Sungguh berat beban hidup yang di jalani Sri Qonita, karena harus membesarkan anak tanpa suami. Ia tidak menyangka, suaminya yang bernama Widodo pamit ingin mencari kerja tetapi tidak pernah pulang. Selama 5 tahun Sri jatuh bangun untuk membesarkan anaknya. Hingga suatu ketika, Sri tidak sanggup lagi hidup di desa karena kerja kerasnya semakin tidak cukup untuk biaya hidup. Sri memutuskan mengajak anaknya bekerja di Jakarta.
Namun, betapa hancur berkeping-keping hati Sri ketika bekerja di salah satu rumah seorang pengusaha. Pengusaha tersebut adalah suaminya sendiri. Widodo suami yang ia tunggu-tunggu sudah menikah lagi bahkan sudah mempunyai anak.
"Kamu tega Mas membiarkan darah dagingmu kelaparan selama 5 tahun, tapi kamu menggait wanita kaya demi kebahagiaan kamu sendiri"
"Bukan begitu Sri, maafkan aku"
Nahlo, apa alasan Widodo sampai menikah lagi? Apakah yang akan terjadi dengan rumah tangga mereka? Kita ikuti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Sally berjalan terburu-buru sambil menarik-narik Ara hingga menabrak seorang wanita. Sally terpaku memandangi wanita yang berjongkok mengusap-usap lututnya yang memar.
"Maaf Mbak, saya tidak sengaja" Sally berjongkok di depan wanita berdaster itu.
Wanita itu perlahan-lahan mengangkat kepala menatap Sally lekat. "Nggak apa-apa Non, kok saya seperti pernah melihat Nona, tapi dimana ya" wanita itu mengingat-ingat.
"Mari Mbak saya bantu bangun" Sally tidak mau lama-lama di tempat itu. Setelah membantu korbanya lalu melanjutkan perjalanan. Sally tidak tahu jika wanita yang ia temui baru saja adalah istri Yono.
"Bu, maaf ya, lama. Antri soalnya, terus sekarang Mas Yono yang gantian antri" Sally tidak sadar jika duduk di bale berdebu yang selalu ia hindari.
"Aaagghhh... Ara pegel Ma, mau duduk tapi kotor" Ara berteriak.
"Sini dipangku Mama" Sally tidak mau anak itu teriak-teriak.
"Nggak apa-apa Sally, warung itu memang selalu ramai. Terus, kamu kasih uang berapa Yono tadi" Parti memang belum berubah, dalam keadaan tak berdaya pun masih ingat uang.
"Sudahlah Bu, oh iya kedatangan Sally kesini ingin mencari Mas Widodo" Sally mengatakan sudah 3 bulan Widodo pergi dari rumah.
"Itu juga yang mau Ibu tanyakan sama kamu, pergi kemana anak semprul itu" Parti memegangi kepalanya yang begitu sakit memikirkan kemana Widodo. Pantas saja anak keduanya itu tidak pernah lagi mengirim uang. Sering kali Parti menuduh Yono tidak menyampaikan uang kiriman dari Widodo. Setiap Yono telepon minta transfer hapenya tidak pernah aktif. Lagi-lagi Parti menuduh Yono berbohong. Parti benar-benar menyesalkan keputusan Widodo, jika sampai berpisah dengan Sally bagaimana pula nasib hidupnya.
"Yang dikatakan Yono benar Bu" Sally menarik napas berat sudah hampir dikeroyok warga, tapi hasilnya justru mengecewakan.
"Kan, Papa nggak ada di sini, sekarang juga kita pulang Ma. Ara nggak mau lama-lama di sini" Ara lompat dari pangkuan Sally menarik-narik tangannya.
"Sebentar sayang... kita menunggu Om Yono"
"Ara nggak mau, Ara mau pulang sekarang." Ara berteriak sambil menangis, sifat buruknya sudah kembali seperti sebelum berangkat.
"Maaf Bu, saya tidak bisa lama-lama" Sally pun mengalah.
"Wajar kalau Ara tidak betah, karena tempatnya kotor seperti ini, Sally" lirih Parti. Parti sebenarnya ingin menahan cucunya hingga tinggal beberapa hari, tapi mengingat keadaan rumahnya seperti ini tidak bisa mencegah.
"Bu, kalau Mas Yono sudah kembali terus makan ya" Sally mengeluarkan beberapa lembar uang merah memberikan kepada mertuanya. "Semoga ibu cepat sembuh, kalau belum sembuh berobat lagi. Kuncinya jangan terlambat makan seperti sekarang, terutama sarapan" pesan Sally lalu pulang menggendong Ara sambil mengangkat koper. Terpaksa ia melalui jalan sempit karena tidak mau bertemu warga. Namun, justru malang nasib Sally, ternyata ke lima ibu-ibu tadi bergerombol di pinggir jalan tepatnya sebelah rumah Sri.
"Oh Ini wanita yang kita tunggu di warung tadi, ternyata lewat sini" ujar ibu-ibu lalu membuat lingkaran siap mencakar-cakar wajah Sally.
"Sialan, cepat amat sih, mereka" batin Sally segera meletakkan koper kemudian menurunkan Ara. "Bu, saya bukan pelakor seperti yang ibu tuduhkan" Sally berusaha berbicara baik-baik.
"BOHONG" ibu-ibu membentak serentak tidak akan percaya dengan apa yang dikatakan wanita itu. Apa lagi melihat Sally justru tengah mengetik pesan membuat para ibu itu semakin kesal.
"Saya mohon dengarkan saya dulu, Bu, saya akan ceritakan bagaimana bisa menikah dengan Widodo"
"Jangan percaya, kita seret wanita ini ke rumah pak rt" si ibu itu benar-benar serius ingin membalas dendam Sri.
"Sial, aku harus bagaimana ini" Sally kesal jika sampai ke pak rt urusannya semakin panjang.
*****************
Di waktu yang bersamaan seorang pria kangen putrinya karena sudah tiga hari tidak sekolah. Walaupun tidak bertemu langsung, tapi setidaknya bisa melihat putrinya yang menggunakan seragam tk.
"Sebaiknya aku ke kantor saja" Widodo yang masih menggunakan rambut palsu dan kumis palsu itu memberanikan diri.
"Selamat pagi" ucap Widodo ketika tiba di pintu kantor.
"Selamat pagi, masuk, Pak" ucap wanita jika diperhatikan seragam nya seorang guru.
Widodo masuk kemudian duduk menanyakan tentang Ara yang tidak pernah sekolah.
"Bapak siapa nya Ara?" Bu guru menatap penampilan Widodo curiga. Sebab, yang mengantar Ara biasanya berpakaian rapi, walaupun supir sekalipun. Bu guru khawatir jika pria itu seorang penculik.
Dua orang itu larut dalam pikirannya sendiri. Terutama Widodo pun bingung bagaimana memberi jawaban. "Saya pekerja bengkel Bu, karyawan Pak Widodo. Biasanya Ara akrab dengan saya di kantor, tapi sudah tiga hari ini kok tidak ke kantor apa mungkin Dia sakit?" Widodo nampak cemas karena ini yang ia pikirkan sejak kemarin.
"Nyonya Sally hanya mengatakan Ara tidak mau sekolah, Pak, tapi apa alasannya kami belum tahu.
"Oh begitu, terima kasih Bu, saya permisi"
Setelah mendapatkan informasi tentang anaknya, Widodo meninggalkan sekolah. Di dalam mobil angkut Widodo benar-benar dilema. Ingin rasanya membuka jati dirinya lalu menemui Ara, tapi ia tidak mau bertemu Sally.
Widodo menarik angkut setengah hari, setelah jam satu siang, angkot yang ia kendarai menuju depan rumah Sally. Hanya ingin memperhatikan wajah putrinya jika nasibnya baik maka Ara keluar, sudah bisa mengobati rasa kangen. Widodo terus berandai-andai hingga tiba di tempat yang dituju kemudian berhenti.
Widodo mengamati rumah yang dulu ia bangun, dan dihuni bersama Sally itu dari kaca angkut yang dibuka setengah, tapi rumah itu sangat sepi. Dengan sabar ia menunggu sampai beberapa kali menguap karena mengantuk. Namun, Ara tak ada keluar.
Widodo lupa jika Ara ada pun tentu tidak dibolehkan keluar tengah hari gini.
Mata Widodo yang sudah mengantuk tiba-tiba segar ketika mendengar pintu gerbang dibuka, muncul wanita paruh waktu yang akan membuang sampah ke tong.
Widodo segera turun dari angkutan. "Tunggu Bi"
Bibi menatap Widodo ketakutan. "Kok tumben sih, di komplek ini ada preman? Eh, serem" batin bibi tanpa menggubris panggilan Widodo berjalan cepat hendak masuk gerbang.
"Tunggu Bi, jangan khawatir, saya bukan orang jahat" Widodo mencengkeram pergelangan tangan bibi. Bibi yang memeng takut tangannya bergetar.
"Bi, saya cuma mau tanya, Non Ara lagi bobo siang kah?"
"A-anu, ti-tidak. Non Ara sedang tidak di rumah" Bibi menjawab sambil menunduk karena masih juga ketakutan.
"Kemana Bi?" Widodo masih terus menahan pergelangan bibi.
"Keluar kota, bersama Mamanya" bibi terpaksa jujur karena tangannya ingin segera dilepas.
"Sekarang Bibi boleh masuk" Widodo melepas tangan bibi, kemudian masuk ke dalam angkut.
Widodo memutuskan untuk pergi, tapi belum sampai starter, taksi dari arah depan berhenti di depan rumah itu.
...~Bersambung~...
hrse libur kerja selesaikan dng cepat tes DNA mlh pilih kantor di utamakan.
dr sini dah klihatan pras gk nganggap penting urusan kluarga. dia gk family man.
kasian sri dua kali nikah salah pilih suami terus.