Bagimana jika dimasa lalu kalian dikhianatin sahabat kalian sendiri? Akankah kalian memaafkan orang tersebut? Atau kalian akan membalaskan dendam kalian?
Lalu bagaimana dengan hidup Calista yang di khianati oleh Elvina sahabatnya sendiri. Lalu kemudian ada seseorang laki-laki yang mengejar Calista, namun disatu sisi lain laki-laki itu disukai oleh Elvina.
Bagimana menurut kalian? Akankah Calista memanfaatkan moment ini untuk balas dendam di masa lalu? Atau bahkan Calista akan mendukung hubungan mereka?
Calista tersenyum remeh, lalu memperhatikan penampilan Elvina dari atas sampai bawah. "Pacarnya ya? Pantes, kalian cocok! Sama-sama baj**ngan!" Kata Calista tanpa beban, ia mengacungkan jari tengahnya sebelum ia pergi.
Kepo? Yuk simak cerita kelanjutannya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Njniken, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. balasan untuk Elvina
Elvina terdiam beberapa detik sembari memegangi kedua pipinya. Ia masih syok dengan kejadian ini. Lalu kemudian perlahan-lahan ia menatap seseorang yang berada di depannya.
Dia adalah Deolinda. Ya, sahabatnya di masa lalu yang kini telah menjadi musuhnya.
"Jangan Lo pikir gue sama Calista diam terus terus Lo pikir kita takut sama elo? Enggak sama sekali El. Elo pengkhianat di antara kita. Calista nggak salah tapi Lo celakain dia!" Kata Deolinda dengan nada yang tegas dengan ekspresi wajahnya yang merah, tanda gadis itu sedang marah.
"Kalau Lo masih gangguin kita. Gue nggak akan pernah tinggal diam. Inget nggak semua orang takut sama elo!" Kata Deolinda memperingati dengan jari telunjuknya. Lalu kemudian Deolinda pergi begitu saja.
Ini adalah sebuah peringatan. Dan Deolinda tidak kasihan sama sekali. Apa yang di lakukan oleh Elvina sungguh keterlaluan.
"Hahah..." Elvina tertawa di sela merasakan panas perihnya kedua pipinya itu. Ia menyurai rambutnya ke belakang. "Hah! Sialan Deolinda a*jing. Lo pikir gue akan takut gitu? Awas aja tunggu pembalasan gue!" Kata Elvina, kemudian ia pergi juga. Sebelum ia ke rooftop, ia pergi dulu ke toilet untuk membasuh wajahnya serta kembali mempolesnya dengan bedak.
"Sialan tuh anak! muka gue jadi perih merah gini!" Umpat Elvina sembari mempoles kembali wajahnya pelan-pelan.
Setelah itu, Elvina kembali menuju ke rooftop. Tentu gadis itu menunggu laki-laki kesayangannya. Siapa lagi kalau bukan Barra.
Sesampainya di rooftop, gadis itu merentangkan kedua tangannya dengan menghirup udara segar di pagi hari. Apalagi itu di rooftop, tentu udaranya lumayan kencang.
"Hummm hahhh.... Untungnya udaranya seger banget pipi gue jadi nggak terlalu panas disini." Ucapnya sedikit menggerutu, ia kesal karena di tampar oleh Deolinda.
"Eh, tapi tunggu. Gue harus cek keadaan muka gue. Jangan sampai gue jelek di depan Barra." Katanya sembari mengeluarkan bedak di dalam tasnya itu. Ya, meskipun banyak razia tapi hal itu tidak berlaku untuk Elvina. Kalau kena razia ya tinggal beli lagi.
Setelah di rasa puas, Elvina kembali menutup bedaknya. Ia melihat jam tangan yang melingkar di lengannya. Jam menunjukkan pukul 6.30 pagi.
"Heum... Barra pasti telat ya datangnya. Dia kan emang begitu." Gumamnya seraya bibirnya memanyun. Ia pun terpaksa menunggu di atas rooftop itu sembari memainkan ponselnya.
Lama kelamaan Elvina bete sendiri karena Barra tidak datang. Lalu saat hendak menghubungi pun tidak bisa. Elvina di buat kesal sendiri, ia pun akhirnya menyerah dan hendak turun dari rooftop itu.
Namun saat dia hendak turun, ia melihat teman-teman Barra datang ke rooftop. Mata Elvina mencari keberadaan Barra, namun ia tidak melihat adanya Barra disana.
Kesialan datang kepadanya pagi-pagi begini. Udah di tampar orang, rela nunggu lama. Eh yang di tunggu nggak datang-datang.
"Barra dimana? Tumben nggak bareng kalian?" Tanya Elvina begitu saja pada ke empat pemuda itu, yang tak lain mereka adalah Gilang, Nelson, Niko, dan Daren.
Gilang memutar malas bola matanya. Dia enggan untuk menjawab. Ia tau nenek lampir di depannya ini yang sangat jahat sampai mencelakai Calista.
"Lo nungguin dia? Dia nggak masuk!" Kata Daren. Ia memilih untuk menjawabi saja. Karena anak-anak yang lainnya sudah malas.
Elvina terkejut mendengar ucapan tersebut. Padahal kan kemarin Barra yang meminta untuk menemuinya disini?
"Lah? Kenapa gitu? Padahal kemarin dia bilang mau ketemu?" Protes Elvina. Tentu ia tidak terima.
Daren melirik Nelson yang ada di sampingnya. Nelson pun peka ia juga langsung menyentuh pelan pundak Niko dan Gilang. Mereka pun paham akan kode tersebut.
Nelson, Gilang dan Niko pun berjalan pura-pura ke tembok rooftop. Elvina tidak mencurigai apapun. Ia masih ingin berbicara dengan Daren.
"Lo nggak tau kalau Barra lagi sakit?" Tanya Daren. Ia berusaha untuk meladeni Elvina agar Elvina bisa fokus pada dirinya.
Elvina menepuk jidatnya, ia baru ingat jika semalam pun Barra bilang kalau sakit. "Oh iya. Terus sekarang gimana Barra?"
Sedangkan di belakang Elvina, ketiga cowok tersebut tengah membuka kotak yang berisi ulat bulu, lalu kemudian ulat itu ia tempelkan di gantungan resleting tas Elvina. Bulu itu pasti sudah menempel lalu kemudian Niko kembali menarik ulat bulu tersebut dan kembali menyimpannya di kotak yang sudah di siapkan oleh Gilang. Nelson pun kemudian memberikan aba-aba pada Daren jika misi sudah selesai.
Daren pun paham.
"Dia di rumah sekarang. Dia di rawat sama ibunya. Gue cuma di suruh nyamperin pesan itu sama Barra. Gue pergi." Kata Daren
Elvina yang awalnya kesal pun perlahan-lahan perasaannya mulai berubah. Berubah sedikit tenang mendengar kabar ini. "Ja-jadi Barra nyuruh elo buat bilang bahwa dia nggak masuk ke gue?"
Daren hanya mengangguk. Sedangkan yang lainnya muak melihat Elvina kepedean dan kesenengan.
Tak perlu berpamitan keempat cowok itu pun langsung pergi dari rooftop.
"Hah! Beneran Barra gue tuh tau Lo tuh udah cinta sama gue sebenernya. Ahahahaha...." Ucap Elvina kesenengan. "Lo nggak mungkin suka Calista, elo itu cuma nyari pelampiasan aja kan?" Lanjutnya.
Elvina pun memberikan pesan pada Barra.
Barra (emot love)
Bar, aku denger kamu sakit? Cepet sembuh ya. Ngomong sama aku kamu mau aku bawain apa untuk jenguk kamu?
Setelah mengirim pesan tersebut Elvina turun dari rooftop. Sedangkan di saat yang sama juga Nelson telah mengabari kepada Barra bahwa misi telah selesai.
Ting!
Ponsel Barra berbunyi. Cowok Tampan itu kini baru saja keluar dari kamar mandi dan tersenyum saat membuka ponselnya.
Nelson
Misi selesai!
Lalu kemudian Barra melihat pesan ke dua. Yang tak lain pesan itu adalah pesan dari Elvina. Barra tersenyum miring melihat isi pesan tersebut.
"Jenguk aja kalau bisa!" Ucapnya tanpa berniat untuk membalaskan pesan tersebut.
Ini jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Tentu Barra tidak akan masuk ke sekolah. Cowok itu tentu membolos karena hari ini niatnya akan menemani Calista seharian.
Cowok itu pun langsung memakai baju santai. Ia mengenakan kaos putih dan celana hitam panjang. Tak lupa ia menggunakan parfum mahalnya itu.
Setelah itu ia pun langsung keluar dari kamarnya. Tanpa sarapan karena niatnya pagi ini ingin bersarapan dengan seseorang yang telah dia akui bahwa dia suka dengan cewek tersebut.
Barra turun ke bawah dan mengendarai motornya. Perasaan di pagi ini sungguh bagus sekali.
Hanya butuh waktu 15 menit, Barra sudah sampai di rumah sakit sejahtera. Barra turun dari motor dan masuk ke rumah sakit tersebut.
Ia berjalan ke ruangan Calista.
Tok tok tok
Setelah itu Barra membuka pintu tersebut. Disitu ia melihat Calista yang tengah menonton tv sendirian.
"Elo? Kesini lagi?"
"Lo yang nyuruh kan?" Balas Barra. Sebagai cewek yang gengsian, Calista mencibir. Harusnya kemarin dia tidak usah seperti itu.
Barra terkekeh kecil melihat hal itu.
"Lo sendirian?"
"Iya."
"Udah sarapan belum?"
"Nggak enak sarapannya."
"Ayo kita ke taman rumah sakit ini. Sekalian jalan-jalan. Dan di pinggir jalan pasti ada jajan kan?"
Calista langsung menoleh seolah tertarik dengan itu. "Emang boleh?"
"Eum... Boleh aja sih, tapi ada syaratnya."
"Apa?"
"Kiss gue!"