Dunia tiba-tiba berubah menjadi seperti permainan RPG.
Portal menuju dunia lain terbuka, mengeluarkan monster-monster mengerikan.
Sebagian manusia mendapatkan kekuatan luar biasa, disebut sebagai Player, dengan skill, level, dan item magis.
Namun, seiring berjalannya waktu, Player mulai bertindak sewenang-wenang, memperbudak, membantai, bahkan memperlakukan manusia biasa seperti mainan.
Di tengah kekacauan ini, Rai, seorang pemuda biasa, melihat keluarganya dibantai dan kakak perempuannya diperlakukan dengan keji oleh para Player.
Dipenuhi amarah dan dendam, ia bersumpah untuk memusnahkan semua Player di dunia dan mengembalikan dunia ke keadaan semula.
Meski tak memiliki kekuatan seperti Player, Rai menggunakan akal, strategi, dan teknologi untuk melawan mereka. Ini adalah perang antara manusia biasa yang haus balas dendam dan para Player yang menganggap diri mereka dewa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Theoarrant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ujian
Sebagai anggota baru Bloodhound, Rai kini memiliki akses ke seluruh informasi strategis Guild Iron Fang.
Setiap pergerakan, setiap transaksi, hingga misi rahasia yang sebelumnya tersembunyi darinya kini terbuka lebar.
Namun, yang paling penting adalah data mengenai Togar, salah satu pembunuh keluarganya.
Rai menghabiskan malam-malamnya di ruang arsip, menonton rekaman misi-misi sebelumnya.
Dia menganalisis cara mereka bertarung, mencatat kelebihan dan kelemahan setiap anggota, termasuk Damar, pemimpin yang menguasai Sumatra dengan tangan besi.
Namun, ada satu kewajiban yang tidak bisa dihindari.
Setiap Bloodhound harus mengikuti Damar ke Arena Darah sebulan sekali dan hari ini adalah waktunya.
Arena ini bukan tempat biasa, ini adalah tempat di mana manusia dilemparkan untuk menjadi hiburan, dan di sinilah Damar menunjukkan mengapa ia disebut The Butcher King.
Damar berdiri di tengah arena, mengenakan baju perang hitam pekat dengan Great Sword raksasa di tangannya.
Pedang itu tampak aneh, seolah bisa beradaptasi dengan lingkungannya, berubah transparan dalam sekejap dan muncul kembali dengan tebasan mematikan.
Di tengah arena yang dipenuhi pasir dan bercak darah kering, Damar berdiri dengan tenang.
Baju perang hitamnya memantulkan cahaya obor, dan di tangannya tergenggam Great Sword raksasa yang tampak tidak biasa.
Mata pedang itu berwarna gelap dengan kilatan samar yang terasa... aneh.
Chameleon.
Pedang yang tidak hanya bisa menghilang, tetapi juga membuat penggunanya lenyap dari pandangan mata.
Di hadapannya, sekelompok manusia membawa senjata seadanya dilemparkan ke dalam arena.
Mata mereka dipenuhi ketakutan, tubuh mereka gemetar.
Beberapa berusaha mundur, tetapi dinding tinggi mengurung mereka tanpa harapan.
Damar hanya tersenyum tipis sebelum berkata dengan suara berat,
"Mulai."
Dan dia menghilang.
Seperti kabut yang menguap di udara, tubuhnya lenyap begitu saja.
Orang-orang di arena menoleh ke segala arah, mata mereka mencari sosok yang baru saja berdiri di depan mereka.
Satu detik.
Dua detik.
SPLAT!
Darah menyembur ke udara.
Salah satu dari mereka tiba-tiba terbelah menjadi dua, tubuhnya jatuh dengan bunyi berat di atas pasir.
Yang lain berteriak dan berlari ke segala arah, tetapi tidak ada tempat untuk bersembunyi.
Damar yang kembali menunjukan wajahnya sebentar kembali tak terlihat.
Satu per satu, mereka jatuh ke tanah dalam keadaan mengenaskan, tubuh mereka terkoyak oleh sesuatu yang tak kasat mata.
Beberapa masih sempat memohon ampun, tetapi suaranya hanya bertahan sesaat sebelum kepala mereka terpisah dari tubuh.
Arena berubah menjadi lautan darah hanya dalam hitungan menit.
Rai menyaksikan dari tribun atas, berdiri di antara para Bloodhound lainnya.
Ekspresi mereka tetap datar, seolah ini hanya hiburan biasa.
Namun, yang terjadi selanjutnya membuat arena menjadi lebih mencekam.
Beberapa Player dimasukan kedalam Arena, rupanya mereka adalah anggota Guild yang menentang Iron Fang.
Seorang Warrior Rank B melompat ke depan, menebaskan pedangnya ke udara, berharap mengenai sesuatu yang tak terlihat.
Tebasannya hanya mengenai udara kosong.
Matanya membelalak, menyadari kesalahannya, tetapi sudah terlambat.
"GHUAAKKH—!"
Darah mengucur dari dadanya yang tertusuk tiba-tiba oleh sesuatu yang tidak terlihat.
Dalam sepersekian detik, tubuhnya terangkat sebelum terlempar ke belakang, mati di tempat.
Yang lain langsung meluncurkan serangan sihir, api dan petir menghantam tempat terakhir Damar terlihat.
Tetapi Damar sudah tidak ada di sana.
Bayangan bergerak di antara cahaya api.
Salah satu Mage mencoba melontarkan sihir perlindungan, tetapi sebelum mantranya selesai...
Kepalanya menghilang.
Bukan dipenggal...tetapi benar-benar menghilang dari lehernya, seolah ditelan kegelapan.
Tubuhnya yang tanpa kepala jatuh ke tanah, darahnya menyembur liar.
Satu per satu, mereka jatuh.
Damar bergerak seperti bayangan, muncul hanya untuk menyerang, lalu menghilang kembali ke dalam kegelapan.
Pedangnya tidak bisa diprediksi, dan setiap kali seseorang mencoba menyerangnya, mereka hanya menyerang angin kosong.
Dalam hitungan menit, tak ada yang tersisa.
Arena dipenuhi mayat, genangan darah bercampur dengan pasir yang kini berwarna gelap.
Damar muncul kembali di tengah lapangan, menyeringai dengan pedangnya yang berlumuran darah.
Di tribun atas, Rai mencengkeram sandaran kursinya, menyembunyikan ekspresi dinginnya di balik wajah penuh keterkejutan.
'Dasar Monster.'
Sorakan dan teriakan liar memenuhi udara saat pertunjukan berdarah itu berakhir.
Damar berdiri di tengah arena, menatap puas ke arah mayat-mayat yang berserakan.
Namun, suasana berubah saat salah satu petinggi Guild Iron Fang angkat suara.
"Aku masih tak mengerti... Bagaimana mungkin seorang Rank E bisa menjadi Bloodhound?"
Bisikan mulai menyebar di tribun, para anggota Guild Iron Fang yang hadir menatap ke arah tribun Bloodhound, tepatnya ke satu orang.
Rai.
Damar mengangkat kepalanya, mata tajamnya langsung mengunci pada pria yang selama ini hanya dianggap sebagai anak buah rendahan.
Suasana menjadi tegang.
"Rai..." suara Damar berat, hampir terdengar seperti perintah.
"Turun ke arena."
Semua mata kini tertuju pada Rai, dia tidak terkejut, dia sudah menduganya.
Tapi dia tetap menampilkan ekspresi yang seharusnya, kebingungan, ketakutan yang samar, dan ragu.
"Master Damar... aku tidak pantas bertarung di sini," ucapnya dengan suara rendah, seolah penuh hormat dan keraguan.
"Kau Bloodhound sekarang, bukan? Maka buktikan."
Damar menyeringai tipis.
Dari tribun, Kenzo menyilangkan tangan dengan ekspresi meremehkan, Darius tertawa pelan, sementara Axel dan si penembak jitu hanya diam, menunggu dengan mata tajam.
Liora, orang yang merekomendasikan Rai, hanya menatapnya tanpa ekspresi.
Suasana semakin menekan, Rai tahu, ini adalah ujian yang harus dia lewati.
Dengan tarikan napas panjang, dia melangkah ke arena.
Dari sisi arena, seorang pria bertubuh tegap melangkah masuk.
Armor ringannya berwarna biru gelap, dengan pedang panjang yang tergantung di pinggangnya, matanya tajam, penuh percaya diri.
"Jadi ini bocah yang kau rekomendasikan, Liora?" katanya sambil melirik ke arah tribun.
Liora hanya mengangguk tanpa ekspresi.
"Namaku Zandi," katanya sambil menarik pedang dari samping pinggangnya.
"Rank A, aku sudah membantai puluhan Player di arena ini, jika kau memang layak menjadi Bloodhound, maka tunjukkan di hadapan kami."
Sorakan dari tribun kembali bergemuruh.
Zandi bukan sembarang Swordsman, skill pedangnya terkenal cepat dan mematikan.
Dia menguasai “Phantom Blade,” teknik yang memungkinkan setiap tebasannya menghasilkan bilah angin yang tak terlihat, menyerang dari berbagai arah dalam sekejap.
"Mulai!"
Zandi bergerak lebih dulu.
Pedangnya berkilat, menciptakan tiga bilah angin yang meluncur ke arah Rai dengan kecepatan luar biasa.
Namun...
Rai tidak bergerak.
Bilah angin itu menebas udara kosong.
Rai sudah menghindar sebelum Zandi bergerak.
Damar menyeringai.
"Dia sudah mengantisipasi gerakan lawannya."
Bukan sekadar insting, Rai tahu semua tentang Zandi.
Bukan hanya Zandi tetapi semua anggota Guild Iron Fang, semuanya telah terekam di dalam Lens V2.
Selama berhari-hari, dia sudah mempelajari setiap pergerakan, teknik, dan kelemahan mereka.
Zandi menyerang lagi.
Pedangnya berputar seperti badai, menebas dari berbagai sudut dengan kecepatan yang sulit diikuti mata biasa.
Namun Rai...