NovelToon NovelToon

Terjerat Cinta Sang Pembalap

Desahan Dan Mobil Bergoyang

You're my angel

Angel baby, angel

You're my angel, baby

Baby, you're my angel

Angel baby

Seorang wanita cantik tampak fokus dengan sketsa desain busana di tangannya, mengabaikan nada dering panggilan telepon yang terus menguar ke seluruh ruang kerja. Ia bahkan tidak menyadari keberadaan sang sahabat yang baru saja datang dengan tatapan bertanya-tanya.

"Apa kau tuli?" sindir Monica keheranan seraya menelisik. Suara ponsel sedari tadi terdengar berisik, tapi Jesslyn seolah sama sekali tak terusik.

"Aku berniat mengangkatnya setelah menyelesaikan pekerjaanku. Kurang sedikit lagi," ucap wanita bernama Jesslyn, tanpa melepas atensi dari lembaran kertas dan pensil warnanya.

"Ck! Ponselmu sangat berisik. Seharusnya angkat dulu sebentar," gerutu Monica. Ia mendekati ponsel lalu memperhatikan tulisan yang menghiasi layar. "Jeaven meneleponmu."

"Benarkah?!" Jesslyn seketika mengabaikan pekerjaannya. Dengan secepat kilat ia meraup ponsel dari atas meja. Namun, gurat kecewa seketika menghiasi muka. Ternyata Rocky yang meneleponnya.

Sedetik kemudian Jesslyn melempar lirikan sinis kepada Monica yang tampak tergelak karena sukses mengerjainya. "Kau terlihat sangat senang," cebik wanita itu lalu menghempas kasar punggungnya ke sandaran kursi seiring dengan ******* kecewa. "Aku lupa kalau Jeaven belum pernah sekalipun menghubungiku terlebih dahulu," keluhnya.

"Angkat dulu teleponnya. Rocky itu kekasihmu semenjak 2 minggu yang lalu. Apa kau lupa?" saran Monica sekaligus mengingatkan.

Dengan tak bersemangat Jesslyn menggeser layar ponsel lalu menempelkan ke telinganya. "Hai, Rocky," sapanya dengan nada suara dibuat semanis mungkin, berbanding terbalik dengan mimik mukanya yang terlihat kusut.

"Sweety, kenapa lama sekali angkat teleponnya? Apa kau baik-baik saja?" tanya Rocky dari balik telepon.

Jesslyn seketika merasa tidak enak hati karena sikap perhatian Rocky kepadanya. Padahal jelas-jelas ia baru saja bersikap tak acuh dengan sengaja. Ya ... meskipun tindakannya itu tidak langsung ditunjukkan di depan mata.

Tergelak hambar, Jesslyn mencoba menutupi rasa canggungnya. "Aku baik-baik saja kok. Tadi perutku mulas, jadi ke belakang sebentar," kilahnya.

"Syukurlah kalau begitu." Rocky terdengar lega.

"Apa kau ingin menjemputku sekarang?" tanya wanita cantik itu.

"Sweety, hah ... aku menelpon karena ingin memberi tahumu kalau kali ini tidak bisa menjemputmu, aah. Maaf ya. Besok aku janji akan menjemputmu dan sekalian kita berkencan. Hmm ...."

Kening Jesslyn mengerut saat menyadari ada yang aneh dengan gelagat Rocky di balik telepon. "Bukan masalah. Aku bisa pulang bersama Monica. Tapi kau sekarang sedang ngapain sih? Suaramu seperti orang ngos-ngosan gitu," tanyanya dengan cepat.

"Ah, itu ... ahh ... aku baru saja--"

Tut! Panggilan tiba-tiba terputus.

"Sebenarnya dia kenapa sih?" Gerutunya sedikit kesal.

"Kenapa?" sela Monica yang bertanya.

"Tiba-tiba ia mematikan panggilan begitu saja. Hah! Sudahlah. Mungkin dia sedang sibuk."

"Kau terkesan tidak peduli," tuding Monica yang sudah berduduk santai di bibir meja kerja sahabatnya itu.

"Aku mencoba bersikap pengertian kepada pasangan," kilah Jesslyn lalu mendorong tubuh Monica agar berpindah. "Menyingkirlah. Pantatmu yang sebesar ban mobil truk sampah itu memenuhi mejaku."

"Ck! Aku hanya sedikit menambah busa di celanaku." Monica mengusap sayang pantatnya kemudian memilih duduk di kursi sebelah Jesslyn seraya melempar tatapan penuh arti. "Malam ini Jeaven baru saja pulang dari tour pertandingan musim MotoGP."

"Aku tahu itu. Dan kali ini aku tidak akan menemuinnya," ucap Jesslyn dengan tingkat kemantapan sempurna.

"Kau yakin?" Monica kembali menelisik. Terlihat gurat keraguan di wajahnya.

Monica sangat tahu, Jesslyn sudah sangat lama tergila-gila dengan pria super dingin dan langka senyum itu. Ia bahkan sering dibuat kerepotan demi memuluskan segala rangkaian rencana nekat sahabatnya itu.

Jesslyn mengangguk mantap. "Tentu saja. Ini juga salah satu alasan aku mengencani Rocky."

"Waah ... rupanya kau sudah menjadi waras sekarang." Monica meledek di sela tawanya.

"Asal kau tahu. Di dalam sini." Jesslyn mengetuk-ngetuk kepalanya. "Tidak akan pernah lupa dengan hinaannya kepadaku waktu itu."

Monica menjapit kedua pipi Jesslyn dengan sebelah tangan, kemudian mengamati wajahnya. "Bagaimana bisa Jeaven mengatakan kalau sahabatku yang cantik ini tidak laku di pasaran karena jelek?"

"Aku yakin matanya kemasukan kotoran burung saat mengendarai motor," celetuk Jesslyn seenak lidah.

Monica mengangguk dengan mimik serius. "Kali ini aku setuju denganmu."

Terharu, Jesslyn langsung memeluk tubuh Monica dengan kedua sudut bibirnya turun ke bawah. "Kau memang sahabat terbaikku."

"Tapi kau selalu saja merepotkanku dengan semua tingkah gilamu itu." Monica mendorong tubuh Jesslyn hingga pelukannya terlepas.

"Kau mau ke mana?" tanya Jesslyn melihat Monica yang sudah berdiri dan berjalan menuju pintu keluar.

"Pulang. Ikut tidak? Di luar mulai turun salju loh," tawar Monica sekaligus mengingatkan. Ia tahu betul sahabat kesayangannya itu sangat membenci salju terutama yang turun di malam hari. Itulah sebab, ia berada di sini sekarang, memastikan Jesslyn baik-baik saja.

"Tunggu! Aku juga akan pulang bersamamu." Jesslyn bergegas merapikan meja kerjanya. Dia sungguh tidak ingin pulang sendirian di saat turun salju.

Ketika banyak orang menganggap salju adalah gumpalan es putih yang indah, tapi lain ceritanya bagi wanita berlensa hanzel itu. Di sepanjang musim dingin, Jesslyn tidak akan berani keluar rumah sendirian. Harus ada orang lain yang menemani.

Di tengah rintikan salju tipis, Jesslyn dan Monica berjalan santai di bawah payung yang sama. Mereka tampak berbincang ringan dengan sesekali menyesap minuman hangat yang mereka beli belum lama.

Kali ini sepasang sahabat itu berniat pulang menggunakan bus kota. Mengingat beberapa saat yang lalu mobil Monica tiba-tiba mogok jadi mereka memilih berjalan menuju halte terdekat.

Langkah Jesslyn tiba-tiba terhenti saat melewati pinggiran sudut taman kota yang tampak gelap dan lengang oleh pengguna jalan. Sepasang netranya menyipit guna mempertajam pengelihatan.

"Ada apa?" tanya Monica yang juga ikut berhenti.

"Apa sedang ada gempa bumi?" Bukannya menjawab pertanyaan Monica, Jesslyn malah balik bertanya.

Monica seketika celingukan, memindai area sekitar lalu mengedikkan bahu. "Tidak ada tuh. Ada apa sih?!"

Jari dibawa menujuk ragu ke arah sebuah mobil yang terletak tidak begitu jauh dari ia berdiri. "Coba kau lihat di sana. Mobil itu tampak bergoyang-goyang. Bukankah aneh?" Jesslyn mulai dilanda rasa penasaran.

Aahh ... ahh ...!

Wanita itu seketika terkesiap dengan mulut yang sedikit menganga. "Apa kau mendengarnya barusan? Ada suara wanita menjerit seperti kesakitan. Wah! Ada yang tidak beres nih!"

"Hei! Kau mau ke mana? Biarkan saja!" ucap Monica setengah berteriak, berniat mencegah Jesslyn, tapi sahabatnya itu sudah berjalan duluan mendekati mobil bergoyang. "Ya Tuhan ... sebenarnya dia itu polos atau bodoh? Please! Kali ini jangan berbuat gila lagi." Ia langsung tepuk jidat.

Bersambung ~~

Hallo ... Nofi kembali...😁 senang bisa bertemu kalian lagi di karyaku yang ke-5 ini.

Jangan lupa tinggalkan like dan komen di setiap babnya ya. Please! Jangan melakukan boomlike seketika, karena itu bisa berpengaruh pada performa karya.

Vote dan gift juga bolehlah disumbangkan sebagai bentuk dukungan kalian🥰

Terima kasih🙏

Lop you💋

Menggrebek

Jesslyn terperangah saat suara jeritan wanita yang didengar tadi kian lama malah lebih menyerupai dessahan kenikmatan.

"Bodoh! Bisa-bisanya aku terkecoh dengan mudah. Aku kira itu suara wanita teraniaya." Ia merutuki dirinya sendiri.

"Hei! Ayo pergi dari sini. Jangan ganggu kesenangan orang." Monica berucap setengah berbisik seraya memukul gemas pundak sahabatnya yang telat mikir itu.

"Iya iya, aku tahu. Ayuk ah pergi."

Kaki yang sudah hampir melangkah pergi tiba-tiba terurungkan dan kembali terpaku di tempat semula. Pandangan Jesslyn tanpa sengaja terpaut dengan plat belakang mobil yang sangat ia tahu siapa pemiliknya.

"Jess?" Monica tampak keheranan menyadari raut wajah Jesslyn yang tiba-tiba memerah dengan suara gertakan gigi. "Oh tidak, jangan lagi ya Tuhan ...." Ia mulai cemas karena sudah bisa membayangkan hal gila apa yang akan terjadi.

Sementara itu di dalam mobil, sepasang manusia sedang bergulat panas. Ruang sempit seolah tak jadi penghalang kegiatan mereka.

"Hmm, Honey ... kalau bisa telurnya dimasukkan sekalian. Hmm."

"Mana bisa? Kau lucu sekali."

Sepasang anak manusia itu terkikik bersamaan.

Si pria terus bergerak di bawah tubuh si wanita yang sedang duduk di atasnya. Sepasang benda sintal sebesar pepaya Bangkok di depannya tampak naik turun bergelantungan.

Tok! Tok! Tok!

Aktivitas keduanya seketika terjeda saat kaca mobil mereka diketuk seseorang dari luar.

"Sial! Mengganggu saja! Sudah biarkan saja!" umpat si pria. Bahkan enggan mencari tahu siapa orang yang berada di luar.

"Honey, nanti mereka melihat kita."

"Tenang saja, kaca mobil tidak tembus pandang." Si pria kembali menggoyangkan pinggulnya.

Bug! Bug! Bug!

Ctek! Ctek! Ctek!

Keduanya terjingkat karena ketukan di kaca mobil terdengar lebih keras diiringi suara tarikan paksa handle pintu mobil dari luar. Beruntung pintu sebelumnya sudah terkunci. Kalau tidak, kalian pasti tahu sendiri apa yang akan terjadi.

Bug! Bug! Bug!

Ctek! Ctek! Ctek!

"Keluar kau bajingan!" teriak seseorang dari luar.

"Oh ****! Sebenarnya siapa sih di luar?!" Kali ini pria itu mencoba melengok ke arah luar jendela, mencari tahu siapa yang sudah mengganggu kesenangannya. Namun, pandangannya tak mampu menjangkau karena sosok di luar jendela terhalau badan mobil.

"Honey, aku takut." Si wanita meringkuk ketakutan, memeluk erat tubuh si pria.

Belum sempat sepasang anak manusia itu berbenah diri, lagi-lagi mereka harus dikagetkan dengan hal tak terduga.

Bruak! Bruak! Prank ...!

"Kyaaakk ...!"

Mereka langsung berteriak kala kaca jendela yang terletak tepat di sebelah setir pecah karena sebuah hantaman benda keras. Tidak lama setelah itu pintu mobil terbuka lebar, mempertontonkan tubuh polos keduanya yang masih bertumpang tindih di bangku depan kemudi.

Pria bernama Rocky itu seketika terkejut luar biasa saat mengetahui siapa orang yang sudah berbuat gila dengan merusak kaca mobilnya. Hasrat bercinta yang semula menggebu langsung pupus tak tersisa. Umpatan yang hampir tersembur kembali ditelannya. Nyali menciut seperti tikus got karena tatapan murka di depan mata.

"Jes-Jesslyn? A-aku bisa m-menjelaskan semuanya," ucap Rocky dengan tergagap bercampur malu. Sementara Jesslyn tampak berkacak pinggang dengan ekspresi berang disertai dengusan emosi.

"Apa yang mau kau jelaskan lagi hah?! Kau ingin bilang kalau kau tidak bisa menjemputku karena sedang bercinta dengan wanita lain? Atau kau ingin menjelaskan kalau burung pipitmu itu sangat gatal dan ingin di garuk dengan garpu?!" sembur Jesslyn, meluapkan amarahnya karena merasa dikhianati seraya menodong sebuah garpu yang entah sejak kapan ada di tangannya.

"Sweety, aku tidak sengaja melakukannya," kilah Rocky yang terkesan sangat tidak masuk akal.

Tergelak hambar, Jesslyn sungguh tak percaya. Alasan kekasihnya itu sungguh menggelikan telinga. "Tidak sengaja katamu?! Apa wanita ini tiba-tiba jatuh dari langit dan tidak sengaja menancapkan lubangnya di tombakmu! Yang benar saja." Ia kian berang.

Di sisi lain, Monica tampak tak melakukan apa-apa untuk menghentikan sahabatnya. Wanita itu sangat hafal, Jesslyn adalah tipikal makhluk jika semakin dicegah malah semakin menggila.

Ia hanya membawa sepasang mata untuk mengawasi lingkungan sekitar sambil berkomat-kamit, berharap tidak ada orang lain yang melihat. Sesekali masih sempat menyesap minumannya yang tak lagi hangat.

Kedebuk!

"Kyaaaakk ...!"

"Jesslyn!" pekik Monica saat melihat sang sahabat menarik paksa keluar pasangan mesum itu hingga terjatuh di tanah dalam keadaan tak berbalut benang sama sekali.

"Rasakan ini!" Jesslyn memukul kepala Rocky menggunakan sebelah highheel-nya secara bertubi-tubi.

"Sweety, ampun! Maafkan aku. Tidak akan kuulangi lagi!" Rocky mengiba belas kasihan Jesslyn. Namun, nyatanya hal itu sama sekali tak mampu meluluhkan hati sang kekasih.

"Sweety Sweety matamu! Berhenti memanggilku seperti itu! Jijik aku dengarnya!" Jesslyn masih terus memukuli tubuh Rocky yang masih dalam posisi memangku tubuh pasangan bercintanya tadi.

"Jesslyn, kau lah yang salah!" Rocky membela diri dengan sedikit berteriak, membuat pukulan Jesslyn seketika terhenti begitu saja.

Bersambung~~

Jangan lupa tinggalkan jejak like dan komen ya ... Vote dan Gift juga boleh dong disumbangin untuk Jeaven dan Jesslyn🥰

Terima kasieeeehh... lop you🙏😘

Jeaven Allison

"Jesslyn, kau lah yang salah!" Rocky membela diri dengan sedikit berteriak, membuat pukulan Jesslyn seketika terhenti begitu saja.

"Apa maksudmu? Kau yang berkhianat kenapa aku yang salah?!" sengit Jesslyn tidak terima.

"Aku tahu kau hanya menjadikanku sebagai alat saja, demi menarik perhatian Jeaven. Jujur aku kecewa. Lagian kau juga terlalu jual mahal ketika aku sentuh. Kau bahkan menamparku saat kucium, jadi jangan salahkan aku jika aku mencari kepuasan dengan wanita lain," jelas Rocky.

Lemas seketika, Jesslyn tidak mengira bahwa Rocky mengetahui niat awalnya menerima pria itu saat mengungkapkan cinta. Dan bahkan itulah alasan yang menjadi hantaman bomerang di hatinya.

"Aku ingin kita putus saja!" Ucapan Rocky sontak menggugah Jesslyn dari lamunannya.

Terus terang, meski tidak ada rasa cinta tapi Jesslyn tetap sakit hati. Dia dikhianati dan baru saja diputusin Rocky. Rasanya kini ia tidak punya harga diri.

"Ck! Kau yang dulu mendekatiku, lalu kau mengkhianatiku. Dan kini kau juga yang memutuskankanku. Apa aku tidak salah dengar? Dasar bajingan!" Jesslyn melayangkan satu pukulan ke Rocky lagi lalu mengenakan kembali sepatunya.

"Mon, kita pergi sekarang," ajak Jesslyn, berniat segera enyah dari hadapan pria yang beberapa detik resmi menjadi mantan pertamanya itu, sebelum amarah kembali menyembur dari ubun-ubun.

"Sudah selesai?" tanya Monica.

"Iya ayuk buruan pergi, sebelum ada yang lihat."

"Jesslyn!" panggil Rocky, mencoba menghentikan langkah Jesslyn.

“Apa?! Minta dipukul lagi?!" Jesslyn sudah bersiap melayangkan pukulan kembali tapi Rocky buru-buru bersuara untuk menghadang.

"Tolong bantu aku, kami berdua tidak bisa lepas," pinta Rocky menahan malu yang luar biasa hebatnya. Ternyata batang miliknya terjebak di lubang si wanita.

"Jess, please ...!" mohon Rocky sekali lagi saat Jesslyn masih terdiam, tampak enggan membantunya. Karena terjebak dalam kondisi kepepet, mau tidak mau ia harus menyisihkan harga dirinya kali ini.

"Jess, bantu dia. Kasian," bujuk Monica. Ia bahkan mendorong tubuh Jesslyn hingga kembali mendekati Rocky dan selingkuhannya.

"Hah! Yang benar saja." Jesslyn akhirnya memilih menuruti sisi kemanusiaanya, meski kedongkolan masih memenuhi ruang dada.

Jesslyn dan Monica sudah mengambil posisi untuk menarik tubuh si wanita dari pangkuan Rocky.

"Dalam hitungan ke tiga kita tarik yang kuat." Jesslyn mulai memberi aba-aba dan langsung mendapat anggukan mengerti Monica.

"Satu dua tiga!" Kedua wanita itu mulai menarik tapi belum berhasil.

"Sekali lagi. Satu dua tiga!"

Masih gagal.

"Apa kita potong saja burungnya?" ucap Jesslyn dengan ringan tanpa beban.

"Potong saja pakai garpumu tadi." Monica seolah mendukung saran gila sahabatnya.

"Lumayan, bisa ditancapkan di depan rumah sebagai penolak bala," celetuk Jesslyn yang membuat Rocky langsung bergidik ngeri dan berkeringat dingin.

"Tidak! Aku mohon jangan lakukan itu!" Rocky mengiba belas kasihan.

15 menit kemudian, Rocky dan pasangannya dibawa ke dalam mobil ambulan untuk ditangani langsung oleh pihak medis. Beberapa saat yang lalu, Jesslyn memutuskan untuk menghubungi pihak rumah sakit karena tak mampu membantu pasangan mesum itu terlepas.

"Kau kenapa lagi?" tanya Monica saat melihat raut sendu Jesslyn.

"Aku menyerah untuk jual mahal. Saat ini aku sangat merindukan Jeaven. Haruskah aku menemuinya saja?" Jesslyn tampak melangkah gontai dengan kepala tertunduk lesu.

"Sudah kuduga." Ia mengimbangi langkah Jesslyn lalu merangkul pundaknya. "Kau cukup menjadi Jesslyn yang kukenal. Kejarlah dia, perjuangkan cintamu. Aku aku selalu mendukungmu," ucapnya mencoba mengerti perasaan si sahabat.

"Kau memang yang terbaik selain mommy, daddy, dan kembaranku Jaeden."

"Biar aku yang menjadi saksi bagaimana kau meruntuhkan si gunung es Jeaven."

Sementara itu di belahan bumi lainnya.

Kulit berlapis keringat, berkilau di bawah pantulan cahaya lampu, mempertegas tonjolan otot tubuh yang terlihat seksi. Deru napas mengiringi setiap pergerakan panasnya di malam hari. Jeaven tengah fokus bermain dengan lat pulldown machine di ruang gym pribadi.

Seperti biasa, Jeaven sangat tekun melatih otot-otot tubuhnya, terutama pada bagian tangan dan bahu demi menjaga kekuatan dan stabilitas untuk memacu MotoGP yang memiliki berat setara dengan dua kali lipat pria dewasa.

Sebagai seseorang yang berprofesi sebagai pembalap motor dunia, pria tampan bermata elang itu akan mendapat cuti di akhir musim MotoGP selama 180 hari dalam setahun. Selepas dari itu, waktunya lebih banyak digunakan untuk berkeliling dunia guna mengikuti ajang balap motor bergengsi.

"Kenapa kau kemari? Sudah malam, beristirahatlah," tutur Jeaven kepada Jennis yang baru saja masuk ke ruangan, menghidupkan treadmill dan mulai berjalan di atasnya. Pria itu lantas menghentikan aktivitasnya lalu berjalan mendekati sang adik. "Kau bisa kelelahan," tuturnya kembali.

"Ayolah, aku hanya sangat bosan dengan tumpukan buku statistika dan hukum bisnis," protes Jennis kepada Jeaven.

Helaan napas terdengar keluar dari bibir Jeaven, seiring dengan gurat tidak suka di wajah tampannya. "Jangan buat orang lain menderita karena mencemaskanmu."

Jennis mengulas senyuman. "Aku tidak akan mati hanya karena berjalan di atas treadmill. Kau terlalu berlebihan, Jeav."

"Kau sudah minum obat?"

"Sudah."

"Kembalilah ke kamarmu."

"Aku ini pria dewasa berusia 21 tahun, tapi kau selalu memperlalukanku seperti anak kecil."

"Selamanya kau tetaplah adik kecilku dan harus mendengar ucapanku," tegas Jeaven lalu mematikan mesin treadmill tanpa meminta ijin Jennis terlebih dahulu.

"Sepertinya kau sangat takut aku mati kelelahan. Kalau aku mati harusnya kau senang karena bisa menjadi pewaris tunggal keluarga Allison."

"Teruslah berkata sampah jika ingin kurobek mulutmu."

Jennis tergelak melihat ekpresi serius Jeaven. Dirangkul pundak kokoh sang kakak lalu kembali berkata. "Aku berjanji akan hidup selama seribu tahun lalu berkembang biak, memberimu banyak keponakan. Kau tenang saja."

Mendengus geli, kelakar Jennis akhirnya sukses mencetak senyuman di bibir Jeaven. Meski senyuman itu hanya sebentuk garis tipis yang hampir tidak terlihat.

"Aku akan menyeretmu dengan motorku jika kau ingkar janji."

Lagi-lagi Jennis tergelak. "Kau pria mengerikan, tapi herannya Jesslyn sangat tergila-gila denganmu."

"Jangan bahas wanita gila itu di depanku," ketus Jeaven. Mengingat setiap tindakan di luar nalar Jesslyn, membuat ia menggerang frustrasi.

"Aku akan mengambilnya darimu jika kau tidak mau."

Bersambung~~

Jangan lupa tinggalkan jejak like dan komen ya ... Vote dan Gift juga boleh dong disumbangin untuk Jeaven dan Jesslyn🥰

Terima kasieeeehh... lop you🙏😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!