Annisa jatuh cinta pada Iman, seorang montir mobil di bengkel langganan keluarganya.
Sang Papa menolak, Nisa membangkang demi cinta. Apakah kemiskinan akan membuatnya sadar? atau Nisa akan tetap cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Herliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Dalam keheningan hati, dalam sempitnya jiwa angan Nisa tersesat tak tentu rimba. Ia berusaha mencari jalan keluar. Apa ia sanggup tanpa pertolongan Sang MAHA CINTA?
"Ya Allah, berilah hidayahMU pada suami hamba. Kembalikan Dia pada saat Dia masih sangat mencintai Hamba." itu selalu doa yang Nisa panjatkan setelah sholatnya.
Apakah Iman akan berubah?
"Pagi, Nisa." Nisa yang sedang menyapu terasnya yang luas itu mengangkat kepalanya. Ia tersenyum melihat siapa yang datang.
"Pagi, Bang. Mau servis, ya?" Nisa lalu celingukan karena ia tidak mendengar suara mobil datang.
"Iya, Aku mau servis motorku itu." Putra menunjuk motor yang di parkir di depan rumah Teh Yanah.
"Bang Imannya ada, 'kan?" Nisa mengangguk. Hatinya lega karena ada pekerjaan untuk Iman hari ini. Sudah 2 hari tidak ada pemasukan selain dari pemancing yang hanya 1 - 2 orang itu.
"Ada di belakang. Lagi ngasih makan ikan, mungkin." Nisa melambai pada Umboh yang sedang duduk di depan rumahnya.
"Boh, tolong panggilin Mang Iman, ya. Bilangin ada yang mau servis motor."
"Dimana, Bi?"
"Di belakang. Lagi ngasih makan ikan."
Umboh menurut. Ia berjalan ke belakang rumah Iman.
"Kamu makin cantik aja, Nis." puji Putra. Dalam kesederhanaan seperti ini Nisa tetap terlihat cantik.
"Bisa aja Abang ngegombalnya. Aku belum mandi, lho." Nisa meneruskan menyapu tanpa mengindahkan Putra lagi.
Tapi Putra mengikuti setiap langkah Nisa. Nisa mulai merasa terganggu.
'Ngapain sih, si Abang malah ngikutin Aku?'
"Belum mandi aja sudah secantik ini. Apalagi kalau Kamu sudah dandan, Nisa!" Nisa mengangkat alisnya mendengar ucapan Putra.
"Aku mah ya begini terus, Bang. Mau di dempul pakai bedak sekilo juga." Nisa tertawa lepas. Ia tidak menyangka dengan begitu sudah menggoda laki - laki lain, meski itu tidak ia sengaja.
Di belakang rumah Umboh menemukan Iman yang berdiri di samping kolam terpalnya.
"Ada yang mau servis motor, tuh." Umboh memberitahu Iman yang sedang asyik memberi makan ikan - ikan itu.
Iman sengaja membuat kolam terpal di belakang rumah untuk tempat ikan - ikan mujaer. Ikan mas untuk pemancingan ia buat kolam biasa di depan rumah.
"Motor siapa?"
"Motor Bang Putra!" bibir Iman mengerucut. Ia tidak suka mendengar nama itu.
"Nggak level banget. Peganganku tuh, mobil. Bukan motor!"
"Tapi, Mang.."
"Kasih Mang Edi aja sana!"
"Tapi orangnya pengen sama Mang Iman, bukan Mang Edi!" Umboh menggaruk kepalanya. Ia tahu beberapa hari ini Iman tidak ada penghasilan.
"Bilang Akunya sibuk!"
"Sibuk apaan, sih?" Iman sedang duduk bersantai begitu, apanya yang sibuk?
"Aku mau anu, ntar! Ke anu juga..!" Umboh melongo. Anu - anu apa, ya?
"Udah sana! Ngapain masih di marih!"
Umboh tidak habis pikir dengan sikap paman termudanya ini.
"Beneran nggak mau, nih? Beneran kasih Mang Edi? Nggak nyesel? Bang Putra kalau ngasih upah 'kan lumayan!"
"Bodo amat!" tandas Iman.
Begitulah Iman. Bila Dia sudah tidak suka pada orangnya, bayaran berapapun yang dijanjikan ia akan menolaknya mentah - mentah.
Padahal Bang Putra itu hanya mengagumi Nisa.
"Teh Nisa cantik banget ya, Bang. Seperti artis.." Putra menyebutkan sebuah nama artis. Tadinya Iman merasa bangga tapi karena berkali -kali Putra datang hanya agar dapat melihat Nisa membuat dadanya panas.
Apalagi setelahnya Putra hanya memanggil Nisa dengan sebutan nama.
"Kita 'kan seumuran." begitu alasannya. Iman merasa ingin marah tapi tidak tahu bagaimana mengungkapkannya. Ia cemburu!
"Mau nggak, Boh?" tanya Nisa berharap. Ia masih berbicara dengan Putra di depan rumah.
Umboh mengangkat bahunya.
"Katanya Mamang sibuk. Mau ke Anu!" giliran Nisa dan Putra yang terbengong - bengong.
"Anu mana?" tanya Putra. Nisa mengerti Iman tidak mau mengerjakannya. Itu cuma alasan Iman.
Iman yang sudah selesai memberi makan ikan - ikannya berjalan ke depan. Ia langsung melihat Putra masih berdiri bersama Umboh dan Nisa. Hatinya langsung panas.
**********
"Mah! Tolong siapin beberapa baju buat ke Jonggol, ya?" Nisa terkejut. Ini bukan hari jumat atau sabtu, jadwal Iman biasa ke Jonggol.
"Papah mau off road lagi?"
"Ya. Tadi pagi Anto telephone. Maaf ya, Put?" Putra hanya dapat mengangguk. Mau tidak mau Nisa masuk ke dalam rumah untuk menyiapkan apa yang diminta suaminya. Iman juga bergegas masuk ke dalam rumah. Berlagak sok sibuk di depan Putra.
Iman menahan tangan Nisa yang ingin mengambil tas travel kecil yang biasa Iman bawa.
"Nggak usah, Mah." Nisa menurunkan tangannya seraya berbalik menghadapi Iman. Ditatapnya Iman dengan sejuta tanda tanya.
"Papah pura - pura aja mau offroad."
"Papah?"
"Papah males benerin motor Dia!" bibir Iman mengerucut.
"Tapi kenapa? Kita 'kan lagi nggak punya uang, Pah. Papah kok nolak rezeki, sih."
"Siapa yang nolak rezeki, sih? Baru kali ini, kok. Papah nggak suka sama orangnya!"
Nisa menghela nafas. Tidak suka sama orangnya. Iman itu terlalu sensitif. Sekali orang itu membuatnya kesal, Ia tidak mau bekerja untuknya lagi meski di iming - imingi imbalan yang besar.
"Emang Dia kenapa lagi, Pah?" Iman sedikit bingung untuk mencari alasannya. Sudah banyak yang menjadi korban ketidak sukaan Iman padahal itu merugikan dirinya sendiri.
"Orangnya pamer terus. Somnong! Baru juga punya harta segitu!" Nisa mengerutkan dahinya.
"Masa', sih? Perasaan Dia baik banget orangnya. Suka bawa buah tangan juga."
"Itu karena Dia suka sama Kamu, Nisa!" Iman keceplosan. Tapi ia tak perduli. Istrinya yang polos ini harus tahu bahwa orang yang tadi datang itu suka padanya.
"Apa? Papah ngaco, ya!" berang Nisa. Iman menggaruk kepalanya.
"Mah, apa Mamah nggak merasa kalau orang itu suka sama Kamu?" Nisa menggeleng.
"Ngapain coba Dia bolak - balik servis. Motor dan mobilnya baik - baik aja! Rusaknya nggak parah, itu juga mungkin Dia yang ngerusakin." terang Iman berapi - api. Nisa hanya dapat terkesima. Hatinya mulai merasa takut. Ia takut selama ini dengan tidak sengaja ia menyakiti perasaan Iman.
"Ngapain Dia selalu bawain oleh - oleh buat Kamu? Masa' Kamu nggak ngerti, sih?"
"Tapi Aku ini udah nenek -nenek, Pah. Siapa yang suka sama nenek - nenek?" ucap Nisa pelan.
'Kamu nenek - nenek yang sangat cantik, Nisa!' geram hati Iman.
"Tapi kenyataannya Dia memang suka sama Kamu, Mah! Apa Kamu juga diam - diam suka sama Dia?" keluh Iman ftustasi. Secara Putra lebih segala - galanya darinya. Hati Nisa dapat saja pindah ke hatinya, asal Dia mau. Dia tidak perlu sengsara lagi seperti bersamanya.
Nisa diam melihat Iman yang masih terbawa amarahnya.
"Ya. Papah nggak usah servis mobil Dia lagi kalau Papah nggak suka. Mamah nggak akan marah. Mamah nggak tahu kalau Dia itu suka sama Mamah. Papah jangan marah lagi, ya?" ucap Nisa akhirnya. Ia berjanji dalam hatinya untuk tidak melayani orang itu bila mengajaknya berbincang, apalagi bercanda seperti tadi.
Nisa memeluk lengan Iman.
"Biarin aja Dia suka sama Mamah. Yang penting Mamah tetap cintanya sama Papah. Iya, 'kan?" Nisa menatap Iman dengan sepenuh cinta. Hati Iman langsung meleleh.
Iman mulai mendekatkan wajahnya ke wajah istrinya yang langsung memejamkan matanya..
*******