NovelToon NovelToon

Pelangi Untuk Aqila

Bab 1 : Ulang Tahun

Kegelapan menyapa bumi, surya telah tergantikan rembulan dengan jutaan bintang yang menghias langit malam

Cahaya lilin bersinar di kamar gadis yang sedang merayakan hari kelahirannya, angka sembilan belas tertancap sempurna di kue sederhana itu

"Semoga tahun ini akan menjadi tahun yang indah dalam hidupku"

Doa sederhana yang memiliki arti begitu dalam bagi Aqila Valisha Bramadja, harapan gadis sembilan belas tahun yang haus kasih sayang keluarganya

⚘⚘⚘⚘⚘

Mentari mulai menampakkan cahayanya, suara klakson menjadi irama jalanan pertanda hari sudah dimulai, berharap hari ini akan lebih baik dari kemarin

"Mama, Reyna mau di suapi" Di meja makan itu terdengar nada manja dari putri bungsu keluarga Bramadja

"Dasar anak manja, Reyna bisa makan sendiri kan?" Papa Arya yang melihat tingkah manja putri bungsunya menyahut sambil menggelengkan kepala

"Tapi lebih enak kalau disuapi mama" Reyna Valerie Bramadja masih kekeuh dengan permintaannya

"Kalau gitu sini abang yang suapin" kali ini kakak pertamanya yang ikut menyahut, Devano Gerald Bramadja CEO muda perusahaan Bramadja

Lagi-lagi hanya gelengan yang di terima

"Kalau gitu, Kak Rian, Kak Daren atau Kak Aqila, maunya siapa? Hmmm? Atau mau sama papa?" Sang mama bertanya dengan lembut sambil mengelus rambut Reyna penuh kelembuta

"Maunya sama mama aja, sekali ini aja ya ma" dengan menggunakan ekspresi memelas akhirnya tak ada yang bisa menolaknya

"Nanti selesai makan berangkat kuliah bareng abang" Rian Valen Bramadja mahasiswa tingkat akhir yang sibuk dengan skripsinya mengelus pelan pucuk kepala Reyna

"Jangan lupa juga makan sayurnya dek" Kali ini Daren Pratama Bramadja, si dokter spesialis bedah ikut memperingati dengan menambahkan sayuran ke piring adiknya

Aqila menunduk dalam dengan mengunyah sarapan yang seperti sulit tertelan, adegan ini bukan hanya sekali terjadi, ia sudah terbiasa dengan semua ini, tapi rasa iri itu tentu ada, bolehkah ia berharap diperlakukan seperti itu?

Aqila menggelengkan kepalanya pelan untuk mengusir pikiran itu dari otaknya, ia tak boleh terlihat lemah sekarang, ia harus menjadi sosok yang dewasa, tidak cengeng hanya karena hal seperti ini, ia adalah perempuan kuat

Hari ulang tahun apa yang diharapkannya? Sebuah kejutan? Hadiah istimewa? Atau ucapan selamat di pagi hari?, ia berhenti berharap karena tau harapan itu tak akan pernah terwujud dan hanya akan menyakiti dirinya yang terus mengharapkan sesuatu yang terasa mustahil

"Aqila berangkat ke kampus" ia beranjak dari kursi meja makan setelah piringnya kosong

"Hati-hati" itu adalah ucapan sang ibu sedangkan yang lain hanya menjawab sebuah deheman, namun tak masalah bagi Aqila karena ucapan sang ibu sudah cukup membuatnya tau kalau ia juga masih diperhatikan

Tak apa jika mereka tak ingat sekarang hari lahirnya, tak apa jika mereka acuh padanya, setidaknya ia tau kalau ia masih di pedulikan

⚘⚘⚘⚘⚘

Aqila membuka helm dan sedikit merapikan jilbabnya yang kusut saat di parkiran kampus, diantara keluarga Bramadja yang lain hanya dirinya yang memakai jilbab karena sejak kecil ia sering di titipkan kepada kakek dan neneknya yang banyak mengajarkan ilmu agama padanya

Namun ia di buat bingung melihat keramaian mahasiswa di lapangan, karena seingatnya tak ada perayaan penting hari ini

"Permisi" ia menyapa mahasiswi yang kebetulan lewat disana

"Iya"

"Di lapangan ada acara apa ya?"

Mahasiswi tersebut seperti enggan menjawab seolah takut jawabannya menyakiti orang yang di depannya saat ini

"Emm i itu..."

"Kenapa?" Aqila semakin penasaran setelah melihat reaksi mahasiswi tersebut

"Kak Galang nembak Kak Reyna di lapangan"

Deg

"O oke, sekarang kamu bisa pergi" mahasiswi itu menunduk gugup dan meninggalkan Aqila di parkiran

Aqila menatap keatas langit, menahan air mata yang mungkin sebentar lagi akan jatuh, hatinya sakit saat tau ternyata orang yang disukainya lebih memilih adiknya

Tidak! sungguh ia tidak boleh menangis sekarang, ia harus kuat, Aqila menarik nafas dalam-dalam dan mengeratkan genggamannya pada plastik berlogo donat terkenal di dekat kampus mereka, ia bahkan rela mengantri hampir tiga puluh menit demi mendapatkan donat yang katanya terkenal itu

Ia tersenyum lirih, seharusnya hadiah itu diberikan kepada orang yang disukainya sebagai bentuk perayaan ulang tahunnya. Aneh bukan? Ia yang berulang tahun mengapa ia yang harus membeli hadiah? Mirisnya lagi orang yang dia sukai kini dengan berani menyatakan perasaan kepada adiknya sendiri dan tepat di hari ulang tahunnya

Daripada terus berperang hebat dengan batinnya, ia memilih keluar area kampus dengan berjalan kaki, lagi pula masih ada waktu tiga puluh menit lagi untuk bertemu dosen pembimbingnya, mungkin ia hanya terlalu bersemangat datang lebih awal untuk merayakan hari bahagia bersama orang yang disukainya

Langkah kakinya membawanya ke Panti Asuhan yang berjarak sekitar dua ratus lima puluh meter dari kampus, dilihatnya dari luar pagar panti nampak sekali tawa bahagia terpancar dari wajah anak-anak yang bermain disana

"Kakak?" Seorang anak laki-laki berseragam sekolah merah putih menyapa Aqila, sepertinya ia juga salah satu anak di panti ini

"Ya dek, kenapa?" Aqila berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan anak tersebut

"Kakak ngapain di luar? Kok nggak masuk?"

"Kakak cuma nggak sengaja lewat aja pas jalan-jalan, kebetulan jam kuliah kakak juga belum mulai"

"Kalau gitu ayo masuk ke dalam, mereka pasti senang ketemu kakak"

"Lain kali aja ya, kakak harus cepat kembali ke kampus, takut dosen datang" Aqila mengusap tengkuknya merasa tak enak

"Kalau gitu kenalin nama aku Kenzo, nama kakak siapa?" Anak laki-laki itu mengulurkan tangannya yang dibalas oleh Aqila

"Nama Kakak Aqila"

"Oke, Kak Aqila lain kali jangan lupa mampir ya" Kenzo melambaikan tangannya hendak masuk ke dalam tapi langsung di pegang Aqila

"Ini buat Kenzo, jangan lupa bagi sama adik-adik kamu ya, kebetulan hari ini hari ulang tahun kakak, jadi anggap saja kakak lagi bagi-bagi"

Aqila menyerahkan donat yang seharusnya untuk Galang tadi

"Makasih banyak ya kak, mereka pasti senang banget" Kenzo menerimanya dengan mata berbinar seolah baru menerima sesuatu yang besar

"dan selamat ulang tahun juga buat kakak semoga tahun ini semua harapan kakak dikabulkan sama Allah" Aqila tersenyum haru, Kenzo anak yang baru di kenalnya dialah orang yang pertama kali memberinya ucapan selamat di hari ulang tahunnya

Sebelum benar-benar pergi Aqila sempat melihat Kenzo menunjukkan plastik donat terkenal itu di hadapan adik-adik pantinya kemudian menunjuk kearah dirinya seolah memberitahu itu diberikan oleh dirinya

Aqila melambaikan tangan dan mengukir senyum manis saat melihat mereka melambaikan tangan ke arah dirinya

Melihat senyum bahagia di wajah mereka, Aqila ikut merasa bahagia, rasanya senang sekali bisa membuat orang lain bahagia walau dengan hal kecil sekalipun

"Gue tadi nggak bawa motor ya?" Aqila seperti orang bingung sesaat kemudian menepuk keningnya pelan dan segera beranjak pergi dari sana

⚘⚘⚘⚘⚘

Bab 2 : Mengalah lagi?

"Woy kemana aja lo?"

Baru menundudukkan dirinya di kursi Aqila langsung di semprot pertanyaan oleh Renata sahabatnya

"Jalan-jalan"

"Gila! Gue pikir lo ilang tau nggak, motor lo di parkiran tapi lo ngilang gitu aja, udah gitu kunci motor nggak dicabut lagi, ceroboh banget lo" Renata melempar kunci motor itu dan langsung ditangkap oleh Aqila

"Lupa" balas Aqila santai seolah tak ada beban

"Kasian lo, masih kecil udah pikun" cibir Renata

"Baru sekali doang elah"

"Sekali lo bilang? ini udah yang ke berapa kalinya, Santai bener lo ngomong, mentang-mentang keluarga sultan, tinggal minta aja pasti diturutin" Sadar atau tidak Renata kembali membuka luka di hati Aqila saat dirinya membahas masalah keluarga

Menyadari ekspresi Aqila yang murung setelah ia menyinggung keluarganya Renata memukul pelan mulutnya

"Sorry Qil, gue nggak maksud bahas kelurga lo kayak gitu, mulut gue emang suka keceplosan gitu, maaf ya"

"Udah lo santai aja, gue nggak papa kok" Aqila berusaha tersenyum agar sahabatnya itu tak merasa bersalah, tapi Renata yang sudah kenal sejak SMA dengan Aqila tau arti senyuman itu dan kata 'tidak apa-apa'

Senyuman palsu, hanya sebatas topeng untuk menutup kesedihannya. Renata bahkan tak pernah melihat air mata membasahi wajah sahabatnya itu, hanya senyum yang diberikan seolah dunia selalu baik-baik saja

"Lo kuat banget Qil, jujur kalau gue jadi lo, gue mungkin bakal jadi gila" Renata tanpa sadar meneteskan air matanya dan menggenggam tangan Aqila erat

"Kok lo nangis sih? Cengeng banget tau nggak?"

"Gue emang cengeng Qil, nggak kayak lo yang kuat"

"Udahlah Ren, hapus air mata lo bentar lagi dosen dateng tuh"

"Lo harus tetep percaya Qil, kalau Allah punya rencana indah buat lo, suatu saat mereka pasti mengerti"

"Iya gue tau Renata, gue tau Allah itu nggak tidur, ia pasti tau yang terbaik buat gue"

"Pokoknya lo jangan ngerasa sendiri, gue sebagai sahabat lo selalu siap 24 jam denger curhatan lo"

"Udah kayak UGD aja lo 24 jam" Renata tak membalas ucapan Aqila, ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, sebuah kotak kecil berwarna biru dengan pita warna senada yang indah diatas nya

"Selamat ulang tahun sahabatku yang kuat, semoga tahun ini lo bisa jadi lebih baik lagi dan harapan lo bisa terwujud" Renata memeluluk Aqila erat seolah menyalurkan kekuatan pada tubuh sahabatnya yang ringkih

"Lo emang sahabat terbaik gue Ren"

"Pasti hari ini gue yang pertama ngucapin ya? Dan mungkin cuma gue?" Terdengar menyakitkan tapi itu nyata, Renata sahabatnya dari SMA orang yang pertama kali memberinya ucapan selamat di hari kelahirannya dan kadang satu-satunya orang yang ingat ulang tahunnya

"Sayang nya lo yang kedua"

"Siapa yang pertama?" Renata menatap mata cokelat Aqila dengan serius, tidak mungkin keluarganya kan?

Peluang keluarga Bramadja mengingatnya hanya 0,001% dari 100% atau mungkin Galang? Hah tidak mungkin cowok br*ngs*k itu mengingatnya atau bahkan ia tak tau?, tadi pagi ia mendengar cowok itu menyatakan cintanya kepada adik sahabatnya, miris sekali nasib sahabatnya itu di hari ulang tahun bukannya bahagia ia malah mendapat hadiah seperti ini, ia tau betul bagaimana sesosok Aqila pertama kali jatuh cinta saat kegiatan OSPEK dengn salah satu panitia yang tak lain adalah Galang, namun cinta sahabatnya itu harus bertepuk sebelah tangan bahkan perjuangan Aqila tak pernah dihargai

"Rahasia"

"Nggak asik lo"

"Nanti lo juga bakal tau kok"

"Tapi..."

"Ssstt, Dosen dateng"

Pembicaraan dua sahabat itu terhenti saat dosen memasuki kelas, kelas yang tiba-tiba ramai mendadak sunyi apalagi dosen yang mengajar terkenal killer

"Hari ini kita kuis" ucapan yang keluar dari mulut sang dosen membuat mahasiswa kembali bersuara tak terima namun keputusan tetap tidak bisa diganggu gugat jika itu sudah keluar dari mulut Bu Maya si dosen killer

⚘⚘⚘⚘⚘

"Assalamu'alaikum" Aqila membuka pintu rumahnya saat matahari mulai tenggelam, sepulang kampus ia diajak Renata ke salah satu restoran pizza terkenal untuk merayakan ulang tahunnya

"Wa'alaikumussalam" Bik Inah yang menjawab salam, salah satu ART yang bekerja kepada keluarga Bramadja lebih dari lima belas tahun, jadi ia tau bagaimana kondisi nona mudanya yang satu ini

"Kok rumah sepi banget bik, yang lain kemana?"

"Tuan dan nyonya ada perjalanan bisnis ke luar kota"

"Kakak?"

"Biasa non sibuk sama kerjaan"

"Reyna juga belum pulang?"

"Non Reyna tadi sore di jemput sama pacarnya, katanya mau jalan-jalan" Aqila tersenyum miris dan mengangguk

"Kalau gitu Aqila masuk dulu bik"

"Nanti kalau butuh apa-apa panggil bibik ya"

"Pasti bik"

Langkah Aqila di tangga terhenti saat menyadari kakak keduanya, Daren juga turun dari tangga dengan terburu-buru sepertinya mendapat panggilan darurat, bukankah tadi Bik Inah bilang masih kerja? Itulah pertanyaan yang muncul di benak Aqila

"Kak Daren mau ke rumah sakit?" Aqila menyapa saat mereka berpapasan di tangga

"Hmm" hanya deheman yang ia berikan kepada Aqila bahkan tanpa menoleh sedikitpun, Aqila hanya berfikir positif mungkin saja pasiennya dalam keadaan darurat

🌸🌸🌸🌸🌸

"Sial... sial...sial" sepanjang koridor kampus tak henti-hentinya Aqila mengumpat, setelah subuh ia malah kembali tidur dan hampir melupakan kelas paginya hari ini

Brukkk

Karena terlalu fokus ia sampai tak sengaja menabrak seseorang di ujung koridor

"Aduh maaf ya maaf banget gue buru-buru" Aqila memungut bukunya yang jatuh berserakan sedangkan orang yang ditabraknya diam berdiri tanpa niat membantu

Dalam hati Aqila mengumpat sombong sekali, tapi ia tak menampik kalau ini juga salahnya

"Sekali lagi maaf gue buru-buru" ia menatap orang yang ditabraknya dan membuatnya berhenti sejenak

"Galang?"

"Caper lo" Bukan Galang yang mengatakan itu tapi temannya Bagas

"Trik apa lagi kali ini? Galang lebih milih adik lo ketimbang lo" Dika ikut menimpali dengan kata-kata pedasnya

"Mulai sekarang berhenti ganggu Galang lagi Aqila, lo harus ngalah demi kebahagiaan adik lo" Arya menepuk pundaknya pelan dan mereka berempat pergi meninggalkan Aqila yang menunduk disana

Lo sebagai kakak harus ngalah sama adik lo

qila harus ngalah ya sama Reyna

Aqila kasih Reyna ya, ngalah sama adiknya besok papa ganti

Aqila ngalah dulu ya, kakak janji besok nemenin Aqila ke toko buku

Kata-kata mengalah itu sudah kebal di telinga Aqila dari kecil, kata-kata yang sudah menjadi makanan sehari-harinya, dari kata itu ia membuat orang lain bahagia tanpa memikirkan hatinya yang terluka

"Mengalah? Lagi? Heh" Aqila tersenyum kecut dan segera pergi menuju kelasnya

⚘⚘⚘⚘⚘

Banyak Typo...🙏

Like, komen & Vote 🙏

Bab 3 : Felis Catus

Cuaca menjelang siang itu cukup terik, panas matahari mencapai suhu 35 derajat celcius, membuat keringat mengucur dengan deras, namun bagi orang yang sudah terbiasa panas seperti ini merupakan hal yang biasa bagi mereka

Aqila mengamati keadaan di sekitarnya dari kursi taman yang dekat dari perempatan lampu merah, jemarinya bergerak diatas kertas membuat gambar dari apa yang dilihatnya saat ini

Sebagai anak kuliah jurusan seni rupa, semua yang dilihatnya bisa menjadi sebuah seni yang bernilai tinggi

Saat lampu di perempatan jalan berubah menjadi merah, disanalah saatnya para pengamen dan pedagang keliling yang di dominasi oleh anak-anak beraksi untuk mulai bernyanyi dan menawarkan barang dagangan mereka

Panas matahari yang terik membuat keringat mereka berkucuran, aspal di jalan raya pun ikut memanas, seolah memanggang kaki mereka yang tak memakai alas sama sekali

Uang yang didapatkan mereka tidaklah banyak, jika dagangan mereka laku walau hanya sedikit mereka sudah menerima dengan rasa syukur

Tawa mereka lepas seolah tanpa beban, semangat dalam diri mereka membuat mereka mampu melakukannya, demi sesuap nasi untuk menegakkan tubuh yang ringkih, uang yang mereka dapat belum tentu membuat mereka makan dengan kenyang tapi hanya untuk menegakkan raga menjemput rizki yang telah dititipkan tuhan kepada mereka, demi untuk mengejar mimpi mereka yang ingin menjadi lebih baik dari pada kondisi mereka sekarang

Karena mereka percaya hidup ini berputar ibarat roda, mereka yakin suatu hari nanti usaha mereka saat ini tak akan sia-sia

"Kak Aqila mau beli tisu?" gerakan tangan Aqila yang memegang pensil terhenti mendengar suara anak perempuan berusia enam tahun menghampiri dirinya

"Kak Aqila mau satu" Anak perempuan itu tersenyum dan segera mengeluarkan tisu dari kantung plastik yang dibawanya

"Tabung kembaliannya buat beli perlengkapan sekolah" Anak perempuan itu tersenyum dan mengangguk dengan semangat

"Terima kasih kak Aqila"

Inilah salah satu alasan Aqila terkadang memilih ke kampus dengan jalan kaki atau naik angkutan umum, hanya sekedar untuk menyapa mereka dan membantu sebisa mungkin untuk meringankan beban yang dipikul mereka

BRakkk

Suara keras itu terdengar dari arah perempatan yang dekat dengan posisi Aqila saat ini, saat melihat orang mulai berkumpu dan kendaraan berhenti sesaat, ia segera memasukkan barangnya ke dalam tas dengan terburu

Ia mendekat dan membelah kerumunan orang-orang yang mulai ramai berkumpul untuk melihat kecelakaan yang baru saja terjadi

Dan terlihatlah disana, seorang anak laki-laki dengan seragam sekolah pramuka dan kepala yang mengeluarkan darah sampai membasahi jalanan

"Kenzo?" Aqila menutup mulutnya dan segera mendekat

"TOLONG CEPAT TOLONG BAWA KE RUMAH SAKIT"

Aqila rasanya ingin berteriak mengumpat orang-orang yang berkumpul disana, mereka lebih memilih mengeluarkan handphone untuk memideo dari pada mengulurkan tangan untuk membantu

"Ayo cepat saya antar ke rumah sakit" Laki-laki itu mengulurkan tangannya yang dibalas anggukan oleh Aqila

Ia segera mengangkat tubuh Kenzo yang tak sadarkan diri, tak peduli dengan pakaiannya yang kotor akibat noda darah yang masih mengalir dari kepala Kenzo

"Rumah sakit Bramadja" ucapnya kepada laki-laki yang mengenakan jaket hitam dan masker hitam untuk menutup wajahnya

Laki-laki itu mengangguk dan menjalan kan motornya dengan kecepatan tinggi, sekilas Aqila dapat melihat tulisan yang tertera di jaket orang itu 'Felis Catus' dan gambar kucing dengan taring yang terbordir indah

Aqila memutar memori otaknya, nama itu sangat tak asing di indra pendengarannya, Felis Catus nama ilmiah dari kucing

Ha

Ia mengingatnya, Felis Catus adalah salah satu geng yang terkenal di kalangan mahasiswa di kampusnya karena sikap bad boy dan ketampanan mereka yang dianggap diatas rata-rata

Sering tawuran, balapan liar, playboy itulah geng mereka, tapi kenapa harus kucing? kenapa mereka menyamakan diri mereka dengan binatang imut itu?

Lamunan Aqila yang memikirkan hal itu berhenti saat motor yang dikendarai mereka sampai di depan rumah sakit

Aqila yang panik segera membopong tubuh Kenzo ke dalam dan kebetulan saat itu ia melihat pamannya Radit berjalan keluar

"Paman tolong" Aqila berbicara dengan suara panik dan nafas tersengal-sengal akibat berlari

Radit terkejut melihat kondisi keponakannya yang seperti ini, dengan darah yang mengotori pakaian sampai jilbabnya

"Aqila kenapa?"

"Bukan Aqila, tapi Kenzo, cepat tolong dia paman"

"SUSTER SEGERA SIAPKAN BRANKAR!" perintahnya pada perawat yang ada disana

Tak menunggu waktu lama, apalagi ini adalah perintah dari dokter yang disegani sekaligus pemilik rumah sakit Bramadja

"Biarkan dokter yang akan mengobatinya" Radit mencegah tangan Aqila yang hendak ikut masuk ke ruang UGD

"Tapi paman..."

"Tidak ada orang lain yang diperbolehkan masuk kecuali perawat, dokter dan pasien" Aqila menghembuskan nafas panjang dan mendudukan dirinya di kursi tunggu yang ada di depan ruangan

"Dia siapa?" Radit bertanya dan ikut mendudukkan dirinya disamping keponakannya yang terlihat kacau

"Anak panti"

Radit adalah kakak dari papanya, keluarga Bramadja berfokus pada dua bidang yakni kesehatan dan bisnis, untuk bidang kesehatan di pegang oleh Radit yang saat ini sudah menyandang gelar dokter sub spesialis saraf, rumah sakit Bramadja juga sudah mempunyai sekitar sepuluh cabang di negara ini

Sedangkan untuk bisnis dipegang oleh ayahnya, yang berpangkat sebagai direktur perusahaan Bramadja, sama halnya dengan rumah sakit, perusahaan Bramadja juga sudah mempunyai banyak cabang dan bergerak di berbagai bidang industri seperti perdagangan, hotel, restoran dan lainnya

"Kamu sebaiknya pulang sekarang, keadaanmu sangat kacau" ucap Radit melihat penampilan Aqila yang dipenuhi noda darah, bahka beberapa orang yang lewat melihat dirinya dengan tatapan penuh pertanyaan, pasti mereka berfikir ia terluka

"Aku akan ke panti untuk memberitahu ibu panti dulu, untuk biaya administrasi..."

"paman yang akan mengurus hal itu" ucap Radit

"Baiklah aku ke panti dulu"

"Tidak usah" Aqila melihat laki-laki yang didepannya saat ini dengan alis mengernyit

"Lo siapa?" Mereka tak kenal bagaimana bisa laki-laki ini mengatakan hal itu

"Gue Naufal, yang bantu lo tadi" suara laki-laki itu terdengar dingin membuat Aqila terdiam sebentar, ternyata inilah ketua geng 'Falis Catus' yang sering menjadi perbincangan mahasiswi di berbagai sudut kampus, mulai dari kantin, kamar mandi, taman, lapangan, bahkan di dalam kelas saat dosen belum datang

"Bagaimana lo tau?"

"Gue mengenal mereka dengan baik, sebentar lagi ibu panti akan sampai disini" Aqila memilih percaya pada perkataan laki-laki ini, sama sekali tak ada raut kebohongan di wajahnya

"Baiklah, terima kasih sudah memberitahunya, gue pulang dulu" lagi dan lagi langkahnya terhenti saat laki-laki ini menarik lengan kemejanya

"apa lagi?"

"Seharusnya gue yang ngucapin makasih karena lo udah nolong anak itu, ayo gue anter pulang"

"nggak perlu, gue bisa cari taksi di depan"

"Jangan ngeyel, gue nggak akan tanggung jawab kalau mereka ngira lo kuntilanak yang baru bangkit dari kubur" laki-laki itu berlalu meninggalkan Aqila yang diam mencerna ucapannya, dia pikir laki-laki dingin itu tak bisa bercanda

.

.

.

Banyak Typo...🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!