Pesona Janda Sultan

"Menikahlah denganku sekali lagi, Sofia," pinta Kaivan seraya melerai pertautan romantis belah ranumnya dengan milik Sofia.

"Kai ..."

"Kau tidak perlu menjawabnya terburu-buru, Sof." Pundak tangan Kaivan mengusap lembut pipi mantan istrinya yang sedang terperangah. "Aku berjanji akan memberikan segalanya untuk membahagiakanmu. Tidak ada lagi pernikahan sandiwara, tidak ada lagi," janji Kaivan tulus seraya menatap dalam netra mantan istrinya.

Mendengar pengakuan mantan suami kontraknya, bohong jika Sofia ingin menolak. Ia tahu betul tipikal mantan Kaivan yang jika sudah mencintai seorang maka pria itu akan setia dan mengupayakan segala cara untuk membahagiakan pasangan.

Masalahnya adalah hati sang puan belum terlalu yakin akan perasaan spesial yang ia miliki untuk Kaivan. Sofia masih ingin melihat bukti nyata yang lebih jauh akan perjuangan sang mantan suami. Terlebih, ia baru saja kehilangan sesuatu yang sangat berharga.

"Ch! Mengapa tawaranmu sangat menggiurkan," sarkas Sofia berusaha mencairkan ketegangan antara mereka.

Kaivan lalu bertanya pada sang puan, apa yang ingin pria itu lakukan agar Sofia dapat melihat kesungguhan hatinya.

"Hmm ... bagaimana kalau kita mulai dengan jalan-jalan? Aku ingin melihatmu jalan-jalan santai tanpa memakai outfit kaku seperti ciri khas tuan CEO," cetus Sofia mengutarakan keinginan random.

"Kau mengajakku kencan?"

"Apa? Uhm ... maksudku bukan—"

"Baiklah, ayo kita berkencan sesuai keinginanmu," seru Kaivan mantap, menyela kalimat Sofia yang semakin menambah rona merah di pipi sang puan.

Tak dapat dipungkiri, hati Sofia sedang dipenuhi bunga bermekaran serupa taman bunga. Pria yang sempat ia suka secara diam-diam pada saat menjalani pernikahan kontrak, kini benar-benar memiliki perasaan khusus padanya.

Terlebih, Sofia nampaknya sudah lelah dengan drama pencarian cinta sejati. Sang wanita memutuskan untuk menerima takdirnya kali ini, memberi kesempatan pada mantan suami sandiwaranya untuk membuktikan kesungguhan.

Beberapa saat kemudian, Kaivan yang lebih cepat berbenah diri mengirimkan pesan kepada sang puan bahwa dirinya menunggu di lobby hotel. 

Sensasi debaran dada serupa kencan pertama kini sedang dirasakan wanita bernetra bulat itu meski dirinya pernah mencicip ranah pernikahan. Sang puan kerap bolak-balik memeriksa ulang penampilannya saat mematut diri di depan cermin. Mengenakan dress tanpa lengan selutut lengkap dengan aksen tali di pundak semakin menambah kesan manis seorang Sofia. Setelah dinilai cukup, sang wanita itu segera menuju lobby dimana Kaivan sudah menunggunya.

Wow!

Belum sempat memanggil nama Kaivan, lidah Sofia mendadak kelu dengan tubuh yang mematung di tempat, menyaksikan penampilan baru mantan suami yang kini menjadi teman kencannya. Satu kata yang terlintas yakni kekaguman.

Untuk pertama kalinya, Kaivan mengenakan outfit kasual kaos oblong dibalut dengan jaket bomber dan celana jeans hitam bak penampilan serupa pria muda.

Sofia tak behenti berdecak kagum, memuji penampilan serta wajah sang pria yang seolah tak menua meski usia nyaris mendekati kepala empat. Beruntung, pria yang ia perhatikan sibuk men-scroll ponsel sehingga belum menyadari kedatangan Sofia yang kini memandangnya dengan tatapan terpesona.

"Sofia," sapa Kaivan menyadari presensi wanitanya yang mematung tak jauh dari tempat ia berdiri. Pria itu segera bergegas menghampiri.

"Bagaimana penampilanku? Apa sesuai dengan yang kau inginkan?" tanya Kaivan sedikit merasa insecure.

"Ahh ... bagimana kalau aku bilang penampilanmu terlalu berlebihan?" jawab Sofia yang sebenarnya bermaksud meledek untuk menetralkan rasa girang yang melanda.

"Kau tidak suka? Kalau begitu aku akan menggantinya."

"Tidak, Kai." Sofia sigap menggapai tangan Kaivan yang hendak beranjak. Ia tidak berpikir bahwa pria itu menganggap ucapannya dengan serius. Baginya aksi itu sangat manis.

"Kau tampan. Aku hanya meledekmu saja tadi," puji Sofia lantang.  

Kaivan berdecih lega sembari mengulas senyum setelahnya. Jemarinya segera ia tautkan mesra di antara jemari milik Sofia. 

"Ayo, bawa aku ke destinasi pertama sesuai keinginanmu," seru Kaivan antusias. 

Bukan merespon dengan kata, Sofia memilih melayangkan kecupan singkat di pipi mantan suami saking tak dapat menahan perasaan gemas. 

"Oho! Kau mencuri start, Nona Wilson. Jangan lakukan lagi jika kau tidak ingin mendapat hukuman," ledek Kaivan menyipitkan kedua netra.

"Oh ya? Hukum aku kalau begitu," tantang Sofia.

Keduanya pun saling melempar tawa lepas sebelum akhirnya meninggalkan lobby hotel menuju mobil yang telah disewa sang sultan.

...***...

"Jayden."

Sesosok wanita yang baru saja datang, berhambur memeluk Jayden yang sedang menunggu di sebuah lorong rumah sakit. Kekhawatiran tergambar jelas di raut cantiknya.

"Mengapa kau baru datang, Kak. Aku ... ketakutan di sini sendiri. Mama ...." Isakan kecil menyeruak dari bibir Jayden. "Sudah dua jam mama di ruang operasi dan belum ada kabar."

"Dengarkan kakak, Jay. Kau harus kuat, ok? Kau adalah calon penerus Baldwin. Kau tidak boleh lemah. Yakinlah, mama akan baik-baik saja." Sang kakak bernama Sonya Baldwin memberi wejangan menguatkan adik kecilnya.

Jauh dalam lubuk hati, Sonya pun merasakan kepedihan mendalam. Bedanya, wanita berusia 30 tahun itu lebih tangguh daripada sang adik. Ia pun merasa bersalah tak bisa terlalu mendampingi karena telah tinggal jauh setelah menikah, mengikuti jejak suaminya yang bekerja di Swedia.

"Pria brengsek itu tinggal di Korea, bukan?" Nada suara Jayden tiba-tiba berubah mencemooh seseorang. "Aku tidak akan membiarkan hidup pria itu bahagia dengan keluarga barunya sementara mama sedang berjuang." 

"Jangan, Jay. Kau ingat pesan mama, bukan? Jangan mencampuri urusan ayahmu lagi. Mama tidak ingin ada keributan karenanya," cegah Sonya mengingatkan sang adik.

"DIA BUKAN AYAHKU!" bentak Jayden tak terima. Tak lama pria itu beranjak dari hadapan sang kakak membawa bara api di dada. Fakta menyakitkan terpaksa harus terungkit di tengah situasi genting Jihan Baldwin yang sedang menjalani operasi tulang kaki. 

Dipanggil berapa kali pun oleh sang kakak, Jayden mengacuhkan tanpa menoleh. Sonya sungguh ketakutan sang adik akan membuat keributan. Di sisi lain, wanita itu tak bisa beranjak dari depan ruang operasi sang ibu karena tidak ada pihak keluarga yang berjaga selain mereka.

...***...

Seusai kencan ke tempat pertama yakni menyusuri jalan terkenal gangnam, Kaivan membawa Sofia ke sebuah komplek perumahan elite tak jauh dari sana.

^^^*Ilustrasi by pins^^^

"Kau benar-benar menyukai negeri ini?" tanya Kaivan seraya memarkirkan mobil sedan elegan berwarna hitam di depan sebuah pagar rumah khas negeri gingseng.

"Ya. Aku menyukai berbagai hal di sini. I just love being here," jawab Sofia antusias.

"Kalau begitu, turunlah. Akan kutunjukkan sesuatu," ajak Kaivan. Keduanya pun segera beranjak dari dalam mobil. 

"Woah. Rumah mewah ini seperti yang pernah ku tonton di seri drama mereka. Rumah siapa ini, Kai?" Sofia berdecak kagum sesaat setelah melihat penampakan rumah mewah minimalis ala drama Korea.

"Rumah ini adalah milikmu."

"Ch! Jangan bergurau. Itu tidak lucu, Kai. Aku serius," protes sang wanita sembari melayangkan pandangan menukik ke arah pria di sebelahnya.

Belum sempat menjawab sebuah mobil jenis SUV hitam memarkirkan kendaraannya tepat di belakang mobil Kaivan. Dua orang pria keluar dari mobil dengan penuh ulasan senyum sumringah. Yang satu terlihat sudah paruh baya sedangkan satunya masih muda. Keduanya sama-sama mengenakan outfit jas hitam lengkap dan rapi.

"Selamat siang, Tuan Mahacara. Kami adalah perwakilan legal dari pemilik rumah ini. Semua dokumen telah siap. Mari kita mulai transaksi jual beli."

"Ju-al beli?" seru Sofia terbata-bata.

"Ah, sebelum itu." Secara tak terduga, Kaivan menggenggam jemari wanita pujaannya di depan kedua orang itu. "Torehkan nama calon istriku atas rumah ini," lanjut sang pria memberi instruksi yang tak pernah Sofia duga sebelumnya.

"What!" 

Beberapa saat kemudian.

Sebelum benar-benar melakukan transaksi, Sofia tentu tak bisa menerima begitu saja pemberian rumah elite mewah dadakan dari mantan suaminya itu. Ia lantas melayangkan protes secara empat mata dengan Kaivan di sebuah ruangan di dalam rumah.

"Shuhh! Sofia, aku mohon. Ini tidak ada apa-apanya dibanding dengan kau yang telah sudi mempertimbangkan ajakanku untuk menikah ulang." Kaivan menghela napas cukup panjang. "Jika diakhir kau memutuskan untuk menolak tawaranku, aku tidak akan menuntutmu apa-apa. Kau bebas menentukan pilihanmu."

Pundak tangan Kaivan lagi-lagi mengusap lembut pipi Sofia seraya menyelami iris berwarna cokelat hazel nan indah.

^^^*Ilustrasi by pins^^^

Sungguh, Sofia kini berada di zona kebahagiaan yang nyaris sempurna. Hanya tinggal selangkah lagi, maka wanita itu akan mendapatkan seluruh impian para kaum hawa di dunia ini. Suami tampan, kaya raya, dan juga setia. 

Sayangnya, ditengah percakapan intens getar ponsel Kaivan sukses menginterupsi momen saling tatap antara dirinya dan Sofia.

"Maaf. Sepertinya aku harus mengangkat ini. Bagaimana kalau kau melakukan tour kecil di rumah ini selagi menunggu? Aku akan segera kembali."

"Pergilah, aku bukan anak kecil, Kai," ledek Sofia yang berhasil membuat sunggingan manis di belah ranum Kaivan sebelum pria itu bergegas pergi.

Tak lama, Sofia yang turut terlarut akan atmosfer hangat setiap sudut ruangan, mulai bergerak menjelajah.

Instingnya tertarik untuk cepat-cepat menuju ke lantai atas, ingin melihat pemandangan apa yang disajikan rumah serupa mansion mewah ini.

Sofia tak berhenti kagum setelah menginjakkan kaki di lantai dua. Dimana ruang keluarga besar menyatu dengan balkon yang cukup luas. Kakinya mempercepat langkah ingin melihat dunia luar dibalik gorden.

Sesampainya di balkon, Kedua atma Sofia menjelajah semakin kagum karena pemandangan yang tersaji begitu memanjakan mata.

BUGH!

"DASAR PENGECUT! KAU TAK PANTAS DISEBUT SEORANG AYAH!" pekik seseorang memaki.

Sofia terhenyak mendengar suara pekikan cukup keras. netranya segera mengedar, mencari sumber suara yang cukup kuat itu. 

"Oh, tidak. Apakah mereka sedang bertengkar?" Tak sampai beberapa detik mencari, Sofia menemukan sebuah pemandangan dua orang pria yang seakan sedang berkelahi tepat di pekarangan rumah sebelah.

Sofia menyipitkan kedua matanya untuk melihat dengan saksama sosok pria yang ia rasa penampilannya tidak asing.

"AKU TIDAK RELA KAU BAHAGIA SEMENTARA MAMA SEDANG BERJUANG DI MEJA OPERASI." Suara tadi berteriak marah sekali lagi.

"Bukankah itu ... Jay-den?"