Bagian pertama dari Kembar Pratomo Generasi Ke Delapan
Mandasari Pratomo, putri bungsu jaksa penuntut umum New York, Adrianto Pratomo, tidak menyangka pria yang dikiranya hendak melecehkan dirinya, ternyata hendak menolong. Ditambah, pria itu adalah anggota kopassus yang sedang pendidikan di Amerika dan Mandasari menghajar pria itu hingga keduanya masuk sel. Wirasana Gardapati tidak habis pikir ada gadis yang bar-bar nya nauzubillah dan berdarah Jawa. Akibat dari kasus ini pihak kopassus harus berhadapan dengan keluarga Pratomo. Namun dari ini juga, keduanya jadi dekat.
Generasi ke delapan Klan Pratomo
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wira Kaget
Wira tiba di sebuah cafe kopi yang berada di daerah pasar Gede, dalam bangunan kolonial dan dirinya pun turun dari dalam taksi Blue Bird yang membawanya. Pria ganteng itu pun masuk dengan menyeret kopernya dan mencari dimana Mandasari berada. Wira akhirnya melihat gadis itu yang melambaikan tangannya ke dirinya lalu tersenyum menghampiri. Wira tidak tahu siapa orang duduk membelakangi dirinya.
"Halo sayang," senyum Wira sambil mendekat Mandasari dan menoleh ke arah orang yang tidak terlihat wajahnya. Betapa terkejutnya Wira saat melihat siapa. "Ibu?"
***
Wira duduk dengan tatapan bingung saat Mandasari dan Herdiana saling bertos ria dengan kompaknya, seolah sudah kenal sangat lama. What's going on in here?
"Ibu kenal Sari? Sejak kapan?" tanya Wira setelah menghilangkan rasa terkejutnya.
"Sejak tiga Minggu lalu," jawab Herdiani kalem.
"Tanpa memberitahukan padaku?" desis Wira yang merasa kecolongan dan kalah start dari Mandasari. "Bagaimana bisa ini kenapa ... Bagaimana kalian ... Bisa kenal?"
"Aku mengirimkan pesan ke Bu Herdiani terlebih dahulu," jawab Mandasari dengan wajah tenang.
"Kenapa kamu mengirimkan pesan ke ibu? Dan bagaimana kamu bisa tahu nomor ibu? Oh ... Stupid me! Kamu pernah meminjam ponselku saat kita makan malam di apartemen kamu karena kamu lupa taruh ponselmu dimana." Wira menepuk jidatnya.
"Aku sangat pintar mengingat nomor ponsel ibumu."
Wira tersenyum ke ibunya. "Ibu naik apa kemari?"
"Ojek online lah. Bagaimana dengan kabar kamu di Jakarta? Apakah kamu lolos test semua? Kembali ke Amerika?" Herdiani menggenggam tangan putranya dan Mandasari memberikan kesempatan mereka untuk saling melepas rindu.
Suara ponsel Mandasari berbunyi dan gadis itu permisi untuk menerimanya lalu pergi meninggalkan Herdiani dan Wira.
"Bagaimana Bu? Soal Sari?" tanya Wira.
"Ibu selalu mengira anak gadis orang kaya akan bersikap sombong, tidak punya adab ke orang tua tapi ibu salah. Sari adalah gadis yang menyenangkan, dan dia lucu. Awalnya ibu skeptis tapi semakin sering berkirim pesan dan telepon, ibu jadi tahu pribadinya. Dan sopan! Memang bahasa Indonesia dan bahasa Jawanya dengan aksen Amerika tapi Sari selalu berbahasa sopan dan Krama Inggil. Untuk gadis yang biasa tinggal di Amerika, dia tetap bisa bahasa Indonesia dan Jawa, itu sesuatu."
Wira tersenyum. "Bu, papa dan mamanya Sari kan orang Indonesia juga meskipun sudah campur aduk. Mamanya malah wong Solo lho."
Herdiani memegang wajah putranya. "Apakah papanya Sari masih marah sama kamu?"
"Well, marah nggak marah sih ... Yang jahil itu Mandaka, saudara kembar Sari dan Mavendra, adik Sari. Plus teman g@y nya, Oscar si Kadal."
Herdiani terkesiap. "Te ... Teman ... G@y?"
"Iya tapi dia baik kok. Makanya Oscar ikut karena mau diruqyah di Bengawan Solo biar normal," kekeh Wira.
"Emang bisa?" tanya Herdiani bingung.
"Mbok menowo ( siapa tahu )," jawab Wira cuek.
***
"Kamu dimana mbak?" tanya Mavendra yang berada di martabak Jakarta.
"Pasar Gede."
Mavendra melongo. "Lha dekat! Tepatnya dimana? Biar aku susul !"
"Blue Doors. Coffee shop. Cari saja di maps. Terus nanti kalau kamu mau parkir, ke area parkir seberangnya karena tidak boleh parkir di pinggir jalan," jawab Mandasari.
"Oke deh."
"Kamu beli martabak apa?" tanya Mandasari.
"Telur dan manis, coklat keju."
***
"Kamu sepertinya benar, nak," ucap Herdiani.
"Apanya yang benar Bu?" tanya Wira.
"Santi sangat terobsesi sama kamu dan wajahnya ... meskipun dia coba tutupi tapi tetap saja ibu bisa melihat kalau dia menahan sesuatu kalau ibu bicara soal Sari."
"Ibu cerita apa soal Sari ke Santi?" Jujur Wira takut jika terjadi sesuatu. Bukan ke Mandasari tapi ke ibunya.
"Tidak banyak, hanya sambil lalu kalau Sari posting foto di akun instagramnya dia."
"Ibu follow akun Instagram Sari?" Wira menyandarkan punggungnya karena tidak menduga bahwa hubungan Herdiana dan Mandasari sudah segitu akrabnya. Kenapa aku tidak tahu akan hal ini? Dih, benar-benar ya, wanita tidak bercerita tapi tiba-tiba muncul jadi BESTie!
"Lho iya dong! Kan ibu penasaran seperti apa sih gadis kamu dan ternyata foto-fotonya ... Cukup membosankan ya?" kekeh Herdiani.
"Tidak perlu pamer kan Bu?" senyum Wira.
"Iya. Sari cuma pamer kampusnya dan buku-buku koleksinya."
Keduanya menoleh saat melihat Mandasari datang dan tidak sendiri, melainkan dengan dua pria ganteng bersamanya. Herdiani bisa melihat kesamaan Mandasari dengan remaja berdarah Asia itu.
"Vendra, Oscar, perkenalkan ini Bu Herdiani, ibunya Wiro Sableng eh ... Mas Wira," senyum Mandasari.
Mavendra dan Oscar tampak terkejut tapi bungsu Adrianto Pratomo itu Salim ke Herdiani.
"Salam kenal Bu, saya Mavendra, biasa dipanggil Vendra adiknya mbak Sarimi binti jeruk Mandarin," senyum Mavendra membuat Mandasari menyipitkan matanya judes.
"Salam kenal juga. Ini pasti Oscar si kadal?" kekeh Herdiani yang mendapatkan salam dari Oscar.
"Iya ma'am, saya si kadal," cengir Oscar.
"Tunggu, aku ada pertanyaan!" potong Mavendra.
"Apa itu?" tanya Mandasari.
"Sejak kapan kamu panggil Mas Wira ke Wiro Sableng?" seringai Mavendra usil.
"Iya, sejak kapan dik Sari ...?" goda Wira.
Mandasari langsung memasang wajah jijik saat dipanggil 'dik Sari' dan badannya bergidik. "Eeewwwww, dik Sari itu apaaaaa!"
Semua orang tertawa.
"Kenapa kamu tidak suka dipanggil 'dik'? Bukankah itu panggilan mesra juga di Jawa dari pria ke wanita?" tanya Herdiani.
"Mboten Bu. Aku memang tidak suka." Mandasari menatap Herdiani dengan wajah memelas.
***
Wira bersikeras untuk pulang bersama Herdiani dengan taksi saja, menolak pulang diantar Mandasari maupun Mavendra. Namun tiga orang anak New York itu berjanji akan datang esok hari ke warung penyet Herdiani yang dekat pusat kota bukan yang di Mojosongo. Mavendra penasaran dengan sambal Herdiani yang katanya lebih enak dari sambal buatan ibunya dan Mandasari.
Santi melihat sebuah taksi biru muda datang ke rumah makan mereka dan tersenyum lebar saat melihat Herdiani turun bersama dengan Wira. Gadis itu tidak menyangka Wira benar-benar pulang ke Solo. Santi pun meminta rekannya untuk menggantikan dirinya dan menghampiri Herdiani yang berjalan sambil merangkul pinggang Wira.
"Wah, ibu sudah datang bersama dengan Mas Wira. Apa kabar mas Wira? Kopernya aku bawain ya?" Santi hendak mengambil alih koper Wira tapi pria itu menggelengkan kepalanya.
"Tidak usah Santi. Terima kasih." Wira menoleh ke arah ibunya. "Aku ke rumah dulu Bu."
"Mau ibu bawain ayam penyet?" tawar Herdiani sesaat Wira hendak berjalan ke rumah mereka yang ada di sebelah restauran.
"Nggak usah Bu. Masih kenyang tadi makan martabak dan nasi kucing." Wira pun berjalan ke rumah mereka.
"Kok mas Wira tidak pamit ke aku ya Bu?" tanya Santi dengan wajah cemberut dibuat sok imut.
"Masih jetlag mungkin. Ayo, kita lihat stock buat besok. Mau ada tamu spesial kemari," senyum Herdiani.
Santi mengerenyitkan dahinya. "Tamu spesial? Siapa Bu?"
"Kamu akan tahu sendiri nanti," jawab Herdiani acuh.
***
Yuhuuuu up Siang Yaaaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂
plisssssssssssssss
lagian d jamin itu setannya juga bakalan lari d bawah ketiaknya eyang Surti..
cba mnta bntuan shea aja,biar ada lwan'nya.....ya kali msti ngelwan yg gaib....