Bagaimana jadinya ketika bayi yang ditinggal di jalanan lalu dipungut oleh panti asuhan, ketika dia dewasa menemukan bayi di jalanan seperti sedang melihat dirinya sendiri, lalu dia memutuskan untuk merawatnya? Morgan pria berusia 35 tahun yang beruntung dalam karir tapi sial dalam kisah cintanya, memutuskan untuk merawat anak yang ia temukan di jalanan sendirian. Yang semuanya diawali dengan keisengan belaka siapa yang menyangka kalau bayi itu kini sudah menjelma sebagai seorang gadis. Dia tumbuh cantik, pintar, dan polos. Morgan berhasil merawatnya dengan baik. Namun, cinta yang seharusnya ia dapat adalah cinta dari anak untuk ayah yang telah merawatnya, tapi yang terjadi justru di luar dugaannya. Siapa yang menyangka gadis yang ia pungut dan dibesarkan dengan susah payah justru mencintai dirinya layaknya seorang wanita pada pria? Mungkinkah sebenarnya gadis
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maeee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cuddle
Dengan mengenakan baju tidur yang pendek, sambil memeluk gulingnya Cherry berlari ke kamar Morgan. Ia menjatuhkan dirinya ke kasur, tubuhnya sedikit memantul, dan itulah yang membuatnya terkekeh.
Ia tidur menyamping, menghadap kamar mandi. Suara shower masih terdengar itu artinya Morgan ada di dalam sana. Cherry menarik napas dalam, mengubah posisinya jadi terlentang lantas menatap langit-langit kamar ini.
Untungnya di kamar baru ini hanya dirinya saja satu-satunya wanita yang pernah tidur di sini.
CLACK
Cherry langsung tengkurap, melihat ke arah pintu kamar mandi setelah mendengar suara pintu yang dibuka. Ia tersenyum bahkan sebelum Morgan terlihat.
Morgan keluar dari dalam, dua alisnya langsung berkerut melihat Cherry yang tersenyum begitu lebar. "Ada apa?" tanyanya.
Cherry menopang dagunya. "Kamu sangat tampan," pujinya.
Morgan tersenyum, tersipu malu.
"Teman-teman ku sering menonton pria tampan yang bertubuh kekar. Betapa beruntungnya aku karena punya satu di rumah," celetuk Cherry, kembali membuat Morgan tersenyum.
"Berhenti menggodaku, Anak Nakal," ucap Morgan. Duduk di sisi ranjang demi bisa memberi hukuman pada Cherry. Ia menarik pelan telinga gadis itu.
Meski dihukum tapi Cherry tetap tersenyum merekah. "Boleh aku menyentuh perut mu?" tanyanya antusias, matanya berbinar melihat perut sixpack milik Morgan.
Morgan menunduk, melihat perutnya. "Silakan!" Ia merangkak naik dan menghadapkan tubuhnya pada Cherry.
Cherry langsung bangun dan duduk tegap. Ia menatap manik mata Morgan sebelum menyentuh perutnya, lalu perlahan tangannya mengusap perut Morgan.
Jari-jarinya bermain lembut di perut Morgan, mengelusnya perlahan. Senyum malu-malu namun bahagia merekah di wajahnya.
Morgan hanya menggelengkan kepalanya melihat betapa gembiranya gadis itu hanya karena sentuhan sederhana di perutnya.
"Morgan," panggil Cherry, matanya menelusuri kontur tubuh pria di hadapannya, "kapan kamu berolahraga? Kenapa tubuhmu sangat indah?"
Morgan mencubit gemas pipi Cherry. "Saat kamu tidur dan bermalas-malasan di kasur."
"Lain kali, ikut olahraga bersamaku, ya?" ajak Morgan. Cherry mengangguk antusias.
"Ini milikku?" tanya Cherry malu-malu, rona merah kembali mewarnai pipinya.
"Apa?" Morgan mengangkat sebelah alisnya, menatap gadis itu dengan tatapan bingung.
"Tubuh ini..., milikku?" ulang Cherry, ujung jarinya menusuk perut Morgan yang berotot.
Senyum hangat mengembang di bibir Morgan. "Ya, ini milikmu sepenuhnya."
Perasaan bahagia yang melonjak membuat Cherry langsung menghambur ke dalam pelukan Morgan, duduk di atas kaki pria itu yang menyilang.
"Kalau begitu kamu harus janji! Mulai sekarang hanya aku satu-satunya wanita yang boleh menyentuh tubuhmu!"
Morgan terdiam sejenak, merasakan kehangatan tubuh Cherry. Sedikitnya Cherry pasti masih memikirkan tentang orang tuanya. Untuk saat ini mengiyakan keinginannya adalah hal yang tepat. Ini demi kebahagiaannya.
"Ya," jawab Morgan lembut, mengelus rambut Cherry yang halus dan menghirup aromanya yang menenangkan.
"Sudah mandi?" tanyanya, berusaha mengalihkan topik.
"Sudah," jawab Cherry singkat, masih betah dalam pelukannya. Ia merasa dicintai dengan setiap sentuhan Morgan.
"Hm, rambutmu wangi," puji Morgan tulus, mengecup puncak kepala gadis itu dengan sayang.
"Turun dulu, aku harus memakai baju atau tidak aku akan masuk angin," pinta Morgan. Bibir Cherry sedikit mengerucut tanda enggan. Namun, ia akhirnya melepaskan pelukannya dan turun dari pangkuan Morgan.
"Morgan," ucap Cherry, menatapnya dengan mata penuh harap, "malam ini aku ingin tidur di sini bersamamu."
Morgan tersenyum, meraih kaos putihnya dan mengenakannya. "Aku juga ingin tidur bersamamu."
Langkah Morgan mendekat terhenti di sisi ranjang, tempat Cherry tengah asyik dengan ponsel di tangannya. Dahinya berkerut melihat layar yang begitu menarik perhatian gadis itu hingga tak peduli pada kehadirannya.
"Kenapa ponselku terus yang kamu pakai? Ponselmu di mana?" tegur Morgan lembut.
"Ada," jawab Cherry tanpa mengalihkan pandangannya, hanya melirik sekilas. "Tapi aku lebih suka ponselmu. Ingat, kamu sendiri yang bilang aku boleh memakainya sesuka hati."
Morgan menghela napas kecil, lalu mengangguk dan mengacak-acak rambut Cherry dengan sayang. Ia duduk bersandar di kepala ranjang, lalu menarik Cherry pelan hingga gadis itu bersandar nyaman di dadanya. Lengannya melingkar posesif di perut Cherry, dagunya bertumpu di puncak kepala gadis itu, matanya ikut menatap layar ponsel yang masih menjadi pusat perhatian Cherry.
"What?!" pekik Morgan tiba-tiba, tubuhnya menegang sepersekian detik setelah menangkap kalimat yang tertera di layar.
Di sana, dengan polosnya Cherry mengetikkan, "Jika memasukkan satu jari ke Miss V apa akan berdarah?"
Morgan memiringkan tubuhnya, berusaha menatap wajah Cherry. "Cherry, kenapa kamu mencari hal seperti itu?" tanyanya, nada suaranya bercampur antara kaget dan khawatir. Dipikir berulang kali pun ia tidak akan rela jika Cherry sampai melakukan hal seperti itu dengan jarinya.
Cherry hanya mengangkat kedua bahunya dengan santai, tatapannya kembali fokus pada layar.
"Kata Abigail itu menyenangkan, apalagi kalau yang melakukannya pria yang disukai. Terus, dia bilang pertama memang agak sakit, tapi lama-lama enak. Tapi, aku juga nggak mau melakukannya pakai jari kalau gara-gara itu aku jadi hilang keperaw4nan."
Morgan mengusap wajahnya frustrasi, lalu memijat keningnya yang tiba-tiba terasa berdenyut. "Astaga. Kamu benar-benar harus menjauhi temanmu yang satu itu!" gertaknya, mencoba meredam emosinya pada wanita bernama Abigail itu.
Cherry meletakkan ponselnya dengan bunyi tak pelan di atas nakas. Ketika Morgan menarik tangannya dari perutnya, Cherry dengan cepat meraihnya kembali, dan menahannya agar tetap di sana.
"Aku memang tidak mau jika kep3rawanan ku diambil oleh jari," akunya, matanya menatap lurus ke depan sambil memainkan jemari Morgan. "Tapi jika itu jari mu maka tidak papa."
Morgan menggelengkan kepala perlahan, rahangnya sedikit mengeras. "Ayo, sebaiknya kita tidur saja."
Cherry menahan Morgan yang hendak beranjak dengan cara menekan dada pria itu dengan punggungnya.
"Kamu bilang hanya malam ini saja aku boleh melakukan apapun yang aku mau," ucap Cherry mengingatkan. "Lalu kenapa sekarang kamu malah menghindarinya?"
"Cherry...." Morgan menghela napas berat, mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan kebimbangannya.
Ia menarik napas dalam. "Dengar! Kita tidak boleh melakukan hal seperti ini."
"Kenapa?" tanya Cherry cepat, nada suaranya meninggi.
"Karena...," Morgan terdiam sejenak, matanya mencari-cari jawaban yang sulit ditemukan. "Tidakkah kamu merasa aku adalah ayahmu?"
Cherry menggelengkan kepalanya dengan keras. "Kamu Morgan, segalanya bagiku."
Morgan terdiam, tatapannya jatuh, bingung mencari alasan lain yang bisa ia gunakan.
"Kalau kamu tidak mau melakukannya," pinta Cherry lirih, membalikkan tubuhnya menghadap Morgan, bibirnya sedikit terbuka, "kalau begitu cium saja aku."
Senyum tipis terukir di bibir Morgan. Ia mengulurkan tangannya, menangkup kedua pipi Cherry yang terasa hangat dan lembut, lalu mengecup bibirnya dan menggigit bibir bawahnya sekilas.
"Lagi?" tawar Morgan, suaranya serak setelah kecupan singkat itu.
"Ya," jawab Cherry pelan, senyum kecil kembali menghiasi bibirnya yang basah.
Keduanya pun kembali berc1uman, bib1r mereka bertemu dalam kelembutan yang menyimpan bara. Meski Morgan tahu ini juga salah, ia merasa ciuman saat ini terasa lebih baik daripada harus melakukan hal yang lebih jauh, sesuatu yang hatinya tolak.
Bib1r mereka masih saling m3lum4t tapi Morgan dengan lembut menuntun Cherry untuk merebahkan diri di sampingnya. Dalam sunyi malam yang pekat, hanya detak jantung mereka yang terasa begitu dekat. C1uman berakhir digantikan dengan bertaut dalam pelukan erat.
Morgan perlahan memejamkan matanya sambil terus mendekap Cherry.
"Morgan," bisik Cherry memecah keheningan.
"Hm?" sahut Morgan, mengeratkan rengkuhannya. Ia memejamkan mata, menikmati ke1ntiman sederhana ini, kehangatan tubuh Cherry yang menenangkan.
"Aku merasakan sesuatu di bawah sana keras dan terus mengenaiku," bisik Cherry polos. "Kamu ingin aku membantu mu lagi?"
"Abaikan saja," jawab Morgan berusaha setenang mungkin, meski jantungnya berdebar tak karuan dan rona malu menjalar di wajahnya dalam kegelapan.
"Morgan!" panggil Cherry sekali lagi.
"Ya?" sahut Morgan pasrah, berharap topik ini segera berlalu.
"Senin besok aku akan ujian kelulusan. Aku akan sangat sibuk belajar. Karena itulah aku meminta kamu melakukan semua ini tadi. Kata Abigail, ini akan meningkatkan semangat kita saat belajar."
Morgan menghela napas nyaris tak terdengar. Abigail lagi... pengaruh gadis itu memang luar biasa.
Perlahan, Morgan melonggarkan pelukannya. "Kamu mau semangat?" Di remangnya cahaya di kamar ini manik mata mereka bertemu, saling menyelami.
Cherry menganggukkan kepalanya dengan sungguh-sungguh. "Tapi aku merasa aku pasti akan gagal dalam ujianku. Aku pasti tidak akan lulus. Morgan, apa kamu akan malu memiliki gadis bodoh di hidupmu? Kamu tidak akan marah padaku, kan?"
"Mmm... Morgan, kalau misalnya aku lulus tapi mendapat nilai paling bawah kamu nggak akan menghukum ku, kan?"
Morgan menangkap jelas ketakutan yang bersembunyi di balik pupil mata Cherry yang membesar. Ia buru-buru tersenyum lembut dan mengelus rambut gadis itu dengan sayang. "Tidak apa-apa, Sayang. Aku tidak akan pernah malu memilikimu."
"Tapi..." Morgan menjeda. "Jika kamu berhasil masuk ke sepuluh besar saja, maka kita akan melakukan $3x seperti yang kamu inginkan selama ini."
Mata Cherry melebar sempurna, lalu berbinar penuh semangat. Senyum lebar langsung menghiasi wajahnya yang semula tegang. Tanpa ragu, ia kembali memeluk Morgan erat. "Aku akan berusaha!" serunya penuh tekad.
"Ya, berusahalah dengan keras," balas Morgan, membalas pelukan Cherry sambil menyunggingkan senyum tipis yang hanya bisa dilihat kegelapan. Dalam hatinya ia begitu yakin Cherry tidak akan mampu menembus sepuluh besar. Ia terlalu mengenal gadis itu, karena itulah dirinya berani memberikan hadiah yang fantastis, hadiah itu tak mungkin didapatkannya.
wajar dia nggak peduli lg dgn ortu kandungnya secara dia dr bayi sdh dibuang.🥲