"Aku tidak mau menikah dengannya, Bu!"
Ibram tidak mampu menolak keinginan ibunya untuk menikahi gadis pilihannya. Padahal Ibram sudah punya gadis impian yang ia dambakan. Ibu menolak alasannya, terpaksa Ibram menerima pernikahan itu meskipun sang istri berusaha mencintainya namun hatinya masih enggan terbuka.
Bagaimana kelanjutannya? Tetap ikutin cerita baru Mami AL. Jangan lupa like, poin, komentar dan vote. Mohon untuk memberikan komentar yang bijak.
Selamat membaca 😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 - Terlibat Skandal
Sebulan telah berlalu, Nadira telah memberikan klarifikasi kepada media jika dirinya tak memiliki hubungan spesial dengan Robi. Kini dia hanya fokus menyelesaikan pekerjaannya di dunia hiburan.
Nadira hanya mengirimkan pesan atau telepon singkat kepada Arumi karena dia sangat sibuk jadi jarang menemui wanita itu. Apalagi Ibram seperti memberi jarak antara dirinya dan Arumi sejak kesalahpahaman yang terjadi di klinik dengan Mama Nana.
Hari ini Arumi duduk menikmati waktu sore bersama sang suami sembari menonton televisi. Tiba-tiba di layar tersebut muncul berita Nadira yang mengatakan jika memiliki hubungan dengan seorang pengusaha beristri.
"Astaghfirullah, ujian apa lagi untuknya?" lirih Arumi.
Ibram yang tidak terlalu fokus menonton televisi karena sesekali membalas pesan di grup, mendongakkan wajahnya dan bertanya kepada istrinya, "Ada apa, sayang?"
"Mas, lihatlah!" Arumi menunjuk ke arah layar televisi.
"Kenapa dengan Nadira?" Pandangan Ibram ke arah televisi sejenak lalu pindah menatap istrinya.
"Nadira diterpa gosip lagi, Mas."
"Itu memang resiko dia menjadi publik figur," kata Ibram.
"Kasihan sekali dia, Mas. Ada saja ujiannya, menurutmu apa semua itu benar?" tanya Arumi menatap suaminya.
Ibram mengendikkan bahunya.
"Aku harus menghubungi Nadira, Mas!" Arumi meraih ponselnya di meja tepat dihadapannya, ia lalu mencari kontak nama Nadira kemudian melakukan panggilan.
Tak lama, Nadira mengangkatnya dan berucap, "Assalamualaikum, Mba."
"Waalaikumussalam, Dira. Kamu di mana?"
"Aku di mobil mau menuju pulang ke rumah."
"Dira, Mba dengar berita kamu di televisi. Apakah itu benar?" Arumi begitu penasaran.
Nadira malah tertawa dan berkata, "Semua hanya fitnah, Mba. Istrinya salah paham saja."
"Mereka hampir bercerai, Dira!" kata Arumi.
"Mba, aku tidak seperti mereka tuduhkan. Jadi, Mba Arumi jangan percaya berita itu, ya!" ucap Nadira dengan lembut dan tenang.
"Iya. Mba percaya kamu," kata Arumi.
"Ya sudah, Mba. Aku tutup teleponnya, ya. Assalamualaikum!"
"Waalaikumussalam."
Panggilan keduanya berakhir.
"Bagaimana?" tanya Ibram yang juga penasaran.
"Katanya hanya salah paham saja, Mas." Jawab Arumi meletakkan ponselnya kembali ke meja.
"Alhamdulillah kalau begitu!" Ibram tampak lega karena istrinya tak perlu khawatir lagi.
Selepas menerima telepon dari Arumi, Nadira yang sedang menyetir meneteskan air matanya. Cobaan datang kepadanya tak kunjung berhenti, rasanya ia ingin pergi ke suatu tempat sejenak menenangkan diri tapi apa daya pekerjaannya begitu banyak.
Sesampainya di rumah, tampak 4 orang sudah menunggunya di depan pagar. Tentunya mereka adalah wartawan yang mencari informasi mengenai kebenaran dirinya. Nadira enggan keluar dari mobilnya, ia meminta salah satu ART-nya membukakan pintu masuk.
Para wartawan sudah menyerbu mobilnya, Nadira menurunkan jendela dan berkata, "Maaf semua, saya baru pulang kerja!"
"Mba Nadira apakah berita itu benar?" tanya salah satu wartawan.
"Tanyakan saja kepada yang menyebarkan," jawab Nadira tersenyum.
Perlahan mobilnya masuk ke dalam halaman. Dengan cepat ART menutup pagar dan menolak para wartawan meliput.
Nadira keluar dari mobil tak menghiraukan wartawan yang terus-menerus memanggil namanya.
Nadira masuk ke rumah, Mama Nana sudah mengetahui keberadaan wartawan itu. "Kamu sudah bicara pada mereka?" tanya Nana.
"Apa yang mau dibicarakan, Ma?" Nadira balik bertanya.
"Kamu 'kan dapat bilang kalau semua fitnah, jika perlu kita laporkan saja istrinya biar tambah panjang ceritanya dan kamu semakin terkenal," saran Nana.
"Menghabiskan waktu aku saja jika seperti itu!" cetus Nadira sambil berlalu.
Ternyata kabar Nadira dekat dengan suami orang terdengar di telinga Robi. Rasa bencinya kepada gadis itu semakin besar. "Cih, begini yang mau mereka jodohkan untukku. Murahan dan tak tahu malu!"
***
Esok harinya Nadira menghadiri sebuah pertemuan dengan sebuah perusahaan tampak juga Robi di sana. Nadira sempat melemparkan senyuman kepada pria itu namun diacuhkan. Nadira tak mempermasalahkannya yang penting dirinya sudah bersikap baik.
Robi dan Nadira duduk tak terlalu jauh. Tapi, lirikan Robi selalu saja mengarahkan pandangannya kepada Nadira yang sikapnya biasa seperti tidak memiliki masalah.
Nadira bahkan sesekali mengobrol dengan teman pria disampingnya diiringi tawa kecil serta senyuman membuat Robi semakin membencinya.
Ketika acara makan siang berlangsung, Nadira mendapatkan perhatian kecil dari 2 teman prianya. Seperti menyingkirkan rambut Nadira ke belakang telinga dan mengelap percikan minuman di telapak tangannya.
Robi yang memandangnya tampak cemberut.
"Ingat, Robi. Kamu tuh tidak suka padanya. Kenapa harus cemburu?" Robi membatin.
Selesai acara, Robi sengaja menghampiri Nadira di parkiran gedung. Ia ingin memaki dan memarahi gadis itu karena sudah membuat dirinya benci.
"Dira!"
Nadira yang hendak membuka pintu mobil membalikkan badannya.
"Kamu memang tidak tahu malu, ya!" Robi berkata tanpa basa-basi.
Nadira yang bingung hanya bisa terperangah.
"Dari perlakuan mereka tadi itu dapat membuktikan jika kamu wanita murahan!" tukas Robi.
Nadira menarik napas lalu dihembuskannya. Mencoba sabar menghadapi tudingan yang diarahkan kepadanya.
"Berita skandal kamu belum selesai, sudah bermain-main dengan pria lain!" kata Robi.
"Main-main dengan pria lain. Maksudnya?"
"Kamu pikir aku tidak lihat perlakuan mereka padamu. Kamu menikmatinya, 'kan?" tuduh Robi.
"Mereka temanku, aku mengenal mereka sudah lama. Kenapa Kak Robi harus cemburu?" singgung Nadira.
Robi terdiam.
"Oh, Kakak sebenarnya suka 'kan dengan aku. Hanya saja tidak berani mengungkapkannya!" tebak Nadira tersenyum.
"Siapa yang menyukaimu bahkan aku sangat membencimu! Bahkan jika perlu kamu tidak ada di dunia ini!" Robi menegaskan ucapannya.
Mendengarnya hati Nadira terasa sakit. Entah kesalahan apa yang telah diperbuatnya sehingga Robi begitu membencinya.
"Aku sangat muak dengan sensasi yang kamu buat!" kata Robi.
"Jika muak dan benci apa yang aku lakukan. Kak Robi cukup tutup telinga dan mata!" tegas Nadira. Membalikkan badan, membuka pintu dan gegas masuk ke mobil.
Robi masih berdiri dan diam.
***
Berita skandal tentang dirinya dengan seorang pengusaha beristri belum juga selesai. Nadira masih harus kejar-kejaran dengan wartawan yang membutuhkan penjelasan darinya. Apalagi pihak lawan selalu menyindir dan memojokkannya di media sosial.
Nadira hari ini sedang melakukan jumpa penggemar di salah satu kafe terkenal selama 1 jam. Namun, wartawan masih setia menunggu konfirmasi darinya.
Selang 1 jam berlalu, Nadira mencoba menghindari wartawan karena percuma klarifikasi takkan didengarkan juga. Nadira sengaja berpencar dengan manajer dan asistennya. Menggunakan hoodie sekaligus penutup kepala, kacamata hitamnya dan masker mulut Nadira buru-buru meninggalkan tempat dari belakang.
Lagi-lagi kesialan entah keberuntungan, Nadira bertemu dengan Robi. Berlari kecil menuju mobil Robi dan gegas masuk.
Robi yang juga sudah berada di dalam kendaraannya tampak terkejut dengan kemunculan seseorang di sampingnya. "Siapa kamu?"
Nadira membuka penutup kepala dan kacamatanya, "Aku Dira, Kak!" mengarahkan wajahnya kepada Robi.
"Kenapa kamu di mobilku?" sentak Robi.
"Tolong, bantu aku!" Nadira menempelkan kedua telapak tangannya.
Robi mengarahkan pandangannya ke spion, dari benda tersebut terlihat beberapa orang sedang mencari sesuatu sembari memegang kamera.
"Ayo pergi, Kak!" mohon Nadira.
Dengan terpaksa, Robi menyalakan mesin mobilnya dan berlalu. Ia akan mengantarkan Nadira pulang.
Robi sm Anissa
biar sm² bs memperbaiki diri