menceritakan tentang seorang wanita yang terlahir lagi menjadi seorang mafia untuk membalaskan dendam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ridwan jujun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hukuman
𝘉𝘙𝘈𝘈𝘒!
Suara pintu tertutup, pelakunya adalah Arvin.
Liana tersenyum kaku dan sekarang ia terjebak di ruangan bersama Arvin karena ia tidak ada tempat untuk melarikan diri jadinya ia masuk ke dalam ruangan yang ntah dirinya juga tidak tahu.
"Ma–maaf, a–aku tidak, se–sengaja, aku ... aku tadi me–mengambil bunga i–ini," senyum Liana memperlihatkan bunga kecil berwarna merah.
Arvin tidak merespon, ia mendekati Liana dengan tatapan elang. Liana memundurkan langkahnya sampai ia mentok di dinding.
"Ji–jika aku tahu, a–aku tidak mungkin sengaja me–melakukannya,"
𝘋𝘶𝘨𝘩!
Liana memejamkan matanya karena tangan Arvin memukul dinding tepat di samping kepalanya.
"Kau sadar apa yang aku lakukan selama ini?!"
Perlahan Liana membuka mata dan mendapati wajah Arvin yang lumayan dekat dengan wajahnya.
"Sudah berapa kali kau membuat ulah di sini?!"
Yah, semenjak Liana berada di sini banyak sekali kejadian aneh muncul. Ntah itu Liana membuat onar seperti memecahkan gelas, piring, sering ribut dengan para pelayan dan kini membuat ulah menyemburkan air pada Arvin.
Arvin dan Marvin sebagai pemilik rumah membuat mereka marah, tapi tidak ada rasa jera bagi Liana.
"Ma–maaf, aku sudah mencoba untuk tidak membuat ulah,"
"Mencoba tanpa hasil!!"
Liana menutup telinganya karena suara Arvin begitu keras.
"Katakan jika kau bosan hidup, aku akan mengabulkannya!"
"Ti–tidak! Oke, maafkan aku. Aku benar-benar tidak sengaja tadi, aku tadi tidak sengaja melihat kalian di luar jadi aku hanya mengintip saja. Lalu aku ingin menghampiri kalian namun, ini ...." Liana menunjukkan bunga kecil yang ia pegang.
"Aku mengambil bunga liar ini tapi ternyata aku menginjak selang yang kau pegang sampai air tersumbat oleh kaki ku. Maaf," senyum Liana kaku menyerahkan bunga pada Arvin.
Arvin melirik bunga yang di tangan Liana.
"Jika kau tidak menerimanya tidak apa, tapi setidaknya kau memaafkan ku. Yah?"
Arvin mengambil bunga dari Liana kemudian menghancurkannya dengan cara mer3m4s sampai lembaran bunga itu hancur.
Arvin tersenyum miring lalu tangan satunya Arvin bersandar pada dinding jadinya Arvin mengunci pergerakan Liana.
"Kau ingin maaf dari ku?"
Liana terdiam sejenak lalu mengalihkan pandangan, "Ka–kalau dimaafkan,"
"Aku akan memaafkan mu, tapi kau harus melakukan sesuatu untuk ku,"
Liana melirik, "Emm, entahlah. Aku meragukan mu,"
Arvin menjepit kedua pipi Liana dengan tangannya.
"Ragu kenapa? Bukankah kau ingin maaf dari ku demi nyaw4nya sendiri?"
"Tidak semua aku bisa melakukannya,"
"Tentu bisa, ini tidak seberat yang kau pikirkan,"
Jangankan ucapan, wajah Arvin saja sudah mencurigakan. Pasti dulunya dia jadi tuduhan setiap temannya kehilangan barang, pikir Liana.
"Ha–haha, itu ... ntahlah," Liana menggaruk pipinya tak gatal.
"Tidak masalah jika kau tidak mau, tapi jadilah makanan peliharaan adik ku,"
"A–apa?" bingung Liana.
"Marvin memiliki hewan peliharaan, yaitu singa. Aku akan membawa mu ke sana sebagai makanan mereka,"
"APA?!"
"Ya,"
"Aku tahu kau memang gil4, tapi tolong untuk kali ini waras sekali saja. Aku 'kan hanya tidak sengaja membuat mu basah! Hukuman mu terlalu kejam hanya karena menginjak selang air!"
"Kenapa kau protes? Aku berhak menentukan hukuman apa yang cocok untuk mu jika kau tidak menurut perintah ku!"
"Ya baiklah-baiklah! Katakan apa yang kau inginkan?!" mengalah saja lebih baik.
Arvin tersenyum puas.
-
"HWAAAAAA! KAU GIL4?! KAU INGIN AKU JADI TEMAN MENGOBROL PELIHARAAN ADIK MU?! LEPASKAN AKU!!" Liana berteriak.
Ruangan yang lumayan gelap, palang besi yang besar seperti kandang, dan suasana suram.
Liana duduk di kursi dan di ikat menggunakan rantai besi yang melilit ditubvhnya.
Arvin, pria itu di luar kandang sembari tersenyum melipat kedua tangannya. Melihat gadis itu itu menggeliat mencoba lepas dari ikatan tali yang dibuatnya.
"Lepaskan aku! Kau ingin membvnuh ku?!" teriak Liana.
"Jika kau tidak mau jadi makanan singa jadi kau harus mengobrol dengannya,"
"TIDAK ADA BEDANYA, SI4LAN!"
Arvin terkekeh. Liana terus mencoba melepaskan tangannya dari ikatan tali, kakinya juga di ikat jadi sangat sulit untuk bergerak.
𝘎𝘎𝘎𝘙𝘙𝘙𝘙𝘏𝘏𝘏!
Suara raungan terdengar dari kegelapan ruangan, Liana berada di cahaya yang masuk lewat angin-angin ruangan, sehingga ruangan ini sangat gelap jika tidak ada bantuan cahaya luar.
"Arvin, lepaskan aku! Jangan bercanda!" Liana mulai panik.
"Semakin kau bergerak semakin agresif hewan itu," senyumnya.
"Ku mohon, lepaskan aku! Aku minta maaf, tapi tolong jangan hukum aku begini!"
𝘎𝘙𝘖𝘖𝘖𝘈𝘈𝘙𝘙!
Raungan singa menggelegar di ruangan, siapa saja yang mendengar pasti akan menciut.
"Ku mohon lepaskan aku, a–aku minta maaf, aku tidak akan melakukan kesalahan lagi! Kalau perlu kurung saja aku di ruangan kosong atau gudang juga tidak apa, tapi tolong ... lepaskan aku," Liana bersiap untuk menangis.
Arvin menatap datar ke arah punggung Liana, karena posisinya Arvin berdiri di belakang Liana namun jaraknya lumayan jauh serta ia berada di luar kandang.
𝘚𝘳𝘦𝘦𝘬.
𝘚𝘳𝘦𝘦𝘬.
Liana mendongak suara langkah yang berat seperti terseret, tak lupa ia juga mendengar suara gesekan rantai di kegelapan tepatnya di depannya.
Mata yang menyala berwarna kuning, sudah dipastikan bahwa itu adalah singanya.
𝘎𝘎𝘎𝘙𝘖𝘖𝘖𝘖𝘈𝘙𝘙!
Singa itu berlari cepat menghampiri Liana kemudian melompat.
"AAAAAAAAAAA!!"
Liana berteriak memejamkan matanya sambil menunduk.
𝘚𝘙𝘌𝘌𝘛! 𝘚𝘙𝘌𝘌𝘛!
𝘒𝘓𝘈𝘕𝘎! 𝘒𝘓𝘈𝘕𝘎!
Liana terdiam beberapa saat karena ia tidak merasakan apa-apa, hanya mendengar suara cakaran di tanah dan rantai yang ditarik paksa.
Liana membuka matanya perlahan lalu melihat ke depan, Liana membulatkan mata terkejut rupanya singa itu dirantai hanya saja jarak singa dan dirinya lumayan dekat jika sampai rantai besi itu patah tamat sudah riwayatnya.
Nafas Liana tersengal-sengal lalu menghela nafas panjang mencoba menetralkan ketakutan dan getaran tubvhnya.
"Kau suka?"
Suara Arvin, Liana tidak menjawab ia masih menutup matanya sambil bergulat dengan pikirannya. Aku selamat, aku selamat, begitulah pikiran Liana.
Arvin menatap Liana yang bersandar di kursi dan wajahnya mendongak sembari menutup mata.
𝘋𝘶𝘨𝘩!
Liana terkejut saat tiba-tiba merasakan dentuman pada kursi yang ia duduki. Rupanya kaki Arvin naik di kursi yang ia duduki, wajah Liana dan Arvin jaraknya lumayan dekat.
Arvin menarik dagu Liana.
"Apa yang akan mereka lakukan jika melihat wanita mereka di perlakukan buruk di sini?" tanya Arvin.
Liana tidak menjawab, ia menggigit bib1r bawahnya. Ia masih merasakan takut setelah kejadian detik yang lalu.
"Seharusnya kau bersyukur karena aku tidak menyiksa mu seperti orang-orang pada umumnya. Kesalahan yang kau lakukan tadi sudah wajar, kau tahu? Anak kecil yang menumpahkan es krim pada ku, aku langsung membunvhnya detik itu juga," senyum Arvin.
"Padahal waktu itu aku menawarkan pilihan untuk mu, tapi kau terlalu setia pada mereka jadi tidak ingin menjadi pengkhianat. Sekarang terima saja hukuman yang ku berikan,"
"Karena itu yang kau mau, 'kan?" bisik Arvin.
Mata Liana berkaca-kaca serta memerah, kenapa hidupnya di kelilingi oleh orang seperti mereka? Padahal ia berniat cuma untuk mengubah kehidupannya agar ia tidak mat1 yang kedua kalinya.
Pada akhirnya ia sama sekali tidak bisa mengubah apa pun, yang terjadi hanyalah kesengsaraan.
Apakah takdirnya memang seperti ini? Tidak dapat diubah meskipun ia hidup kembali.
𝘚𝘳𝘦𝘦𝘵!
Arvin melepaskan rantai yang melilit ditubvh Liana. Arvin tersenyum miring, lalu menurunkan kakinya.
"Kau masih memiliki waktu beberapa menit lagi, setelah itu lakukan seperti yang ku perintahkan untuk membuat pria mu menyerah. Kau, hanya sebagai alat untuk memancing mereka." lalu Arvin pun pergi meninggalkan Liana di ruang gelap.
Liana masih terduduk dan menunduk.
"Hiks~ aku, mau pulang,"
•••
TBC.