Pemuda itu mengacungkan pistolnya persis di dada sebelah kiri Arana. "Jika aku tidak bisa memilikimu, maka orang lain juga tidak bisa.
Dor!!
••••
Menjadi tunangan antagonis yang berakhir tragis, adalah mimpi buruk yang harus Nara telan.
Jatuh dari rooftop sekolahnya, membuat Nara tak sadarkan diri dengan darah yang menggenang di tempat dirinya terjatuh.
Nara pikir dia akan mati, namun saat gadis itu terbangun, ia begitu terkejut ketika mendapati jiwanya sudah berbeda raga.
Berpindah di raga tokoh novel yang merupakan tunangan dari antagonis cerita.
Ia bernama Arana Wilson.
Saat mencapai klimaks, tokoh ini akan mati tertembak.
Sialnya, karena terjatuh, Nara tidak tau siapa malaikat maut raga yang kini ia tempati.
Bagaimana kisah Nara di novel itu sebagai Arana. Akankah dia tetap mati tertembak atau justru ia mampu mengubah takdirnya.
🍒🍒🍒
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raintara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Arana dan Hades memasuki mobil milik Hades. Dalam sejenak keduanya sama-sama diam. Menciptakan hening yang tak tampak oleh kasat mata. Keduanya seperti tenggelam dalam pikirannya masing-masing.
Atau mungkin hanya Arana. Gadis itu masih memikirkan tentang misi pertama yang telah didapatkannya. Membuat Mira mendapatkan cinta Malvin. Dari sini, Arana menyimpulkan jika sistem ingin akhir yang bahagia untuk sang pemeran utama.
Tentu saja, nasib pemeran utama harus berakhir indah. Ya. Pemeran utama selalu memiliki takdir yang sempurna. Tak peduli dengan siapa yang harus dikorbankan, pemeran utama harus bahagia.
Namun apakah sistem lupa. Setiap mahkluk adalah pemeran utama di dalam hidupnya sendiri.
"Sebenarnya, apa yang sedang lo lakuin sih, Ra?" akhirnya Hades memecah keheningan itu. Membuat Arana menoleh padanya yang sedang duduk di kursi kemudi.
"Memangnya apa yang gue lakuin?" Arana membalikkan pertanyaan.
"Apa semua ini Arana? Dari kemarin tingkah lo aneh."
Arana termenung. Jika pun dirinya menceritakan kebenaran pada Hades. Pemuda itu tidak mungkin akan percaya. Yang ada dirinya dikirim ke rumah sakit jiwa karena dianggap ngelantur.
"Bukan apa-apa."
"Gue benci pembohong asal lo tahu." Hades mengatakan itu, seolah-olah tak percaya dengan tunangannya. Dia yakin, jika Arana tengah menyembunyikan sesuatu darinya.
Bahkan dari semua orang.
"Terserah kalau nggak percaya." Arana mengalihkan perhatiannya. Ia pandangi pemandangan luar kaca yang berisi banyak mobil-mobil mewah milik para penghuni apartment.
Tentu saja. Sekarang dia sedang berada di basement.
Mengingat sesuatu, Arana kembali menatap Hades. Kali ini dengan binar antusias. Tanpa gadis itu sadari, secara reflek dia gandeng telapak tangan Hades, hingga membuat pemuda itu terpaku.
"Hades, main ke rumah lo yuk? Tiba-tiba gue kangen tante."
Arana berdoa, semoga tidak ada yang salah dengan caranya bicara. Karena sejak dirinya masuk ke dalam dunia novel ini, ia belum pernah sekalipun bertemu dengan orangtua Hades.
Tapi karena misi yang diberikan sistem untuk mendekati keluarga Hades, maka mau tidak mau dirinya harus bertemu dengan mereka.
Mimik muka Hades berubah. Dahinya berkerut tak suka.
"Males."
"Ayo dong...nanti gue kasih hadiah deh!" Arana tak menyerah untuk membujuk.
"Hadiah?" beo Hades yang mulai tertarik.
"I...iya. gue bakal kasih apapun yang lo mau." jawab Arana. Namun kali ini sedikit dengan keraguan.
Bagaimana jika Hades meminta nyawanya?
"Apapun?" Hades memastikan.
"Ta--tapi jangan mahal-mahal. Jangan aneh-aneh. Harus dalam batas yang wajar. Mau ya?"
Hades mengangguk mengerti. Ia mainkan lidahnya di dalam mulut. Meninggalkan kesan nakal yang menggoda.
"Oke. Kita ke rumah itu. Tapi, pulangnya ke apartment gue."
Di tempatnya Arana bernafas lega. Dirinya sudah ketar-ketir jika Hades meminta sesuatu yang---oh baiklah. Jangan dibayangkan.
"Cuma itu? Oke, setuju."
"Nginap."
Satu kata itu, berhasil membuat Arana yang semula tenang kini membolakan matanya. Menginap? Yang benar saja. Apakah dirinya akan melemparkan diri ke kandang singa?
"Kenapa harus nginap?" tanya Arana menutupi rasa takutnya.
"Hm, kita bisa bersenang-senang. Hanya ada Arana dan Hades. Kita berdua."
"Hahaha..." gadis itu tertawa canggung. "Tapi, pasti orangtua gue nggak bakal ngijinin deh." ujar Arana mencari alasan.
"Oh, tenang saja soal itu. Gue yang bilang sama mereka. Lagipula...mereka sudah kembali ke luar negeri."
"Lagi?!" seru Arana tak percaya. Bukankah orangtuanya itu belum ada seminggu pulang. Dan sekarang pergi lagi? Tanpa mengabarinya pula. Mau bagaimanapun, Arana kan anaknya.
"Kok mereka nggak ada bilang sama gue?"
Hades melirik tunangannya itu. Dari sudut matanya, Arana terlihat lebih ke arah bingung. Tidak ada raut sedih yang gadis itu tampilkan.
"Mereka terburu-buru. Dan sebelum mereka pergi...mereka nitipin lo sama gue."
"Kenapa bisa begitu?"
Hades menghela nafas panjang. Ia ambil botol air mineral dari dashboard mobil sebelum akhirnya menengguknya.
"Mereka cuma ingin yang terbaik untuk anaknya mungkin?" jawab pemuda itu setelah menutup kembali botol air putih yang baru saja diminumnya.
"Tapi---
"Lo nggak percaya sama orangtua lo sendiri?"
"Bukan begitu." Arana jadi serba salah. Tapi, yang dikatakan Hades itu, apakah Itu benar. Pemuda itu tidak berbohong kan.
"Jadi gimana? Jadi pergi ke rumah itu?"
Mau bagaimana lagi. Pergi ke rumah orangtua Hades adalah sebuah kebutuhan. Mau tidak mau Arana harus pergi. Apapun risikonya.
"Oke." jawab Arana pada akhirnya.
.
.
.
Hayo, Arana mau diapain sama Hades di apartmentnya🤨🧐
