Menjalin bahtera rumah tangga selama delapan tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi seorang Marisa dan juga Galvin.
Namun pernikahan yang dilandaskan perjodohan itu tak membuat hati Galvin luluh dan memandang sosok sang istri yang selalu sabar menunggu.
Adanya buah hati pun tak membuat hubungan mereka menghangat layaknya keluarga kecil yang lain.
Hingga suatu hari keputusan Marisa membuat Galvin gusar tak karuan.
Instagraam: @iraurah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panik
Ketika tiba di rumah Ibunya, Galvin langsung mengetuk pintu dan menekan bell beberapa kali sangking tidak sabaran.
Hingga seorang pelayan membuka pintu rumah dan mempersilahkan anak dari majikannya tersebut masuk.
"Tuan Galvin?? Silahkan masuk, Tuan" Ucapnya sedikit terkejut.
Tanpa menunggu lagi Galvin pun masuk ke dalam rumah mewah itu, ia melihat Arini yang baru saja keluar kamar dengan mata sipitnya. Wanita paru baya tersebut pun terkejut melihat Galvin datang.
"Galvin?? Kamu kemari?"
Bukannya menjawab Galvin justru melontarkan pertanyaan pada Ibunya.
"Bu apa Devano ada disini??" Tanya Galvin panik.
"Devano?? Iya, dia disini. Apa Marisa tidak bilang padamu jika Devano menginap lagi??" Tanyanya pada Galvin.
"I-ibu.... Bertemu Marisa tadi??" Ujar Galvin terbata-bata.
"Tadi pagi dia kemari untuk mengantarkan Devano sekolah sekalian mau menitipkan Devano pada Ibu katanya dia akan pergi ke Jogja, mungkin dia tahu kamu sibuk makanya dia menyuruh Devano untuk tinggal lagi disini" Jawab Arini menjelaskan.
Galvin terdiam mendengar ucapan Arini dengan seksama, ternyata memang benar Marisa pergi ke Jogja! Sebenarnya apa alasan Marisa kesana?? Apa ia harus menanyai pada Arini lagi? Bisa-bisa Ibunya curiga dengan apa yang terjadi.
"Apa Marisa mau membuka cabang lagi di Jogja?? Tadi ibu belum sempat bertanya. Tapi dia bilang ada urusan, kamu pasti tau kan alasan istrimu disana??"
Mendengar pertanyaan itu Galvin dibuat kelabakan, ia harus jawab apa?? Ia bahkan baru tahu jika Marisa pergi.
"Mu-mungkin..... Iya bu"
"Loh... Kok mungkin?? Kamu tidak tahu kenapa istrimu pergi ke sana?" Kini Arini mulai merasa ada kejanggalan antara Galvin dan juga Marisa.
"M-maksudku, iya. Tapi.... Belum tentu juga karena.... Masih dalam tinjauan"
"Ohh.... Ibu kira kamu tidak tau, ya sudah sekarang ada apa kamu kesini malam-malam?? Mau menemui Devano?"
Karena tak mendapat informasi lagi terkait Marisa akhirnya Galvin pun mengiyakan pertanyaan sang Ibu.
"I-iya.... Kalau begitu aku akan ke kamar Devano dulu. Maaf menganggu waktu tidur Ibu"
"Iya tidak apa-apa, temani lah anakmu tidur"
Galvin mengangguk dan berjalan ke arah kamar yang ditempati Devano.
Saat masuk, Galvin mendapati putranya sudah tertidur pulas. Ia pun mendekat dan duduk ditepi ranjang, jiwanya sedikit menenangkan tatkala melihat wajah sang putra.
Diusap nya rambut anak itu dengan sangat hati-hati agar tak membangunkan si empu, ada rasa bersalah yang muncul di lubuk hati Galvin. Ia merasa seperti seorang Ayah yang tak becus menjadi kepala keluarga, tak tega melihat anaknya sendiri tidur tanpa dekapan Ibunya yang pergi akibat ulah Galvin.
Bagaimana seandai Devano tahu jika Ibu dan Ayahnya akan bercerai dan tak akan bersama kembali? Apa anak itu akan menangis?
Dulu Devano pernah menceritakan tentang temannya yang pindah sekolah karena orang tuanya bercerai dan Devano berkata ia sangat sedih walaupun bocah ini tak tau apa itu perceraian.
Dan sekarang posisi Devano hampir sama dengan temannya.
Apa yang harus Galvin lakukan disaat seperti ini? Galvin memang tak ingin bercerai, dalam keluarganya tak pernah ada kata perceraian. Tetapi jika sudah begini apa yang harus ia lakukan??
Galvin sendiri tak ingin melepas ikatannya dengan Marisa, ia tak mau menjadi orang lain bagi wanita itu. Tapi Galvin tak tahu caranya memperbaiki semua ini.
Dalam diam pria itu menagis menjerit!
***
Di tempat lain lebih tepatnya di Yogyakarta, Marisa baru saja sampai di hotel yang akan ia tempati seminggu ke depan.
Tempatnya sangat nyaman dan cocok untuk Marisa menenangkan diri, Marisa memilih hotel yang sudah dilengkapi dengan dapur dan ruang tamu layaknya apartemen.
Meskipun biaya permalam nya lumayan mahal tapi Marisa yakin tempat ini sebanding dengan yang Marisa cari.
Wanita itu terlihat meletakkan barang-barang nya di ruang tamu, Marisa meneliti seluruh sudut ruangan dan tersenyum senang.
Ia pun berlari ke arah balkon dan melihat pemandangan yang amat sangat indah, marisa ingat saat-saat remaja dulu ia kuliah Marisa pun tinggal di sebuah apartemen sendirian. Dan sekarang Marisa merasa dirinya kembali ke masa itu.
Marisa mencoba menghirup udara segar di malam hari, sangat-sangat membuatnya tenang dan nyaman berada disini meski baru menginjakkan kaki beberapa menit yang lalu.
"Hahhhhhh......... Disini sangat nyaman sekali, aku rasa aku akan betah berlama-lama tinggal di hotel ini" Ucap Marisa.
Ia pun kembali masuk ke dalam dan mulai merapikan barang-barang bawaannya, dan setelah itu barulah ia mandi agar tubuhnya segar dan tidurnya nyenyak.
Marisa berendam di bathub yang hangat tersebut, ia memejamkan matanya dan berlama-lama diam di sana.
Saat ia menutup matanya sekelebat wajah Galvin muncul secara tiba-tiba, Marisa lantas membuka matanya dan menggeleng-gelengkan kepala untuk mengusir bayang-bayang tersebut.
Tidak mudah memang melupakan pria itu, Galvin selalu menghantui Marisa dimana pun ia berada, bahkan saat ia sedang mencoba tak peduli pun Marisa tak mampu melupakan bayang-bayang suaminya.
Dua puluh menit kemudian Marisa keluar dari kamar mandi dan memakai pakaian tidur, sebelum membaringkan tubuhnya di ranjang empuk Marisa terlebih dahulu mengecek ponsel yang sedari tadi ia silent.
Tak ada panggilan di sana, Galvin tak menelpon dirinya. Marisa tersenyum getir, ia benar-benar bodoh! Lagipula apa Galvin peduli padanya?? Mungkin saja pria itu sedang tidur dengan nyenyak dan tak memikirkan keberadaannya.
"Sadarlah Marisa..... Lupakan dia untuk sesaat" Lirihnya.
Marisa pun labtas meletakkan ponsel di atas nakas dan berbaring untuk tidur panjang malam ini.
***
Pagi hari yang cerah semua nampak berjalan seperti biasa, begitupun cafe Marisa yang selalu ramai di kerumuni banyak pengunjung.
Di sana terlihat seorang pria datang dengan senyum manisnya, ia berjalan ke arah kasir yang baru saja melayani pelanggan yang lain.
Pria itu tak lain adalah Abrian, ia menanyai keberadaan Marisa. Ia sangat rindu dengan wanita itu yang sudah beberapa hari ini tidak ia temui.
Tapi saat ia bertanya kasir itu mengatakan Marisa tidak ada dan membuat Abrian terkejut mendengarnya.
"Nyonya sedang ke Jogja karena ada urusan penting"
"Ke Jogja?!! Sejak kapan Marisa pergi?" Kata Abrian tak percaya.
"Sejak kemarin, Tuan"
"Berapa lama Marisa di Jogja?" Tanya nya lagi.
"Nyonya bilang sekitar seminggu"
Abrian yang mendengar itu langsung lesu dan tak bersemangat, niat hati ingin melepas rindu kini justru Abrian semakin dibuat rindu karena orang yang ia cari tak ada.
Ia pun mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi Marisa, beberapa kali Abrian menelpon tetapi Marisa tetap tak mengangkat teleponnya.
Apa mungkin Marisa masih tertidur? Sebenarnya dimana dia? Apa Marisa pergi bersama Galvin?
Tiba-tiba Abrian merasa takut jika hal itu terjadi, ia mencoba untuk berpikir positif. Lagipun hubungan Marisa dan Galvin tidak sedekat itu sampai harus pergi berdua keluar kota.
Ya! Tidak mungkin Marisa pergi dengan Galvin.
Setelah beberapa menit Abrian disana ia pun keluar dari cafe dan kembali ke perusahaannya.