TIDAK DIREKOMENDASIKAN UNTUK DIBACA, KALIAN BISA PILIH NOVEL YANG LAIN (DISARANKAN YANG TERBIT DARI 2022 KE ATAS) ... KALAU MASIH NEKAT, SILAHKAN DIMAKLUMI SEMUA KEANEHAN YANG TERDAPAT DI DALAM NOVELNYA.
SEKIAN _ SALAM HANGAT, DESY PUSPITA.
"Aku merindukanmu, Kinan."
"Kakak sadar, aku bukan kak Kinan!!"
Tak pernah ia duga, niat baiknya justru menjadi malapetaka malam itu. Kinara Ayunda Reva, gadis cantik yang masih duduk di bangku SMA harus menelan pahit kala Alvino dengan brutal merenggut kesuciannya.
Kesalahan satu malam akibat tak sanggup menahan kerinduan pada mendiang sang Istri membuat Alvino Dirgantara terpaksa menikahi adik kandung dari mendiang istrinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tegar Itu Harus (Terpaksa)
"Hemhh"
Kina membuang napasnya kasar. Ia berdiri di depan cermin besarnya. Tak ada gairah untuk memulai harinya. Seragam lengkap berwarna putih abu–abu yang menempel di tubuhnya seakan tak menjadi pematah kesedihannya.
"Sungguh dirimu terlihat kotor sekali Kinara!" ucapnya menghakimi dirinya sendiri.
Bayangan tubuhnya terpantul pada cermin itu. Tubuhnya yang bersih terlihat sangat kotor di matanya. Kejadian itu telah membuatnya menutup pikiran–pikiran baik tentang dirinya sendiri.
Tersadar ia menatap jam dinding. Jarum jam itu telah menandakan dia harus segera melangkah pergi. Dengan berat hati ia menyeret kedua kakinya untuk melangkah, mengabaikan egonya untuk memenuhi kewajibannya.
"Pagi, Yah," sapa Kinara pada sang Ayah yamg sudah menunggunya di ruang maka. Ia duduk di kursi kosong di depan Ayahnya.
"Sudah mau masuk sekolah Kin?"
"Iya, Yah," jawab Kinara. Ia mengambil sepotong roti isi.
"Kamu yakin?" Sang Ayah khawatir kalau putrinya belum sehat benar.
Kinara mengangguk mantab. Tangannya menggenggam roti isi dengan mulut yang penuh dengan benda yang sama.
Sungguh, begitu epik sandiwara seorang Kinara. Secepat kilat ia mampu merubah raut wajahnya menjadi anak yang periang seperti biasanya. Namun ia tak dapat merubah suasana hatinya.
"Maafkan aku Ayah. Aku tak dapat memberitahukan apa yang terjadi kepadaku. Aku tak mau membuatmu khawatir dan bersedih karenaku," batin Kinara menangis.
Ia menatap wajah yang sudah mulai berkeriput. Keriput itu adalah saksi kerja keras dan lamanya hidup Ayahnya yang berjuang membesarkannya selama ini. Tanpa sadar, mata itu mulai nanar, berkaca–kaca.
Sang Ayah mengerutkan dahinya, heran. "Kamu kenapa Kinara?"
Ucapan itu membuyarkan lamunan Kinara. "Tidak kok Yah!" jawabnya cepat.
"Ayo kita berangkat," ajak sang Ayah tatkala merela selesai menyantap sarapan.
Kali ini Kinara diantar oleh ayahnya. Sang Ayah tak mau mengambil risiko kemungkinan yang akan terjadi.
***********
"Hei Rev!" sapa seorang pemuda yang tak lain adalah Afkhar, teman dekatnya. Remaja tampan itu telah melambaikan tangannya tatkala melihat Kinara turun dari mobil sang Ayah. Kinara akrab dipanggil dengan sebutan Reva oleh teman dekatnya itu.
Kinara segera menghampiri teman karibnya itu. Secepat kilat pula ia bersikap seperti biasanya, walau dirinya tak baik–baik saja. Masalahnya kali ini hanya untuknya. Kalimat yang ia tanamkan pada pikirnya.
"Tumben kamu diantar, Rev?" tanya Afkhar dengan tatapan menelisik.
"Iya. Kemarin kan aku demam. Jadi Ayah ingin mengantarku untuk hari ini."
"Oh iya, kemarin kan kamu tak masuk sekolah ya," ucap Afkhar.
"Ish ... Dasar pikun!" ledek Kinara dengan tawa. Mereka berjalan beriringan menuju kelas mereka.
Kinara berhasil memakai topengnya tanpa dicurigai oleh Afkhar.
🍂
"Ck kenapa si lo ga bangunin gue tadi?" omel Beny pada Randy.
Rasa gerah dan panas menjalar di tubuhnya. Keringat itu membasahi seragam putih itu. Ketiduran di kelas membuatnya harus menerima hukuman dari seorang guru yang terkenal tak kenal ampun bagi siswanya yang tak menaati aturannya.
Berkeliling lapangan basket, adalah hukuman wajib baginya. Dan Beny menerima hukuman itu dengan berputar sebanyak 10x putaran.
"Ya salah sendiri lo tidur! Semalem ngapain aja lo?" balas Randy tak mau disalahkan.
"Biasalah!"
"Dasar!" Randy mendorong kepala Beny dari belakang.
"Sialan lo!" umpat Beny. "Dahlah gue lapar, haus pula. Ke kantin yok!"
"Elu yang bayar?"
"Ngookey, kebetulan Mama gue lagi baek, dompet gue tebel, Ngab."
"An jay, ntar abu-abu lagi isinya," cetus Randy ragu, tak ingin terulang kisah memalukan beberapa minggu lalu. Bukan suatu hal yang lucu kalau harus menjadi tukang cuci piring untuk kedua kalinya, pikir Randy.
"Tenang, yang ini beda," ujar Beny meyakinkan sahabatnya.
Yaa begitulah, simbiosis sekali pertemanan mereka. Tentu saja dengan sumber pemasukan yang sama "Dompet Orangtua"
*****
Dua mangkok bakso dan dua gelas es lemon tea menjadi pilihan menu mereka. Asap mengepul dari dua mangkuh berkuah panas itu.
"Aisss panas sekali!" keluh Beny. Ia memeletkan lidahnya yang terbakar oleh panasnya kuah.
"Bodoh! Tiup dulu kutu air!" Randy menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya itu. "Bodoh dipelihara!" ucapnya lagi.
"Ck ngomel mulu lo dari tadi!"
"Bodo amat!" sahut Randy yang pergi mengambil botol saos dan juga kecap.
Sambil menunggu baksonya lebih dingin, Beny menggali harta karun berharga di hidungnya dengan jari kelingkingnya. Ia berusaha keras mengeluarkan emas–emas kecil dari sana. Ia tak memperdulikan tatapan jijik dan ilfeel dari siswa lain (huha 😭 iyuhhh).
"Iyuuhh lo Ben! Ngupil di mana–mana! Etika lo kemana? Aisss!" keluh Randy. Ia menatap Beny dengan tatapan yang jijik. Mengupil di sembarang tempat, bahkan di kantin itu sangat menjijikkan.
"Apa?! Suka–suka guelah! Nih!"
Dengan sengaja Beny menyodorkan jari kelingkingnya yang ia gunakan ke arah Randy. Randy langsung mundur ke belakang dan hampir saja ia terjatuh.
"Sialan lu Ben!"
Umpatan itu disambut tawa oleh Beny. Bahkan seluruh isi kantin ikut tertawa melihat tingkah dua manusia itu. Tak terkecuali Kinara yang duduk bersama Afkhar di kantin yang sama.