Peraturan yang sulit dijalankan Rizki begitu sulit bagi Rizki untuk tidak menyatakan perasaannya pada sahabatnya, mampukah Rizki untuk menjalankan peraturan orang tuanya untuk tidak pacaran sampai lulus sekolahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon maya ps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5
Intan terima ajakan Ridwan untuk makan siang bersama, client yang selalu menyempatkan waktu untuk makan siang bersama ada atau tidaknya bahas proyek yang lagi dikerjakan selalu bisa ketemu setiap harinya.
"Bu Intan tidak ada yang marah kan saya ajak makan siang, saya takut jika ada yang marah melihat kita jalan bareng begini." ucap Ridwan merasa tidak enak, tapi entah kenapa selalu bahagia setiap makan siang bersama Intan dan ngobrol bersama Intan selalu nyambung dan orangnya asik juga setiap diajak bicara.
"Tidak ada sama sekali Pak Ridwan, oh iya kalo bisa setiap ajak jalan bareng jangan panggilan formal kali iya, supaya didengarnya lebih santai dan bersahabat bagaimana? Justru saya yang tidak enak setiap diajak jalan bareng takutnya ada yang marah, kamu masih jomblo kan dan bukan seorang playboy kan karena tidak mau dianggap merebut pacar orang?" tanya Putri to the poin, tidak ingin ribut sama siapapun karena mulai dekat sama Ridwan client yang baru dikenal beberapa bulan yang lalu.
"Tenang saja Intan, ok mulai sekarang panggilan kita nama saja iya biar lebih santai dan enak didengarnya." lanjut Ridwan setuju, mengerti maksud Intan dan wajar jika Intan takut dianggap merebut pacar orang.
Ridwan mulai mengalihkan pembicaraan supaya mengganti topik, Ridwan memandangi wajah Intan yang terlihat cantik dan senyumnya manis membuat Ridwan terpesona melihatnya.
**
Rizki minta Brata jemput dirinya saat pulang sekolah nanti, membuat Bela kesal mendengar permintaan anaknya Meta yang mulai keterlaluan banyak maunya.
"Heh dengar, anak-anak saya tidak ada tuh yang manja seperti kamu dan kakak kamu, suami saya itu bukan pengangguran yang bisa jemput kalian seenaknya mengerti, suami saya tidak ada waktu untuk urusin anak kecil yang manja menjijikan seperti kalian mengerti, jadi tidak usah banyak mau kalian pulang sekolah cukup Ibu kalian yang jemput jangan paksa suami saya mengerti!" tegas Bela nolak permintaan Rizki yang keterlaluan.
"Mba jangan tega bicara seperti itu ke anak-anak, bicara setiap anak-anak orang asing yang minta ke Ayah saja, mereka punya hak meminta dan jika beneran sibuk pasti anak-anak tidak akan memaksa tapi jika Ayah mau jemput mau apa Mba hah?" tanya Meta mulai emosi, Bela selalu saja memancing emosinya dan bicara seenaknya didepan anaknya terus menerus.
"Heh Maklampir, Putri saja tadi minta Ayah jemput dia karena mau jalan bareng Ayah, masa kita tidak boleh lagian Ayah bilang mau bersikap adil ke kami semua, jadi wajar kalo saya minta juga." lanjut Rizki menatap Bela dengan kesal, orang dewasa didepannya sungguh menyebalkan sekali, bicaranya sama sekali tidak pernah memikirkan perasaannya sama sekali.
"Hahahaha Mak lampir, panggilan itu memang cocok untuk dia yang belagu itu hahahaha." ledek Sisca ketawa puas mendengar panggilan baru dari Rizki buat Bela.
"Mak lampir banyak gaya hahaha." ucap Sisil ikut-ikutan ledek Bela ibu tirinya yang berisik dan selalu ngatur.
"Sudah anak-anak kalian jangan tidak sopan begitu, baiklah jam setengah sebelas Ayah sudah sampai sini, sudah sana kalian masuk ke kelas sebentar lagi mulai belajarnya." ucap Brata tidak ingin anak-anaknya terus menerus dimarahin sama Bela.
"Belajar yang rajin iya anak-anak." ucap Meta mulai mencium kening Rizki, Sisca, dan Sisil sebelum masuk kedalam kelasnya.
Bela kesal sekali karena suaminya tidak pernah membelanya sama sekali, selalu mau turuti keinginan anak-anaknya terus.
Rizki, Sisil, dan Sisca jalan bareng menuju kelas barunya, hari pertama masuk sekolah dan untungnya Rizki sekolah tidak sendirian membuat dirinya merasa bahagia karena sudah ada teman main walaupun bersama kakak perempuan nya setidaknya tidak bingung mau main sama siapa selama di sekolah.
**
Bagas melihat Brata masuk kedalam ruangannya membuat dirinya menghentikan kesibukannya sebentar, membuat dirinya jalan menghampiri Brata yang duduk di sofa.
"Ada apa kesini, kenapa bukan ke kantor apa karena tidak ada selingkuhannya lagi di kantor?" tanya Bagas sindir Brata, walaupun Bagas sadar kehadiran Brata ke kantor bisa jadi cek kondisi kantor yang sekarang dipegang dirinya.
"Bukan itu, Papi kesini mau bahas warisan untuk adik-adik kamu. kamu, kak Intan, dan Putri kan sudah mendapatkan warisan sedangkan adik-adik kamu yang masih kecil belum ada warisan untuk mereka, menurut kamu enaknya mereka diberikan apa iya, perusahaan lagi atau buka usaha baru untuk mereka?" tanya Brata mulai memikirkan masa depan ketiga anaknya.
"Buka usaha baru saja, bagaimana kalo toko olahraga saja, soalnya banyak peminatnya juga Papi, bagus juga sudah memikirkan dari sekarang untuk masa depan mereka." saran Bagas setuju dengan rencana Papi nya, yang selalu bisa siapkan segalanya jauh-jauh hari.
"Boleh juga Gas, apa mau bantuin Papi untuk urus semuanya juga, biar kamu belajar lagi bagaimana menyiapkan usaha baru dan juga karyawannya, supaya kamu ada pengalaman juga?" tanya Brata berharap anaknya bantu dirinya.
"Iya mau Papi." lanjut Bagas pasrah, sadar anaknya Brata yang bisa terima kehadiran anak-anaknya dari pernikahannya bersama Meta dan tidak tega juga melihat Brata sibuk sendirian urus masa depan untuk ketiga anaknya.
Brata bahagia sekali karena Bagas mau bantu dirinya, Bagas memang anak yang bisa diandalkan dan bisa bantu ketiga adiknya untuk bisa memiliki perusahaan sendiri untuk masa depannya.
**
Bela menikmati makan siang bersama teman-teman sosialitanya, bahas perhiasan yang baru saja dilaunching sama toko emas langganannya.
"Hayo lah Besti kita beli, masa orang kaya seperti kita tidak bisa beli perhiasan satu set yang harganya segitu malu dong." ucap Bela sombong.
"Iya lah harus beli malu dong, hayo lah Besti kita jalan dan kita pamerkan di media sosial kita, kita tunjukkan pada dunia kalo kita bisa beli perhiasan baru yang lebih keren." ucap Cici tidak mau kalah dari Bela, sahabatnya terkenal yang lebih sering ganti perhiasan baru dibandingkan dirinya, tapi kali ini tidak mau terlihat tidak mampu beli perhiasan baru itu.
Cici, Bela dan teman-temannya langsung jalan meninggalkan restoran, jalan menuju toko emas langganannya yang selalu punya koleksi perhiasan baru dengan harga yang luar biasa.
**
Tidak tega melihat teman barunya ada yang tidak jajan sama sekali, membuat Rizki memberikan kotak makan yang dibawanya untuk dinikmati teman barunya karena Rizki tidak lapar juga jadi tidak masalah membagikan bekal yang dibawanya ke temannya.
"Maaf iya tidak banyak, tapi mau kan terima makanan ini?" tanya Rizki merasa tidak enak.
"Tidak masalah Rizki terimakasih iya, wah ini sepertinya enak apa mau makan berdua ini lumayan banyak loh?" tanya Chika yang ajak Rizki makan bersama.
"Iya mau hayo." lanjut Rizki mau saja diajak makan berdua.
"Iya sudah kita makan disamping kalian iya." ucap Sisca langsung buka kotak makan nya.
"Iya Kak." sambung Rizki melihat kedua Kaka kembarnya yang mulai menikmati masakannya Meta tadi pagi.
Rizki mulai menikmati bekal yang dibawanya dan sambil mendengar ceritanya Cici sambil makan.
**
Brata siap-siap untuk keluar dari kantornya Bagas, Brata tidak ingin ingkar janji untuk jemput ketiga anaknya setelah pulang sekolah, Bagas yang tahu keinginannya Brata membuat dirinya berusaha sabar dan tidak emosi karena selama sekolah Bagas tidak merasakan dianterin dan dijemput sama orang tuanya selalu saja ada alasan orang tuanya untuk tidak bisa ke sekolah.
"Habis jemput mereka langsung ke kantornya Putri?" tanya Bagas berusaha santai.
"Iya Kak, soalnya ada client yang ajak rapat, iya sudah Papi jalan duluan iya Kak." ucap Brata langsung jalan pergi meninggalkan ruangannya Bagas.
"Enak sekali menjadi anaknya Bunda, dari kecil mendapatkan perhatian dari Papi sepenuhnya tidak seperti masa kecil saya, huff iri sekali rasanya tapi masa laki-laki harus menunjukan rasa tidak suka dan menunjukan emosi seperti mami, kak Intan dan Putri sih huff menyebalkan sekali!" lirih Bagas merasa iri karena adik-adik tirinya mendapatkan perhatian yang penuh dari papi nya, bahkan bisa membuat Papi nya bisa meluangkan waktu untuk anter dan jemput ke sekolah seperti ini.
Bagas mulai kembali kerja supaya tidak terbawa emosi karena ingat ucapan orang tuanya tadi, berusaha untuk menjadi dirinya yang baik dan bisa terima kenyataan pahit dalam hidupnya.