NovelToon NovelToon
Gairah Sang Papa Angkat

Gairah Sang Papa Angkat

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Cinta Terlarang / Cerai / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Romansa
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: Ni Luh putu Sri rahayu

menjadi sukses dan kaya raya tidak menjamin kebahagiaanmu dan membuat orang yang kau cintai akan tetap di sampingmu. itulah yang di alami oleh Aldebaran, menjadi seorang CEO sukses dan kaya tidak mampu membuat istrinya tetap bersamanya, namu sebaliknya istrinya memilih berselingkuh dengan sahabat dan rekan bisnisnya. yang membuat kehidupan Aldebaran terpuruk dalam kesedihan dan kekecewaan yang mendalam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni Luh putu Sri rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

Hari semakin sore, setelah rapat direksi di kantornya, Aldebaran masih berkutat dengan pekerjaannya di kantor. Tumpukan dokumen di meja kerjanya yang menumpuk, dan berkas-berkas yang harus ia tanda tangani semuanya menumpuk di mejanya.

Matanya tak lepas dari layar monitor komputer di hadapannya dan deretan angka-angka yang tertera di hadapannya sudah menjadi makanannya setiap hari. meski sesekali pikirannya melayang pada Lilia, namun ia terus menguatkan dirinya sendiri bahwa ia tidak bisa terus seperti ini.

"Aku tidak bisa seperti ini, aku Aldebaran Maximilian Blackspire. Aku harus bisa mengendalikan emosiku, aku memiliki perusahaan yang harus tetap berjalan, dan reputasi yang harus aku jaga." kata Aldebaran dalam hati, ia mencoba menguatkan pikiran dan hatinya, ia tidak akan membiarkan emosi sesaatnya mengendalikan dirinya dan mempengaruhi emosinya.meski sesekali bayangan Lilia terus menghantuinya.

"Aku akan tangani masalah ku setelah pulang kantor, aku harus bicara pada Lilia, dan minta maaf." gumamnya penuh keyakinan, terlepas dari apa tanggapan Lilia tentang dirinya setelah ia meminta maaf.

Aldebaran terus mengerjakan pekerjaannya tanpa jeda, berharap itu bisa mengalihkan pikirannya yang sedang kacau saat ini.

Tak terasa malam tiba, lampu-lampu jalan dan pemandangan kota malam dengan hingar bingarnya tak mampu menembus kekacauan hati Aldebaran yang sedang berkecamuk. Aldebaran masih duduk di dalam ruangan kantornya dan matanya masih tertuju pada angka-angka di layar monitor di hadapannya.

"Aku tahu segalanya tidak akan sama lagi setelah... setelah semuanya yang telah terjadi di antara kami." Pikir Aldebaran, untuk beberapa saat Aldebaran berhenti mengetik, ia bersandar di kursi kulitnya pandangannya kosong, menatap ke arah layar monitor di hadapannya.

"Tapi... Apa yang harus aku katakan? Bagaimana aku harus mengatakannya? Apa Lilia akan mengerti atau... Atau dia akan membenciku?" Pikiran-pikiran itu terus berkecamuk dalam benaknya.

Aldebaran berpikir antar ia harus bicara pada Lilia atau... Dia harus membiarkan Lilia tenang terlebih dahulu? Tapi bagian kecil dari dirinya berkata lain: apakah ini tindakan seorang pengecut? Membiarkan masalah berlarut-larut?

Namun, saat ini ia tak memiliki pilihan selain memberi ruang pada Lilia.

Waktu terus berlalu, Aldebaran kembali melanjutkan pekerjaannya hingga larut sebelum akhirnya ia memutuskan selesai dan melanjutkan pekerjaannya besik. Saat ia melihat jam dinding di sudut ruangan waktu sudah menunjukan pukul 23:45 malam.

Setelah membereskan meja kerjanya dan menyimpan arsip dan dokumen penting, ia mengambil ponselnya untuk sesaat ia menyalahkan layar ponselnya, saat itu mungkin ada harapan baginya Lilia akan mengiriminya pesan, namun nihil. Tidak ada pesan dari Lilia selain E-mail dari koleganya yang sebelumnya.

Aldebaran menghela napas berat, kemudian memasukan ponselnya kedalam saku jasnya. Awalnya ia ingin menelepon Brian, namun ia urungkan, karena Aldebaran tahu Brian akan melakukan tugasnya dengan baik tanpa ia harus menyuruhnya dan ia tahu Brian pasti sudah menjemput Lilia seperti biasa, jadi mungkin ia sudah tidak perlu khawatir lagi. Namun, sudut didalam hati kecilnya masih tidak bisa melupakan bagaimana bejatnya dirinya.

Kemudian dengan langkah berat Aldebaran mengambil kunci mobilnya dan melangkah keluar dari dalam ruangan. Suara sepatu kulit bergema saat beradu dengan lantai marmer di bawahnya di dalam ruangan kantor yang luas. Dengan langkah pelan dan terukur ia melangkah menuju lift sebelum akhirnya ia berjalan menuju tempat parkir bawah tanah di kantornya.

Aldebaran mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang, jalanan masih ramai dengan hiruk pikuk dan gemerlapnya kota di malam hari. Ia terus mengemudi hingga ia sampai di komplek apartemen mewah di pusat kota. Aldebaran memarkir mobilnya sebelum ia masuk ke area lob apartemen dan menuju lift. Di dalam lift ia menekan tombol lantai apartemennya, sesampainya ia di depan pintu apartemennya, Aldebaran berdiri cukup lama sebelum akhirnya memencet kode kunci pintu elektronik hingga berbunyi klik. Setelah pintu terbuka Aldebaran mendorongnya dengan pelan.

Lalu dengan langkah pelan dan terukur dia masuk kedalam apartemennya, ketika sampai di dalam, Aldebaran mendapati lampu masih menyala, saat ia melangkah ke ruang keluarga yang bersebrangan dengan dapur Aldebaran melihat, di atas meja makan sudah tersedia makan malam untuknya.

"Lilia..." bisiknya lirih, sambil menatap makan malam sederhana yang Lilia masak untuknya.

"Dia... Dia masih menyiapkan makan malam untukku?" Kata Aldebaran pelan, lebih seperti bisikan untuk dirinya sendiri.

Aldebaran menunduk dalam, ia merasakan sakit di dadanya seolah telah menerima hantaman telak di dadanya, "bahkan aku tidak pantas untuk ini... Aku tidak bisa... setelah apa yang sudah aku lakukan."

Seketika ia merasakan napasnya tercekat di tenggorokan, rasa bersalah itu kembali menyeruak ke permukaan kali ini lebih menyakitkan dan dalam, saat itu Aldebaran tidak bisa menahan rasa bersalahnya dan dengan segera ia menaiki tangga dengan langkah setengah berlari menuju lantai dua ke kamar Lilia.

Namun, sesampainya di sana, Aldebaran mematung menghadap pintu kamar Lilia yang tertutup. Ia hanya berdiri di depan pintu kamar Lilia, ia tak berani untuk mengetuk pintu atau hanya untuk sekedar memanggil gadis itu. Tangan kanannya terangkat ia bermaksud untuk mengetuk pintu, tetapi ia urungkan.

Aldebaran takut—takut ia tidak tahu harus bagaimana dan apa yang harus dia katakan untuk menghadapi Lilia setelah apa yang telah di perbuatanya tadi pagi, ia takut Lilia tidak akan memaafkannya.

Tanpa mengatakan sepatah katapun, Aldebaran berbalik dan pergi meski ada keraguan untuk ia meninggalkan tempat itu, di pikirannya mungkin Lilia sudah tidur, ia memilih untuk pergi dan kembali ke lantai bawah. langkah kaki pria itu tampak gontai ia berjalan menuju meja makan di mana Lilia sudah menyiapkan makan malam untuknya.

"Apa aku pantas menerima semua ini? Setelah apa yang telah aku perbuat padamu, Lilia?" ucapnya pelan, nyaris seperti sebuah bisikan.

Aldebaran, masih berdiri di di tepi meja makan, ia tak memilih duduk atau memakan masakan yang sudah Lilia siapkan untuknya, ia hanya berdiri dan memandangi piring-piring berisi makanan itu, cukup lama, tanpa ia sadari pikirannya melayang ke bagaimana gadis kecil itu menyiapkan semua masakan ini untuknya setelah apa yang telah ia perbuat.

Lalu dengan gerakan pelan Aldebaran menarik kursi dan duduk di sana. Meski masakan yang sudah Lilia siapkan sudah dingin, Aldebaran tetap memakannya.

"Hah... Baru kemarin, aku rasa kita masih baik-baik saja, tapi karena aku... Karena tindakan bodohku, segalanya yang sudah kita bangun, hubungan yang kita jalin selama ini hancur hanya dalam semalam..." Katanya getir, sebuah senyum tersungging di bibir pria itu, namun bukan senyuman kebahagiaan, senyuman itu lebih menyerupai senyuman kekecewaan dan rasa tak berdaya dari seorang pria yang telah kehilangan segalanya.

"Sekarang... Sebanyak apapun aku mengelak dan membela diri... Sudah tidak ada gunanya lagi... Tidak akan bisa menutupi kesalahanku padamu, Lilia..." Lanjutnya.

Aldebaran menghela napas berat, kemudian ia menyuap makanan ke dalam mulutnya. Setiap kali ia berusaha menelan makanan yang masuk kedalam mulutnya seperti ia menelan pecahan kaca.

Aldebaran... Dengan tangannya sendiri telah menodai kepolosan dan kepercayaan putri angkatnya sendiri, setiap kali ia mengingat bagaimana tubuh mungil itu gemetar bagaiman air mata itu menetes dari sudut mata gadis itu, membuat ia semakin terjebak dalam perasaan bersalah yang sangat dalam hingga membuat dadanya terasa sekak.

"Bahkan setelah apa yang sudah aku lakukan, dia masih sempat memperhatikanku..." Lanjutnya.

Kali ini, Aldebaran tidak bisa menahan air matanya lagi, air mata rasa bersalah dan dosa yang tidak mungkin mendapatkan pengampunan dari Putrinya kini menetes di pipinya.

Bersambung.....

1
Bunda
nyimak kak 🙏🏻
DonnJuan
keren kak
Elizabethlizy
kalo berkenan mampir juga yaa kelapak ku makasih
Erlin
mampirr balikk kaaa, semangattt
Erlin
semangat kaa, ceritamu kerenn, dan jangan lupa mampir yaaa
Azthar_ noor
aldebaran .... oh aldebaran ... andin mengkhianatimu jadian lagi sama lilia... heheh semangat thorrr
Serenarara
Lagian sekelas CEO masa kasih yang diskon? /Chuckle/
ARIES ♈: kata papa "Lilia, kita harus berhemat, tanggal tua! kalo gak mau jatah skincare-nya papa potong." 🤭🤭
total 1 replies
Author Sylvia
jangan buat Aldebaran jadi cowok plin plan dan playboy ya Thor.
sukses buat novelnya, jangan lupa support baliknya di novel baru aku ya 🙏☺️
ARIES ♈: terimakasih dukungannya kak, di usahain... biar gak play boy..🫠🫠
total 1 replies
Serenarara
Dasar nggak peka, huh. /Smug/
Serenarara
Wayolo...dia pedo thor?
Serenarara
/Sweat/ Pak, please lah...waras dikit kek
Serenarara
Hajar bang hajar!
Little Fox🦊_wdyrskwt
keren... ceritanya bagus/Determined/
Little Fox🦊_wdyrskwt
semanngat mampir juga say
Anyelir
Aldebaran uy, wkwkwk
Cappie
Jan lupa mampir ya
Dewi Ular🐍💆🏻‍♀️
Next Thor👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!