Novel ini bercerita tentang Gita dan kawan-kawan yang merantau ke Ibu Kota untuk menempuh pendidikan. Siapa sangka? Gita yang sewaktu SD pernah membuli seorang pria culun, kini dipertemukan kembali dengan pria itu dalam situasi yang berbeda. Tawuran merupakan gerbang pertemuan mereka.
Sean, nama pria itu. Gita tak ingin membuka kisah lamanya, namun Sean terus mengganggu gadis tersebut. Hingga akhirnya Gita membuka suara mengenai kejadian di masa lalu. Gita mengakui bahwa Ia tertarik pada Sean di waktu kecil. Sayangnya, Gita yang sejak itu sedang menghadapi ketidakharmonisan keluarga, tidak mampu mengekspresikan rasa sukanya terhadap Sean. Sehingga, ia lebih memilih untuk membuli pria itu dan menciptakan trauma berat yang sulit disembuhkan untuk keluarga Sean sendiri.
Haruskah Sean memaafkan Gita? Ataukah cinta Gita akan bertepuk sebelah tangan selamanya?
Baca kisah lengkapnya di dalam cerita ini 😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BellaBiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34
Selama libur sekolah, Ayu terus mempelajari materi yang sudah pernah ia dapatkan di sekolah.
"Lo demam?" tanya Gita begitu melihat Ayu belajar dengan giat.
"Gue harus satu sekolah sama Wildan!" tegas Ayu.
"Kenapa lo nggak nyuruh Wildan buat sekolah di tempat yang lo mau? Kan dia pinter, pasti bisa diterima di sekolah mana-mana aja!" ucap Gita.
"Nggak bisa! Dia mau sekolah di SMA NEGERI SAKURA!" jerit Ayu hampir frustrasi dibuat buku yang ia pegang.
"Sakura? Bukannya itu sekolah lama Sean?" tanya Gita.
"Iya! Gue nggak mungkin diterima di sana!" ucap Ayu.
"Lo bisa sekolah di SMK SWAKARYA. Gue pernah sekolah di sana. Lokasinya nggak jauh dari SMA NEGERI SAKURA! Kalo kabur tawuran, biasanya gue ngumpet di Sakura!" ucap Gita.
"Nggak! Gue nggak mau sekolah di tempat yang sering tawuran!" bantah Ayu.
"Serah lo sih, gue cuma ngasih saran," ucap Gita dan kembali berjalan.
***
Sementara Ayu sibuk belajar demi bisa memasuki sekolah favorit yang Wildan inginkan, Gita dan teman-temannya memulai hari pertama untuk datang ke Universitas Sriwijaya Indonesia. Datang sebagai pemula, namun banyak orang mengenali Gita karena sebagian yang berkuliah di sana adalah musuh bebubyutan, lawan tawuran, dan kakak kelasnya semasa SMA.
Gita begitu tersohor begitu mendatangi gedung tersebut.
"Berani lo masuk kandang macan?" ejek beberapa pria yang menghadang langkah mereka.
"Mana macannya?" balas Gita. "Kok keliatan kayak Anjing," lanjutnya dan berlalu sambil menyenggol pundak pria itu.
"Git! Jangan nyari masalah!" ucap Jenna yang menyusul dan menyetarakan langkah mereka. Diikuti oleh Febi.
"Itu, Denis! Alumni STM TELUG. Kaki tangannya Jodi," jelas Gita.
"Kita satu kampus sama mereka?!" pekik Febi.
"Kayaknya. Tenang aja! Gue nggak takut!" ucap Gita.
"Lo nggak takut, tapi kita berdua, gimana?!" bantah Jenna.
"Lo 'kan punya Gio! Tinggal lapor ke dia, apa susahnya?!" balas Gita.
"Febinya gimana?! Wira di Korea, jauh!" ucap Jenna lagi.
"Ada gue!" ucap Gita.
Tiba-tiba, suara knalpot motor gede menderu di belakang mereka. Mereka bertiga tetap berjalan tanpa rasa bersalah. Namun, sang pemilik motor itu malah menarik gasnya agar suara knalpot itu semakin bising. Pertanda bahwa Gita dan kedua temannya harus memberi ruang untuk ia berlalu.
"Apaan sih?!" omel Gita menoleh ke belakang.
"Lo kira ini jalan punya bapak lo?!" ketus pria itu dan menarik gasnya. Mau tidak mau, Gita dan temannya terpisah agar pria itu bisa berlalu.
"Dih, jalan segede gaban gini. Lewat sana 'kan bisa!" omel Jenna.
"Banyak bener orang-orang songong di sini! Jiwa terbuli gue langsung meronta-ronta!" ucap Febi.
"Jangan! Kita harus jadi pelaku utama! Jadi korban itu, nggak asik!" jelas Gita sambil tersenyum.
"Kayaknya, itu cowok senior kita deh, Git," ucap Jenna.
"Jangan gatel lo! Lo udah punya Gio!" omel Gita.
"Siapa yang mau gatel?! Orang cuma bilang dia senior kita!" Jenna ikut mengomel.
***
"Selamat malam semuanya! Kenalin nama gue Gita. Gue asli orang Batam, tapi dari SMA gue tinggal di Jakarta," ucap Gita memperkenalkan diri dan kembali duduk.
"Oh, ini yang suka tawuran itu?" celetuk salah seorang seniornya. "Lo beneran suka tawuran? Apa sok jadi petarung?" lanjut sang senior.
Gita menoleh pada wanita itu. "Bagi gue, harga diri nomor satu. Kalo lo nggak percaya, lo boleh coba!" balasnya.
Riuh tepuk tangan dan tawa menyambut kalimat Gita tersebut. Sean menoleh padanya, pertanda bahwa Gita harus berhenti bicara dan tak menciptakan masalah di semester pertama mereka.
"Cewek lo, Sen! Gue takut aja sih, skala SMA emamg masih kecil buat tawuran. Tapi kalo skala kampus, takutnya makin ekstrim," bisik Gio.
Malam itu, Gita menjadi topik pembicaraan nomor satu di kalangan para senior. Acara penyambutan junior mereka seolah hanya dihadiri oleh Gita. Semua senior dengan mudah mengenali gadis itu.
"Permisi, Kak!" ucap Gita dengan cepat duduk di hadapan pria bernama William. "Gue Gita, gue dikasih tugas dari Pak .... Pak .... Pak siapa ya? Lupa! Yang kepalanya kinclong! Gue lupa namanya siapa! Gue disuruh mintain makalah yang lo bikin pas semester tiga buat di analisis datanya," jelas Gita.
Pria itu bangun dari tidurnya dan membuat Gita terkejut.
"Lo?! Lo yang naik moge kayak orang kesetanan waktu itu?!" tunjuk Gita dan mulutnya otomatis berucap.
"Kesetanan?" desis pria itu.
"Maksud gue, yang mainin gas motor ngang-ngeng-ngong gitu! Bikin berisik satu kampus!" ucap Gita lagi dan membuat pria itu menarik ujung bibirnya.
