Lahir dari pasangan milyuner Amerika-Perancis, Jeane Isabelle Richmond memiliki semua yang didambakan wanita di seluruh dunia. Dikaruniai wajah cantik, tubuh yang sempurna serta kekayaan orang tuanya membuat Jeane selalu memperoleh apa yang diinginkannya dalam hidup. Tapi dia justru mendambakan cinta seorang pria yang diluar jangkauannya. Dan diluar nalarnya.
Nun jauh di sana adalah Baltasar, seorang lelaki yang kenyang dengan pergulatan hidup, pelanggar hukum, pemimpin para gangster dan penuh kekerasan namun penuh karisma. Lelaki yang bagaikan seekor singa muda yang perkasa dan menguasai belantara, telah menyandera Jeane demi memperoleh uang tebusan. Lelaki yang mau menukarkan Jeane untuk memperoleh harta.
Catatan. Cerita ini berlatar belakang tahun 1900-an dan hanya fiktif belaka. Kesamaan nama dan tempat hanya merupakan sebuah kebetulan. Demikian juga mohon dimaklumi bila ada kesalahan atau ketidaksesuaian tempat dengan keadaan yang sebenarnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julius caezar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 23
Tidak lebih dari satu jam kemudian, Antonio datang ke kamar Jeane dan memberitahukan bahwa sudah waktunya untuk makan. Jeane memang merasa kelaparan, tetapi ia kehilangan nafsu untuk kembali ke ruangan utama, karena di situ masih ada Baltasar dan wanita berambut coklat yang galak itu.
"Tidak akan ada orang yang melayanimu atau membawakan makanan ke dalam kamarmu," kata Antonio. "Kalau kau mau makan maka kau harus ke meja makan, jika tidak maka......."
Antonio juga sudah membersihkan diri dan mencukur wajahnya, sehingga penampilannya jelas menunjukkan dirinya sebagai orang Amerika. Tetapi Jeane merasa bahwa pria itu tidak merasa mempunyai hubungan istimewa dengan dirinya hanya karena mereka sama sama berbahasa Inggris atau karena Jeane juga memiliki darah Amerika dari ayahnya. Bagaimanapun Antonio adalah anggota gerombolan itu, yang berarti juga tergolong musuh....
"Baiklah aku akan ke kamar makan, tetapi kau jagalah agar jangan sampai kucing hutan itu mendekati aku," Jeane memperingatkan.
"Baltasar telah berhasil menenangkannya."
Jeane masih belum lupa mendengar suara suara panci dan berbagai peralatan dapur yang dibanting, sehingga ia agak ragu dengan penjelasan Antonio. "Sebaiknya demikian, kalau ia tidak mau mendapatkan dirinya tidur dengan seorang perempuan berambut coklat yang wajahnya robek robek karena cakaranku."
"Akan lebih mungkin kaulah yang akan keluar dari perkelahian dalam keadaan yang menyedihkan," sebuah senyum menghiasi wajah Antonio. "Estela akan memakai segala cara kotor kalau berkelahi. Kau tidak bakal menang darinya."
"Kau akan terkejut jika mengetahui berapa banyak hal yang telah kupelajari selama beberapa hari terakhir ini," jawab Jeane, kemudian melewati Antonio, dan berjalan menuju ruang utama itu.
Ketika tiba di ruangan utama itu, dilihatnya Baltasar sudah duduk di ujung meja dan memperhatikan masuknya Jeane, tetapi yang diperhatikan tidak menghiraukannya. Wanita Spanyol berambut coklat itu tampak menyiduk makanan ke dalam piring piring.
Ada empat buah kursi di sekeliling meja makan itu, masih ada tiga buah yang kosong. Jeane memilih kursi yang ada di sebelah kanan Baltasar. Suasana dalam ruangan itu terasa penuh ketegangan. Jeane tahu bahwa wanita berambut coklat itu belum bisa menerima kehadirannya di situ. Mata wanita itu seolah olah melemparkan pisau pisau belati setiap saat ia memandang Jeane. Rasa permusuhan yang memancar dari wanita itu seperti bisa diduga. Dengan demikian suasana itu membuat semua makanan menjadi tidak enak. Dengan penuh kejengkelan Jeane berpaling kepada Antonio, "Maukah kau menjelaskan kepada kucing hutan itu bahwa aku sama sekali tidak berminat pada kekasihnya? Kau juga boleh menambahkan bahwa kalau dia mau memberikan sebilah pisau kepadaku, aku akan memakai pisau itu untuk menjamin agar kekasihnya tidak dapat mendekatiku walaupun cuma se inchi saja."
Sambil menyembunyikan senyum, Antonio melempar sekilas pandang pada boss nya, lalu menerjemahkan kata kata Jean, tetapi dengan kegarangan yang sama sekali tidak mereda, Estela menjawab.
"Kata Estela, kau bilang demikian karena kau takut kepadanya," Antonio menerjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Dan dengan menahan geli, Antonio menambahkan, " Kata Estela, hanya seorang wanita tua dan cacat yang dapat membuat seorang pria seperti Baltasar meninggalkan tempat tidurnya. Dan Estela mengatakan bahwa kau sama sekali tidaklah tua dan cacat."
Pujian atas kehebatan Baltasar di atas ranjang itu bagaikan suatu kain merah pada kemarahan Jeane. Ia tidak ragu bahwa pria itu juga mendengar seluruh pembicaraan itu. Mestinya ia tidak memulai pembicaraan itu, tapi apa daya semua telah diucapkannya. Dan suasana masih tetap memanas.
"Dari semua itu.......," kata Jeane tanpa daya sebelum ia berhasil menahan ledakan kemarahannya, ia berpaling pada Antonio, " Katakan padanya, bahwa kekasihnya itu telah membunuh suamiku dan keinginanku satu satunya adalah melihat kekasihnya mengalami nasib yang sama."
Mendengar terjemahan kata kata Jeane itu, dagu wanita berambut coklat itu naik seketika. Akhirnya ia mengangguk tanda mengerti dan sinar garang meninggalkan matanya ketika ia memutuskan bahwa Jeane memang bukan saingan potensial bagi dirinya untuk memperoleh perhatian Baltasar. Tetapi masih ada semacam kekesalan pada pandangan wanita itu kepada Baltasar, seakan akan ia tidak mempercayai pria itu dalam hubungan yang menyangkut Jeane.
Gencatan senjata itu memungkinkan Jeane untuk menyelesaikan makan malamnya. Ketika selesai, ia meminta izin dan permisi untuk meninggalkan meja makan serta kembali ke kamarnya.
Di kamar, pikiran Jeane selalu kembali pada pertanyaan yang sama. Berapa lama lagi sebelum orang tuanya dihubungi dan tuntutan uang tebusan itu diajukan? Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan uang itu dan menyerahkannya kepada gerombolan bandit bandit itu? Dan pertanyaan yang paling mendesak adalah: apakah ia akan dilepaskan setelah uang tebusan itu dibayar?
Malam telah menguasai seluruh tempat itu. Di luar suasana sangat gelap. Jeane menyelusup ke bawah selimut dan berdoa bahwa ia akan segera bisa tertidur, sebuah kesempatan untuk melupakan pertanyaan petanyaan yang bergumul dalam pikirannya.
Antonio juga telah meninggalkan rumah gubuk itu segera setelah Jeane naik ke atas ranjangnya. Tetapi suara suara masih bisa terdengar datang dari ruangan utama itu. Jeane berusaha keras memusatkan pendengarannya pada suara suara dari luar gubuk itu, tetapi justru ia mendapatkan dirinya memasang telinga untuk mendengar yang dibicarakan sepasang pria dan wanita di ruangan utama itu.
Terdengar langkah langkah kaki seiring mendekatnya suara suara itu. Menuju ke kamar di sebelah kamar Jeane! Jeane merasa tubuhnya sebentar panas sebentar dingin ketika mendengar suara pakaian dilepaskan secara terburu buru. Suara Estela yang penuh rayuan itu tiba tiba diam, dan Jeane memejamkan mata hendak menyingkirkan bayangan mulut Baltasar yang menyerbu mulut wanita itu.
Dinding yang memisahkan ke dua kamar tidur itu tidak cukup tebal untuk membungkam keriat keriut ranjang di kamar sebelah atau erangan erangan penuh kenikmatan dari bibir wanita itu. Jeane menutup telinga dengan tangannya, berusaha membungkam suara suara dari cumbuan dan permainan cinta di kamar sebelah. Tetapi tanpa kunjung diam, suara suara itu seperti terus memukul mukul gendang telinga Jeane.
Menit menit berlalu seakan akan tidak berakhir, merentang rentang memualkan, tanda ada petunjuk bahwa seseorang dari ke dua manusia yang dimabuk nafsu itu telah terpuaskan. Jeane mengeluh membayangkan bahwa suara suara itu mungkin saja masih akan berlanjut semalam suntuk. Seperti semacam peragaan dan bukti kehebatan Baltasar dalam bercinta di atas ranjang....
Suatu teriakan jijik sudah mulai naik ke tenggorokan Jeane ketika tiba tiba kesunyian itu hadir. Jeane menekankan tangan pada perutnya yang merasa mual dan menanti apakah badai nafsu dari ke dua orang itu sudah benar benar berlalu atau cuma..... Terdengar ranjang di kamar sebelah berkeriut lagi, tetapi tidak berlanjut. Kini terdengar suara suara dari pakaian yang dikenakan kembali, disusul ucapan ucapan manja dari Estela. Jeane kemudian mendengar langkah langkah kaki ringan meninggalkan kamar sebelah dan juga rumah itu. Dengan bergidik merasa jijik, Jeane bertanya pada dirinya sendiri, masih berapa banyak malam lagi ia dipaksa mendengar persetubuhan ke dua manusia itu..