak?"
" Kalian bisa menghancurkan inti di setiap monster yang ada, karena setiap monster memiliki intinya masing-masing dan berada di tempat yang berbeda beda."
" Begitu yah, jadi kemarin saat aku membunuh monster itu sebuah kebetulan."
" Baiklah kalian berdua bersiap-siaplah karena kita akan menerobos keluar ruangan menuju terminal, dan pastikan untuk terus waspada."
Mereka bertiga pun keluar secara bersama-sama dan seketika para monster pun menyerbu secara membabi buta, dengan kapak yang diayunkan dengan keras pak Sudiarto berhasil memotong tangan dan kepala monster dan disusul serangan dari Bima yang langsung menusukkan tombaknya kearah bagian dada monster tersebut secara berkali kali hingga menghancurkan intinya.
Monster pun mulai bertambah banyak menyerbu dari segala sudut jalan yang ada, Aria dengan gesit menembaki monster dari jarak jauh dengan busur yang dapat memperlambat jalan monster-monster itu.
Dengan bergerak secara perlahan, mereka bertiga hampir sampai di tempat terminal bus yang mereka tuju.
" Aria dulu kau pernah bilang kepadaku kalau kau pernah belajar cara mengemudikan mobil kan, cobalah periksa mobil-mobil disekitar sini yang sekiranya bisa kita pakai untuk mengemudi." Ujar Bima.
" Yah kau benar tapi sepertinya itu adalah ide yang buruk, karena mobil yang ada disini sebagian besar jendelanya sudah pecah akan jadi berbahaya kalau kita memaksa untuk menggunakannya, kita harus memakai sesuatu yang kuat bahkan jika itu sampai menabrak monster ini!"
" Sepertinya kita akan menggunakan bus, Aria cobalah periksa dan nyalakan bus itu dan tenang saja aku bisa mengendarai bus." Ujar pak Sudiarto.
" Baiklah, untuk sisanya kuserahkan pada kalian para pria."
Aria dengan terburu-buru membuka semua laci dan bagasi sambil berharap mendapatkan kunci untuk menjalankan busnya, setelah beberapa lama mencari Aria melihat sebuah benda mengkilat di bawah kursi penumpang yang sedikit berantakan.
" Aku berhasil menemukan kuncinya tapi benda itu berada tempat yang sulit diraih, kuharap kalian berdua dapat bertahan sedikit agak lama."
" Ya, serahkan pada kami!" Seru Bima
Aria pun berusaha menggapai kunci itu dengan tangannya yang hanya tinggal beberapa centimeter agar dapat meraihnya.
Bima dan pak Sudiarto berusaha mati-matian agar dapat melindungi bus yang akan mereka pakai, satu-persatu monster berjatuhan berubah menjadi kaku akibat intinya yang telah dihancurkan oleh mereka berdua.
Tak lama setelahnya Bima dan pak Sudiarto mulai merasakan getaran yang mendekati tempat mereka berada, getaran itu pun mulai mereda dan suasana pun menjadi hening.
" Apa itu tadi, apa kau merasakannya juga Bima?"
" Yah itu terasa sangat jelas."
Karena suasananya yang hening, mereka berdua merasa kalau ada sesuatu yang tidak beres, mereka berdua mempersiapkan senjata mereka masing-masing dan mulai bersiaga.
Getaran dan suara aneh mulai terdengar tak jauh dari jarak mereka berdua hingga membuat Bima dan pak Sudiarto berkeringat dingin.
Dari arah suara tersebut terlihat sebuah sepeda motor melayang ke arah tempat mereka berada.
" Awas Bima!"
Sepeda motor itupun menghantam keras kearah bus yang mereka jaga, dan mengakibatkan sebuah goncangan yang sangat keras.
Aria yang baru saja berhasil meraih kunci bus pun mulai terombang-ambing seperti disebuah kapal.
" Apa kau baik-baik saja Aria!?" Tanya Bima.
" Yah aku tak apa beruntung aku berhasil mendapatkan kuncinya, dan apa yang terjadi barusan?"
" Sepertinya kita akan menghadapi sesuatu yang sangat besar, Bima kita harus segera masuk dan bergegas pergi sekarang!"
Setelah mereka semua masuk, pak Sudiarto mulai bergegas menyalakan bus nya berkali-kali dan belum juga berhasil menyala.
Tak lama kemudian sesosok monster yang besar dan memiliki tinggi sekitar 2 meter mulai mendekat dengan diiringi getaran yang mengguncangkan seluruh tempat ia berada.
" Haha... Jadi itu asal dari getaran yang tadi kita rasakan, pak Sudiarto pakah masih belum menyala!?" Tanya Bima
" Sebentar lagi!"
Langkah demi langkah jarak antara mereka dan monster besar itu mulai mendekat dengan perlahan, monster tersebut mulai melakukan ancang-ancang yang seolah-olah seekor banteng yang akan menyeruduk.
" Sial, dia ingin menyeruduk kita!" Teriak Bima.
" Ayo cepatlah... Yah akhirnya menyala juga, kalian berdua duduk dan pakailah sabuk pengamannya."
Dengan kecepatan penuh, busnya pun bergerak yang hampir saja diseruduk oleh monster besar itu.
Pak Sudiarto menyetir dengan sangat lihai dan cepat, bahkan sampai menabrak beberapa monster dijalan. Tak disangka monster besar yang mereka lihat tadi mulai mengejar bus yang mereka tumpangi dengan langkah kaki yang lebar.
" Oh tidak, tak kusangka ia akan mengejar sampai sini!" Seru Bima.
" Sial jalan didepan terhalang mobil, pegangan kalian berdua!"
Pak Sudiarto mulai memutar kemudi kearah kanan hingga hampir membuat bus yang ia kemudikan terguling karena kecepatan yang tinggi.
Setelah beberapa meter berjalan akhirnya gedung Stasiun Televisi TvB mulai nampak, melihat gerbang tempat parkir basment terbuka pak Sudiarto mulai menginjak gasnya sekencang mungkin dan mengerem dengan waktu yang tepat.
" Aria kau tekan tombol di samping pagar agar dapat tertutup dan Bima kau lindungi Aria dari monster yang akan menyerang, setelah aku memberi aba-aba kalian berdua segeralah berlari sekencang mungkin."
Bima dan Aria bergegas berlari menuju gerbang dan segera menutupnya, monster yang tersembunyi dibalik bayang mulai menyerang dan Bima pun menusukkan tombaknya berkali-kali hingga monster itu tumbang.
Disisi lain pak Sudiarto terlihat sedang mencari sesuatu yang dapat memperlambat atau menghentikan monster besar yang sedang mengejar mereka.
" Beruntung tempat parkir ini sepeda motor dan mobil berada ditempat yang sama, sekarang tinggal mencari pemantik api atau pistol."
Pak Sudiarto kemudian membuka jok sepeda motor dengan paksa dan menggulingkannya yang membuat oli dari sepeda motor itupun mengalir keluar, tak hanya itu pak Sudiarto pun menjejerkan sepeda motor yang lainnya secara berdekatan dan membuka tutup olinya.
Setelah gerbang hampir tertutup, monster besar yang mengejar mereka mulai masuk dengan paksa.
" Kalian berdua kemarilah!"
Bima dan Aria berlari sekencang mungkin sambil menghindari para monster.
Pak Sudiarto pun melihat mayat seorang polisi dengan pistol di tangannya, melihat kesempatan itu pak Sudiarto berlari kearah mayat itu dan mengambil pistolnya.
" Untung saja didalamnya terdapat beberapa peluru."
Monster besar yang mengejar Bima dan Aria mulai memasuki tempat parkir dan mengejar mereka berdua.
" Kalian berdua arahkan monster itu ketempat sepeda motor yang telah ku jejerkan itu!"
Mereka berdua pun memancing monster besar itu sesuai arahan dari pak Sudiarto.
Setelah monster itu mendekati jejeran sepeda motor itu, pak Sudiarto memerintahkan Bima dan Aria untuk menjauh sejauh mungkin, setelah mereka berdua cukup jauh pak Sudiarto menembakkan pistolnya kearah sepeda motor yang mengakibatkan sebuah ledakan yang cukup besar.
Monster itupun mendapatkan luka yang serius hingga membuat intinya terlihat dengan jelas.
Dengan melewati kobaran api, Bima berlari dengan kencang dan menusuk inti monster itu dengan tombaknya hingga tubuh monsternya tumbang.
Dengan nafas yang terengah-engah mereka bertiga berkumpul dan beristirahat sejenak di lantai paling dasar gedung tersebut.
>Bersambung...
...***...
Dengan langkah kaki yang perlahan dan hati-hati, mereka bertiga berhasil sampai disebuah ruangan perkantoran yang telah kacau balau. Pak Sudiarto yang posisi paling depan mengecek ruangan itu dengan seksama dan memastikan tanda tanda kehidupan, setelah memastikan ruangan tersebut aman pak Sudiarto menyuruh Bima dan Aria untuk masuk dan beristirahat.
" Kalian berdua tunggulah disini aku akan melihat-lihat ruangan sekitar, siapa tahu kita mendapatkan alat komunikasi atau sebagainya."
" Baiklah aku dan Aria akan menunggu disini sambil beristirahat."
Pak Sudiarto keluar dengan kapaknya dan memasuki ruangan keamanan yang berjarak beberapa meter dari tempat ia berasal, disana terdapat sebuah monitor yang terhubung dengan seluruh CCTV dalam gedung. Terlihat monitor yang menampilkan keadaan di lantai dua sampai lima telah dipenuhi dengan monster yang tak terhitung jumlahnya.
Meskipun pak Sudiarto telah memprediksi kalau tempat yang ia masuki terdapat banyak sekali monster, tetap saja ia merasa terkejut dengan jumlah yang telah ia lihat. Setelah memastikan kembali keadaan di lantai lain dari kamera pengawas, dengan segera pak Sudiarto kembali ketempat Bima dan Aria.
Karena bosan menunggu, Bima dan Aria berbincang-bincang tentang masa lalu yang telah mereka jalani selama ini, mulai dari Bima yang menyatakan perasaannya kepada Aria, membahas kembali Rael yang suka menghilang secara tiba-tiba tanpa mereka sadari, dan juga membahas Rael yang tiba-tiba disuruh menjadi model pakaian anak-anak di mall karena memliki wajah yang polos dan putih bersih.
" Oia Bima, gelang milik Rael yang kau gunakan kelihatan seperti kalung yang telah diubah."
" Begitulah, aku pernah bertanya ke Rael dan ia bilang kalau awalnya gelang ini sebuah kalung tapi ia rubah menjadi gelang karena tidak terbiasa menggunakan kalung."
" Sepertinya gelang itu merupakan benda yang sangat penting baginya."
" Ya kau benar, tapi dia tidak pernah sekalipun menceritakannya padaku dan saat aku tanya darimana Rael mendapatkannya dia hanya menjawab kalau gelang ini pemberian dari seseorang."
Setelah berbincang selama beberapa menit, terdengar suara langkah kaki yang mendekat. Bima dan Aria sontak bersiaga mempersiapkan senjata yang mereka bawa.
" Bima, Aria sepertinya kita agak kesulitan menuju ke atas~."
Sudiarto menghentikan perkataannya setelah melihat Bima dan Aria mengarahkan senjata mereka tepat didepan pak Sudiarto, karena yang masuk ruangan adalah pak Sudiarto Bima dan Aria menurunkan senjatanya dan meminta maaf atas apa yang telah terjadi.
" Hah... Baiklah sekarang kita harus mencari cara untuk ke puncak karena di pertengahan lantai telah dipenuhi monster yang tidak dapat dihitung jari, dan kita juga tidak dapat menggunakan lift karena terlalu beresiko."
" Hmm agak sulit yah, para monster sangat peka terhadap kehadiran makhluk hidup. Ah bagaimana kalau kita gunakan cara ini~." Usul Bima.
Setelah mendengar rencana dari Bima, mereka semua pun pergi ke posisi masing-masing untuk melaksanakan rencana yang Bima pikirkan.
Pak Sudiarto pergi kembali ke ruang keamanan yang telah ia kunjungi, sementara Bima dan Aria pergi untuk mengumpulkan barang-barang yang cukup berguna.
Serasa barang yang Bima dan Aria kumpulkan sudah cukup banyak, mereka berdua memberikan aba-aba kepada pak Sudiarto lewat CCTV didekatnya. Setelah melihat aba-aba nya pak Sudiarto menyalakan pengeras suara yang terhubung di setiap sudut lantai gedung, Bima dan Aria dengan segera menyusun pengeras suara didalam lift yang akan mereka nyalakan dan membawa semua pengeras suara itu menuju kelantai paling atas dari gedung tersebut.
Setelah semua pengeras suara dinyalakan dan disusun, dengan segera mereka memutar sebuah musik yang diatur kedalam volume yang sangat tinggi. Bima dan Aria segera menyalakan liftnya dan bergegas keluar dari dalam liftnya, akhirnya mereka bertiga kembali berkumpul ditempat tangga darurat berada.
" Baiklah kalian berdua berhasil kemari dengan selamat, sekarang kita punya waktu kurang lebih sekitar lima menit untuk sampai ke rooftop gedung. Kalian persiapkan energi kalian untuk menaiki ratusan anak tangga yang akan kalian lalui, kalian sudah siap!?" Sorak pak Sudiarto.
" Siap pak!"
" Bersedia, siap, mulai!"
Dengan kekuatan penuh mereka berlari dengan sekuat tenaga dan mengerahkan semua kemampuan yang mereka miliki, setelah berada dilantai 4 salah satu monster ternyata tidak terpancing dengan suara kegaduhan yang terjadi dan sekarang monster itu berada tepat diatas anak tangga yang mereka lalui.
Suara detak jantung berdebar dengan cepat, tangan pun bergetar seraya suara langkah kaki mendekat dengan perlahan. Dentuman itu mulai mendekat, wajah suram dengan keringat dingin terpampang jelas pada ekspresi mereka bertiga. Karena mereka harus terus melangkah maju menuju puncak, pilihan yang sangat beresiko pun mereka ambil dengan terpaksa.
Dengan keadaan yang masih tegang Bima mengetikkan sesuatu di smartphonenya dengan tangan yang gemetaran.
" Pak kita harus terus maju, dan karena diatas ada monster jadi kita harus melumpuhkannya dengan cepat." Sebuah kalimat yang terpampang di layar smartphone itu diperlihatkan kepada pak Sudiarto. Melihat apa yang Bima lakukan Aria dan pak Sudiarto melakukan hal yang sama untuk berkomunikasi.
" Iya memang kita harus melakukannya tapi karena tempat ini sempit agak susah untuk melaksanakannya, apalagi besar kemungkinan kalau monster itu akan memangil kawanannya." Ketik pak Sudiarto.
" Aku punya ide kita akan mengikat leher monsternya yang akan langsung membuat ia tercekik dan menjatuhkannya ke bawah, setidaknya itu akan memberi kita waktu untuk ke puncak." Saran Bima dalam catatan.
" Baiklah sepertinya itu ide yang bagus tapi beresiko, kalau begitu aku yang akan mengikat monsternya kalian berdua bersiaplah." Ucap pak Sudiarto.
" Tidak sebaiknya aku yang akan mengikatnya, karena satu-satunya orang yang memiliki tenaga yang besar adalah pak Sudiarto jadi bapak bisa menarik talinya kemudian menjatuhkannya dan untuk Aria kau bersiaplah dengan busur dan anak panahmu bila ada kejadian yang tak terduga."
Setelah paham dengan instruksi Bima mereka mulai melaksanakan rencananya, Bima berjalan dengan perlahan menaiki anak tangga satu persatu. Melihat monster tersebut mengarah ke anak tangga, Bima memberikan aba-aba kepada Aria untuk menarik perhatian dengan anak panahnya. Anak panah yang telah Aria luncurkan berhasil menarik perhatiannya sehingga Bima bisa mengendap-endap mendekati belakang monsternya dan kemudian memasangkan tali yang ia pegang ke leher monster tersebut.
" Pak sekarang saatnya!" Teriak Bima.
" Baiklah, agh!!!"
Monster yang telah terikat pun tersungkur dan menggelinding kebawah dengan sangat keras, karena rencananya berhasil mereka bertiga berlari dengan secepat mungkin.
Monster yang terjatuh itu mulai meregenerasi dirinya sendiri dalam beberapa detik, setelah berhasil meregenerasi monster itu mengejar Bima, Aria dan pak Sudiarto dengan merangkak menaiki anak tangga dengan sangat cepat.
Puluhan anak tangga telah mereka lewati dengan tergesa-gesa seraya dikejar oleh monster yang telah ia lawan, tinggal beberapa anak tangga lagi mereka akan berhasil sampai di pintu yang mengarah ke rooftop. Dengan sekuat tenaga pak Sudiarto mendobrak pintunya sehingga membuat suara yang amat keras, Bima dan Aria pun berhasil melewati pintunya akan tetapi monster yang berada di belakangnya masih mengejar.
" Sial kalian berdua cepatlah dan tutup pintunya dengan sekuat tenaga!"
Mereka bertiga menahan dan mengunci pintunya dengan gagang sapu yang mereka temukan ditempat terdekat, akan tetapi usaha yang mereka lakukan sia-sia monster itu berhasil mendobrak pintunya hingga membuat Aria dan Bima terpental. Karena pak Sudiarto masih berdiri ia dengan sigap berlari kearah monsternya dan mendorongnya hingga ke tepian rooftop, pak Sudiarto berniat untuk menjatuhkan monsternya kebawah gedung tersebut tapi monsternya berhasil menahan dorongan dari pak Sudiarto.
Monster yang telah ia dorong kemudian ingin mencakar punggung pak Sudiarto dengan tangannya yang sangat tajam, disaat yang bersamaan Aria berhasil bangun dan melihat pak Sudiarto yang sedang berusaha melawan monsternya dengan sangat kesulitan. Melihat kejadian tersebut Aria menyiapkan busur dan anak panahnya dan mengarahkannya ke kepala monster tersebut, Aria menutup matanya dan bernafas secara perlahan setelah pikirannya fokus tangan kanannya pun melepaskan anak panahnya dan langsung tepat mengenai kepala monster tersebut. Pak Sudiarto langsung memanfaatkan momentumnya dan memukul monster tersebut tepat di hidungnya sehingga membuat monsternya terjatuh dari atas gedung.
>Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!