Sugar Baby Om Sagara

"Ada rencana hari ini, baby?" Tanya Sagara sambil memasang jasnya, pagi ini tanpa bantuan Laura karena gadis itu tepar setelah memberi jatah pada Sagara semalam. Mentang-mentang mau berpuasa satu minggu, dia bermain brvtal sekali tadi malam sampai Laura dibuat tak berdaya sampai terkapar begini, padahal ini sudah jam delapan pagi, tapi Laura masih belum bangun juga. 

"Mau ke spa."

"Hmm, masih ada uangnya?"

"Ada kok, Dad." Jawab Laura sambil merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa begitu pegal sekali. Sudah diterkam habis-habisan, pas tidur juga di kekep sampai Laura tak bisa bergerak dan tetap dalam satu posisi. Biasanya, dia muter sana, muter sini seperti baling-baling bambu. Ya, Sagara saja mengakui kalau Laura itu lasak saat tidur. 

"Kalau kurang, bilang Daddy."

"Iya, Dad."

"Surat resign kamu sudah Daddy kirim ke butik."

"Hmm, oke Daddy."

"Sekarang, nikmati hidupmu dengan uang Daddy."

"Siap, Daddy. Jangan shock kalau nanti pengeluaran kartuku membengkak."

"Tidak akan, baby. Habiskan dulu saldo di kartu itu, nanti Daddy isi lagi tiga kali lipat."

"Wih, mantep. Oke, Dad. Aku akan bekerja keras untuk menghabiskan uang ini." Jawab Laura sambil tersenyum kecil. Pria itu memasang jam tangan mahal di pergelangan tangannya lalu berjalan mendekat sambil membenarkan letak jasnya yang sedikit kusut. 

Sagara melangkah mendekati ranjang dan duduk di pinggirnya, dia mengusap lembut kepala Laura saat gadisnya mendekatinya, bahkan merebahkan kepalanya dengan manja di pahanya. 

"Maaf Daddy gak bisa manjain kamu hari ini, baby. Ada meeting yang benar-benar tidak bisa Daddy tinggal."

"It's okay, Dad. Tidak masalah, aku bisa sendiri kok."

"Good girl, baby." Sagara merendahkan kepalanya dan mengecup mesra kening Laura. Dia juga melum4t kilas bib1r Laura, setelah itu dia berpamitan untuk segera pergi dari apart. Hari ini, Sagara berangkat lebih pagi karena tak mau terlambat untuk meeting penting itu. Dia malas kalau harus terjebak macet dulu. 

Kini, di apart itu tersisa Laura sendirian. Dia tidak bisa mengirimi banyak pesan untuk sahabatnya, Lily. Gadis itu pasti sudah masuk kerja jam segini. Meskipun telah mengajukan resign, tapi Laura masih hafal betul kalau Lily jadwal piket hari ini, dia pasti akan berangkat lebih pagi dari biasanya. 

"Hufftt, bosen. Tapi aku punya banyak uang sekarang." Gumam Laura sambil terkekeh. Untungnya, Sagara itu tidak patriarki, bangun siang pun tidak masalah, malas memasak, bisa beli. Malas beberes pun ada art, kemarin apartemen sudah dibersihkan secara menyeluruh dan hari ini, Laura benar-benar bersantai. Hitung-hitung istirahat sebelum diterjang gelombang mood swing saat menstruasi. 

Dia merasakan ada beberapa hal yang berbeda pada dirinya, termasuk permukaan payud4ranya yang terasa sakit dan membesar. Laura pikir, ini pasti karena terlalu sering direm4s oleh Sagara, jadinya bengkak dan ukurannya bertambah. 

Kemarin saat ke mall, Laura membeli beberapa br4 karena ukuran lama sudah tidak muat untuknya. Dia merasa sesak dan tidak nyaman sekali, Laura sudah nethink, dia pikir berat badannya bertambah lagi, tapi ternyata ukuran cup br4 nya yang harus di upsize. Laura biasa mengenakan br4 berukuran 36B, tapi kali ini Laura membeli ukuran 36C. Masih di angka yang sama, tapi berbeda ukuran cup size nya. 

Sagara? Jelas, dia sangat senang karena berhasil menyervis gadisnya dengan sangat baik, setelah mengetahui hal itu, Sagara jadi semakin kecanduan untuk memainkan buah keny4l itu, katanya biar tambah bes4r lagi. Laura jelas heran, memangnya harus sebes4r apalagi? Kalau terlalu bes4r, rasanya ribet juga membawanya kemana-mana. 

Drett.. drett.. 

Ponsel milik Laura yang tergeletak begitu saja diatas meja nakas berbunyi cukup nyaring, membuat Laura meraihnya dengan malas. Jujur saja, tubuhnya masih membutuhkan waktu istirahat. Tenaganya benar-benar terkuras habis malam tadi karena ulah Sagara. 

“Eh, nyet!”

"Apa sih?" Tanya Laura dengan nada malasnya, suaranya terdengar sangat malas. Lily bisa mengetahui hal itu. 

“Enteng banget lu nanya gitu hah? Baru bangun Lo?”

"Heungh, iya baru bangun. Napa sih aahh? Ganggu aja, gue capek habis make out sama Daddy semalem."

“Heh, belek onta. Pake nanya, kerja gak lu?”

"Lah, lu belum tahu? Gue resign."

“Hah, tapi kenapa? Gak ada angin, gak ada hujan, tiba-tiba resign. Bunting Lo?”

"Iya, bunting."

“Gak lucu yeee, bang5at!”

"Haha, capek gue. Pengen di nafkahin aja, mau ngabisin duit Daddy. Udah mengantongi izin kok." Jawab Laura seolah tanpa beban dan ya, begitulah. Ujung-ujungnya Lily mengeluh karena tak memiliki partner ghibah lagi di butik tanpa Laura. 

Tapi, keputusan Laura sudah bulat, dia ingin resign. Bukan karena Sagara meminta, tapi dia udah mencapai batasnya, dia lelah dan menyerah. Lagian, kalau ada yang nafkahin, buat apa kerja? Iya kan? Ibaratnya begini, sudah dikasih jalanan yang mulus beraspal, tapi malah memilih membuka jalur baru.