NovelToon NovelToon

Anindirra

Chapter 01

Anindirra keluar dari ruangan Dokter Hendra dengan tubuh yang lemas. Ia berjalan ke arah taman rumah sakit. Tungkai lututnya gemetar seperti tak kuasa menahan bobot tubuhnya. Ia Duduk di bangku taman dengan pikiran yang kacau. Ia bingung harus bagaimana.

Anin tertunduk memejamkan mata. Ia menarik nafas panjang. Mengisi penuh paru-parunya dengan udara. Membuangnya kembali dengan perlahan mengurai sesak yang menghimpit dadanya.

"Kemana aku harus mencari uang sebanyak itu? Uang itu tidak sedikit. Aku hanya mampu menyisihkannya sedikit untuk berobat alea dari gajiku tiap bulannya. Sisanya untuk kebutuhan hidup sehari-hari." Anin bermonolog.

Mata indah itu mengembun, menetes mengeluarkan air mata yang tidak bisa di tahannya. Ia menangis menumpahkan kesedihannya. Ia tidak punya siapapun selain ibunya sebagai sandaran

Dokter Hendra menjelaskan dengan sangat detail kondisi jantung Alea yang mengalami Congenital Hear Disease. Ataw biasa di sebut kelainan pada struktur dan fungsi jantung yang sudah ada sejak lahir. Jika tidak segera di lakukan tindakan dapat mengganggu aliran darah ke jantung.

Waktu yang di berikan hanya seminggu kedepan. Alea harus segera menjalani operasi. Jika tidak segera di lakukan Akan berakibat fatal untuk kesehatannya. Nafasnya sewaktu-waktu akan terganggu. Bahkan terhenti. Dan pihak rumah sakit tidak bisa menetapkan jadwal operasi kalau belum ada pembayaran ke bagian administrasi.

Hampir seminggu Alea menjalani perawatan. Anin memutuskan membawa Alea menjalani perawatan di Rumah Sakit ternama setelah Alea tidak sadarkan diri saat bermain. Anin sadar membawanya berobat ke rumah sakit ternama akan membutuhkan biaya yang cukup banyak.

Karna keterbatasan biaya Alea telat mendapatkan penanganan medis sedari bayi. Setelah Anin bekerja di perusahaan besar Anin baru mampu membawa Alea berobat ke Rumah Sakit. Sebelumnya Anin hanya membawa Alea ke salah satu Puskesmas yang berada wilayahnya tidak jauh dari rumahnya.

Flashback

"Berapa total biayanya Dokter?"

"Sekitar 200 juta Nona... Sudah termasuk biaya kamar selama Alea dalam perawatan. Untuk lebih jelasnya Nona bisa tanyakan ke bagian Administrasi." Dokter Hendra menjelaskan.

"Baik, Dokter, akan saya usahakan secepatnyanya. Tolong. Berikan pengobatan yang terbaik untuk Alea." Anin keluar dari ruangan Dokter Hendra dengan tubuh lemas dan pikiran yang kacau.

*

*

Anindirra wanita cantik berumur 27 tahun. Wanita sederhana dari keluarga biasa anak dari pasangan Rahmawati dan Diryawan. Saat usianya 12 tahun Ayahnya meninggal karna kecelakaan kerja. Dan ketika usianya 23 tahun Suaminya pergi meninggalkankannya.

Mengeluarkan ponsel dari dalam tas Anin menghubungi beberapa kontak teman-temannya. Berharap dari mereka ada yang bisa membantunya. Tapi sayangnya tidak ada satupun dari mereka yang bisa membantu dengan berbagai macam alasan. Nomor terakhir yang bisa di hubunginya adalah nomor kontak Dewi teman sekantornya.

Mengingat hubungannya yang kurang baik dengan mantan Ibu mertuanya. Anin tidak mungkin meminta bantuan kepada mantan suaminya. Apa lagi status Andre yang telah menikah kembali.

Empat tahun yang lalu saat Alea berumur tiga bulan. Ia bercerai dengan Andre atas keinginan orang tua Andre. Karna dari awal pernikahan tidak ada restu dari keduanya.

Anin di anggap tidak pantas dan tak selevel mendampingi anaknya. Apa lagi status sosial mereka yang berbeda. Kedua orang tua Andre sudah memilihkan calon untuk Andre dari sebelum mereka menikah. Perempuan terpelajar dari keluarga berada.

"Halo... Dewi, maaf. Aku ingin meminta bantuanmu?" Anin sedikit ragu megutarakannya.

"Ya An, ada apa? Apa terjadi sesuatu?" Dewi bertanya.

"Emm... Tidak Wi, aku... Sedang membutuhkan uang saat ini. Bisakah kamu meminjamkannya?"

"Berapa yang kamu butuhkan An? Mungkin kalau hanya satu ataw dua juta aku ada. Tapi kalau kamu butuh banyak... Maaf. An, aku tidak punya. Uang tabungan ku sudah terkuras habis. Bulan kemarin sudah aku kirimkan ke orang tuaku untuk renovasi rumah di kampung."

"Ya, Wi... Tidak apa-apa. Maaf, sudah mengganggu waktumu."

"Tidak masalah Anin, jangan sungkan. Kita ini berteman kan? Tapi, kalau aku boleh tau apa masalahmu? Kenapa mendadak sekali membutuhkan pinjaman. Dan, berapa uang yang kamu butuhkan An?"

"Untuk pengobatan Putriku, Wi. Alea harus segera menjalani operasi. Dokter hanya memberikan waktu seminggu, dan total yang aku butuhkan sekitar dua ratus juta."

"Ya ampun An! Bahkan tabunganku pun belum sebanyak itu." Dewi terkejut. "Aku turut prihatin dengan masalahmu An. Oh, ya. Kenapa tidak kamu coba mengajukan pinjaman ke perusahaan?" Dewi memberikan saran.

"Apakah boleh? aku hanya karyawan kontrak. Masa kontrak kerja ku masih lama, sekitar enam bulan lagi. Bukan kah, setelah menjadi karyawan tetap baru di ijinkan mengajukan pinjaman?"

"Apa salahnya di coba dulu. Kamu tidak akan tau kalau belum mencobanya.

Besok pagi kamu menghadap Bu Ranti kepala bagian keuangan."

Anin menutup pangillan telfonnya setelah pembicaraannya selesai. Ia menaruh kembali ponselnya ke dalam tas. Tidak terasa sudah dua jam ia berada di taman. Cuaca sudah mulai mendung. Anin bangkit dari duduknya. Ia melangkahkan kakinya kembali ke ruang perawatan Alea.

Klekk

Pintu ruangan di buka dengan perlahan. Di lihatnya Alea sudah tertidur pulas dengan tangan kiri memeluk bonekanya.

"Bagai mana An, apa kata Dokter Hendra?" Bu Rahma bertanya dengan wajah cemas.

"Alea harus segera dioperasi Bu. Kondisinya semakin buruk." dengan tersenyum yang di paksakan Anin berusaha tegar di depan ibunya. "Ibu tidak usah khawatir Anin akan secepatnya mencari pinjaman"

"Oh, ya tuhan... Membayangkannya saja Ibu tidak tega. Alea masih terlalu kecil untuk merasakan kesakitan ini.

Maafkan Ibu Nak… Ibu tidak bisa berbuat banyak dalam membantumu untuk masalah biaya." Bu Rahma merasa tak berdaya dengan situasi yang harus Anin lakukan.

"Jangan dipikirikan Bu. Anin percaya,

pasti ada jalan keluarnya. Cukup Ibu doakan saja untuk kesembuhan cucu Ibu ya.., Anin akan berusaha mencari jalan keluarnya."

****

Bersambung ❤️

Chapter 02

Waktu sudah menunjukan pukul 6 pagi saat Anin membuka matanya.

Sang Ibu sudah datang untuk menggantikannya menjaga Alea.

Semalam, Bu Rahma pulang ke rumah karna harus memulangkan pakaian kotor dan mengambil beberapa stel baju ganti yang bersih. Rindu masakan rumah Bu Rahma menyempatkan membuat masakan rumahan untuk mereka santap bersama.

"Ini Nak, Ibu bawakan baju ganti dan sarapan. Mandilah, jangan sampai kamu terlambat." Bu Rahma menyerahkan paperbag kepada Anin.

Anin masuk kamar mandi yang berada dalam kamar itu. Cukup 10 menit ia membersihkan tubuhnya dan berganti pakaian. Ia keluar sudah dalam keadaan bersih dan rapih. Tidak lupa Anin menyemprotkan sedikit parfum kesukaannya ke belakang telinga. Mengenakan rok hitam selutut dan kemeja putih pas body.. Membuat penampilannya cukup menarik.

"Sarapanlah dulu Nak." Bu Rahma menyerahkan bungkusan nasi kepada Anin.

"Terimakasih Bu.."

Di lihatnya jam di dinding sudah menunjukkan pukul 6 lewat dua puluh menit. Segera ia menyantap sarapan yang terasa nikmat hasil olahan tangan Ibunya. Di suapan terakhir, Alea terbangun dan memanggilnya.

"Mamaa..." Anin langsung menghentikan makannya dan beranjak mendekat ke sisi tempat tidur. Anin merengkuh tubuh ringkih anaknya dan menciumi seluruh wajahnya. Membelai wajahnya yang terlihat pucat.

"Mama sayang Alea.." mengecup keningnya Anin menahan diri untuk tidak menangis di hadapan anaknya.

"Lea sayang... Mama berangkat kerja dulu ya... Lea sama nenek dulu.." Alea hanya mengangguk pelan sambil mendekap Barbie kesayangannya.

"Bu, Anin berangkat kerja dulu." Sambil mencium tangan Ibunya.

"Anin, titip Alea ya, Bu. Kalau ada apa-apa kabari Anin." Entah kenapa rasanya berat meninggalkannya pagi ini. Sebelum sampai pintu Anin berbalik memandang sebentar Alea yang terbaring lemah di atas ranjang.

*

*

Anin berjalan keluar dari ruang perawatan. Tak lupa, ia mengeluarkan ponsel untuk memesan taksi online sebagai transportasi menuju kantor dimana tempatnya bekerja. Anin Menunggu di halte depan Rumah Sakit.

Pagi ini Anin mempersiapkan mental agar berani menghadap atasannya yang terkenal cukup galak dan tegas. Ada rasa khawatir kalau pinjamannya akan ditolak. Mengingat saat ia menandatangani surat kontrak kerja di jelaskan bahwa ia tidak bisa mengajukan pinjaman sampai masa kontrak berahir. Tetapi sesuai saran Dewi Ia harus mencobanya. Hingga panggilan suara driver taksi online yang ia pesan membuyarkan pikirannya.

"Dengan Mbak Anindirra?" Driver online itu bertanya.

"Ya pak.." Segera Anin masuk kedalam mobil.

"Sesuai aplikasi ya Mbak?" Driver itu memastikan.

"Ya Pak.." Anin menjawabnya sambil tersenyum ramah.

Sekitar 30 menit. Taksi yang membawanya sudah berhenti persis didepan gedung perusahaan Wijaya grup. Setelah membayar dan mengucapkan terimakasih. Anin keluar dari dalam mobil. Ia berjalan menghampiri Dewi yang telah menunggunya di depan lobi kantor.

"Pagi Anin..." Dewi menyapa dengan tersenyum. Menatap iba kepada temannya yang sedang dalam kesulitan.

"Gimana, saranku kemarin? Apa sudah kamu pikirkan?" Dewi bertanya.

Mereka berjalan bersama menuju lift yang di khususkan untuk para karyawan. Masuk ke dalam lift Dewi memencet tombol 10 yang akan membawanya ke departemen keuangan, dimana ruangan tempat mereka berada.

"Seperti saranmu kemarin. Akan kucoba Wi, mudah-mudahan Bu Ranti menyetujuinya."

"Yang sabar ya An, aku tau ini tidak mudah untukmu." Dewi mencoba menghibur temannya dan di balas senyuman tipis oleh Anin.

*

*

Tidak terasa waktu sudah mendekati jam istirahat. Anin melihat jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 11.45 menit. Masih ada waktu untuknya menghadap Ranti keruangannya. Sebelum kepala bagian keuangan itu keluar untuk menikmati makan siangnya.

Anin segera berjalan cepat menuju ruangannya. Setelah di depan pintu, ia menarik apas panjang. Ia mengetok pintu dengan tangan sedikit gemetar. Tak lama, terdengar sahutan dari dalam. Ranti menyuruhnya untuk masuk.

Wanita tambun berkaca mata itu terlihat sedang sibuk membolak balikkan kertas yang ada di dalam Map.

"Maaf Bu, ada yang ingin saya bicarakan."

"Iya, ada apa? Waktu saya tidak banyak. Cepat katakan." Ranti masih serius menatap kertas yang ada di tangannya.

"Emm… saya ingin mengajukan pinjaman Bu, apakah bisa?"

"Pinjaman?" sambil membetulkan kaca matanya yang menurun Ranti menatap bawahannya.

"Iya, Bu. Saya sedang membutuhkan uang. Saya mohon!"

"Apa saya tidak salah dengar?" Ranti bertanya dengan suara tegas.

"Bukankah saat kamu menandatangani surat kontrak kerja sudah dijelaskan bahwa selama masa kontrakmu belum berakhir, kamu tidak bisa mengajukan pinjaman. Apa kamu lupa?"

"Ya, Bu. Saya mengerti dan saya mengingatnya. Tapi saat ini saya sangat membutuhkan pinjaman Bu. Saya mohon diberikan pengecualian untuk saya. Saya mohon Ibu bisa mempertimbangkannya.

Saya mohon Bu!" Anin menghiba megetuk hati Ranti sebagai kepala bagian keuangan.

"Hahh! Kamu sungguh keras kepala ya... Baiklah. Saya tidak bisa memutuskannya sendiri. Karna kinerjamu baik selama bekerja di perusahaan ini, saya akan coba bicarakan dulu dengan Pak Bayu."

"Timakasih Bu." Anin membungkukkan badannya.

Saat Anin keluar dari ruangan Bu Ranti. Ponselnya berbunyi menandakan ada pesan masuk melalui aplikasi. Ternyata Dewi yang mengirimkan pesan.

"Aku tunggu di kantin. Mau di pesankan makanan apa?" Dewi bertanya.

"Pesankan aku juice alpukat saja Wi, aku lagi malas makan." jawabnya.

Terus menunduk membalas pesan Dewi. Anin tidak menyadari kalau dia memasuki lift yang di khususkan untuk CEO. Dengan santainya ia berdiri tanpa menyadari ada dua orang pria berdiri dibelakang tengah memandanginya yang sedang mencepol rambut yang menjadi kebiasaannya. Sehingga nampak jelas terlihat leher jenjang berwarna putih yang nampak menggoda. Di tambah tubuh Anin yang terbilang cukup menarik untuk ukuran seorang wanita. Siapapun pria yang melihatnya pasti akan tergoda. Hingga suara dari sang asissten yang bernama Bayu mengagetkannya.

"Apa anda salah masuk lift Nona?"

"Hah!" Anin terkejut.

Di lihatnya dari pantulan kaca depan. Tepat di belakangnya, berdiri dua orang pria tengah menatapnya.

"Pak bayu!"

****

Bersambung❤️

Chapter 03

Sesampainya di kantin terlihat Dewi melambaikan tangan ke arahnya. Dengan lemas Anin mendudukkan bokongnya di kursi plastik tepat dihadapan dewi.

"Minumlah dulu juicemu." Dewi menggeser juice alpukat pesanan Anin.

Anin meneguk habis minuman yang dipesannya. Siang ini nafsu makannya hilang. Efek beban pikirannya. Hatinya belum tenang. Memikirkan ucapan Dokter Hendra dan waktu yang di berikan. Sedangkan ia belum bisa mendapatkan kepastian. Anin harus menunggu. Di tambah kejadian yang baru di alaminya di dalam lift.

"Kalau sampai di tolak. Kemana aku harus mencari uang sebanyak itu?" ia membatin. Terus berpikir membuat kepalanya pusing sehingga dadanya terasa sesak.

"Gimana An? Apa pengajuan pinjamanmu di setujui?" Dewi bertanya kepada Anin yang terlihat melamun. "Anin." Dewi memanggilnya kembali

"Ehh... Ya Wi, kenapa?"

"Hmm... Kamu melamun ya?" Gimana pengajuan pinjamanmu? Dewi bertanya untuk kedua kalinya.

"Mudah-mudahan Wi, doakan saja ya." walau hatinya tidak terlalu yakin pinjamannya akan di setujui.

"Terus Bu Ranti bilang apa?"

Karna Dewi terus bertanya. Akirnya Anin menceritakan dengan rinci pembicaraannya dengan Bu Ranti kepada Dewi. "Segala keputusan ada di tangan Pak Bayu Wi."

"Semoga ada kabar baik ya An, aku yakin kamu pasti mendapatkan jalan keluarnya.

"Semangat." Dewi mengepalkan tangannya. Ia memberi suport untuk teman baiknya.

"Tapi... Kenapa wajahmu nampak pucat An? Kamu sepertinya kurang istirahat?" Dewi memperhatikan wajah temannya.

"Hah!" Anin membuang nafasnya. "Aku sehat Wi, hanya saja barusan aku salah masuk lift."

"Kog bisa?" Dewi bertanya sambil menyeruput habis es jeruk di tangannya.

"Ya bisa... Aku terlalu fokus dengan ponselku dan aku baru sadar saat pak Bayu menegurku!"

"Maksudnya?" Dewi bertanya.

"Jangan bilang kamu masuk lift khusus CEO kita?" Dewi memperjelas yang di sampaikan Anin.

Anin mengangukkkan kepalanya.

"Ya ampun Anindirra! Kamu beruntung bisa satu lift dengan pria tertampan seantereo jagad raya!" Dewi malah kegirangan.

Anin mengerutkan kedua alisnya. Anin bingung dengan apa yang disampaikan temannya ini. "Beruntung? Beruntung dari mananya Dewi Kumala Sari!" Anin menyebut nama Dewi dengan menambahkan nama di belakang yang bukan namanya.

"Yang ada, aku malah dapat surat teguran dikarenakan lalai. Sudah menggunakan lift yang bukan diperuntukkan untuk kita para karyawan." Anin menjelaskan.

"Ehh. Tunggu. Apa yang kamu maksud pria tertampan itu Pak Bayu?" Anin bertanya karna ia memang belum mengetahui wajah pemilik perusahaan ini. Ia hanya mengetahui asisstennya.

"Bukan Aniiinnn!! Tapi dia..." suaranya terhenti karna mulutnya di bekap oleh Anin.

"Pelankan suaramu Wi.." Anin menyadari banyak pasang mata yang menatap curiga ke arah mereka.

"Pria tampan itu pemilik perusahaan ini. Namanya Dirgantara Darma Wijaya ." Dewi mengeja namanya seraya membisikkannya ketelinga Anin.

"Aku tidak tau Wi, yang aku tau cuma Pak Bayu idolamu!" memelankan suaranya Anin terkikik menggoda Dewi.

"Diiihh... Pak Bayu si wajah datar itu?" Dewi mencibir tapi tak urung membuat bibirnya tersenyum malu, sambil menangkup kedua pipinya. Hatinya membenarkan ucapan Anin. Dewi memang mengidolakan Bayu sang asissten yang terkenal cuek dan cool saat di lirik para karyawan wanita. Tapi bisa berubah mengerikan di saat ada yang melakukan kesalahan.

"Apa selama bekerja disini, kamu belum pernah melihat wajah pemilik perusahaan ini An?" Dewi bertanya

"Belum Wi.." Anin menggelengkan kepalanya.

"Apa pria yang bersama Pak Bayu tadi pemilik perusahaan ini ya ?" Anin membatin bertanya dalam hati.

"Sudah jangan di bayangkan ah... Ayok, kita balik. Jam istirahat sebentar lagi habis." cicit Anin sambil menarik tangan Dewi agar segera beranjak dari duduknya kembali untuk melanjutkan pekerjaan mereka.

*

*

Di sebuah ruangan tepatnya di lantai tujuh belas. Tampak sesosok laki-laki gagah dengan tinggi badan 185 cm. Berwajah tampan rupawan. Tengah berdiri menghadap kaca tembus pandang berukuran besar. Tirai jendela terbuka lebar. Hingga terpampang jelas pemandangan kota Jakarta dengan segala hiruk pikuknya.

Kedua tangannya di masukkan ke dalam saku celana. Wajahnya terlihat dingin. Sorot matanya tajam. Pandangannya lurus kedepan memperhatikan pemandangan di bawah dari ketinggian gedung yang tengah di pijaknya.

Pria itu adalah Dirgantara Darma Wijaya. Pria matang berumur 40 tahun. Pemilik perusahaan raksasa Wijaya grup. Bergerak dibidang pengelolahan pertambangan, perhotelan, dan beberapa swalayan dibeberapa kota dan negara.

Di tambah beberapa bulan kebelakang. Dirga memperluas jaringan bisnisnya dengan menanam saham di dua perusahaan ternama yang bergerak bidang obat-obatan dan penerbangan.

Secara materi, dunia sudah ada dalam genggamannya. Tapi tidak dengan kehidupan pribadinya. Pria yang terlihat sempurna ini adalah pria hangat yang berubah dingin. Hatinya kesepian. Jiwanya lapar mencari dermaga untuk bisa membawanya pulang.

Selama sepuluh tahun terakhir. Hari-harinya banyak dihabiskan dengan bekerja. Berpindah-pindah kota untuk menambah pundi-pundi rupiah. Menambah bisnis di segala bidang.

Kerajaan bisnisnya berkembang pesat. Namanya pun semakin meroket di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat. Tetapi sayangnya kesuksesan tak lantas membawanya menjadi pria sukses dalam berumah tangga.

Suara ketukan pintu memutus pandangannya. Dirga berbalik arah menuju sofa tidak jauh dari meja kerjanya. Ia mendudukkan bokongnya dan menyandarkan punggung di sandaran sofa.

Masuk

Bayu Lesmana. Asissten setia Dirga orang kedua di perusahaan ini. Masuk dan menyerahkan file berisikan biodata wanita yang dimintanya. Semuanya tercatat jelas. Dirga membacanya dengan wajah penuh arti.

"Nona Anindirra sedang membutuhkan uang tuan. Saya mendapatkan laporan dari kepala bagian keuangan. kalau hari ini Nona Anin mengajukan pinjaman dan meminta untuk di pertimbangkan.

Dua jam sebelumnya.

Sekembalinya ia dan Dirga dari makan siang. Bawahannya yang menjabat sebagai kepala bagian keuangan datang menghadap ke ruangannya. Membahas tentang pengajuan pinjaman dari salah satu stafnya yang masih dalam masa kontrak yang bernama Anindirra.

****

Bersambung ❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!