NovelToon NovelToon

MENIKAHI DEWI JUDI

1. Bertengkar Lagi

"Mau kemana lagi kamu?"

Surya gemilang menutup koran yang dia baca, dan beranjak dari tempat duduknya. Pria parubaya itu melepas kaca mata bacanya, dan meletakkannya diatas meja. Seperti biasa Lensi tidak menatap kearah wajah orang tuanya itu.

"Mau jadi apa kamu? tiap hari keluyuran, dan bergaul dengan orang yang tidak jelas itu. Kamu itu harus tahu diri kamu itu siapa. Kamu contoh dong adik kamu. Pintar, berprestasi. Papa kuliahin kamu, biar kamu jadi anak yang berguna dan bisa meneruskan usaha keluarga nantinya. Kalau begini caranya, jangan salahkan papa kalau perusahaan akan papa serahkan ke adik kamu,"

Surya dengan panjang lebar menceramahi Lensi. Ceramah yang sama, namun pada kenyataannya Lensi sudah tahu ending yang sebenarnya.

"Terserah!" ucap Lensi.

"Dasar pembangkang kamu! Apa kamu ingin melihat orang tuamu kena serangan jantung, baru kamu akan sadar ha?" hardik Surya.

"Sayang. Kamu jangan terlalu keras dengan Echi. Dia putri kita juga," ujar Marini.

"Iya pa. Kasihan kak Echi, jangan dimarahin terus pa," timpal Vega.

Lensi memutar bola mata dengan malas, saat mendengar drama yang membuatnya sangat muak.

Lensi melangkah pergi tanpa memperdulikan ucapan Surya ataupun pembelaan palsu dari ibu tiri dan adiknya itu. Pria itu selalu mengatakan malu, saat dirinya bergaul dengan orang-orang dari kalangan bawah, bahkan bergaul dengan orang-orang dari dunia hitam. Seolah-Olah takut kalau dirinya akan mencoreng nama keluarga. Tapi pada kenyataannya tidak seorangpun ada yang mengenalnya sebagai seorang putri dari Surya Gemilang.

Sejak Surya membawa Marini dan putrinya Vega, masuk kedalam rumah setelah ibunya meninggal. Perlahan tapi pasti sikap Surya berubah padanya. Vega dan dirinya hanya berbeda usia 1 tahun. Dan itu artinya Surya dan Marini sudah melakukan hubungan terlarang, sejak usia satu tahun pernikahannya.

Tidak ada yang tahu seberapa besar luka yang Lensi rasakan. Hidup selama 10 tahun dengan ibu tirinya, Lensi cukup mengerti sebatas apa dirinya dianggap penting di rumah itu.

"Berhenti! kamu dengar tidak papa bicara apa?" hardik Surya.

Lensi mengehentikan langkahnya kembali, namun tanpa melihat kearah Surya.

"Dasar anak kurang ajar. Kamu mau jadi gadis sampah? kamu jangan lupa , kamu sudah dijodohkan dengan Alex. Kamu jangan sampai membuat malu, dia bukan orang sembarangan," sambung Surya.

Prangggg

Lensi melangkah pergi dan sengaja menyenggol vas bunga dengan tangannya. Masih dia dengar, Surya memaki dirinya sedemikian rupa. Namun Lensi sama sekali tidak perduli dan tetap pergi untuk bertemu teman-temannya.

"Dasar orang tua brengsek! tidak cukup pilih kasih selama ini? sekarang masih ingin mengatur perjodohan untukku? kamu takut dipermalukan bukan? lihat saja, kamu akan tahu seperti apa rasa malu yang sesebenarnya," gerutu Lensi.

"Loe dimana?" Lensi yang nangkring diatas motor sportnya, tengah menghubungi Okta sahabat baiknya.

"Nuju lokasi." Jawab Okta sembari menaiki motor bututnya yang suaranya bisa membuat bangun mayat dalam kubur.

"Jangan lupa beli kartu Remi sekalian. Kacang kulit dan 4 botol bir," ujar Lensi.

"Siap. Jangan lupa ganti uangnya," ucap Okta dari seberang telpon.

"Sejak kapan aku nggak pernah ganti? dasar pelit," ujar Lensi.

"Ya harap dimaklum. Gue bukan anak pengusaha kayak loe. Duit loe bejibun,"

"Bejibun kepala loe. Kayak nggak tahu nasib gue aja loe," ucap Lensi yang dijawab kekehan oleh Okta.

Okta lah yang paling tahu, bagaimana Lensi diperlakukan oleh keluarganya. Sejak Lensi memutuskan untuk hidup sesuai gayanya sendiri, Surya menarik semua fasilitas yang dia nikmati selama ini. Termasuk ATM dan mobil. Uang saku yang harusnya dia dapatkan tiap bulan, sudah tidak pernah dia nikmati lagi karena sudah di sabotase oleh Marini dan putrinya. Dan tentu saja Surya tidak pernah tahu akan hal itu.

Satu-Satunya harta yang dia punya adalah motor sport hadiah ulang tahun dari ibunya. Yang dia dapatkan ketika usianya 17 tahun. Semua yang dia miliki hampir sudah dirampas habis oleh Ibu tiri dan putrinya. Mulai dari kamar pribadinya, barang-barangnya, termasuk kasih sayang surya padanya.

"Ah...akhirnya datang juga Dewi judi kita," ujar pak karman salah satu teman Lensi dimeja judi kelas teri.

"Okta belum datang pak?" tanya Lensi yang turun dari motor sportnya.

"Belum." Jawab pak karman.

"Nggak bawa minuman loe nyet?" tanya Riko.

"Nanti. Si beruk akan datang sebentar lagi." Jawab Lensi sembari meraih rokok dari jari Riko.

"Udah lecek nih kartu kita. Ganti baru dong," ujar Mawan.

"Okta akan bawa nanti." Jawab Lensi sembari menghisap rokok dalam-dalam, sebelum akhirnya menghembuskan asapnya di udara bebas.

"Suntuk banget muka loe nyet? bertengkar lagi ama bokap loe?" tanya Riko.

"Ya gitu. Orang tua cetakkan jaman siti nurbaya masih aja mau jodohin gue." Jawab Lensi.

"Emang sama siapa sih? kamu jangan mau kalau dijodohin sama aki-aki tua, atau sama perjaka buluk. Kita nggak rela kamu secantik ini dapat perjaka buluk atau aki-aki bangkotan," tanya pak Karman.

"Nggak tahu. Katanya sih pengusaha." Jawab Lensi.

"Pengusaha apaan? kayak bokap loe pengusaha gede aja. Bokap loe cuma peternak lele, paling calon laki loe cuma usaha ternak mujaer," timpal Riko.

"Ho'oh Dew. Mending loe kawin ama sih Riko dah. Dia kan punya kebon jengkol banyak. Sama aja jadinya, loe dapat juragan jengkol dari kampung kucrut," ucap Mawan.

"Ogah ah kawin ama loe nyet. Bisa-Bisa hasil dagangan gue, loe pakai buat judi. Bangkrut gue ntar," ujar Riko.

"Yey...sialan si musang kalau ngomong. Gue juga kagak selera ama elu. Mulut loe nah jigong jengkol semua. Lagian ya, gue judi juga kagak pernah kalah. Emang loe yang bego kalah muluk?" ucap Lansi sembari melempar puntung rokok yang mengenai lengan Riko.

"Aduhhh...sakit nyet. Ganas amat," ujar Riko sembari mengelus lengannya.

"Pokoknya loe pada bantuin gue, buat kabur dari perjodohan itu," ucap Lensi.

"Kabur bagaimana Dew? kalau ketahuan bagaimana? bisa di gorok loe ntar ama bokap loe," tanya Pak Karman.

"Kagak bakalan ketahuan. Pokoknya saatnya tiba nanti, kalian akan gue hubungi. Gue bayar deh loe semua." Jawab Lensi.

"Bayar berapa? ogah kalau cuma ceban. Ceban cukup gue jual jengkol sekilo," tanya Riko.

"Ya elah perhitungan amat loe. Gue janji akan bayar loe pada 5 jeti satu orang." Jawab Lensi.

Brakkkkkk

Pak Karman menggebrak meja, hingga membuat Lensi dan teman-temannya mengelus dada karena terkejut.

"Apaan sih pak? jantungan ini?" tanya Riko.

"Setuju. Janji ya Dew? duitnya bisa bapak pake buat daftar sekolah si Djalu noh," ujar pak Karman.

"Dewi dipercaya. Kalau gue mah sama sekali kagak percaya. Duit darimana dia?" tanya Riko.

"Eh? benar juga. Loe dapat duit dari mana Dew buat bayar kita?" tanya pak Karman.

"Tunggu sampai waktunya tiba. Nanti gue akan bayar sehari sebelum acara." Jawab Lensi.

"Nah...kalau itu baru gue setuju," ucap Riko yang langsung dapat cebikkan bibir dari Lensi.

2. Kalah Maning

Trotototot

Tot

Tot

Suara bising dari motor Okta sudah terdengar meski dari jarak 200 meter. Wajah Okta cengar cengir dari kejauhan, karena dirinya tahu kalau dia sudah terlambat hampir 1 jam lamanya.

"Jangan pada ditekuk begitu dong. Biasa ini laki gue mogok di tengah jalan. Maklum kurang service diye," ujar Okta setelah mematikan mesin motornya yang berisik.

Riko menghampiri Okta dan meraih botol minuman dan kacang kulit yang dibawa gadis itu. Sementara itu Lensi tengah berbaring telentang sembari menyilangkan salah satu kaki dilututnya.

"Duduk napa si Dew? kayak udah nggak punya pinggang aja loe," ujar Okta sembari melempar sebungkus kacang kulit diatas perut Lensi.

"Loe kelamaan. Jadi pada ngantuk ini," ucap Lensi.

"Tenang. Gue bawa permen kopi biar melek," ujar Okta sembari memperlihatkan sebungkus permen kopi pada teman-temannya.

"Ah...gue kira apaan. Kagak menpan kali Ta," ujar Riko.

Bukkkk

Okta sedikit melempar sekotak kartu diatas meja, sembari dirinya duduk disalah satu sudut meja.

"Udah. Jangan kebanyakan bacot. Pokoknya malam ini adalah malam kekalahan kalian semua. Gue yang bakal menang. Taruhan kita naikkan menjadi 200 ribu," ujar Okta.

"Widih...lagi banyak duit loe Ta? biasanya juga cuma sanggup ceban," tanya Riko.

"Ho'oh. Celengan emak lagi loe bedel?" tanya pak Karman.

"Enak aja. Itu udah seminggu yang lalu." Jawab Okta.

"Jadi celengan siapa lagi?" tanya Mawan.

"Celengan adik gue." Jawab Okta.

"Dasar mpok durhaka loe," ujar Riko.

"Celengan adek gue ini, bukan adek elu tong." Jawab Okta.

"Ya udah cepat bagikan kartunya," ujar Lensi.

Riko mulai mengocok kartu selama hampir 10 detik. Sebenarnya Lensi sama sekali tidak tertarik lagi bermain judi dengan uang kecil seperti sekarang ini. Hanya saja dia menemui teman-temannya karena ingin menghilangkan rasa suntuknya. Saat ini dia tengah gila main judi secara online. Judi yang tengah digandrungi banyak orang. Bahkan Lensi selalu memenangkan judi online puluhan juta dalam dua hari sekali.

Tap

Tap

Tap

Riko mulai membagikan kartu diatas meja. Semua orang meraih kartu yang sudah dibagikan, dan melihat peruntungan selanjutnya. Ada yang memegang dagu, ada yang melintir kumis, dan ada yang menggaruk-garuk kepalanya.

Tap

Tap

Tap

Tap

Satu persatu mereka perang kartu, dengan mengeluarkan berbagai ekspresi. Hanya Lensi yang tidak pernah mengeluarkan ekspresi apapun tiap kali dirinya bermain judi.

"Ah...kartu semprul. Jelas kalah ini mah," ujar pak Karman yang menyerah dan lansung melempar kartunya diatas meja.

"Ho'oh. Apes mulu," disusul Mawan.

Tinggallah Riko, Lensi dan Okta yang masih bertahan dengan pertarungan sengit.

"Sialan. Kalah maning," Riko menyerah sembari menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

"Jangan banyak bacot. Keluarin duit loe pada. Malam ini gue Dewi judinya," ujar Okta.

"Mimpi aja di gedein," ucap Riko sembari merogoh uang 200 ribu dari kantong celananya.

"Kalau kalah nangis nggak nih?" tanya Lensi.

"Malam ini loe yang kalah." Jawab Okta.

"Ya udah keluarin aja semua kartu loe," ujar Lensi.

Pakkkk

Lensi mengeluarkan kartunya diatas meja. Mata Okta terbelalak saat melihat jenis kartu yang Lensi keluarkan. Tentu saja dirinya kalah telak.

"Sial. Kok bisa sih Dew? loe curang ya? pasti loe nyumputin kartu lain dibadan loe ya?" tanya Okta tak terima.

"Sembarangan loe. Kalah ya kalah aja." Jawab Lensi.

"Ho'oh Ta. Kali aja diputaran kedua loe menang," timpal Mawan.

"Hufftttt...dua ratus ribu lagi," ujar Okta yang penasaran.

Sementara itu Lensi mencium uang 800 ribu dari teman-temannya.

"Lumayan nih buat top up ntar malam," ujar Lensi sembari terkekeh.

"Loe maen online juga nyet?" tanya Riko.

"Oh ya iya dong. Main receh cukup sama kalian saja." Jawab Lensi dengan sombongnya.

"Pernah menang Dew?" tanya Pak Karman.

"Nggak pernah kalah." Jawab Lensi.

"Berapa banyak duit yang sudah loe manangin?" tanya Mawan.

"Seratus juta lebih." Jawab Lensi.

"Apa???" Okta dan kawan-kawan terjengkit kaget.

Hap

Okta merampas uang 800 ribu dari tangan Lensi.

"Woy...duit gue itu," ujar Lensi.

"Duit loe apaan? teman Dzolim loe. Loe itu berarti bukan lawan kita-kita. Beraninya loe nindas kaum teri kayak kita. Sono mainnya ke klub Casino," ucap Okta.

"Ho'oh Dew. Loe punya kemampuan gitu harusnya main sama pemain kelas kakap dong. Jangan main sama ikan ****** kayak kita," timpal Pak Karman.

"Jadi nggak Sah ya permainan yang tadi? kita main ulang kalau gitu," ujar Riko.

"Setuju." Jawab Karman.

"Dasar nggak sportif loe pada. Masak gue cuma liatin kalian main kayak kambing congek?" tanya Lensi.

"Sana top up. Loe bisa main sembari nungguin kita," ujar Riko.

"Ah...sialan bener-bener deh," ujar Lensi.

Lensi beranjak dari duduknya, dan pergi ke salah satu mini market buat top up dana salah satu aplikasi perjudian di ponselnya. Namun saat dia akan kembali ke pondok tempat temannya berkumpul, ditengah jalan dirinya melihat sebuah mobil yang di cegat oleh beberapa preman.

Tap

Tap

Tap

Bagh

Bugh

Bagh

Bugh

Seorang pemuda di keroyok, sementara seorang ibu-ibu menjerit ketakutan di dalam mobil.

Hap

Tap

Tap

Tap

Lensi menangkis serangan salah satu preman yang akan menusuk pemuda itu dengan pisau.

Zrassssss

Tangan Lensi terkena sabetan pisau. Darah mengucur dari lengannya.

Tap

Tap

Tap.

Bagh

Bugh

Bagh

Bugh

"Ahhkkkhh...." salah seorang preman tangannya dipelintir oleh Lensi.

"Anak buah siapa loe?" bisik Lensi.

"Bos Arman." Jawab pria dewasa itu.

"Bilang sama dia. Lensi yang gagalin usaha kalian. Yang kalian rampok tunangan gua," ujar Lensi asal.

"Baik." Jawab Pria itu.

Lensi melepaskan orang itu, dan preman itupun memberikan kode pada teman-temannya agar segera mundur.

Lensi segera menaiki motor sportnya, pemuda yang dia tolong pun berusaha memanggilnya.

"Tunggu!"

Namun Lensi sudah menghilang dikegelapan malam.

"Masya Allah. Siapa gadis itu? dia tadi terluka di lengannya karena menahan pisau yang akan menusukmu," ujar Aisyah.

"Alhamdulillah umi. Mungkin itu adalah bentuk pertolongan Allah, sehingga kita dijauhkan dari balak."

"Ya Allah. Kasihan sekali dia. Dia pasti kesakitan sekarang. Kita bahkan belum sempat berterima kasih sama dia," ucap Aisyah.

Mata pemuda itu kemudian tertuju pada satu benda yang tergeletak di tanah. Sebuah kalung indah milik Lensi yang terjatuh saat bertarung. Sebuah kalung pemberian ibunya sebelum meninggal.

"Apa itu milik gadis tadi?" tanya Aisyah.

"Sepertinya iya."

"Kalau begitu simpanlah. Jika memang itu rejeki dia, pasti akan kembali lagi pada tuannya," ujar Aisyah.

"Iya."

Pemuda itu menggenggam erat kalung itu. Namun sangat disayangkan, dirinya tidak mengingat dengan jelas wajah gadis yang sudah menyelamatkan nyawanya itu.

3. Pahlawan Kemalaman

"Akhh...."

Lensi melengguh kesakitan saat tiba di pondok tempat teman-temannya bermain. Melihat ada darah di lengan Lensi, sontak teman-temannya melepaskan kartu dan menghampiri Lensi secara bersama-sama.

"Dew. Loe kenapa?" tanya Okta.

"Ho'oh Dew. Loe jatuh dari motor?" tanya Karman.

"Darahnya banyak Dew. Kita kerumah sakit aja ya?" tanya Mawan.

Lensi melepas jaket hitamnya. Beruntung Lensi mengenakan jaket saat kejadian itu. Kalau tidak mungkin luka yang dia dapatkan akan lebih dalam lagi.

"Yah...kulit mulus si Dewi jadi belang Dew," ucap Riko.

"Lagian kok lukanya mirip kena senjata tajam Dew? loe abis berantem?" tanya Okta sembari menuangkan betadine diatas kapas yang sempat Lensi beli dari Apotik.

"Gue nolongin orang kena rampok tadi. Rupanya anak buah bang Arman dia." Jawab Lensi.

"Lagian loe kayak pahlawan kemalaman. Biasanya juga cuek aja," ujar Riko.

"Ho'oh. Loe selalu bilang kalau itu siklus kehidupan. Dimana yang kuat selalu menindas yang lemah. Kaum bawah selalu kalah dengan yang berkuasa," timpal Mawan.

"Soalnya gue lihat ada seorang ibu di dalam mobil itu. Gue cuma ingat nyokap gue saat kecelakaan mobil 10 tahun yang lalu. Wajahnya ngingatin gue dengan almarhum nyokap." Jawab Lensi dengan wajah sedih.

Teman-Teman Lensi diam seketika. Mereka tahu, kisah paling sedih yang dialami Lensi, saat ibunya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Meskipun mereka tidak tahu, Lensi berasal dari kalangan apa.

"Tindakkan yang benar itu. Iya kan? iya kan teman-teman?" Riko mengedipkan mata kearah teman-temannya.

"Iya betul itu Dew. Nyokap loe pasti bangga punya anak baik kayak loe," timpal Karman.

Mengingat ibunya, Lensi spontan ingin memegang kalung pemberian ibunya yang biasa bertengger di lehernya. Namun wajahnya mendadak panik, saat kalaung yang ingin dia pegang tidak ada lagi dilehernya.

"Kenapa Dew? lengan loe sakit?" tanya Okta yang melihat wajah Lensi mendadak pucat.

"Kalung gue kemana ya? astaga, pasti jatuh saat bertarung tadi nih," ucap Lensi seraya bangkit dari duduknya.

"Eitttt...loe mau kemana?" hadang Okta.

"Mau cari kalung gue. Itu sangat penting. Itu pemberian dari nyokap soalnya." Jawab Lensi yang mendorong Okta kesamping.

"Kagak bisa. Loe pergi kudu ditemani. Gimana kalau terjadi sesuatu sama loe?" tanya Okta.

"Ho'oh Dew. Gue yang bakalan boncengin loe," ujar Riko sembari menggeser Lensi agar duduk dibagian belakang motor.

"Hati-Hati Rik," ujar Okta yang khawatir.

Riko dan Lensipun mendatangi tempat kejadian. Namun sama sekali tidak menemukan kalung itu. Wajah Lensi jadi murung dan bersedih.

"Kenapa Dew? nggak ketemu ya?" tanya Okta saat melihat Lensi datang dengan wajah sedih.

Lensipun menggelengkan kepalanya dengan tangan mengurut keningnya.

"Emang nggak ada kalung mirip seperti itu Dew? kalau ada kita bisa ikut patungan beli kok. Iya kan teman-teman?" tanya Mawan.

Lensi menggelegkan kepalanya. Dia bingung harus menjelaskan pada teman-temannya. Karena kalung itu memang satu-satunya di dunia. Kalung yang di design oleh ibunya, karena memang ibunya seorang designer perhiasan.

Dan satu lagi yang teman-temannya tidak tahu, tentang harga kalung itu. Seandainya mereka tahu, mungkin mereka akan ikut menangis 7 hari 7 malam.

"Gue cabut ya? mungkin seminggu kedepan gue nggak kumpul dulu, sampai luka gue sembuh," ujar Lensi.

"Gue antar aja ya Dew?" tanya Riko.

"Nggak usah. Nggak separah itu kok." Jawab Lensi sembari nangkring diatas motor sportnya.

Lensipun pulang menembus malam. Saat dirinya tiba di rumah, waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Namun naas, saat dirinya membuka pintu. Surya sedang berada di ruang tamu sembari bermain ponsel bersama Marini.

"Masih ingat pulang kamu? sudah jam berapa sekarang? kamu itu anak gadis dari keluarga Gemilang. Apa pantas berprilaku seperti ja**ng di luar sana? kamu benar-benar mau mempermalukan orang tua ya?" hardik Surya.

"Bikin malu apa sih pa? nggak ada yang tahu kalau aku ini anak dari Surya Gemilang pengusaha kaya raya itu. Mereka hanya tahu Vegalah putri papa. Papa sadar nggak sih kalau selama ini papa sudah pilih kasih?" tanya Lensi yang untuk pertama kalinya meluapkan rasa kesalnya.

"Pilih kasih apa maksudmu? kalian aku kuliahkan di universitas yang sama. Jurusan yang sama. Jangan menyalahkan orang lain, karena otakmu yang tidak mampu. Vega berhasil masuk ke Gemilang Group karena dia memang layak. Kalau kamu mau, kamu tunjukkan kemanpuan kamu," ucap Surya.

Tanpa Surya tahu, Marini tersenyum puas dari balik punggung pria itu.

"Kalau begitu papa tidak perlu repot-repot menyuruhku buat masuk keperusahaan itu. Karena dari sudut pandangku, aku menang tidak layak untuk bergabung disana."

"Lebih baik papa dukung saja putri kesayangan papa itu. Jangan hiraukan aku yang akan menjadi apa dimasa depan. Karena sejak awal aku memang tidak pernah diarahkan untuk masuk kesana, papa hanya perduli dengan Vega saja." Jawab Lensi.

Surya melirik luka pada lengan Lensi, dan tersenyum sinis kearah putrinya itu.

"Kamu boleh melakukan apapun sesuka hatimu setelah menikah nanti. Tapi untuk sekarang papa mohon jaga sikap kamu. Keluarga Alex orang yang sangat perfeksionis. Mereka pasti nggak mau nerima menantu yang urakkan seperti ini," ujar Surya sembari menilai putrinya dengan tangannya.

"Maaf pa. Aku punya pilihanku sendiri. Aku nggak suka di jodohin." Jawab Lensi.

"Siapa yang kamu maksud? salah satu teman berandal kamu itu?" tanya Surya.

"Itu urusanku." Jawab Lensi yang langsung meninggalkan Surya di ruang tamu.

Tanpa Surya tahu, air mata Lensi sudah merebak saat gadis itu menaiki tangga rumahnya. Lensi sangat kecewa pada Surya yang sama sekali tidak perhatian lagi padanya, padahal dia tahu saat ini Lensi tengah terluka ditangannya. Lensi ingat betul, sikap Surya akan berbeda saat melihat Vega terluka karena tertusuk jarum kala itu. Pria parubaya itu sangat mengkhawatirkan putri dari hasil perselingkuhannya itu.

"Ma. Echi kangen mama. Hikz...." Lensi terisak sembari memeluk pigura mendiang ibunya.

Karena lelah menangis, ditambah efek minum obat. Lensipun jatuh tertidur.

*****

"Ssstttt"

Lensi merasakan perih pada lukanya. Dirinya lupa, seharusnya luka pada lengannya itu belum boleh terkena air atau sabun terlebih dahulu. Luka itu memang tidak begitu dalam, tapi lukanya lumayan panjang. Sekitar 7 senti dari pangkal lengannya.

Tring

Tring

Tring

"Ya?"

"Gimana dengan luka loe?" tanya Okta.

"Mulai sedikit membengkak." Jawab Lensi.

"Loe ke dokter gih. Takutnya infeksi. Terlebih takutnya ada racun di pisau itu," ujar Okta.

"Kayaknya nggak. Efek terkena pisau beracun tidak seperti ini," ucap Lensi.

"Apa saat pulang loe dimarahin lagi?" tanya Okta.

"Biasalah.Tapi mungkin dia akan senang, karena seminggu ini aku bakal diam di rumah. Tinggal ibu tiriku dan adik tersayangku yang akan blingsatan nantinya." Jawab Lensi.

Okta terkekeh. Dia tahu betul apa yang Lensi maksud. Karena setiap Lensi berada dirumah, ibu tiri dan adiknya akan memainkan drama yang menyedihkan bagi Lensi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!