Dilema Selingkuhan

Aditya masih berharap Kimy menjawab teleponnya sekali saja atau sekadar membalas chatnya. Namun, sepertinya, takdir masih ingin menguji kesabaran dan ketahanan cintanya.

“Dit, kamu udah bangun?” Suara Sasa yang datang tiba-tiba mengejutkan pria itu.

“Hmm. Aku harus siap-siap ke kantor. Kamu bangunin Naya dan minta dia siap-siap ke sekolah. Nanti dia terlambat.”

“Iya, Dit. Ya udah, sana kamu mandi dulu.”

Sang CEO bergegas ke kamarnya. Sementara Sasa mulai membangunkan putrinya dan membantu Naya bersiap ke sekolah.

Sasa sempat kembali ke kamarnya untuk menyiapkan setelan kerja yang akan Aditya pakai ke kantor. Tak berapa lama, Aditya pun keluar dari kamar mandi dengan memakai handuk mandinya sambil mengeringkan rambutnya.

“Dit.”

“Hm?”

“Ini, aku udah siapin pakaian kamu buat ke kantor.”

“Sa, sejak kapan aku minta kamu lakuin ini? Biasanya aku juga ambil sendiri setelan yang mau aku pake.”

“Ya, memang kamu gak pernah minta. Tapi, aku sendiri yang pengin lakuin ini.”

“Hahh, terserah.”

Aditya pun tetap memakai setelan yang dipilihkan Sasa.

“Em, o ya, kamu mau sarapan apa? Biar aku siapin.”

“Gak perlu. Aku sarapan di kantor aja.”

“Adit, jangan begitu, lah. Naya pengin sarapan sama kamu.”

“Haduh, ya, terserah. Siapin apa yang mau kamu siapin. Gak perlu tanya-tanya.”

“Baiklah. O ya, Dit—

“Astaga! Apa lagi, sih, Sa?”

“Cuma mau tanya satu hal lagi. Nanti malem kamu mau makan malem di rumah? Biar aku masakin makanan kesukaan kamu.”

“Gak perlu repot. Nanti aku gak pulang, mau lembur di kantor. Aku makan malem di luar. Masakin aja makanan kesukaan Naya buat dia, biar dia seneng.”

“Kamu sekarang ini sering banget lembur, ya. Kerja terus juga gak bagus, Dit. Kamu juga butuh istirahat, jangan sampe kelelahan kerja.”

“Aku paham gimana kondisi tubuh aku sendiri. Aku gak butuh nasihat kamu. Satu lagi, Sa. Kamu gak perlu kayak gini! Berhenti sok peduli dan perhatian ke aku! Aku gak butuh itu.”

“Apa aku salah kalo pengin perhatian dan peduliin suami sendiri? Lagi pula, kamu papanya Naya juga.”

“Jujur, aku justru risih sama perhatian kamu.”

Ya, pria itu memang hanya perlu perhatian dari satu wanita. Bukan Sasa, melainkan Kimy.

Sasa merasa sedikit kecewa dengan perkataan Aditya barusan. Selama ini, wanita itu hanya berusaha bersikap baik untuk membina hidup bersama yang damai dan tenteram. Namun, Aditya begitu sulit memahami itu. Sang CEO hanya ingin tenang menjalani peran masing-masing, tanpa saling usik dan saling ikut campur, sekalipun mereka berada dalam satu atap.

Setelah sarapan, Aditya dan Naya bersiap pergi. Kali ini, Aditya ingin mengantar Naya ke sekolahnya. Saat Naya berpamitan pada Sasa, wanita itu sempat menyisipkan perhatian kecil lagi untuk sang suami.

“Tunggu, Adit!”

“Kenapa lagi?”

“Nanti, aku anter makan siang ke kantor kamu, ya? Aku juga udah lama gak mampir ke sana.”

“Ya ampun, buat apa, sih, Sa? Aku gak perlu makan siang dari kamu. Aku bisa makan di kantor. Lagian, kamu gak perlu nemuin aku di kantor dan ganggu aku kerja.”

“Cuma anter makanan, Dit. Gak ada niat ganggu, kok.”

“Bisa gak, sih? Kamu gak perlu aneh-aneh begini!”

“Aneh dari sisi yang mana? Oke, kalo kamu gak suka aku yang anter ke sana, biar aku minta bibik atau sopir aja yang anter, ya.”

“Udah aku bilang, kan. Aku gak butuh. Stop, Sa! Cukup! Jangan usik aku lagi!”

Aditya meninggalkan Sasa begitu saja. Sekali lagi, niat Sasa dibalas dengan kearoganan sang suami. Sasa hanya berbaik hati, berusaha ramah, memberikan sedikit perhatian. Namun, itu justru membuat hatinya sakit sebab mesti mendengar kata-kata tak sedap dari Aditya.

Setelah memastikan Naya aman sampai masuk ke kelasnya, sang CEO langsung kembali mengemudi menuju kantornya. Di perjalanan, ia masih kepikiran dengan sikap istrinya hari ini. Aditya tak mengerti. Mengapa tiba-tiba Sasa begitu getol menunjukkan perhatiannya? Hal itu sama sekali tak membuatnya senang. Ia justru risih dan merasa tak nyaman karena baginya wanita itu jadi lebih sering mengganggunya. Ada apa dengan Sasa? Mereka sudah terbiasa hidup bersama tetapi bagai orang asing selama bertahun-tahun. Perubahan ini sama sekali tak Aditya inginkan.

Sampai di ruangan kantornya, ia langsung meminta sekretarisnya datang dan menanyakan jadwal pertemuannya hari ini.

“Hari ini, Bapak hanya ada satu meeting dengan Pak Hadiwijaya dari Semesta Jaya Enterprises. Beliau meminta pertemuan di luar kantor,” jelas sang sekretaris.

“Baiklah. Kamu bisa kirimkan detail pertemuannya ke email saya. Silakan kembali ke ruangan kamu.”

“Baik, akan segera saya kirimkan, Pak.”

Sekretaris Aditya segera berlalu meninggalkan ruangan Aditya. Aditya memiliki sekretaris yang cukup cantik. Namun, sudah hampir dua tahun sekretarisnya bekerja dengannya, sang CEO sama sekali tak pernah tergoda padanya. Lagi pula, seisi kantor sudah mengetahui kalau Aditya sudah berkeluarga, memiliki istri dan putri. Para wanita di kantor itu pun berpikir dua kali bila ingin mendekati atau menggoda sang pimpinan. Aditya juga tak terlihat seperti pria-pria buaya yang suka bersenang-senang dengan banyak wanita—selain istrinya. Padahal, yang sebenarnya, Aditya hanya ingin menjaga hatinya untuk seseorang. Gadis yang amat dikaguminya sepanjang waktu. Satu-satunya gadis yang pesonanya mampu menggoda hasratnya sampai ke level puncak. Hanya dia—Kimberly Edelina Agatha.

Bicara soal Kimy, bayang-bayang akan dirinya masih memenuhi otak Aditya hingga saat ini. Pikirannya harus terbagi rata antara pekerjaan kantor dan sang kekasih yang belum kunjung ada kabar. Jujur, Aditya takut kalau keputusan Kimy justru berbanding terbalik dengan yang kemarin. Bila Kimy benar memutuskan tak ingin lagi bersamanya, maka hancurlah hidup Aditya. Pria itu sudah telanjur menautkan hati dan cintanya pada Kimy, amat mencinta dan memujanya. Masalah besar baginya jika dipaksa mesti kehilangan sang kesayangan.

Sambil mengerjakan dokumen kontrak untuk meeting dengan kliennya nanti, sesekali Aditya mengecek ponselnya. Ia bimbang antara mencoba menghubungi Kimy lagi atau tidak. Ia tak ingin membuat Kimy merasa terganggu dan malah makin kesal padanya, tetapi ia sangat ingin mendengar suara lembut gadisnya.

***

Pada jam makan siang, Kimy mengunjungi sebuah tempat yang sebelumnya sudah pernah ia kunjungi. Dengan membawa paper bag berisi kue cokelat pisang kesukaan seseorang. Kebetulan pemotretannya hari ini cukup singkat. Jadi, sebelum siang pun sudah bisa usai.

Gadis itu menemui wanita yang sebelumnya pernah ia temui juga.

“Permisi. Apa saya bisa bertemu dengan Tuan Aditya Pratama?”

“Nona yang waktu itu pernah kemari, bukan?”

“Ya. Saya pernah ke sini sekali.”

“Baik, bisa ditunggu sebentar, ya. Saya coba hubungi beliau dulu.”

Ya, Kimy pergi ke Pratama Enterprises. Ia sengaja ingin menemui Aditya secara langsung. Sejujurnya, ia sedikit merasa bersalah karena semalam sudah mengusir sang pria dari apartemennya. Namun, kedatangannya kali ini juga untuk menunjukkan ke Aditya apa yang sudah ia putuskan semalam.