NovelToon NovelToon
Embun Dan Tama

Embun Dan Tama

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Dosen / Nikahmuda / Percintaan Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:33.5k
Nilai: 5
Nama Author: Anggi Dwi Febriana

Menikah?

Setelah mengajaknya berpacaran secara tiba-tiba, kini Tama mengajak Embun menikah.

"Pak Tama ngomong apa sih? nggak usah aneh-aneh deh Pak," ujar Embun.

"Aku serius, Embun. Ayo kita menikah!"

Sebenarnya tidak seharusnya Embun heran dengan ajakan menikah yang Tama layangkan. Terlepas dari status Dosen dan Mahasiswi yang ada diantara mereka, tapi tetap saja saat ini mereka berpacaran. Jadi, apa yang salah dengan menikah?

Apakah Embun akan menerima ajakan menikah Tama? entahlah, karena sejujurnya saat ini Embun belum siap untuk menikah.

Ditambah ada mantan kekasih Tama yang belum move on.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Dwi Febriana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sepi Yang Terasa Nyaman

Begitu Tama berpamitan untuk kembali ke kantor, suasana rumah kembali sunyi. Pintu depan yang sempat terbuka kini sudah tertutup rapat, hanya menyisakan suara kipas angin yang berputar di ruang tengah. Embun berdiri sejenak, memandang pintu itu dengan tatapan kosong.

Ia menarik napas panjang.

“Sendiri lagi, deh…” gumamnya pelan, seolah baru menyadari betapa cepat waktu berlalu setiap kali bersama Tama.

Tapi sebenarnya, tidak ada yang terlalu mengganggu baginya. Sudah 3 tahun terakhir ia terbiasa hidup sendiri. Sepi dan kesendirian sudah jadi hal yang akrab menemaninya. Bahkan, kadang ia merasa ada ketenangan tersendiri saat rumah benar-benar hening, seperti sekarang.

“Ini terus mau ngapain lagi ya? Hari ini juga aku libur kerja,” bisiknya sambil menjatuhkan tubuh ke sofa.

Hari ini memang jadwal liburnya. Tidak ada kelas, tidak ada pekerjaan yang harus ia kejar. Semua rutinitas sementara berhenti, memberikan ruang yang luas untuk dirinya. Tapi justru ruang itulah yang membuatnya bingung.

Televisi di hadapannya hanya menampilkan layar hitam karena tidak dinyalakan. Remote sudah tergeletak di meja, tapi Embun enggan menyentuhnya. Rasanya tidak ada acara yang benar-benar menarik. Matanya menatap kosong ke layar itu, otaknya sibuk mencari ide kegiatan.

“Apa tidur aja?” gumamnya sambil menggeliat, mencoba menemukan posisi duduk yang nyaman.

Jam dinding di ruang tamu menunjukkan pukul setengah 2 siang. Semua pekerjaan rumah sudah beres sejak pagi. Lantai sudah disapu, piring sudah dicuci, cucian pun sudah kering di jemuran. Tidak ada lagi yang bisa ia kerjakan.

Tiba-tiba pikiran Embun melayang. “Nanti sore Bang Tama kesini lagi enggak ya?” pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibirnya.

Ia tersenyum kecil, malu-malu pada dirinya sendiri. Rasanya masih sulit dipercaya kalau sekarang dia benar-benar berstatus kekasih Arkatama Barry Daneswara. Nama itu saja terdengar begitu berat, begitu berwibawa. Sementara dirinya, hanya Embun dengan kehidupan sederhana yang apa adanya.

“Kekasih? Ya ampun…” ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Pipinya hangat, ada rasa geli sekaligus bahagia. “Beneran, ya… aku pacarnya Bang Tama sekarang.”

Hatinya berdebar mengingat beberapa momen singkat bersama pria itu. Kebiasaan Tama yang sering muncul tiba-tiba di rumahnya, entah sore atau malam, hanya untuk memastikan Embun baik-baik saja. Dan biasanya, selalu ada percakapan kecil yang membuatnya betah.

“Ahh udahlah… kalau nanti sore atau malam Bang Tama kesini lagi juga enggak papa, kan? Biasanya juga gitu,” gumamnya sambil menghela napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya sendiri.

Akhirnya, karena tak tahu harus berbuat apa lagi, Embun memutuskan untuk naik ke lantai dua. Rencana sederhana: tidur. Ia berdiri, lalu berjalan pelan menuju pintu depan untuk memastikan semuanya terkunci dengan baik.

Ia memutar gagang pintu sekali, memastikan tidak bisa dibuka. Setelah itu ia mengecek lagi jendela samping, lalu baru merasa tenang.

“Udah aman,” katanya pelan, seperti meneguhkan diri sendiri.

Dengan langkah ringan, ia menaiki tangga menuju kamarnya. Lantai dua terasa lebih sepi, hanya suara langkah kakinya sendiri yang terdengar. Sesampainya di kamar, Embun menutup pintu perlahan, lalu merebahkan diri di atas kasur.

Selimut tipis ia tarik hingga sebatas perut. Matanya menatap langit-langit sejenak sebelum perlahan-lahan mulai terpejam. Hatinya masih dipenuhi dengan bayangan wajah Tama, membuat senyum kecil muncul tanpa ia sadari.

Hari ini memang sepi. Tapi entah kenapa, sepi itu tidak lagi terasa sama seperti dulu. Ada rasa menunggu, ada harapan, ada sesuatu yang hangat—semua karena satu nama: Arkatama Barry Daneswara.

Baru saja Embun membaringkan tubuh di atas ranjang, matanya mulai terasa berat, dan tubuhnya pun tenggelam dalam rasa nyaman kasur yang empuk. Baru sebentar saja ia terlelap, tiba-tiba suara nyaring dering ponsel memecah keheningan kamar. Suara itu datang dari meja nakas di samping tempat tidurnya, tepat di sebelah lampu tidur yang masih menyala redup.

Embun mengerjap pelan, berusaha mengusir kantuk yang masih begitu lekat. Dengan malas ia meraih ponsel itu, tangannya sedikit gemetar karena setengah sadar. Layar ponsel menyala terang, menampilkan nama si penelpon.

Amara.

Embun menghela napas kecil. Rasa kantuknya sedikit berkurang, tapi tubuhnya masih terasa berat. Ia menekan tombol hijau, lalu menyandarkan kembali punggungnya ke bantal.

“Halo, Ra…” ucapnya dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.

“Halo, Mbun. Kamu lagi apa? Tidur, ya?” suara ceria Amara terdengar jelas dari seberang sana.

Embun tersenyum tipis meski matanya belum sepenuhnya terbuka. “Iya, mau tidur sebenarnya,” jawabnya jujur sambil memejamkan mata lagi. “Kenapa, Ra?”

“Hei, jangan tidur dulu,” suara Amara terdengar lebih bersemangat. “Aku lagi mau ke rumah kamu nih! Tadi aku habis beli pempek, terus tiba-tiba keinget kamu. Jadi ya udah, aku langsung pengin ajak kamu makan pempek bareng.”

Nada bicara Amara yang begitu heboh membuat Embun tak bisa menahan senyum. Meski setengah mengantuk, hatinya merasa hangat karena perhatian kecil itu.

“Berapa lama lagi nyampe sini?” tanya Embun dengan nada lemah, tapi jelas ada senyum yang terselip di balik suaranya.

“Mungkin sekitar lima belas menitan,” jawab Amara cepat. Seolah sudah sangat siap dengan kedatangannya.

“Ya udah, nanti langsung naik aja. Kamu bawa kunci rumah aku, kan? Aku mau tidur bentar,” kata Embun, sambil melirik jam dinding yang sudah hampir menunjukkan pukul dua siang.

Kedua matanya makin terasa berat, seperti ditarik untuk kembali terpejam.

Amara terkekeh di seberang. “Ya udah deh, tidur dulu aja. Aku bawa kunci rumah kamu kok, tenang aja. Nanti aku yang langsung buka pintu.”

Jawaban itu membuat Embun benar-benar lega. Pikirannya jadi lebih tenang karena tak perlu memaksakan diri turun membuka pintu nanti. Ia hanya perlu menunggu di kamarnya, membiarkan Amara masuk dengan kunci cadangan yang memang sudah lama ia titipkan padanya.

“Oke, hati-hati ya,” ucap Embun singkat sebelum menutup telepon.

Setelah sambungan terputus, kamar kembali sunyi, hanya tersisa suara detik jam dinding yang terus berjalan. Embun menaruh ponselnya lagi di nakas, lalu membenarkan posisi tidurnya. Selimut tipis ia tarik menutupi tubuh sampai sebatas dada.

Matanya kembali terpejam, kali ini lebih tenang. Senyum kecil sempat mengembang di bibirnya, membayangkan nanti akan makan pempek bersama sahabatnya. Namun untuk saat ini, Embun memilih kembali pada dunia sunyi dan kantuknya, sambil menunggu langkah kaki Amara terdengar di rumahnya.

1
Sugiharti Rusli
meski sekarang ada sosok Tama dan keluarganya yang bisa mengusir kesepian kamu, tapi karena kamu belum siap jadi jalani saja apa yang ada sekarang
Sugiharti Rusli
yah hidup memang terus berjalan dan mengikuti alur takdir yang sudah Allah berikan sekarang,,,
Sugiharti Rusli
memang berasa sepi yah Mbun saat ditinggal oleh kedua ortu saat masih belum selesai pendidikan, dan lagi kamu anak tunggal
Sugiharti Rusli
wah si Tama yah, uda ga fokus lagi sekarang kalo sedang di kantor, tapi karena sudah malam juga yah ga apa sih dia pulang,,,
Sugiharti Rusli
apalagi kan Embun kan anak tunggal dan sekarang ga ada orangtua, jadi kalo dia menikah dengan Tama jadi keluarga juga nanti yang membuat dia ga sendiri lagi
Sugiharti Rusli
kalo tadinya sahabat terus nanti jadi ipar semoga mereka tetap kompak yah,,,
Sugiharti Rusli
padahal bukannya saat itu siang yah, sepertinya si Embun ngantuk di siang hari sampai nanti sang sahabat datang ke rumahnya
Sugiharti Rusli
apalagi sekarang kamu dan Tama sudah resmi jadi sepasang kekasih, walo Tama maunya langsung menikahi dan jadi istri
Sugiharti Rusli
memang yah kalo sudah terbiasa sepi rumah, kalo tetiba sekarang ada yang sering berkunjung jadi beda vibes nya yah Mbun,,,
adhe ayu
Thor kpn update lg
Rahma Inayah
tu kn embun sdh rindu blm jg pergi
Rahma Inayah
cembru tnd cinta marah tnda nya sayang jd serba salah membuat ku dilema
Rahma Inayah
trn aja bun .biar km ada temannya drumh gk kesepian lg dan jg ada bantalnguling hidup 🤭🤭🤭 yg bkl temani km
Rahma Inayah
bgus ceritanya
Rahma Inayah
bgus ceritanya
Linda Ayu Tong-Tong
uuh gk sabar mreka sahh
L i l y ⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈💦
Jangan Rindu bang, berat biar Dilan aja yg rindu🤭
adhe ayu: thor kpn update lagi
total 1 replies
Rahma Inayah
sabar tama sbntr lg stlh lulus lngs km lamr embung siap jg pasngqn halal mu
Lina Mumtahanah
jantung aman gak tuh Tama kepergok dengan Amara 🤣🤣🤣
Lina Mumtahanah
iyain aja embun 🤭🤭🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!