NovelToon NovelToon
I Am Morgan Seraphine

I Am Morgan Seraphine

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Playboy / Cinta Beda Dunia / Diam-Diam Cinta / Ayah Darurat
Popularitas:8k
Nilai: 5
Nama Author: Maeee

Bagaimana jadinya ketika bayi yang ditinggal di jalanan lalu dipungut oleh panti asuhan, ketika dia dewasa menemukan bayi di jalanan seperti sedang melihat dirinya sendiri, lalu dia memutuskan untuk merawatnya? Morgan pria berusia 35 tahun yang beruntung dalam karir tapi sial dalam kisah cintanya, memutuskan untuk merawat anak yang ia temukan di jalanan sendirian. Yang semuanya diawali dengan keisengan belaka siapa yang menyangka kalau bayi itu kini sudah menjelma sebagai seorang gadis. Dia tumbuh cantik, pintar, dan polos. Morgan berhasil merawatnya dengan baik. Namun, cinta yang seharusnya ia dapat adalah cinta dari anak untuk ayah yang telah merawatnya, tapi yang terjadi justru di luar dugaannya. Siapa yang menyangka gadis yang ia pungut dan dibesarkan dengan susah payah justru mencintai dirinya layaknya seorang wanita pada pria? Mungkinkah sebenarnya gadis

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maeee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Misunderstanding

Morgan melemparkan ponsel ke kursi di sampingnya setelah mendapat kabar bahwa Cherry akan pergi bermain bersama temannya.

Pada akhirnya Morgan mematikan mesin mobilnya di parkiran sebuah restoran. Perutnya keroncongan tak tertahankan, mengingatkannya pada jam makan siang yang terlewat.

Ia melangkah gontai memasuki restoran, aroma lezat makanan langsung menyambutnya. Setelah memilih meja di sudut yang agak tersembunyi, ia membuka menu dan membuat pesanan.

Sambil menunggu pesanannya, matanya tak sengaja menangkap Charles dan Diana yang juga tengah memasuki restoran ini.

"Mereka lagi.... kenapa aku harus satu restoran dengan mereka? Semoga mereka tidak melihat ku," harapnya.

Segera saja ia menutupi wajahnya dengan buku menu, berharap mereka tidak melihatnya.

"Tidak, kenapa aku malah bersembunyi? Seharusnya aku menemui mereka dan berbicara dengan mereka agar berhenti menganggu Cherry," tekadnya.

Morgan menurunkan buku menu dan betapa terkejutnya ia melihat mereka berdua duduk di depannya dan menatapnya.

"Ada apa ini?" pekik Morgan. "Ini mejaku. Kalian bisa mencari meja sendiri. Masih ada banyak meja yang kosong," lanjutnya.

"Tidak, kami harus bicara dengan mu," ungkap Diana.

Morgan menghela napas berat. "Aku juga punya sesuatu yang harus dikatakan pada kalian. Aku beri kalian satu kesempatan. Setelah ini tak ada lagi pertemuan seperti ini," putusnya. Ia berharap setelah ini mereka berdua tidak lagi datang dan mengganggunya maupun Cherry.

"Cherry...," gumam Diana. Saat itu tatapannya langsung meredup. "Apa dia benar-benar bahagia hidup bersama mu?" tanyanya ragu.

"Jika Cherry tak bahagia maka sudah pasti mereka ingin hidup bersama kalian. Apa kau berpikir aku mengancamnya?" Sebelah alis Morgan terangkat.

"Tidak, kami percaya padamu. Hanya saja..., aku masih ingin berusaha agar Cherry hidup bersama kami."

"Jangan egois!" tegur Morgan, suaranya rendah nan menakutkan.

"Setelah apa yang kalian lakukan pada Cherry, kalian tidak berhak atas hidupnya. Aku hanya akan merelakan Cherry pada kalian jika Cherry merasa bahagia dengan itu, tapi kenyataannya Cherry tak menginginkan hal itu, jadi sekeras apapun kalian berusaha menariknya dariku, aku juga akan lebih keras mempertahankan dia di samping ku."

"Aku tahu itu. Tapi sekarang kami menyayangi Cherry, kami menyesal atas apa yang kami lakukan padanya. Kami ingin memperbaiki semuanya."

Morgan menarik napas dalam. "Aku tegaskan sekali lagi. Cherry tidak ingin hidup bersama kalian dan aku tidak akan menyerahkan dia pada kalian. Kurasa itu sudah cukup jelas. Silakan pergi," usir Morgan.

"Tidak, tunggu sebentar," pinta Charles. Ia buru-buru merogoh tasnya, mengeluarkan black card dan kemudian menyodorkannya pada Morgan.

"Aku juga," ucap Diana.

"Kemarin, aku dan Cherry sudah berbicara baik-baik," ungkap Charles. "Dia tidak ingin hidup bersama kami, tapi dia mengizinkan kami melihatnya dari jauh. Dia bilang suatu hari nanti akan datang pada kami dan saat itulah Cherry menerima kami sebagai orang tuanya. Aku menyetujui meski tahu proses itu memerlukan waktu yang panjang," jelas Charles.

"Tapi aku ingin melakukan tanggung jawab terakhir ku sebagai ayahnya. Tolong, gunakan kartu-kartu ini untuk membiayai kebutuhan Cherry seumur hidupnya. Jika kurang maka aku akan memberikan kartu lainnya."

"Aku lega mendengar bahwa kalian menyerah terhadap Cherry dan akan membiarkannya hidup sesuai keinginannya," ujar Morgan.

"Tapi, sebaiknya kalian ambil kembali saja kartu itu!" Morgan menyerahkan kembali kartu itu ke hadapan Diana dan Charles.

"Tapi kenapa?" tanya Diana. "Ini bukan permintaan yang berat."

"Aku masih sangat mampu untuk membiayai hidup Cherry bahkan jika gadis itu menghabiskan uang seratus juta sehari, oke?" Sebelah alis Morgan tak sengaja terangkat.

"Maaf, aku tidak bermaksud menyinggung mu," lirih Diana. "Aku tahu kau akan mampu membiayai hidup Cherry, tapi kami juga ingin ikut serta di dalamnya. Sedikitnya Cherry merasakan hasil jeri payah kami selama ini. Bagaimana pun, Cherry adalah anak kami, tanggung jawab kami."

"Aku tahu memberikannya langsung pada Cherry hanya akan membuat dia semakin membenci kami, jadi aku mohon bantuannya padamu. Sekali lagi, aku sama sekali tidak bermaksud merendahkan mu, aku ingin membiayainya juga," ungkap wanita itu dengan mata yang berkaca-kaca.

Morgan tetap menggelengkan kepalanya. "Dan jika Cherry tahu tentang ini maka dia akan sangat marah padaku. Apa tidak cukup dengan melihat Cherry bahagia saja? Tidak perlu melakukan apapun."

"Aku tidak ingin kehilangan kepercayaan Cherry padaku dan jika itu terjadi maka semuanya akan berakhir. Cherry adalah gadis yang nekat dan berani melakukan apapun. Bagaimana jika dia nekat kabur dariku karena masalah ini. Ke mana dia akan pergi?Ke rumah kalian? Tentu, itu adalah hal yang mustahil. Apa kalian mau hal itu terjadi, huh?" cerca Morgan.

Charles menarik napasnya dalam. "Kalau begitu kau tidak perlu memberitahu Cherry tentang ini. Biarkan tentang ini menjadi rahasia kita saja. Aku mohon, bantulah kami sekali ini saja."

"Jika kau menerima kartu ini maka aku berjanji tak akan mengganggu mu lagi. Seperti janji kami pada Cherry, kami hanya akan melihat dia dari kejauhan," putusnya.

Morgan diam menatap dua kartu di hadapannya. Apa sungguh jika ia menerima itu akan baik-baik saja? Ini bukan berarti ia menginginkan semua uang itu, hanya saja ia ingin semua ini berakhir dan kembali hidup damai bersama Cherry.

Pun, akhirnya Morgan menarik dua kartu itu dan menggenggamnya. "Kalian harus menepati janji kalian untuk tidak datang lagi mengganggu hidup kami dan jangan pernah melakukan apapun yang membuat Cherry marah."

Charles dan Diana mengangguk patuh. Morgan menghela napas lega. Ia bersandar ke kursi sambil memasukkan dua kartu itu ke saku jasnya, matanya melihat ke arah pintu, dan ia langsung membeku melihat Cherry tengah berdiri di sana sambil menatapnya dengan penuh amarah.

"Cherry!" ucapnya panik. Morgan langsung bergegas keluar dari kursi dan mencoba mengejar Cherry yang berlari.

Cherry menarik Abigail berlari dari restoran ini secepat yang ia bisa.

"Cherry, ada apa? Bukannya tadi kita mau makan di restoran itu?" tanya Abigail. Ia bingung tapi juga bisa merasakan kemarahan Cherry saat ini.

"Tidak ada waktu. Ayo kita pergi dari sini sekarang dan aku akan menjelaskannya nanti," jawab Cherry.

Sebelum masuk, Cherry melihat dulu ke arah restoran. Morgan sedang berjalan ke arahnya. Tanpa membuang waktu lagi ia pun masuk ke mobil.

"Ayo, jalan!" pinta Cherry. Jemari tangannya mengetuk-ngetuk sisi kaca, merasa gelisah. Napasnya pun memburu, hatinya dipenuhi kemarahan yang hampir meledak.

"Cherry, tunggu!" teriak Morgan, semakin mempercepat langkahnya. Ia berusaha mengejar mobil itu dengan langkah kakinya, namun sial mobil melaju dengan cepat.

"Argh!" Morgan menendang kerikil di hadapannya. Lihat, ketakutannya bahkan terjadi saat ini juga. Seharusnya ia tidak harus menerima kartu tadi.

Mobil yang membawa Cherry perlahan melambat, sebuah ide pun terlintas di pikirannya. Morgan segera masuk ke dalam mobilnya, mengeluarkannya dari parkiran, kemudian membawanya melaju mengikuti mobil itu. Ia tidak akan membiarkan Cherry salah paham.

Di dalam mobil Abigail berulang kali menoleh pada Cherry. Tapi temannya itu tak kunjung bicara dan hanya diam menatap jalanan sambil menggigit kukunya.

"Aku tidak bisa mengerti hanya dengan melihat wajahmu, Cherry" ucap Abigail akhirnya.

"Aku mengerti jika kau tidak ingin menceritakan masalahmu, tapi aku bingung harus membantu mu seperti apa jika aku tidak tahu masalah yang sedang terjadi. Setidaknya kau harus beritahu apa yang harus aku lakukan untuk membantu mu," lanjutnya.

Cherry menghela napas panjang, lalu menoleh pada Abigail.

"Orang tua Drake adalah orang tuaku juga," ungkap Cherry tak begitu jelas.

"Apa?" pekik Abigail. Ia hampir saja mengerem mendadak. "Maksud mu Charles dan Diana?" Ia melambatkan laju mobilnya.

Cherry mengangguk. "Sampai detik ini aku membenci mereka dan aku tidak bisa memaafkan mereka dengan mudah."

"Seperti yang kau lihat tadi, di sana ada Morgan yang sedang duduk bersama mereka. Morgan mengambil dua black card dari mereka. Mungkin saja selama ini Morgan berhubungan baik bersama mereka."

"Pantas saja Charles mau menuruti keinginanku, ternyata dia sudah berhasil membuat Morgan bersekongkol."

"Aku tidak mengira Morgan akan melakukan itu. Padahal aku mengatakan padanya aku membenci mereka, tapi kenapa Morgan diam-diam menemui mereka? Apa mungkin Morgan menjual ku pada mereka? Dan dua kartu itu adalah bayaran untuknya?" ungkap Cherry menduga dan ia merasa dugaannya benar.

"Tunggu, Cherry!" sela Abigail. "Aku mengerti kamu. Di sini aku tidak bermaksud untuk mendukung siapapun, tapi menurutku Morgan bukanlah pria seperti itu, apalagi mengingat dia adalah pria kaya raya, untuk apa dia membutuhkan uang dari orang lain, kan?" Ia melirik Cherry dari sudut matanya.

"Dia tampak sangat menyayangi mu, tidak mungkin dia menukar mu hanya dengan dua black card itu. Harga mu lebih dari itu."

"Tapi yeah, sifat manusia tidak bisa dilihat dari penampilannya saja. Aku menilai Morgan hanya dari penampilannya yang aku lihat sekilas." Abigail mengangkat dua pundaknya.

"Entahlah," sahut Cherry. Meskipun dugaannya terhadap Morgan salah, ia tetap kecewa padanya karena dia telah berhubungan bersama Charles dan Diana di belakangnya. Ia tidak bisa menerima fakta itu.

Abigail melihat dari kaca spionnya. Mobil hitam di belakangnya sejak tadi terus mengikutinya. Ia merasa tidak asing dengan mobil itu, tapi milik siapa?

"Cherry, apa kau mengenal mobil di belakang kita? Sepertinya dia terus mengikuti kita."

Cherry melihat ke belakangnya. "Itu Morgan," jawabnya. Ia terdiam. Kenapa pria itu harus mengikutinya? Tidak bisakah dia tetap di sana saja dan jangan pedulikan dirinya? Toh, jika ia berhadapan dengan Morgan, ia tidak ingin mengatakan sepatah kata pun pada pria itu.

"Aku memang tidak berhak ikut campur dalam hubungan kalian, tapi sebagai temanmu, aku ingin yang terbaik untuk mu. Jika ada masalah dalam hubungan, kau harus menyelesaikannya dengan kepala yang dingin dan tidak boleh mengambil keputusan tergesa-gesa. Terkadang keputusan yang buru-buru hanya akan membuat kita menyesalinya pada akhirnya."

"Karena kalian sudah sama-sama dewasa, aku pikir bicara empat mata adalah solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah kalian itu. Bagaimana menurut mu?" tanya Abigail.

"Aku akan bicara dengannya setelah aku merasa baik," jawab Cherry dan Abigail pun mengangguk setuju.

Namun tiba-tiba, mobil hitam di belakangnya menyalip dan seketika itu juga menghadang jalannya. Dengan refleks yang bagus Abigail menghentikan mobilnya sesaat sebelum menabrak mobil itu.

Dari dalam mobil itu Morgan keluar dengan tergesa-gesa, dirinya berdiri di sisi mobil Abigail.

Abigail menoleh pada Cherry dan menemukan gadis itu yang tak bergeming.

"Cherry!" panggil Morgan di sisinya. Ia mengetuk kaca mobil dan berusaha melihat ke dalam.

"Cherry, keluarlah. Mari kita bicara," ucap Morgan lantang.

Cherry masih diam dan menatap ke depan.

"Berikan aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Ini tidak seperti yang kau bayangkan. Kau salah paham, Cherry."

Morgan menatap ke dalam dan pandangannya bertemu dengan manik mata Abigail. Abigail terkesiap. Gadis itu terdiam kebingungan. Apa yang harus ia lakukan? Membantu Morgan atau Cherry? Kenapa dirinya harus terlibat dalam pertengkaran mereka?

"Tuhan selamatkan aku," batin Abigail.

Cherry memejamkan matanya. Jika ia tidak keluar maka Morgan pun tak akan mau menyingkir dan itu pasti mengundang orang di sekitar untuk menontonnya. Dengan berat hati, ia pun membuka pintu mobil.

Abigail tersenyum tipis, sedikit merasa lega setelah melihat Cherry membuka pintu. Begitu juga dengan yang dirasakan Morgan. Pria itu segera mundur selangkah supaya pintu terbuka lebar. Ia berdiri dengan tegang menunggu Cherry keluar.

Tatapan dingin gadis itu langsung bertemu dengan manik matanya. Untuk sesaat tanpa disadari Morgan menahan napas.

"Maafkan aku!" lirihnya. Ia mengambil langkah mendekati Cherry.

"Waktu mu tinggal dua menit lagi," ucap Cherry. Ia menyilangkan tangannya di dada seraya berpaling.

"Apa?" pekik Morgan. Jadi, Cherry keluar dan hanya memberinya waktu dua menit untuk bicara? Ia tidak mungkin bisa menjelaskan semuanya dalam waktu sesingkat itu.

Morgan menggenggam tangan Cherry erat, kakinya melangkah melewatinya, kemudian menutup pintu mobil Abigail secepat kilat. "Pergilah!" pinta Morgan pada Abigail sebelum pintu benar-benar tertutup.

Abigail terkejut dan sedikit takut dengan tatapan intimidasi dari Morgan, kepalanya pun spontan mengangguk.

"Hei!" pekik Cherry, melepaskan diri dari cengkraman tangan Morgan, tapi sayang mobil melaju begitu cepat. Ia menatap Morgan, jengah.

"Apa yang kau lakukan?" gertaknya.

Morgan tak bicara lagi, dengan seluruh kekuatannya ia mengangkat tubuh Cherry dan membawa ke mobilnya.

"Morgan!" pekik Cherry, gadis itu meronta hingga memukuli punggung Morgan, tapi pria itu tak gentar, dia terus berjalan dengan tegap.

"Apa yang kau lakukan? Aku tidak mau ikut bersama mu. Lepaskan aku!" gerutu Cherry. Akan tetapi itu bagai angin lalu di telinga Morgan.

Pria itu dengan hati-hati memasukkan Cherry ke dalam mobilnya dan menguncinya rapat. Secepat kilat ia kini telah duduk di kursi kemudi. Mobil pun melaju kembali.

"Turunkan aku!" Cherry berusaha untuk membuka pintu mobilnya.

"Cherry, diamlah!" pinta Morgan. Suara pria itu terdengar lebih rendah.

"Kau memaksa ku," pekik Cherry, suaranya meninggi beberapa oktaf.

"Karena hanya itu satu-satunya pilihan yang kau berikan padaku," sahut Morgan, suaranya tak kalah meninggi. Ia kemudian menghela napas, memejamkan matanya untuk sejenak, berusaha mengusir amarah dalam dadanya.

Di jalan yang sepi, perlahan ia memberhentikan mobilnya. Ia kembali menatap Cherry dan melihatnya masih dalam keadaan marah.

Gadis itu masih berusaha untuk keluar dari mobil.

"Duduklah dengan benar, Cherry," tutur Morgan, berusaha untuk tetap menahan kekesalannya.

"Aku tidak mau. Aku ingin keluar. Aku tidak ingin melihat mu. Cepat buka pintunya," gerutu Cherry. Ia bahkan tak sedikitpun menoleh pada Morgan.

"DUDUK DENGAN TENANG!" teriak Morgan, kelepasan.

Cherry tersentak, tangannya seketika terlepas dari gagang pintu mobil, tubuhnya melemah, dan hanya diam. Ia duduk diam seraya menundukkan kepalanya.

Morgan menarik tubuh Cherry untuk berhadapan dengannya. "Tatap mataku!" perintahnya tegas.

Membuat Cherry takut dan tak berani membantah. Gadis itu menatap manik mata Morgan dengan perasaan takut.

"Tatap mataku sepanjang aku berbicara agar kamu tahu bahwa aku tidak berbohong padamu!" pinta Morgan.

Ia dengan tergesa-gesa mengeluarkan dua black card dari saku jasnya. "Ini, kan yang membuat mu marah?"

"Kalau begitu aku akan memotongnya." Morgan tidak main-main dengan ucapannya, pria itu memegang dua ujung kartunya, dan berusaha untuk membelahnya menjadi dua bagian.

"Apa yang kau lakukan?" Cherry merebut dua kartu itu dari Morgan.

"Supaya kamu yakin bahwa aku tak punya hubungan apapun bersama orang tua mu itu," jawab Morgan, matanya tak lepas dari wajah Cherry.

"Mereka setiap hari datang padaku dan aku selalu mengabaikan mereka demi dirimu, dan kemudian aku mendengar kamu juga sering diganggu oleh mereka, aku tidak bisa diam saja. Lalu, hari ini di saat aku ingin makan tiba-tiba mereka masuk ke restoran yang sama dan aku mau duduk bersama mereka karena ingin menegaskan bahwa aku tidak akan menyerahkan mu pada mereka."

"Dan mereka berkata, jika aku menerima dua kartu itu maka mereka tidak akan mengganggu kehidupan kita lagi. Mereka juga akan menepati janji padamu. Jadi aku menerimanya. Hanya itu, tidak ada bagian yang ditambahkan maupun dikurangi. Apa aku salah mengambil tindakan itu?" jelas Morgan.

Chery masih diam menatap manik mata Morgan. Semuanya terdengar sangat nyata. Jadi, apakah ini hanya kesalahan pahaman?

"Aku bisa membiayai hidup kita berdua tanpa bantuan mereka, Cherry. Aku menerima itu hanya demi mereka tak mengganggu lagi kehidupan kita. Bukankah kamu tidak suka ketika mereka terus mengganggu mu?"

Morgan menyisir rambutnya ke belakang.

Perlahan Cherry memeluk Morgan.

"Maaf!" lirihnya dalam pelukan tersebut. "Aku bertindak tidak dewasa."

Morgan membalas pelukan itu tak kalah erat. "Ini salahku. Kamu tidak perlu minta maaf."

1
Esti Purwanti Sajidin
sweet bgt morgan
Elmi Varida
cherry msh anak2 blm dewasa.
Esti Purwanti Sajidin
cery yg di rayu aq yg senyum2 malu
Esti Purwanti Sajidin
rubah kecil hadechhhhh
Esti Purwanti Sajidin
pindah yg jauh morgan bawa cery
Esti Purwanti Sajidin
oh no morgan mna morgan
Esti Purwanti Sajidin
syemangat ka sdh aq vote 1
Esti Purwanti Sajidin
makane si drak nakal bgt ya sama cery
Vanilabutter
agresif kali si cherry
Vanilabutter
ini kenapa dar der dor sekali baru chap awal /Facepalm/.... semangat thor
my_a89
Kein Problem Thor, santai aja..semangat Thor✊
Elmi Varida
lanjut thor
Elmi Varida
kasihan sih sebenernya cherry...
wajar dia nggak peduli lg dgn ortu kandungnya secara dia dr bayi sdh dibuang.🥲
Elmi Varida
ikut nyimak thor. lanjut ya..
Elmi Varida: Amen, sama2 Thor. sukses terus dan tetap semangat ya..
Fairy: Makasih udah baca cerita aku yang tak sempurna ini☺️ kakaknya semoga sehat selalu, dikasih rezeki yang berlimpah, dan selalu dalam lindungan Tuhan☺️
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!