Bagaimana jadinya jika seorang muslimah bertemu dengan mafia yang memiliki banyak sisi gelap?
Ketika dua hati berbeda warna dan bertemu, maka akan terjadi bentrokan. Sama seperti iman suci wanita muslimah asal Indonesia dengan keburukan hati dari monster mafia asal Las Vegas. Pertemuannya dengan Nisa membawa ancaman ke dunia gelap Dom Torricelli.
Apakah warna putih bisa menutupi noda hitam? Atau noda hitam lah yang akan mengotori warna putih tersebut? Begitulah keadaan Nisa saat dia harus menjadi sandera Dom Torricelli atas kesaksiannya yang tidak sengaja melihat pembunuhan yang para monster mafia itu lakukan.
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon Dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LiBaW — BAB 23
Tidak Seperti Seorang Muslim
Nisa tercengang melihat jasad Gerard, sedangkan Dom berjalan menghampirinya dengan ekspresi tegas seolah tak peduli dengan orang-orang yang sudah dia habisi.
“Membunuh seseorang jika terancam itu lebih baik atau kau yang akan terbunuh.” Ucap Dom lalu melewatinya.
Saat itu juga Nisa terdiam hingga menahan air matanya dan mencoba tenang. Ia berbalik dan melihat ke arah Dom, pria itu baru saja keluar dari gudang setelah mengambil jaket hitam nya dan sebuah kunci mobil.
“Ayo! Kita harus sampai di mansion lebih cepat sebelum seseorang mendahuluinya. ” Ucap Dom membuat Nisa berkerut alis.
Melihat Dom yang pergi ke sisi gudang dan mengambil mobil hitamnya semalam, pria itu melajukan mobilnya dan berhenti tepat di depan Nisa yang masih menatap diam. Sampai saat ini dia merasa bingung dengan apa yang sebenarnya Dom inginkan.
TINNN!!! Seketika suara klakson langsung menyadarkan Nisa dari lamunannya saat Dom menatap tajam ke depan dengan keadaan jendela mobil sedikit terbuka.
Nisa melihat sekilas ke arah jasad Gerard dan anak buahnya yang masih tergeletak di sana. Hingga akhirnya ia masuk ke mobil.
Tanpa pikir panjang, mobil melaju kencang. Keduanya menempuh perjalanan yang cukup panjang, kali ini Dom tidak datang ke mansion utamanya karena dia yakin Christian mengirim anak buahnya untuk mengintai Nisa. Itu sebabnya, salah satu alasan Dom membawa Nisa pergi ke tempat lain.
...***...
[“Hentikan pengintaian kalian, dan kembali lakukan pekerjaan kalian.”] Pinta Christian yang kini berdiri di ruang kerjanya yang ada di mansionnya.
Mendengar ucapan suaminya, Ada yang baru saja masuk, ia menyeringai kecil. “Kau menyuruh anak buahmu mengintai Dom? Sepertinya kau sendiri yang ingin menggali kuburmu.”
“Tutup mulutmu, kenapa kau datang kemari?” tanya Christian yang kini berbalik dan duduk di kursinya saat Ada masih berdiri menatapnya.
“Aku datang untuk membicarakan tentang putraku, Jones. Saat ini dia sudah kembali, pewaris yang sesungguhnya, aku yakin kau pasti tahu maksudku kan Chris!” ucap Ada yang kali ini berjalan ke arah meja bar dan menuangkan beer di gelas, lalu meneguknya dan kembali menatap ke arah suaminya.
“Jangan bicarakan soal pewaris, suruh dia datang menemuiku malam ini. Dan pergilah, aku sedang sibuk.” Pinta Christian yang terlihat dingin hingga pria itu kembali mengurus dokumen perusahaan nya.
Mendengar jawab itu, Ada menatapnya tajam. Entah kenapa dia merasa Christian semakin menyebalkan. “Damn it!” umpat kesal Ada yang melenggang pergi.
Ketiak Ada berjalan hendak menuju ke lorong kamarnya, wanita itu terhenti saat dia melihat kedatangan Sarai yang baru saja dari luar. Tentu, kemarin dia tidak sempat bertanya apapun soal apa yang terjadi di mansion Dominic.
“Sarai!” panggil Ada membuat wanita cantik beranak satu itu menghampiri nya dan menatap pasrah.
“Ada apa?”
“Apa terjadi sesuatu di mansion Dominic? Aku melihat bagaimana semakin menyebalkan nya Christian semenjak dia kembali dari sana.” Ujar Ada yang membuat Sarai tak ada pilihan lain selain mengatakannya, toh Dom sendiri tidak melarang untuk mengatakan soal pernikahannya.
“Ayah memang seperti itu. Dan soal mansion Dominic, memang ada sesuatu di sana. Ada pernikahan!”
“Apa? Pernikahan? Si-siapa yang menikah?” tanya Ada terkejut.
“Tentu saja Dom! Dia baru saja menikah, pernikahan yang sederhana, aku turut senang, ku harap Ibu juga senang.” Ucap Sarai terus terang dan malah mendapat lirikan dari ibunya.
“Ya. Tentu! Tapi itu sangat mengejutkan! Siapa yang dia nikahi? Apa seorang partner bisnis?”
“No!”
Ada semakin berkerut alis dan semakin penasaran. Karena dia juga tahu, bahwa Dom sangat sulit untuk didekati oleh siapapun kecuali keluarga, itupun tidak dengan tulus, apalagi wanita? Yang benar saja.
“Ibu akan tahu sendiri, jika kalian sudah bertemu, dia wanita yang menarik!” ucap Sarai tersenyum tipis, lalu berjalan melewati Ada dan menyapa seorang anak kecil laki-laki bernama Dustin (6th) yang juga memeluknya. Tentu, dia anaknya.
Melihat itu, Ada hanya diam karena pikirannya sibuk ke Dom dan istrinya. -’Tidak... Aku pikir dia tidak akan menikah, jika benar menikah... Kemungkinan, Dom akan berubah? Tidak, aku harus melihat siapa wanita yang dia nikahi, itu hanya masalah kecil untukku agar dia tidak bisa masuk ke kehidupan Dom.‘ Batin Ada yang terlihat bingung dan cemas sendiri.
“Grandma! (Nenek)!” panggil Dustin membuat Ada tersenyum ke arahnya dan lamunannya pun hilang.
...***...
Menempuh perjalanan yang cukup panjang membuat Nisa tertidur hingga hampir menjelang sholat subuh. Wanita cantik itu membuka kelopak matanya dan melihat ketidakadaan Dom di kursi samping nya.
Tentu, dia panik dan terbangun, menoleh ke kanan dan kiri mencari keberadaan pria itu. “Ke mana dia? Dan— ” Nisa mengentikan ucapannya saat dia melihat pemandangan dari dalam mobil.
Sebuah tempat yang luas dan kosong namun terdengar suara ombak dari air laut.
Tok! Tok! Ketukan kaca jendela membuat Nisa sedikit terlonjak kaget melihat pria asing menunggunya keluar. “Tenangkan dirimu Nisa... Allah bersamaku! Allah bersamaku!” dengan yakin, Nisa berpikir bahwa pria asing tadi adalah anak buah Dom.
Benar saja, saat dia keluar, Nisa melihat keberadaan suaminya yang berdiri bersama tiga pria berpakaian rapi mengenakan jas hitam. Sekilas, Dom menoleh ke arah Nisa yang berdiri, jubah panjang serta hijab panjang nya bergerak seiring hembusan angin.
“Sebentar.” Pamit Dom kepada tamunya tadi dan berjalan menghampiri istrinya yang masih berdiri menatapnya lekat.
Setiap kali Dom berhadapan langsung dengan Nisa, dia sedikit kesusahan menatap mata dan wajah cantik Nisa karena tinggi badan mereka yang terpaut jauh walaupun tidak terlalu jauh.
“Apa?” tanya Dom yang seolah tahu bahwa istrinya itu menginginkan sesuatu, terlihat dari mata tajam Nisa.
“Jam berapa sekarang?” tanya Nisa bukannya bertanya soal keberadaan nya saat ini, wanita itu lebih mementingkan ibadahnya.
Dom yang masih menatap lekat dan tegas, pria itu sama sekali tidak berpaling sedikitpun. “Four!” jawab Dom.
Meski pria itu menatapnya, Nisa sama sekali tidak menatap balik, mungkin hanya beberapa detik saja.
“Aku harus beribadah.” Ucap Nisa lalu menatap ke Dom tanpa senyuman. “Dan aku rasa kau juga harus beribadah, bukankah kau sudah menjadi seorang muslim.” Lanjut nya.
“Aku tidak membutuhkan semua itu. Anak buahku akan mengantarmu ke gudang, jika kau ingin melakukan sesuatu yang kau sebutkan tadi.” Balas Dom yang masih angkuh hingga pria itu menyuruh anak buahnya untuk mengantar Nisa ke gudang penyimpanan barang-barang nya yang ada di bawah tanah.
“Semoga Allah memberimu hidayah.” Ucap Nisa langsung kepada pria itu sehingga Dom hanya menatapnya tegas seolah-olah hatinya masih tertutup rapat.
Nisa berjalan ringan melewatinya dan mengikuti langkah anak buah Dom.