NovelToon NovelToon
Kill All Player

Kill All Player

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Theoarrant

Dunia tiba-tiba berubah menjadi seperti permainan RPG.

Portal menuju dunia lain terbuka, mengeluarkan monster-monster mengerikan.

Sebagian manusia mendapatkan kekuatan luar biasa, disebut sebagai Player, dengan skill, level, dan item magis.

Namun, seiring berjalannya waktu, Player mulai bertindak sewenang-wenang, memperbudak, membantai, bahkan memperlakukan manusia biasa seperti mainan.

Di tengah kekacauan ini, Rai, seorang pemuda biasa, melihat keluarganya dibantai dan kakak perempuannya diperlakukan dengan keji oleh para Player.

Dipenuhi amarah dan dendam, ia bersumpah untuk memusnahkan semua Player di dunia dan mengembalikan dunia ke keadaan semula.

Meski tak memiliki kekuatan seperti Player, Rai menggunakan akal, strategi, dan teknologi untuk melawan mereka. Ini adalah perang antara manusia biasa yang haus balas dendam dan para Player yang menganggap diri mereka dewa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Theoarrant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jebakan Rai

Namun, tepat saat ia mengira Rai akan menyerang, pemuda itu berbalik menghadapnya.

Frost Basilisk, yang sebelumnya mengamuk ganas, tiba-tiba berhenti bergerak.

Mata merahnya tetap menyala, tapi tubuhnya diam, seolah… menunggu perintah.

Rai meminum Health Potion dan menyembuhkan luka-luka yang ada ditubuhnya.

Kian menegang, perasaan tidak enak mulai menjalari tubuhnya.

"Rai… tunggu…" suaranya tercekat.

Rai menatapnya dengan senyum kecil, bukan senyum sahabat seperjuangan, tetapi senyum penuh arti.

"Kau…" Kian mundur selangkah, menyadari sesuatu yang tidak beres.

Tatapan Rai semakin tajam, dan dalam sekejap senyum itu berubah menjadi seringai.

Frost Basilisk tidak menyerang Rai sebaliknya, monster itu berdiri tenang di sisinya.

Darah Kian berdesir, kengerian menjalar ke seluruh tubuhnya.

Jantungnya berdetak kencang saat kebenaran menusuknya lebih dalam daripada tombaknya sendiri.

"Rai… jangan bilang…" suaranya bergetar.

Pengkhianatan.

Ia tidak ingin mempercayainya namun pemandangan di depannya tidak bisa disangkal.

"Rai…" Kian menelan ludah, matanya membelalak, penuh dengan kekagetan dari pengkhianatan yang mendalam.

"Apa… kau…"

Rai memiringkan kepalanya sedikit, menyeringai lebih lebar.

"Akhirnya kau sadar juga, Kian."

Kian terengah-engah, darah mengalir dari dahinya, tetapi matanya tetap menatap Rai.

"Aku mempercayaimu…" suaranya kini penuh kekecewaan.

Rai hanya menghela napas pelan.

"Percaya adalah kesalahan pertamamu, Kian."

Kian merasakan amarah mendidih di dadanya.

"Kenapa…" suaranya bergetar.

"Bukan masalah pribadi, kau hanyalah salah satu jalan menuju balas dendamku."

"Kau tega… untuk membunuh sahabatmu sendiri demi ambisi?"

Rai menggeleng pelan.

"Kita bukan sahabat, Kian."

Frost Basilisk mulai bergerak lagi, Kian tahu ini adalah akhirnya tapi dia tidak akan mati tanpa perlawanan.

Dengan sisa tenaganya, dia mengangkat tombaknya dan berlari ke arah Basilisk.

"AKU TIDAK AKAN MATI DI SINI!"

Namun, monster itu hanya membuka rahangnya lebar dan…

CRUNCH!

Darah menyembur, membasahi gua dengan warna merah pekat.

Kian, salah satu anggota Bloodhound terkuat, telah tiada.

Rai menatap pemandangan itu dengan ekspresi datar, lalu menyentuh perangkat kecil yang menempel di tubuh Frost Basilisk yaitu Chimera Sigil.

****************************

Dua hari sebelum misi dimulai, Rai sudah mulai menyiapkan perangkapnya.

Dia menghabiskan waktu di hutan pinggiran kota, mencari sesuatu yang cukup mematikan untuk menghabisi Kian tanpa menimbulkan kecurigaan.

Di wilayah ini, banyak monster liar berkeliaran, tetapi kebanyakan tidak cukup kuat untuk menandingi seorang Bloodhound Rank A.

Serigala raksasa? Terlalu biasa.

Troll hutan? Terlalu lamban.

Serangga raksasa? Terlalu mudah dibakar dengan sihir.

Dia butuh sesuatu yang lebih.

Setelah berjam-jam berjalan di kegelapan, Rai akhirnya menemukannya.

Di dalam sebuah lembah tersembunyi, dua mata merah menyala dalam kegelapan.

Udara di sekitarnya tiba-tiba terasa lebih dingin.

Embun membeku di dedaunan, dan napasnya berubah menjadi uap.

Rai menatap makhluk itu, sesosok Frost Basilisk.

Tubuhnya sebesar kuda perang, dilapisi sisik hitam kebiruan yang memantulkan cahaya bulan, giginya yang panjang berkilat, dan setiap gerakannya mengeluarkan suara retakan es.

Ini adalah senjata sempurna.

Tetapi… bagaimana cara membuatnya tetap berada di dalam gua?

Rai menggunakan alat milik profesor yang dulu dianggapnya tidak berguna yaitu Chimera Sigil, yang digunakan para Player untuk mengendalikan monster Rank C kebawah.

Dulu, Lamberto menciptakan Chimera Sigil untuk memenuhi permintaan Guild besar mengendalikan monster agar bisa digunakan sebagai senjata.

Saat Frost Basilisk bersiap untuk menyerang lagi, Rai melempar Chimera Sigil.

Medali hitam itu melayang di udara, berputar, lalu menempel dibawah tubuhnya agar tidak terlihat oleh musuh.

Dalam sekejap, tubuh Basilisk menegang, matanya yang merah bersinar lebih terang, pupilnya menyempit, dan geramannya berubah menjadi raungan keras.

Suhu di sekitarnya langsung turun drastis, embun di tanah berubah menjadi es yang merekah.

Rai menggenggam Pisaunya erat-erat, bersiap menghadapi kemungkinan terburuk.

Tetapi… kemudian sesuatu terjadi.

Monster itu berhenti menggeram.

Matanya menatap Rai tidak dengan amarah, tetapi dengan kesadaran baru.

Ia telah ditaklukkan.

Senyum tipis muncul di wajah Rai.

"Bagus… sekarang kau milikku."

Tanpa membuang waktu, ia membawa makhluk itu menuju gua yang sudah dipilih sebelumnya dan menghabisi para Player bersembunyi didalamnya.

Juga tempat di mana Kian akan menemui ajalnya.

*************************************

Liora bergerak cepat di depan pasukannya, matanya tajam menyisir kegelapan gua.

Ia dapat mencium aroma logam dari darah yang mulai mengering, bercampur dengan udara dingin yang menusuk.

Langkah kaki mereka menggema di dalam lorong batu, semakin dalam, semakin pekat aroma kematian yang menyelimuti tempat ini.

“Siapkan diri, kita mungkin terlambat,” ucapnya dingin.

Jemarinya sudah menggenggam dua pisau kembar berbalut api, cahaya merah oranye dari senjatanya berpendar, menari-nari di sepanjang dinding gua.

Mereka terus maju, sampai akhirnya menemukan pemandangan yang membuat beberapa dari mereka terhenti dengan napas tertahan.

Di tengah ruangan yang luas, Frost Basilisk berdiri menjulang, tubuhnya masih mengeluarkan aura dingin yang merambat di tanah.

Sisik hitam kebiruannya berkilauan di bawah cahaya obor tapi bukan itu yang membuat mereka mematung.

Di sekitar monster itu, mayat berserakan.

Tubuh-tubuh yang terkoyak, membeku, dan tertancap reruntuhan batu menciptakan pemandangan neraka.

Dan di antara mayat-mayat itu, Rai berdiri sendirian.

Luka menutupi hampir seluruh tubuhnya, darah mengalir dari pelipisnya, dadanya naik turun berat.

Salah satu lengannya tampak tak bisa digerakkan, dan pisaunya masih tergenggam erat siap menyerang.

Namun yang paling mengejutkan di dekat kakinya, tergeletak tubuh Kian.

Sang Bloodhound Rank A itu mati.

Wajahnya membeku dalam ekspresi, ada luka besar di dadanya, bekas cakar yang dalam, seolah ia telah mencoba bertahan sampai detik terakhirnya.

Liora merasakan sesuatu yang aneh menggelitik instingnya.

Rai… masih hidup?

Seorang Rank E?

Bertarung sendirian melawan Frost Basilisk dan bertahan?

Seolah mendengar pikirannya, Rai tersenyum lemah.

Ia melangkah goyah, sebelum akhirnya berlutut, menancapkan pisaunya ke tanah untuk menopang dirinya.

"…Kian… Dia… melindungiku…" Suaranya parau, nyaris tak terdengar.

Liora memicingkan mata.

Ada sesuatu yang salah.

Namun, sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, Frost Basilisk tiba-tiba mengeluarkan geraman rendah, matanya menatap Liora dan pasukannya dengan tatapan haus darah.

Liora memperhatikan tubuh Frost Basilisk itu penuh sayatan di sekujur tubuhnya, tampaknya hasil dari perbuatan Rai.

Seandainya senjatanya dilengkapi dengan elemen api bukan tidak mungkin Rai berhasil menghabisinya.

"Menjauh dari monster itu!" teriak salah satu anak buahnya, menghunus senjatanya.

Tapi sebelum mereka bisa bergerak, Rai menerjang lebih dulu.

Dengan tubuhnya yang sudah babak belur, ia melompat ke arah Frost Basilisk, menyerang dengan segenap tenaga yang tersisa.

Mereka semua terdiam.

Liora menggertakkan giginya.

"Persetan… Kau benar-benar monster, Rai."

Ia memberi isyarat pada pasukannya.

"Bantu dia! Bunuh monster ini!"

Mereka semua menyerbu ke depan, tanpa menyadari bahwa inilah yang Rai inginkan sejak awal.

1
angin kelana
wah musuh dalam selimut nie..
angin kelana
hot
angin kelana
lanjutkan
angin kelana
menarik..
angin kelana
lanjut up
angin kelana
up up up
angin kelana
lanuy lg
angin kelana
lanjuut
Nrimo Ing pandum666
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!